PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

(1)

i

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR

HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun Oleh Nadya Novalinda NIM 13308141028

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 29 Maret 2017 Yang menyatakan,

Nadya Novalinda NIM. 13308141028


(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah:6)”

“Naiklah setinggi-tingginya tanpa menjatuhkan orang lain”

“Good things come to those who wait, but BETTER things come to those who WORK for it”


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala rasa puji dan syukur kepada Allah Ku persembahkan skripsi ini kepada:

Bapakku “Samiyono” dan Ibuku “Suprapti”, terimakasih atas segala do’a, cinta, kasih saying, dan pengorbanan yang selama ini

mendorongku untuk menjadi insan yang berguna, mandiri serta

dewasa.

Saudara kandungku tercinta Ninda, Nita, Dimas, Dina dan Vina. Kalian menginspirasiku untuk terus maju dan menjadi dewasa.

Simbahku, “Mbok tuo”, terimakasih atas doa yang tiada hentinya slalu kau panjatkan setiap hari untuk keberhasilanku dan cucu-cucumu.

Teman terdekat, teman terbaik . Terimakasih atas dukungan, motivasi, waktu, tenaga bahkan materi yang sudah diberikan padaku.

Semua teman-teman Biologi B 2013, sahabat-sahabatku terimakasih atas motivasi kalian.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya, L.) terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus, norvegicus, L.)” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan penelitian dan penulisan Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan serta tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Paidi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Ibu Dr. Tien Amniatun, M.Si, selaku Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Bapak drh. Tri Harjana, M. P, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian, penyusunan hingga penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.


(8)

viii

5. Bapak Ir. Ciptono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian, penyusunan hingga penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan bimbingan serta arahan selama menjalankan studi di jurusan biologi.

7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran pembuatan Tugas Akhir Skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan tugas akhir skripsi ini dan perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.

Yogyakarta, 29 Maret 2017 Penulis,


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... ii iii HALAMAN PENYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Batasan Operasional ... 6


(10)

x

Halaman

A. Pepaya (Carica papaya, L.)... 7

1. Klasifikasi dan Morfologi ... 7

2. Kandungan Kimia Biji Pepaya ... B. Fitoestrogen ... C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L) ... 1. Klasifikasi dan Morfologi ... 2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan ... 3. Siklus Reproduksi Tikus Putih ... 4. Uterus ... D. Hemoglobin ... 1. Pengertian ... 2. Kadar Hemoglobin ... E. Kerangka Berpikir Teoritik ... F. Hipotesis ... 9 10 13 13 13 14 17 26 26 27 27 29 BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Pelaksanaan Penelitian ... 30

1. Waktu Penelitian ... 30

2. Lokasi Penelitian ... 30

C. Objek Penelitian ... 30


(11)

xi

Halaman

2. Sampel penelitian ... 30

D. Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel bebas... 31

2. Variabel tergayut ... 31

3. Kondisi Terkontrol ... 31

E. Alat dan Bahan ... 31

1. Alat ... 31

2. Bahan ... 32

F. Prosedur Kerja ... 32

1. Tahap Persiapan ... 2. Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 3. Aklimatisasi ... 32 33 33 4. Penentuan Dosis Ekstrak Biji Pepaya ... 34

5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya... 35

6. Ulas Vagina ... 35

7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin... 8. Pembedahan Tikus ... 9. Pembuatan Preparat ... 10.Pengamatan Histologik ... 36 37 37 42 G. Teknik Penempatan Sampel ... 43 H. Teknik Pengumpulan Data ... I. Teknik Analisis Data ...

43 44


(12)

xii

Halaman

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian... 45

1. Ketebalan Lapisan Endometrium ... 45

2. Kadar Hemoglobin ... 49

B. Pembahasan ... 51

BAB V. PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ketebalan Lapisan Endometrium Uji Pendahuluan……… 34

Tabel 2. Kadar Hemoglobin Uji Pendahuluan………. 34

Tabel 3. Penempatan Sampel Tikus Putih……… 43

Tabel 4. Data Ketebalan Endometrium……… 46

Tabel 5. Analisis Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 47

Tabel 6. Analisis AnnovaKadar Hemoglobin………. 49


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya ……… 9

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid……… 14

Gambar 3. Mikrograf Epitel Vagina Fase Estrus……….. 17

Gambar 4. Anatomi Tikus Putih……… 19

Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen……….. 24

Gambar 6. Struktur Dasar Molekul Hemoglobin……….. 28

Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik………. 31

Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih setelah Mendapat Perlakuan Ekstrak Biji Ppepaya……….. 47

Gambar 9. Diagram Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium………... 50

Gambar 10. Diagram Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Kadar Hemoglobin………. 53

Gambar 11. Pemeliharaan Tikus ……… 66

Gambar 12. Proses Pencekokan Tikus Secara Oral ……….. 66

Gambar 13. Proses Pengeringan Biji Pepaya ……… 66

Gambar 14. Penggilingan Biji Pepaya ……….. 67

Gambar 15. Biji Pepaya yang sudah digiling ……… 67

Gambar 16. Proses Penyaringan Ekstrak Kental ………... 68

Gambar 17. Proses Pengentalan Ekstrak Biji Pepaya ……… 69

Gambar 18. Proses Pengambilan Darah melalui Vena Orbitalis ……….. 70 Gambar 19. Darah Tikus yang diambil ditempatkan pada Mikrotube…. 70 Gambar 20. Penghitungan Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli …. 70


(15)

xv

Halaman

Gambar 21. Proses Pembiusan Tikus menggunakan Kloroform …….. 70

Gambar 22. Proses Pembedahan Tikus ……… 70

Gambar 23. Pengambilan Organ Uterus ……….. 70

Gambar 24. Preparat Organ Uterus ………. 70


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Keseluruhan Ketebalan Lapisan Endometrium……. 62

Lampiran 2. Hasil Analisis One Way Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 63

Lampiran 3.Hasil Analisis One Way Annova dan DMRT Kadar Hemoglobin……… 64

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian……….. 67

Lampiran 5. SK Pembimbing……….. 72

Lampiran 6. SK Penguji……….. 74


(17)

xvii

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)

Oleh: Nadya Novalinda NIM. 13308141028

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattusnorvegicus, L).

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen menggunakan pola penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Obyek yang digunakan dalam penelitian yaitu tikus putih betina galur Wistar yang berumur ± 2 bulan dengan berat 150-200 gram yang belum pernah bunting. Tikus dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, yaitu kontrol (tanpa pemberian ekstrak biji pepaya), perlakuan 1 (300 mg/150 gram BB tikus/hari), perlakuan 2 (350 mg/150 gram BB tikus/hari), dan perlakuan 3 (400 mg/150 gram BB tikus/hari). Variabel tergayut dalam penelitian ini adalah ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih. Perlakuan dilakukan selama 21 hari. Analisis One Way Annova

digunakan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan pengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap ketebalan lapisan endometrium, namun berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin (P<0,05).


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan bentuk sediaan dan pemanfaatannya, obat tradisional di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu tanaman obat keluarga (TOGA), jamu dan fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional ini selain sebagai pencegahan juga sebagai pengobatan terhadap jenis penyakit pada berbagai organ tubuh manusia hingga yang berhubungan dengan organ reproduksi.

Fitohormon merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuhan yang memiliki aktivitas estrogenik karena strukturnya mirip dengan estrogen alami dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen tersebut. Estrogen alami tidak hanya ada pada hewan ataupun manusia, akan tetapi senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa tanaman yang biasanya disebut fitoestrogen.

Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), hormon estrogen yang memiliki peran utama dalam sirkulasi dan juga merupakan bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol (E2). Estrogen merupakan hormon


(19)

yang diproduksi oleh ovarium (sel techa folikel). Estrogen ini diperlukan untuk beberapa hal, misalnya adalah manifestasi fisiologik dari uterus, mempengaruhi pertumbuhan endometrium uterus, perubahan-perubahan histologis pada epitelium vagina selama siklus estrus, mengontrol pelepasan hormon pituitary (FSH dan LH), serta mempengaruhi pertumbuhan kelenjar mammae atau kelenjar susu pada hewan mamalia (Suhandoyo dan Ciptono, 2009: 34).

Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).

Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Oleh karena sel-sel-sel-sel darah merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga meningkat (Guyton and Hall, 2007:1058)

Biji pepaya merupakan salah satu biji yang mengandung fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil atau bisa disebut gugus fungsional (OH). Struktur kimia fitoestrogen memiliki kemiripan dengan struktur kimia estrogen pada mammalia. Fitoestrogen merupakan


(20)

kompetitor aktif untuk reseptor estrogen, terutama reseptor β (Sitasiwi, 2009: 2).

Fitoestrogen merupakan senyawa alami yang berasal dari tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik di dalam tubuh. Secara kimiawi, senyawa fitoestrogenik memang tidak identik dengan hormon estrogen endogen. Senyawa fitoestrogen dapat mengisi reseptor estrogen yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip dengan estrogen endogen, meskipun intensitasnya lebih ringan (Muflichatun, 2008: 55).

Enzim papain yang terkandung dalam biji pepaya bersifat proteolitik, yaitu memiliki fungsi mempercepat proses pemecahan protein menjadi asam amino yang dapat digunakan untuk seluruh proses metabolisme di dalam tubuh. Sintesis yang menggunakan asam amino misalnya dalam proses pembentukan sel darah merah yang akan berpengaruh pada kadar hemoglobin.

Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon estrogen karena estrogen berperan langsung dalam pengeluaran mukus pada endometrium. Salah satu komponen dari lapisan dinding endometrium adalah kelenjar endometrium. Kelenjar endometrium memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan ketebalan lapisan endometrium.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih betina (Rattus norvegicus, L.) strain Wistar yang belum pernah bunting. Tikus putih sering digunakan sebagai hewan uji laboratorium karena


(21)

fisiologi dari organ-organ tersebut sistematis kerjanya hampir sama dengan fungsional anatomi organ manusia.

Uraian latar belakang masalah di atas, peneliti memanfaatkan biji pepaya untuk dijadikan ekstrak yang nantinya akan diberikan secara oral kepada hewan uji. Pemberian ekstrak biji pepaya pada tikus dibedakan pada kadar/dosis pada masing-masing kelompok, yaitu 300 mg/150 gram BB tikus/hari, 350 mg/150 gram BB tikus/hari dan 400 mg/150 gram BB tikus/hari. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya dengan berbeda dosis pada organ reproduksi sehingga dapat diimplementasikan untuk kesejahteraan manusia.

B. Identifikasi Masalah

1. Pengaruh ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan lapisan endometrium belum diketahui.

2. Ketebalan lapisan endometrium adalah salah satu lapisan pada uterus dan dalam penebalannya dipengaruhi oleh efek estrogen. Fitoestrogen yang terkandung dalam biji pepaya belum diketahui lebih lanjut pengaruhnya terhadap ketebalan lapisan endometrium.

3. Pengaruh ekstrak biji pepaya, terhadap kadar hemoglobin per mm3 darah belum diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica


(22)

papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

D. Rumusan Masalah

1. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)? 2. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap

kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)? E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.). 2. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap

terhadap kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.). F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi: 1. Peneliti

a. Memberi informasi mengenai manfaat yang terdapat di dalam biji pepaya yang diketahui melalui penelitian ini, yaitu pemberian ekstrak biji pepaya pada hewan coba berupa tikus putih betina. b. Memberi sumbang ilmu di bidang anatomi dan fisiologi, khususnya


(23)

2. Masyarakat

a. Menciptakan peluang penelitian berkelanjutan mengenai manfaat lain dari kandungan biji pepaya yang dapat dimanfaatkan untuk makhluk hidup.

b. Masyarakat dapat menyikapi dengan baik akan kandungan biji pepaya dan dapat memberi tolenransi batas pengonsumsian biji pepaya.

G. Definisi Operasional

1. Jenis pepaya yang digunakan merupakan jenis dengan nama spesies

Carica papaya, L. yang berasal dari pedagang buah di pasar Demangan.

2. Ketebalan lapisan endometrium diukur dari lumen hingga batas lapisan perimetrium.

3. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih betina (Rattus norvegicus, L.) strain Wistar dengan umur 2 bulan karena pada tikus kematangan organ reproduksi terjadi, dan berat badan rata-rata ±200 gram. Tikus putih betina ini berasal dari (LPPT) Fakultas Farmasi UGM.

4. Kadar Hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil sampel darah dari vena orbitalis pada tikus, penghitungan kadar menggunakan Metode Sahli.


(24)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pepaya (Carica papaya, L.) 1. Klasifikasi dan Morfologi

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang tidak berkayu, silindris, berongga dan berwarna putih kehijauan. Tanaman ini termasuk perdu. Tinggi tanaman berkisar antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon. Daunnya termasuk tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm. Pertulangan daun menjari dan panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau. Helaian daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis ditengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris. Bunga pepaya berwarna putih dan berbentuk seperti lilin (Muktiani, 2011).

Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl. Biji pepaya bentuknya agak bulat, besarnya dapat mencapai 5 mm dan terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan dan kulit biji. Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah. Permukaan biji agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam dengan aroma yang khas (Kalie, 2009).


(25)

2

Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya (Dokumentasi Penelitian, 2017) Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya (Carica papaya, L.) berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Cistales

Famili : Caricaceae Genus : Carica

Spesies : Carica papaya, L.

Tanaman pepaya merupakan salah satu sumber protein nabati. Pepaya (Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini (Kalie, 2009). Pepaya (Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. (Warisno, 2003).


(26)

3

2. Kandungan Kimia Biji Pepaya (Carica papaya, L.)

Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah

glucoside cacirin dan carpaine. Getah mengandung papain,

chymopapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase. Papain merupakan enzim yang ada dalam biji pepaya berfungsi untuk membantu mencerna protein di lambung karena sifatnya yang proteolitik dan digunakan untuk membantu pencernaan yang kurang baik dan radang lambung (Dalimartha, 2009).

Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010). Kandungannya berupa asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, flavonoid, terpenoid dan saponin (Warisno, 2003). Zat-zat aktif yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik, anti androgen atau berefek estrogenik (Lohiya et al., 2002). Alkaloid salah satunya yang terkandung dalam biji papaya dapat berefek sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme sel spermatogenik (Arsyad, 1999).

Biji pepaya jangan sekali-kali termakan oleh orang yang sedang hamil muda karena dapat mengakibatkan keguguran. Orang


(27)

4

yang keguguran akibat memakan biji pepaya ini biasanya sulit hamil kembali karena adanya pengeringan rahim akibat masuknya enzim proteolitik seperti papain, chymopapain A, chymopapain B, dan peptidase pepaya. Enzim papain berfungsi untuk memecah protein karena memiliki sifat proteolitik, enzim khimorprotein berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi hidrolisis antara protein dengan polipeptida.

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin (Sukadana, 2007). B. Fitroestrogen

Kata fitoestrogen atau phytoestrogen berasal dari kata "phyto" yang berarti tanaman, dan "estrogen" yang merupakan hormon alami pada wanita yang mempengaruhi organ reproduksi. Dengan demikan, fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Secara kimiawi, senyawa fitoestrogen memang tidak identik dengan hormon estrogen alami. Namun demikian, senyawa fitoestrogen dapat mengisi situs reseptor estrogen yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip dengan estrogen alami, meskipun intensitasnya lebih ringan.. Aktivitas dari khasiat yang mirip dengan estrogen endogen ini hanya beberapa saat, dan pada umumnya tidak dapat disimpan oleh jaringan tubuh dalam waktu yang lama (Biben, 2012: 1-2).


(28)

5

Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi merupakan alternatif yang baik. Karena fitoestrogen ini dapat bersaing dengan estrogen endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan daripada estrogen alami dalam tubuh (Biben, 2012).

Fitoestrogen dapat terserap dalam tubuh dan mengalami berbagai macam perubahan dengan cara dipecah menjadi komponen lain yang berbeda didalam tubuh tetapi masih mengandung khasiat yang sama seperti estrogen alami atau disebut estrogen endogen (Biben, 2012: 1-2). Fitoestrogen mempunyai afinitas ikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat di beberapa organ tubuh, yaitu uterus, ovarium, kelenjar mammae, tulang, hipotalamus, kelenjar pituitaria, sel Leydig, prostat, dan epididimis (Kim dan Park, 2012).

Dalam biji pepaya sendiri terdapat salah satu senyawa bentuk fitoestrogen, yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya.


(29)

6

Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Abdi Redha, 2010: 197).

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama.

Gambar 2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid (Hardianzah, R. 2009: 43).

Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil (fungsional) ditunjukkan pada gambar di atas flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki


(30)

7

sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan ( Rijke, 2005).

C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L.)

Rattus norvegicus merupakan salah satu jenis hewan yang biasa digunakan untuk keperluan uji laboratorium. Rattus norvegicus mudah ditemukan secara liar maupun ditangkar.

1. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tikus putih menurut Priyambodo (1995: 55), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan

Tikus putih sering digunakan sebagai hewan uji percobaan dikarenakan, anatomi dari organ-organ tikus putih bekerja sistematis hampir sama dengan fungsional anatomi organ manusia. Oleh karena


(31)

8

itu, tikus putih banyak digunakan dalam uji praklinis yang selanjutnya hasil ujinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia untuk kesejahteraan khususnya di bidang medis atau kesehatan (Smith & Mangkoewidjojo, 1998)

3. Siklus Reproduksi Tikus Putih

Tikus putih betina siap untuk bereproduksi setelah umur 50-60 hari. Vagina tikus putih mulai terbuka pada umur 35-90 hari. Siklus estrus pada tikus putih berlangsung sekitar 4-5 hari dengan lama waktu selama 12 jam setiap siklus, estrus dimulai pada malam hari (Malole & Pramono, 1989 dalam Amri, 2012: 16).

Estrus adalah suatu periode di mana secara psikologis dan fisiologis bersedia menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Sedangkan, siklus estrus adalah suatu periode birahi ke pemulaan periode berikutnya sampai akhir periode (Nalbandov, 1990: 140).

Vaginal smear, cervix smear dan endometrium smear, dapat menunjukkan waktu ovulasi secara persis dan daur estrus. Ciri-ciri dari daur estrus dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu:

a. Proestrus : terdapat sel epitel biasa b. Estrus : terdapat sel epitel menanduk

c. Metestrus : terdapat sel epitel menanduk dan leukosit banyak d. Diestrus : terdapat banyak sel epitel biasa

Proestrus merupakan tahap pemasakan folikel dan pembentukan endometrium yang disertai dengan kemunduran korpus


(32)

9

luteum dari fase sebelum proestrus. Selama periode proestrus, kadar progesterone menurun, memungkinkan pelepasan FSH dan peningkatan kadar estrogen yang mampu membangkitkan birahi (Brown, 1992: 515). Masa pertumbuhan folikel dan produksi estrogen tinggi merupakan periode proestrus. Pada periode proestrus berlangsung selama kurang lebih 12 jam dan apabila diamati menggunakan mikroskop, bekas ulasan vagina memperlihatkan sel epitel yang berinti,

Estrus merupakan tahap kelangsungan perkawinan, dimana ovulasi sedang berlangsung. Ovulasi didahului oleh pengaruh gelombang hormon LH. Pada akhir estrus, kadar estrogen menurun (Brown, 1992: 515). Yatim (1982: 104) mengatakan bahwa periode estrus disebut juga periode birahi (klimaks fase folikel) dan kopulasi atau pembuahan dimungkinkan hanya pada saat periode ini. Periode estrus berlangsung selama 12 jam.

Gambar 3. Mikrograf Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 40X (Dokumentasi Penelitian, 2017)


(33)

10

Metestrus merupakan periode yang berlangsung selama 10-14 jam. Pada periode ini biasanya tidak terjadi perkawinan, di tempat folikel de graff yang baru melepas ovum, terbentuk korpus hemorghi ovarium. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama masa kebuntingan tersebut (Yatim, 1982: 106).

Manifestasi birahi ditimbulkan oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel ovarium. Tikus yang sedang mengalami masa estrus cenderung lebih sering bergerak aktif secara spontan dibandingkan saat mengalami fase yang lain (Nalbandov, 1990: 141). Perubahan organ reproduksi hewan betina dipengaruhi oleh siklus estrus. Perubahan tersebut seperti servik mensekresi lender dalam jumlah banyak dan cair selama masa estrus, vagina bersifat lebih alkalis ssaat fase diestrus dan bersifat lebih asam saat masa estrus pada beberapa hewan seperti sapi, kuda dan tikus.

Diestrus merupakan fase dimana ovarium dan alat kelamin tambahan mengalami perubahan berangsur kembali pada suasana tenang dan istirahat. Fase ini berlangsung selama 60-70 jam, dan terjadi regresi fungsional korpus luteum. Menurut Dellman dan Brown (1992: 515) pada tahap diestrus korpus luteum mulai aktif, sehingga pengaruh luteal progesterone sangat jelas terlihat pada alat kelamin sekunder. Kelenjar endometrium selama fase diestrus mengalami hiperplasi serta sekresi secara maksimal.


(34)

11 4. Uterus

Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang berfungsi sebagai penerima dan tempat perkembangan ovum yang telah dibuahi. Uterus pada tikus putih berupa tabung ganda, disebut tipe dupleks (Partodiharjo, 1980). Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium, dan perimetrium (Burkitt et al., 1993). Lapisan endometrium merupakan lapisan yang responsif terhadap perubahan hormone reproduksi, sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang siklus estrus dan dapat dijadikan indickator terjadinya fluktuasi hormon yang sedang terjadi (Dellman and Brown, 1992).

a. Anatomi

Tikus memiliki uterus berbentuk dupleks, dengan dua serviks tanpa badan uterus dan pemisahan tanduk secara sempurna. Seluruh organ melekat pada dinding pinggul dan dinding perut dengan perantaraan ligamentum uterus yang lebar dinamakan ligamentum lata uteri. Ligament ini membantu uterus untuk dapat menerima suplai darah dan saraf (Nalbandov, 1990: 141)


(35)

12

Gambar 4. Anatomi Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2017) b. Struktur Histologik

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium dan perimetrium.

1) Endometrium

Endometrium terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam bangun serta fungsinya. Lapisan superfisial disebut zona fungsional, dapat mengalami degenerasi sebagian atau seluruhnya selama masa reproduksi dan dapat hilang pada beberapa spesies. Suatu lapis dalam tipis disebut zona basalis tetap bertahan sepanjang daur. Bila zona fungsional hilang, dapat diganti oleh lapisan tersebut (Dellman Brown, 1992: 512-514)

Endometrium terdiri dari selapis sel kolumner yang mengelilingi seluruh permukaan endometrium dan membatasi lumen uterus, lapisan kelenjar dan jaringan ikat longgar (Sugiyanto, 1996: 7). Kelenjar endometrium merupakan kelenjar


(36)

13

yang tersususun atas epitel kolumner dengan nuclei dibagian bawah. Kelenjar ini melebar dan terbuka pada permukaan endometrium. Terdapat dua pembuluh darah dalam endometrium, yaitu pembuluh darah spiral dan lurus. Sepanjang siklus estrus, kelenjar dan pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Peningkatan hormon estrogen yang terjadi pada fase proestrus sampai fase estrus menyebabkan pertumbuhan serta percabangan kelenjar, sedangkan kenaikan progesterone setelah fase estrus menyebabkan peningkatan aktivitas sekresi kelenjar endometrium.

Pertambahan tebal lapisan endometrium berjalan seiring dengan perkembangan dari struktur kelenjar endometrium sepanjang siklus. Kelenjar endometrium merupakan kelenjar tubular yang masih sederhana dan mengalami perubahan sepanjang siklus estrus. Aksi hormon estradiol sepanjang fase folikular menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk pada kelenjar endometrium. Peningkataan kandungan strogen dapat merangsang pertumbuhan dan percabangan dari kelenjar endometrium, tetapi uliran dan sekresi kelenjar tidak dapat terjadi sebelum adanya rangsangan dari hormon progesterone (Dellman and Brown, 1992: 514)

2) Miometrium

Miometrium terdiri dari lapisan otot sebelah dalam yang tersusun melingkar dan lapisan luarnya memanjang terdiri dari


(37)

14

sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta ukurannya selama kebuntingan berlangsung. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat lapis vascular yang mengandung arteri besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut memberikan darah pada endometrium (Dellman and Brown, 1992: 515)

3) Perimetrium

Perimetrium atau tunika serosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang dibalut oleh mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat dalam perimetrium. Banyak pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf pada lapisan ini. Perimetrium, lapis memanjang dari miometrium, dan lapis vaskular dari miometrium, seluruhnya berlanjut dengan bangun ligamentum uterus (Dellman and Brown, 1992: 515).

c. Fungsi Uterus

Fungsi uterus adalah, sewaktu perkawinan, kontraksi uterus mempermudah pengangkutan spermatozoa ke tuba fallopi. Sebelum implantasi, cairan uterus menjadi medium blastosit. Sesudah implantasi, uterus menjadi tempat pembentukan plasenta dan perkembangan fetus. Saat partus, kontraksi uterus berperan besar (Suhandoyo dan Ciptono, 2008: 28).


(38)

15

d. Pengaruh Hormon pada Endometrium

Perubahan siklik pada lapisan endometrium diatur oleh aksi dari hormon-hormon hipotalamus-hipofisis-gonad. Aktivitas hipotalamus dipicu oleh rangsangan lingkungan luar dan kadar hormon estrogen di dalam sirkulasi darah. Produsen utama dari hormon betina adalah ovarium dan hormon yang bekerja pada seksualitas betina adalah estrogen dan progesteron. Estrogen bekerja untuk merangsang pertumbuhan dari endometrium dan mioetrium.

Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron di dalam endometrium dipengaruhi hormon estogren yang mengakibtkan progesteron dapat merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen terlebih dahulu.

Terdapat rangsangan dari hormon yang disekresikan oleh hipotalamaus dalam proses produksi hormon-hormon tersebut, antara lain FSH-RH dan LH-RF. FSH-RH (Follicle Stimulating Hormone-Releasing Hormone) bertugas untuk merangsang FSH untuk disekresikan. FSH berfungsi merangsang pembentukan folikel sampai folikel tersebut masak tetapi tidak menyebabkan sel telur ovulasi. Folikel tersebut mensintesis dan mensekresi penmbentukan estrogen, saat fase folikel ini bertepatan dengan fase proliferasi pada uterus, peningkatan kadar estrogen merangsang endometrium untuk menebal dan memiliki banyak pembuluh


(39)

16

darah. Sedangkan LH-RF (Luteinizing Hormone- Releasing Factor) berfungsi untuk merangsang sekresi dari LH. LH berfungsi untuk melakukan rangsangan pada sel granulosa dan techa folikel ovarium untuk memproduksi hormon estrogen, produksi LH yang semakin banyak diikuti oleh produksi estrogen yang semakin banyak pula. Pertumbuhan dari folikel ovarium dirangsang oleh FSH yang disekresikan oleh hipofisa (Yatim, 1992: 106-108)

Kerja dari semua hormon yang terdapat pada ovarium merupakan rangsangan dari lobus anterior hipofisis, hal ini mengakibatkan lapisan uterus yang paling dalam mengalami perubahan struktural secara teratur. Hormon estrogen akan mempengaruhi endometrium dan miometrium yang merupakan lapisan penyusun dari uterus (Sugiyanto, 1996: 20-30).

Estrogen adalah salah satu dari hormon reproduksi betina yang disekresikan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium dengan struktur yang tersusun atas 18 atom C, gugus –OH fenolik pada atom C-3, cincin A yang bersifat aromatik dan tidak memiliki gugus metil pada atom C-10. Bentuk dari hormon estrogen yang terdapat pada tubuh hewan betina berupa estradiol 17-β, estron dan estriol, tetapi hormon estrogen yang lazim dijumpai dalam jumlah yang cukup tinggi dan sesuai dalam tubuh adalah estradiol 17-β (Dellman and Brown, 1992)


(40)

17

Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen (Suherman, 1995:11)

Hormon estrogen berasal dari sel-sel techa interna yang dapat memberikan efek berupa umpan balik positif maupun negatif. Apabila kadar dari hormon estrogen rendah maka terjadi sintesis FSH merangsang dan menghambat sintesis dari LH, inilah yang disebut dengan umpan balik positif. Sedangkan umpan balik negatif terjadi apabila kadar hormon estrogen tinggi maka akan menghambat dan menghentikan sintesis FSH dan merangsang sintesis dari LH (Partodiharjo, 1982: 135-136).

Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium sehingga progesteron mampu mempengaruhi endometrium hanya setelah endometrium dirangsang oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan estrogen untuk mengubahnya menjadi lapisan yang mengandung banyak nutrisi bagi ovum yang sudah dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat


(41)

18

endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat penimbunan elektrolit dan air, yang mempermudah implantasi ovum yang dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk menampung embrio yang baru berkembang dengan cara merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam jumlah besar sehingga menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas uterus agar lingkungan pada uterus tenang dan kondusif untuk implantasi serta pertumbuhan embrio (Sherwood, 2001: 713-714).

Estrogen berfungsi untuk manifestasi fisiologik dari uterus, mempengaruhi pertumbuhan lapisan endometrium pada uterus, perunahan secara histologis pada epitelium vagina selama siklus estrus, mengontrol sekresi hormon pituitary (FSH dan LH) dan berpengaruh pada pertumbuhan kelenjar mamae pada mamalia (Suhandoyo dan Ciptono., 2009: 34).

e. Siklus Endometrium

Endometrium mempunyai dua daerah berbeda baik bentuk maupun fungsinya. Daerah yang pertama merupakan lapis superfisial disebut dengan zona fungsional, yang mengalami perusakan sebagian atau seluruhnya selama masa estrus, fase reproduksi atau daur haid dapat hilang pada beberapa spesies. Daerah kedua merupakan suatu lapisan dalam tipis atau disebut


(42)

19

sebagai zona basalis, yang akan tetap bertahan sepanjang daur. Zona ini berguna untuk menggantikan zona fungsional ketika zona fungsional hilang. Bagian superfisial yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel jaringan ikat seperti makrofag, fibroblast dan sel mast terdapat di bawah epitel zona fungsional. Sedangkan jaringan ikat ikat longgar yang mengandung sedikit sel dibandingkan lapis superfisial terdapat pada bagian dalam zona fungsional (Brown, 1992: 512-514).

Terdapat tiga fase yang terjadi pada endometrium, yaitu fase proliferasi, fase sekresi atau fase luteal dan fase menstruasi. Fase proliferasi terjadi bersamaan dengan perkembangan folikel dan pembentukan estrogen pada ovarium. Proliferasi sel terus berlangsung dengan ditandai adanya mitosis pada sel epitel dan sel kelenjar. Kelenjar nampak lurus dan lumen uterus sempit pada akhir masa proliferasi. Dilanjutkan dengan fase sekresi yang diawali setelah ovulasi, pada fase ini hormon yang berpengaruh adalah hormon progesteron yang disekesikan oleh korpus luteum. Progesteron berfungsi untuk merangsang sel kelenjar untuk mengeluarkan sekret. Di akhir fase sekresi, terjadi kematian endometrium akibat dari dinding arteria spiralis yang mengalami kontraksi, menutup aliran darah dan akhirnya menimbulkan iskemia. Deskuamasi endometrium dan konstriksi arteria spiralis


(43)

20

menyebabkan munculnya perdarahan pada fase ini, keadaan ini disebut fase menstruasi, dimana lapisan endometrium berkurang sehingga hanya menyisakan lapisan basal (Sugiyanto, 1996:20-21). D. Hemoglobin

1. Pengertian

Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah (Supariasa, et al., 2001: 145). Gambar dibawah menunjukkan satu dari empat rantai heme yang berikatan bersama-sama membentuk molekul hemoglobin (Guyton and Hall, 1997).


(44)

21 2. Kadar Hemoglobin

Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3% (Supariasa., et al., 2001:145). Gejala awal anemia berupa badan lemah, kurang nafsu makan, kurang energi, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, mata berkunang-kunang, selain itu kelopak mata, bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari (Sulistyoningsih, 2010 : 129-130).

Keadaan abnormal kadar hemoglobin dalam darah sering diabaikan dengan ketidaknormnalan morfologi eritroit, karena hemoglobin yang terdapat pada eritroit berkurang. Dan ini akibat berkurangnya kapasitas O2 yang terbawa oleh darah. Membran eritrosit dan proses metabolisme di dalam eritrosit berperan dalam melindungi dan memelihara molekul hemoglobin. Membran eritrosit yang tidak normal akan mengubah struktur dan fungsi hemoglobin (Harper, 1975).

E. Kerangka Berpikir Teoritik

Biji pepaya mengandung senyawa flavonoid dan enzim papain. Fitoestrogen merupakan senyawa yang berasal dari tanaman. Fitoestrogen memiliki struktur mirip dengan estrogen alami yang memiliki pengaruh terhadap aktivitas estrogenik di dalam tubuh. Pengaruh tersebut dapat


(45)

22

terjadi dikarenakan fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen endogen di dalam tubuh.

Pemberian esktrak biji pepaya yang mengandung fitoestrogen diharapkan mampu memberikan efek estrogenik terhadap organ reproduksi tikus putih yang akan dilihat dari jumlah kelenjar dan ketebalan endometrium. Sedangkan pertambahan ketebalan lapisan endometrium disebabkan oleh perkembangan dari struktur dan jumlah kelenjar endometriu selama siklus estrus. Aksi dari hormon estrogen sepanjang fase folikular menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk kelenjar endometrium. Sehingga karena adanya peningkatan estrogen dapat merangsang pertumbuhan kelenjar endometrium yang akan berpengaruh pada ketebalan endometrium (Dellman and Brown, 1992: 514).

Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).

Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Apabila sel-sel-sel-sel darah merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga meningkat (Guyton and Hall, 2007: 1058).


(46)

23

Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik

F. Hipotesis

Pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dapat meningkatkan terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

Fitoestrogen

Organ Reproduksi Betina Mirip Struktur Estrogen Endogen

Mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino

(proteolitik) Enzim Papain

Asam amino diperlukan di seluruh proses metabolisme tubuh

Uterus

Vagina Ovarium

Ketebalan Endometrium

Sistem Peredaran Darah

Kadar Hemoglobin Biji Pepaya


(47)

1 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.). B. Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu

Penelitian Pendahuluan telah dilaksanakan pada tanggal 1 November-1 Desember 2016 dan Uji Sesungguhnya telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari – 1 Februari 2017.

2. Tempat

a. Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM.

b. Pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium Biologi FMIPA UNY.

c. Pembuatan preparat histologi organ dilakukan di Laboratorium Patologi dan Anatomi FK UGM.

d. Pengamatan preparat histologi endometrium dilakukan di Laboratorium Mikroskopi Jurdik BIOLOGI FMIPA UNY.

C. Objek Penelitian 1. Populasi Penelitian


(48)

2

Tikus putih betina galur Wistar umur 2 bulan dengan berat badan ± 150 gram.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah 20 ekor tikus yang sudah dibagi menjadi 4 kandang dengan berat tubuh ± 150 gram yang diberi ekstrak biji papaya yang memiliki variasi kadar 300 mg/150gramBB tikus/hari, 350 mg/150gramBB tikus/hari, dan 400 mg/150gramBB tikus/hari.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini berupa variasi dosis ekstrak biji pepaya.

2. Variabel Tergayut

a. ketebalan lapisan endometrium tikus b. kadar hemoglobin per mm darah. 3. Kondisi Terkontrol

Kondisi kontrol penelitian yaitu berat badan tikus, jenis kelamin, pemeliharaan tikus, pakan, minuman, kandang, lama pemeliharaan, umur, waktu pemberian ekstrak.

E. Alat dan Bahan 1. Alat

a. Kandang tikus k. Mikroskop b. Kawat strimin penutup l. Mikrometer


(49)

3

c. Spluit 3 ml m. Bak Parafin d. Sarung tangan n. Flakon e. Tempat minum tikus o. Dissecting Set

f. Microtube p.Alat pengukur kadar Hb g. Timbangan q. Pipet Tetes

h. Hematokrit r. Cotton Buds

i. Object Glass s. Kamera j. Cover Glass t. Label 2. Bahan

a. Tikus Putih Betina g. Pakan AD 1 b. Ekstrak biji papaya h. Kloroform c. Aquades i. Giemsa

d. Metanol 0,1% j. Larutan Formalin 10% e. Alkohol 70% k. HCl 0,1%

f. EDTA l. NaCl 0,9% F. Prosedur Kerja

1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan tikus putih sebanyak 20 ekor dengan bobot dan umur yang sama (berat badan rata-rata 150 gram dan umur 2 bulan). b. Menyiapkan kandang tikus sebanyak 4 kandang.

c. Menyiapkan biji pepaya.

d. Melakukan ektraksi biji pepaya di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM.


(50)

4 2. Pembuatan Estrak Biji Pepaya

a. Mengoven biji pepaya hingga kering atau hingga kadar airnya habis.

b. Menghaluskan simplisia kering dari biji pepaya menggunakan mesin penggiling.

c. Memasukkan biji pepaya yang sudah halus ke dalam maserator dan dituangi dengan etanol 96 % sampai terdapat selapis cairan di atas simplisia.

d. Melakukan proses maserasi dengan cara perendaman selama 24 jam.

e. Menampung cairan hasil ekstraksi dan sisa ampas simplisia direndam kembali dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 24 jam.

f. Menampung kembali cairan hasil meserasi dan melakukan meserasi kembali pada sisa simplisia hingga didapat tiga cairan hasil meserasi dari simplisia.

g. Mengevaporasi seluruh hasil meserasi tersebut menggunakan alat evaporator sehingga didapat ekstrak kental yang terpisah dari pelarut etanolnya.

3. Aklimatisasi

a. Membagi tikus ke dalam 4 kandang yang telah disiapkan dengan cara diacak sehingga diperoleh 5 ekor tikus untuk setiap kandang.


(51)

5

b. Memberikan pakan dan minum satu kali sehari.

c. Membersihkan kandang 3 kali sehari dengan mengganti alas tidur dengan serbuk gergaji yang baru.

d. Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari. 4. Penentuan Dosis

Penentuan dosis perlakuan pada penelitian ini didasarkan pada hasil uji pendahuluan, di mana pada uji pendahuluan terdiri dari 4 kelompok perlakuan. Satu kelompok kontrol yaitu 0 mg ekstrak biji pepaya dan tiga kelompok perlakuan, masing-masing 100 mg, 200 mg/150gramBB tikus/hari, dan 300 mg/150gramBB tikus/hari ekstrak biji pepaya. Berikut hasil uji pendahuluan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Rata-rata Ketebalan Lapisan Endometrium Tikus Putih (µm) Uji Pendahuluan

Endometrium

Perlakuan

Kontrol P1 (100mg) P2 (200 mg) P3 (300 mg) Kanan 719.62 493.05 350.5 550

Kiri 538.65 587.1 342 540.05

Tabel 2. Rata-rata Kadar Hemoglobin Tikus Putih (gr/dl) Uji Pendahuluan

Perlakuan Kadar Hemoglobin Kontrol ( 0 mg) 11,3

P1 (100 mg) 10,1 P2 (200 mg) 10,4 P3 (300 mg) 12


(52)

6

Hasil uji pendahuluan di atas menunjukkan, dosis yang berpengaruh pada ketebalan dan kadar hemoglobin secara optimal adalah dosis perlakuan P3 (300 mg/150gramBB tikus/hari), maka dari itu peneliti menaikkan dosis untuk penelitian selanjutnya menjadi 300 mg/150gramBB tikus/hari, 350 mg/150gramBB tikus/hari dan 400 mg/150gramBB tikus/hari ekstrak biji pepaya.

5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya

Sebelum tikus diberi perlakuan ekstrak biji papaya dilakukan ulas vagina terlebih dahulu untuk mengetahui siklus estrus tikus. Apabila tikus dalam keadaan estrus maka pemberian ekstrak biji pepaya dilakukan secara oral dengan menggunakan disposable syringe. Waktu pemberian ekstrak biji pepaya adalah siang hari jam 10.00 WIB. Ekstrak biji pepaya diberikan selama 21 hari.

6. Ulas Vagina

Ulas vagina dilakukan pada awal sebelum dan setelah tikus mendapatkan perlakuan yaitu pada pertama dan hari ke 22. Apabila tikus dalam masa estrus maka langsung dilakukan pembedahan. Adapun prosedur apus vagina adalah gelas objek dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian

cutton bud kecil dicelupkan ke dalam garam fisiologi (NaCl 0,9%) kemudian dimasukkan ke dalam vagina tikus kira-kira 1 cm dengan diputar secara perlahan satu arah tanpa diulangi kearah yang berlawanan. Cutton bud dioleskan di atas gelas objek dengan


(53)

7

gerakan satu arah putaran. Kemudian diwarnai dengan menggunakan giemsa 10% selama 15 menit. Setelah itu, dicuci dengan menggunakan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan ulas vagina kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya.

7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin a. Mengambil darah dari sinus orbital mencit menggunakan

mikrohematokrit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988: 108). b. Darah yang diambil ditampung di dalam mikrotube yang telah

diberi Ethylen Diamin Tetra-acetic Acid (EDTA) sebagai antikoagulan (25 mg/1,5 ml darah).

c. Menyimpan sementara di almari pendingin. d. Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli:

1). HCl 0,1 N 2). Aquadest

3). Pipet hemoglobin 4). Alat Sahli

5). Pipet pastur 4). Pengaduk

e. Memasukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2. f. Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai melewati

batas, lalu membersihkan ujung pipet ke tisu agar darah sampai di batas angka 2.


(54)

8

g. Memasukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung. h. Meniup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung

udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali.

i. Mendiamkan selama kurang lebih 3-5 menit.

j. Memasukan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari alat pembanding.

k. Membaca kadar hemoglobin pada skala tabung, bila sudah sama.

8. Pembedahan Tikus

a. Membius tikus dengan cara memasukkannya ke dalam toples berisi kapas yang telah dibasahi dengan menggunakan kloroform.

b. Melakukan pembedahan menggunakan discetting set,

selanjutnya mengambil organ ovariumnya, setelah tikus dibius. c. Memasukkan organ uterus dengan segera ke dalam flakon yang

berisi larutan formalin 10% 9. Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat histologik dilakukan di laboratorium Patologi dan Anantomi FK UGM dengan menggunakan metode


(55)

9

parafin dan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Fixation

Uterus yang telah dilabeli dimasukkan ke dalam

fixative, yaitu formalin 10%. b. Trimming

Triming adalah tahapan yang dilakukan setelah proses fiksasi dengan melakukan pemotongan tipis jaringan setebal kurang lebih 4 mm.

c. Dehydration (Pengeringan)

Dehidrasi jaringan dimaksudkan untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan, dengan meggunakan cairan dehidran yaitu alkohol secara bertingkat dengan waktu yang tertentu yaitu:

1) Alkohol 80%, selama 2 jam 2) Alkohol 96%, selama 2 jam 3) Alkohol 96%, selama 1 jam 4) Alkohol absolut, selama 1 jam 5) Alkohol absolut, selama 1 jam 6) Alkohol absolut, selama 1 jam d. Clearing (Penjernihan)


(56)

10

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan alkohol, agar parafin dapat masuk ke dalam jaringan. Agen penjernihan adalah Xylol dengan cara bertahap yaitu :

1) Xylol, selama 1 jam 2) Xylol, selama 1 jam 3) Xylol, selama 1 jam e. Parafination

Proses infiltrasi dilakukan didalam oven (incubactor) dengan perbandingan xylol : paraffin = 1:1 selama 120 menit pada suhu 600C. Pemberian paraffin murni pada suhu 600C selama 120 menit. Pemberian paraffin murni pada suhu 600C selama 120 menit.

f. Embedding (Penanaman)

Jaringan yang berada pada parafin kemudian dilekatkan pada balok kayu ukuran 3x3 cm atau embedding cassette. Fungsi dari balok kayu atau embedding cassette

adalah untuk pemegang pada saat blok dipotong dengan

microtom.

g. Sectioning (pemotongan menggunakan mikrotom)

1) Blok parafin yang telah berisi jaringan, diiris menggunakan scalpel sehingga bagian yang akan diiris dengan microtom berbentuk segiempat teratur. Preparat diletak di tengah, kira-kira 3-5 mm dari tepinya.


(57)

11

2) Meletakkan blok parafin pada holder kayu.

3) Memasang holder dengan blok paraffin pada rotary microtom yang direkatkan.

4) Menyiapkan tempat coupes atau pita preparat dan kuas kecil untuk mengambil coupes dari pisau mikrotom. 5) Mengatur tebal tipisnya coupes dengan mengatur pada

pengaturan di microtom.

6) Memasukkan preparat kedalam nampan yang berisi air hangat. Hal tersebut dilakukan agar coupes dapat merentang dan jaringan tidak melipat.

7) Menempelkan Coupes pada gelas benda (pada proses affixing) yang sebelumnya telah diolesi oleh putih telur atau albumin.

h. Affixing

1) Meletakkan sejumlah coupes (irisan tengah pita preparat) pada kaca benda yang telah diberi perekat dengan gliserin dan albumin.

2) Memindahkan kaca-kaca gelas benda yang berisi

coupes tersebut ke atas hot plate dengan suhu (40-45°C), adanya kelebihan air dihisap dengan menggunakan pipet/kertas saring, dan mengarur letak

coupes dengan parafinnya direntangkan. i. Pewarnaan menggunakan Hematoxylin-Eosin


(58)

12

1) Mencelupkan kaca benda yang telah ditempeli coupes

ke dalam xylol secara berulang yaitu: Xylol (I) selama 5 menit, Xylol (II) selama 5 menit, dan Xylol (III) selama 5 menit.

2) Melakukan dehidrasi berulang yakni: Alkohol absolute (I) selama 5 menit, Alkohol absolut (II) selama 5 menit.

3) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1 menit.

4) Mencelupkan ke dalam Hematoxyilin-Eosin selama 20 menit.

5) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1 menit.

6) Mencelupkan coupes ke dalam acid alkohol sebanyak 2-3 celupan.

7) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1 menit.

8) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 15 menit.

9) Mencelupkan kedalam Eosin selama 2 menit

10)Melakukan dehidrasi berulang lagi yakni: Alkohol 96% (I) selama 3 menit, Alkohol 96% (I) selama 3


(59)

13

menit, Alkohol absolut (III) selama 3 menit, Alkohol absolut (IV) selama 3 menit.

11)Mecelupkan ke dalam Xylol yaitu : Xylol (IV) selama 5 menit, Xylol (V) selama 5 menit

12)Memounting dengan per mount. 10.Pengamatan Histologik

Preparat yang sudah jadi diamati di bawah mikroskop cahaya dan dengan bantuan mikrometer okuler dan objektif dengan perbesaran 40X. Preparat diamati pada seluruh bidang pandangnya, lalu membandingkan hasil yang diperoleh antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Cara mengukur ketebalan lapisan endometrium diukur mulai dari lapisan yang berbatasan langsung dengan lumen uterus sampai dengan batas antara lapisan endometrium dengan lapisan miometrium menggunakan bantuan mikrometer okuler yang telah dikalibrasi dengan mikrometer objektif. Hasil hitungan kalibrasi mikrometer okuler dengan mikrometer objektif adalah sebagai berikut:

7 okuler = 80 µm 1 okuler = 80 : 7


(60)

14

Ketebalan endometrium yang telah diketahui dikalikan dengan nilai kalibrasi 11.4, maka akan ditedapatkan ketebalan endometrium pada setiap bagian (atas, bawah, kanan dan kiri). G. Teknik Penempatan Sampel

Teknik ini perlu dilakukan untuk membagi tikus secara acak yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing kandang. Teknik yang digunakan adalah pengambilan tikus secara acak, yaitu dengan pemberian warna merah dan hijau menggunakan spidol permanen di badan tikus. Warna serta kode tersebut adalah: merah, hijau, merah merah, hijau hijau dan merah hijau. Warna dan kode tersebut akan digunakan untuk mengisi masing-masing kandang, sehingga setiap kandang terisi 5 ekor tikus dengan warna dank ode yang telah dibuat tersebut.

Tabel 3. Pembagian Warna pada Tikus Putih sebagai Teknik Melakukan Pemilihan Sampel

Tikus Warna dan Kode Tikus Warna dan Kode 1 Merah (M) 11 Merah (M) 2 Hijau (H) 12 Hijau (H) 3 Merah Merah (MM) 13 Merah Merah (MM) 4 Hijau Hijau (HH) 14 Hijau Hijau (HH) 5 Merah Hijau (MH) 15 Merah Hijau (MH) 6 Merah (M) 16 Merah (M) 7 Hijau (H) 17 Hijau (H) 8 Merah Merah (MM) 18 Merah Merah (MM) 9 Hijau Hijau (HH) 19 Hijau Hijau (HH) 10 Merah Hijau (MH) 20 Merah Hijau (MH)


(61)

15 H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan pengamatan masing-masing preparat ketebalan endometrium menggunakan mikroskop dan mikrometer okuler dan objektif, kemudian melakukan penghitungan ketebalan endometrium. Penghitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan alat pengukur Hb pada hari ke-28.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif dari hasil pengamatan dan penghitungan ketebalan endometrium serta kadar hemoglobin tikus putih yang telah diberi perlakuan, yaitu pemberian ekstrak biji papaya dengan dosis yang berbeda. Data yang diperoleh dari penghitungan ketebalan endometrium dan kadar hemoglobin dianalisis menggunakan Analisys of Varians (ANOVA) satu arah (One Way Anova) untuk mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya yang berbeda dosisnya pada taraf signifikan p<0,05. Uji lanjut Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) taraf uji 5% untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan, apabila hasil analisis ANOVA signifikan Data diuji menggunakan bantuan programn Statistical Package for Social Sciens ver


(62)

1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium

Data hasil penelitian mengenai ketebalan lapisan endometrium diperoleh melalui pengukuran preparat histologik uterus tikus putih dengan menggunakan bantuan mikrometer objektif dan okuler yang dipasang pada mikroskop.

Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X). Keterangan: (a) perimetrium

(b) miometrium (c) endometrium


(63)

2

Gambar di atas, menunjukkan uterus terdiri atas tiga lapisan penyusun, yaitu endometrium, miometrium dan perimetrium. Lapisan yang paling luar adalah lapisan endometrium, lapisan tengah miometrium dan lapisan paling dalam adalah perimetrium jika dilihat dari lumen uterus. Ketebalan lapisan endometrium tidak sama pada setiap sisinya, dikarenakan penampang endometrium tidak rata melainkan berlekuk-lekuk.

Ketebalan lapisan endometrium diukur mulai dari lapisan yang berbatasan langsung dengan lumen uterus sampai dengan batas antara lapisan endometrium dengan lapisan miometrium. Ketebalan lapisan endometrium diperoleh dari rerata empat kali pengukuran yaitu bagian atas, bawah, kanan dan kiri lapisan endometrium tersebut. Data rata-rata ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 4. Data Ketebalan Lapisan Endometrium (µm) Uterus Tikus

Putih setelah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X) Ulangan Kontrol P1 P2 P3

1 324.85 185.25 374.77 290.7 2 410.4 379.05 152.47 304.95 3 157.95 384.75 547.2 316.35 4 307.77 363.37 407.55 285 5 109.47 360.52 484.5 256.5 Rata-rata 262.08 334.58 393.29 290.7 St dev 124.65 84.10 150.45 22.71

Tabel di atas menunjukkan bahwa ketebalan endometrium uterus tikus putih memiliki nilai rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan P2 dengan rata-rata ketebalan lapisan endometrium sebesar 393.29 µm. Ketebelan yang paling rendah adalah pada kelompok kontrol yaitu sebesar


(64)

3

262.08 µm, dan ketebalan endometrium meningkat pada kelompok perlakuan P1 menjadi 334.58 µm. Sedangkan pada kelompok perlakuan P3 ketebalan endometrium lebih kecil dibanding perlakuan P2 dan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 290.7 µm.

Data ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh diuji terlebih dahulu menggunakan uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui bahwa data tersebut tersebar normal dan homogen.

Data ketebalan lapisan endometrium yang telah diuji normalitas dan homogenitasnya, kemudian dianalisis menggunakan uji One Way Annova untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dari pemberian ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan lapisan endometrium tikus putih.

Tabel 5. Hasil Analisis One Way Annova Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Tebal Lapisan Endometrium (m).

ANOVA Tebal

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups 48987.914 3 16329.305 1.427 .272 Within Groups 183066.423 16 11441.651

Total 232054.337 19

Hasil dari uji One Way Annova pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0.272. Nilai tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai dan taraf signifikasi 0,05. Hasil tersebut menunjukkan tidak terdapatnya pengaruh nyata dari


(65)

4

pemberian ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan lapisan endometrium tikus putih, oleh karena itu, tidak perlu dilakukan uji lanjut DMRT.

Hasil uji One Way Annova terhadap ketebalan lapisan endometrium menyatakan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan lapisan endometrium, tetapi jika dilihat dari diagram data ketebalan lapisan endometrium menunjukkan hasil yang berbeda. Diagram tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 9. Diagram Tebal Lapisan Endometrium (µm) Uterus Tikus Putih Setelah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya

Diagram tersebut, menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan endometrium uterus tikus putih mengalami peningkatan yang optimal di kelompok perlakuan P2. Perlakuan P1 mengalami peningkatan daripada kontrol. Pada dosis 350 mg ketebalan endometrium mengalami peningkatan lalu mengalami penurunan pada dosis perlakuan 400 mg.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Kontrol 0 mg P1 300 mg P2 350 mg P3 400 mg

K e te b al an E n d o m e tr iu m


(66)

5

2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Kadar Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah komponen eritrosit dan merupakan protein konjugasi yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Gangguan yangterjadi pada sintesis Hb dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya anemia. Sintesis Hb dimulai dalam eritoblast dan terus berlangsung sampai tingkat retikulosit. Langkah awal sintesis adalah pembentukan senyawa piro Selanjutnya 4 senyawa pirol bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan dengan besi membentuk molekul heme akhirnya berikatan dengan 1 molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom (Retikulum Endoplasma) RE, membentuk Hb (Guyton, 1997 dan Tahono dd., 2000) Tabel 6. Data Hasil Analisis Jumlah Hemoglobin Tikus Putih dengan

Analisis One Way Anova. ANOVA Hemoglobin

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 29.110 3 9.703 5.208 .011 Within Groups 29.812 16 1.863

Total 58.922 19

Tabel di atas menunjukkan hasil analisis One Way Anova kadar hemoglobin tikus putih yang memiliki taraf signifikan 0,011. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibanding nilai signifikan standar 0,05. Hal tersebut membuktikan bahwa (Ha diterima) terdapat pengaruh yang nyata dari pemberian ekstrak biji pepaya terhadap kadar hemoglobin tikus. Hasil perolehan angka signifikan 0,011 tersebut perlu diadakan uji lanjut DMRT


(67)

6

untuk mengetahui adanya beda nyata dari perlakuan yang diberikan kepada mencit. Berikut adalah hasil uji lanjut DMRT kadar hemoglobin tikus putih adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Data Hasil Analisis Jumlah Hemoglobin Tikus Putih dengan Analisis Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Duncana

Dosis N

Subset for alpha = 0.05

1 2

0 5 10.6400 300 5 12.3200

400 5 13.5600

350 5 13.6000

Sig. .069 .178

Tabel di atas merupakan hasil uji lanjut DMRT terhadap jumlah hemoglobin tikus dengan taraf uji 0,05. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol signifikan dengan semua kelompok perlakuan kecuali dengan perlakuan 300 mg/grBB dan semua kelompok perlakuan signifikan kecuali dengan perlakuan 300 mg/grBB.

Hasil analisis One Way Annova dan uji lanjut DMRT bahwa pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya terhadap kadar hemoglobin tikus putih berpengaruh nyata, berikut data diagram peningkatan kadar hemoglobin tikus putih:


(68)

7

Gambar 10. Grafik Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Jumlah Hemoglobin Tikus Putih.

Gambar di atas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya memberikan respon terhadap kadar hemoglobin pada tikus putih. Rerata kadar Hb yang didapat, menunjukkan rata-rata tertinggi ada pada kelompok perlakuan 2 mencapai kadar 13,6/100ml dan mengalami penurunan pada kelompok perlakuan 3 yang hanya mencapai 13,5/100ml, pada kelompok kontrol adalah kadar paling rendah yaitu 10,6/100ml dan mengalami kenaikan di perlakuan 1 yaitu 12,3/100ml. Hasil uji One Way Annova signifikan, maka dilanjutkan dengan uji DMRT untuk melihat pengaruh nyata antar perlakuan.

B. Pembahasan

Salah satu dasar dilakukannya penelitian ini dikarenakan kandungan flavonoid di dalam biji pepaya, di mana golongan flavonoid merupakan salah satu dari fitoestrogen. Estrogen alami tidak hanya ditemukan pada hewan ataupun manusia, akan tetapi senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa tanaman yang biasanya

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kontrol P1 300 mg P2 350 mg P3 400 mg

K a d a r Hemo g lo b in Dosis Perlakuan


(69)

8

disebut fitoestrogen. Menurut Biben (2012) gugus OH merupakan salah satu faktor pendukung adanya akivitas fitoesterogen seperti yang terdapat pada estradiol sehingga memiliki aktifitas estrogenik.

Uterus adalah salah satu organ reproduksi betina yang mengalami perkembangan akibat pengaruh dari regulasi hormon estrogen di dalam tubuh. Pengaruh hormon estrogen ini dikarenakan uterus memiliki reseptor estrogen. Uterus adalah organ yang tersusun atas tiga lapisan yaitu: endometrium, miometrium dan perimetrium. Ketiga lapisan tersebut yang paling terlihat jelas terkena pengaruh dari hormon estrogen adalah lapisan endometrium yang ditandai dengan adanya penebalan lapisan tersebut.

Lapisan endometrium tersusun dari jaringan ikat longgar, kelenjar endometrium dan epitel kolumner. Kelenjar endometrium menjadi salah satu penentu ketebalan lapisan endometrium, dikarenakan kelenjar tersebut mengalami diferensiasi dan proliferasi. Endometrium memiliki dua fase perkembangan yaitu proliferasi dan sekresi. Fase proliferasi ditandai dengan bertambah tebalnya lapisan endometrium seiring dengan naiknya jumlah hormon estradiol pada masa proestrus sampai masa estrus. Fase sekresi terjadi pada masa metestrus sampai masa diestrus yang ditandai dengan keluarnya sekret dari kelenjar karena pengaruh hormon progesteron. Akhir dari fase sekresi adalah terjadinya kematian atau nekrosis dari endometrium karena dinding arteria spiralis berkontraksi, sehingga menutup aliran darah dan menimbulkan iskemia.


(70)

9

Berdasarkan hasil data yang diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa ekstrak biji pepaya tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan lapisan endometrium tikus putih. Penyebab dari hasil tersebut adalah karena dosis perlakuan yang diberikan pada hewan uji belum cukup untuk memberikan pengaruh terhadap ketebalan endometrium uterus hewan uji.

Hasil uji One Way Annova pada ketebalan endometrium menunjukkan bahwa tidak tidak ada perbedaan secara nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, namun berdasarkan diagram ketebalan lepisan endometrium menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan endometrium, hal ini dikarenakan adanya fitoestrogen didalam ekstrak biji pepaya dalam bentuk flavonoid. Fitoestrogen merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik yang berasal dari tumbuhan. Fitoestrogen juga memiliki gugus OH yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen, selain itu fotoestrogen juga juga memiliki struktur yang ringan, sehingga dapat menembus membran sel dengan mudah.

Hormon estrogen bekerja dalam merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Peningkatan dalam sistesis reseptor progesteron di dalam endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga progesteron mampu merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen. Adanya rangsangan hormon yang disekresikan oleh hipotalamus sehingga dalam proses


(1)

11

menyebabkan korpus luteum tidak terangsang dalam mensekresi hormon progesteron, endometrium tidak mampu mempertahankan ketebalan lapisannya dan juga perkembangan kelenjarnya tidak terangsang secara optimal.

Menurut Eddy (2006:6) cara kerja dari fitoestrogen adalah meniru aktivitas hormon estrogen di dalam tubuh. Estrogen merupakan hormon yang memiliki fungsi sebagai molekul sinyal, prosesnya dimulai dari masuknya molekul estrogen melalui aliran darah ke dalam sel dari bermacam-macam jaringan yang merupakan target estrogen. Molekul estrogen mencari reseptor estrogen (ER), di dalam sel target. untuk kemudian berintegrasi. Reseptor estrogen memiliki tempat spesifik yang hanya estrogen atau molekul lain yang memiliki struktur mirip dengan estrogen seperti halnya fitoestrogen dapat mengikatnya. Molekul estrogen yang mengikat reseptor protein, membentuk suatu ikatan ligand-hormone reseptor (ligand merupakan molekul yang memiliki protein tempat spesifik). Peristiwa tersebut dimungkinkan terjadi karena molekul estrogen dan reseptornya memiliki bentuk yang sama untuk berikatan. Ikatan tersebut dapat memicu proses seluler yang spesifik, sehingga mengaktifkan gen spesifik. Gen tersebut kemudian berfungsi untuk memicu pembentukan protein untuk metabolisme sel. Salah satu respon yang terjadi yaitu perkembangan uterus untuk persiapan terjadinya kehamilan.


(2)

12

Kerja dari hormon estrogen dimulai oleh dua reseptor inti yang berbeda, yaitu reseptor estrogen-alfa (Erα) dan reseptor estrogen-beta (ERβ). Kedua reseptor tersebut memiliki spesifitas pengikatan yang berbeda dan memiliki peran dalam respon yang berbeda terhadap ligand yang sama (Ibanez, 2005 dalam Noor, 2006). Fitoestrogen memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap reseptor estrogen dibandingkan dengan estradiol. Kandungan fitoestrogen pada biji pepaya pada dosis-dosis tertentu dapat menyebabkan efek antagonis dan agonis, misalnya pada pertumbuhan dan perkembangan folikel yang akan terhambat, sehingga produksi estrogen endogen menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan banyak reseptor estrogen yang ada di sel target terutama uterus tidak mengikat estrogen. Kekosongan reseptor estrogen akibat kurangnya hormon estrogen endogen tersebut diisi atau digantikan oleh fitoestrogen yang berikatan dengan reseptor estrogen-beta yang kemudian ditranslokasikan ke inti sel menyebabkan terjadinya sintesis protein dan menimbulkan respon seluler.

Terjadinya persaingan antara fitoestrogen dengan estrogen endogen dalam tubuh dan terjadinya mekanisme feedback negatif terhadap hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH kemudian akan menginduksi hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH dan merangsang sekresi LH. Produksi FSH terhambat, maka akan menyebabkan respon seluler berupa penebalan lapisan endometrium tidak terjadi secara optimal.


(3)

1 BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di ambil kesimpulan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg, 350 mg dan 400 mg, tidak memberikan pengaruh secara nyata yang menunjukkan (P>0,05) terhadap ketebalan endometrium tikus putih. Sedangkan semua dosis yang diberikan 300 mg, 350 mg, dan 400 mg memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin (P<0,05).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut dengan teknik pencekokan yang baik beserta takaran dosis yang tepat.

2. Peneliti harus melakukan ulas vagina sebelum dilakukan pembedahan tikus agar dapat diketahui terlebih dahulu siklus estrus pada tikus.


(4)

1

DAFTAR PUSTAKA

Abdi Redha. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya Dalam Sistem Biologis., http://repository.polnep.ac.id., diakses pada tanggal 28 November 2016.

Amri, Ahmad Faisal. 2001. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Gedi (Abelmochus manihot. L) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Galur Wistar (R n L). Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.

Arisman. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.

Arsyad, K.M., 1999, Terapi Medis Infertilitas Pria. Post Graduate Course, Penatalaksanaan Infertilitas Pria dan Analisis Sperma. Puslit Kesehatan Reproduksi Lemlit Unair bekerja sama dengan Litbangkes Depkes RI Surabaya

Austin, C.R. and R.V. Short. 1984. Hormonal Control Of Reproduction. Cambridge University Press. Cambridge.

Biben. 2012. Fitoestrogen: Khasiat Terhadap Sistem Reproduksi, Non Reproduksi Dan Keamanan Penggunaannya. Prosiding, Seminar Ilmiah Nasional. Bandung: Universitas Padjajaran.

Brooker, C. 2001. Kamus saku keperawatan. (edisi 31). Jakarta. EGC

Burkitt, H.G. 1993. Functional Histologis, A Text and Colour Atlas. Langman Group: London, 211 – 218.

Costill. 1998. Apa itu Hemoglobin dalam darah kita. Available from: http: //id.shvoong.com/medicine and health/medicinehistory/2067287.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat. Pustaka Bunda. Jakarta

Dellmann, H. Dieter and Etsher M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Universitas Indonesia press. Jakarta.

Evelyn, CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia. Guyton, A.C. dan J.E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Hardianzah, R. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous

Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.


(5)

2

Juliantina, F., D.A. Citra, B. Nirwani. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. UII. Yogyakarta (http://journal.uii.ac.id)

Kalie, M. B. 2009. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Swadaya. Kim, S.H. and Park, M.J. 2012. Effects of Phytoestrogen on Sexual Development.

Korean J Pediatr. Vol: 55(8).p.265 – 71.

Lohiya NK, Manivannan B, Mishra PK, Pathak N, Sriram S, Bhande SS, Panerdoss, S., 2002. Chloroform Extrac of Carica Papaya Seeds Induces Long-Term Reversible Azoospermia In Langur Monkey. Asian J of Androl, 4 (1): 17- 26,

Muktiani. 2011. Bertanam Varietas Unggul Pepaya California. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Nalbandov .A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Jakarta: UI Press.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.

Priyambodo. 1995. Pengendalian Hewan Tikus Terpadu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Redha, A. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian , 9, 196-202.

Rijke E. 2005. Trace-level Determination of Flavonoids and Their Conjugates Application ti Plants of The Leguminosae Family [disetasi]. Amst erdam: Universitas Amst erdam.

Sagi, Mammed. 1994. Embriologi Perbandingan pada Vertebrata. Yogyakarta: Fajar Offset.

Santoso,H. 1991. Tanaman Obat Keluarga. Cetakan 1. Jakarta : Teknologi Tepat guna. hal. 59, 61-62

Satriyasa, B. K. & Pangkahila, W. I. 2010. “Fraksi Heksan dan fraksi Metanol Ekstrak Biji Pepaya Muda Menghambat Spermatogonia Mencit (Mus Musculus) Jantan”. Jurnal Veteriner. 11 (1): 36-40.

Shahib, N. 1989. Ringkasan biokimia hormone. Elsfar Offset: Bandung.


(6)

3

Sitasiwi, AJ. 2009. Efek Paparan Tepung Kedelai Dan Tepung Tempe Sebagai Sumber Fitoestrogen Terhadap Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus L.). Hlm. 3

Sjahid, L.R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Universitas Muhammadiyah Surakarta

Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus norvegicus): 37- 57. Penerbit Universitas Indonesia.

Sugiyanto. 1996. Perkembangan Hewan. Yogyakarta: FBIO-UGM.

Suhandoyo, dan Ciptono. 2009. Materi E-Learning Reproduksi dan Embriologi Hewan. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.

Sukadana, I.M.,2007. Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya (Carica papaya L.). Universitas Udayana (http://ojs.unud.ac.id). Sulistyoningsih, Mei. (2010). Suplementasi Biji Rambutan (Nephelium

lappaceum) Sebagai Ransum Terhadap Presentase Lemak Abdominal dan Bobot Badan pada Broiler Periode Atarter. Skripsi. Semarang: IKIP Semarang.

Supariasa, I Nyoman,et al,. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.: 146

Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (spermatophyta). Cetakan ke delapan. UGM Press.

Turner dan Bagnara (1988), Endokrinologi Umum, edisi keenam. Airlangga University Press: Surabaya.

Umri, R. N. 2010. Perbandingan Potensi Daya Hambat Ekstrak Etanol dari Biji Pepaya (Carica papaya L.) yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Langsung dan Diangin-anginkan Terhadap Escherichia coli. Poltekes Depkes. Jakarta

Warisno, 2003. Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.

Weiss, E.A. 1971. Castor, sesame, and safflower. Leonard Hill: London. Yatim, Wildan. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Penerbit Tarsito. Yuniwati, M dan Purwanti, A. 2008. Optimasi kondisi proses minyak biji pepaya.

Jurnal Teknologi Technoscientia. Jurusan Teknik Kimia. Yogyakarta IST Akprind. 1(1): 76