PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN YANG OPTIMAL PADA JARINGAN PIPA DISTRIBUSI GAS ALAM DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk SBU DISTRIBUSI WILAYAH II.

(1)

SBU DISTRIBUSI WILAYAH II

SKRIPSI

O Olleehh :: A

ARRIIEE IINNDDRRAA PPRRAASSEETTYYAA 0

0883322001155002244

J

JU

UR

RU

US

SA

AN

N

T

TE

EK

KN

NI

IK

K

IN

I

ND

DU

US

ST

TR

RI

I

F

FA

AK

KU

UL

LT

TA

AS

S

T

TE

EK

KN

NO

OL

LO

OG

GI

I

I

IN

ND

DU

US

ST

TR

RI

I

U

UN

NI

IV

VE

ER

RS

SI

IT

TA

AS

S

P

PE

EM

MB

BA

AN

NG

GU

UN

NA

AN

N

N

NA

AS

SI

IO

ON

NA

AL

L

“V

VE

ET

TE

ER

RA

AN

N

J

J

AW

A

WA

A

T

TI

IM

MU

UR

R

2012


(2)

PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN YANG

OPTIMAL PADA JARINGAN PIPA DISTRIBUSI GAS ALAM

DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk

SBU DISTRIBUSI WILAYAH II

OLEH :

ARIE INDRA PRASETYA

NPM : 0832015024

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang II Tahun Akademik 2012 / 2013

Surabaya, 23 November 2012 Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

Enny Ariyani, ST, MT NIP. 3700 9950 0411

Dosen Pembimbing II

Ir. Endang Pudji W, MMT NIP. 19591228 198803 2 001 Ketua Jurusan

Jurusan Teknik Industri

UPN “Veteran” Jawa Timur

Dr. Ir. Minto Waluyo, MM NIP. 19611130 199003 1 001


(3)

SBU DISTRIBUSI WILAYAH II

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Disusun Oleh : ARIE INDRA PRASETYA

NPM. 0832015024

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(4)

DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk

SBU DISTRIBUSI WILAYAH II

Disusun Oleh : ARIE INDRA PRASETYA

NPM. 0832015024

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 23 November 2012

Tim Penguji : Pembimbing :

1. 1.

Ir. Yustina Ngatilah Enny Ariyani, ST, MT NIP. 19570306 198803 2 001 NIP. 3700 9950 0411

2. 2.

Drs. Pailan, MPd Ir. Endang Pudji W, MMT

NIP. 1953504 198303 1 001 NIP. 19591228 198803 2 001 3.

Enny Ariyani, ST, MT NIP. 3700 9950 0411

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Indsutri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Ir. Sutiyono, MT NIP. 19600713 198703 1 001


(5)

Minyak bumi sangat penting bagi kehidupan manusia namun karena sifat minyak bumi sebagai salah satu non-renewable energy sehingga pemerintah terus mencari sumber energi baru sebagai sumber alternatif energi selain minyak bumi yang lebih ramah lingkungan serta lebih efektif dan efisien, maka diajukanlah gas bumi sebagai salah satu sumber energi alternatif yang memenuhi beberapa krietria tersebut.

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PT PGN (Persero) Tbk) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi. PT. PGN (Persero) Tbk dalam pendistribusian gas bumi menggunakan sistem perpipaan. Proses pendistibusian melalui sistem perpipaan ini memiliki beberapa kerugian salah satunya adalah potensi terjadinya kebocoran yang umumnya disebabkan karena pipa-pipa mengalami degradasi material sebagai akibat pengaruh lingkungan, seperti korosi, erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan juga oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan sehingga menimbulkan kerugian, baik berupa tingginya biaya yang dikeluarkan perusahaan maupun keterlambatan waktu penyerahan hasil produksinya.

Dengan timbulnya masalah tersebut diadakan penelitian mengenai penentuan interval waktu perawatan yang optimal dengan penerapan metode Risk Based

Inspection dan Life Cycle Cost, diharapkan dapat ditentukan interval waktu

perawatan yang optimal pada jaringan pipa distribusi gas alam PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sehingga dapat meminimumkan biaya perawatan yang dikeluarkan.

Total biaya perawatan perusahaan sebesar Rp. 1.759.446.679,41 sedangkan total biaya perawatan metode LCC sebesar Rp. 1.300.332.500,- sehingga total biaya perawatan LCC lebih murah sebesar Rp. 459.114.179,41 atau sebesar 26,09%. Interval perawatan yang dilakukan untuk bak valve adalah seperti terlihat pada tabel 4.30, untuk jembatan bisa dilihat pada tabel 4.31 dan untuk proteksi katodik bisa dilihat pada tabel 4.32

Kata Kunci : Risk Based Inspection (RBI), Life Cyle Cost (LCC), Interval Perawatan, Biaya Perawatan.


(6)

Oil is essential to human life, but because of the nature of oil as one of the non-renewable energy so that the government continues to look for new energy sources as an alternative source of energy other than oil, which is more environmentally friendly and more effective and efficient, it is referred as one of the natural gas alternative energy sources that meet some of these krietria.

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PT PGN (Persero) Tbk) is a company engaged in the transportation and distribution of natural gas. PT. PGN (Persero) Tbk in the distribution of natural gas using the piping system. Distribution of the process through the piping system has some disadvantages one of which is the potential for leaks are generally caused by the pipes as a result of material degradation environmental effects, such as corrosion, erosion, and others. In addition, due also to the influence of factors such as the presence of manufacturing defects in material, residual stress, weld factor, and so on. This damage often occurs during deep technical under a planned giving rise to the loss, either high cost or delay in delivery time company harvests.

With the onset of the research conducted on the issue of determining the optimal treatment time intervals by applying the method Risk Based Inspection and Life Cycle Cost, expected to be determined time intervals on the optimal treatment of pipeline natural gas distribution Gas Company (Persero) Tbk so as to minimize the cost treatment were excluded.

The total cost of Rp care company. 1.759.446.679,41 and the total cost of care LCC method Rp. 1.300.332.500, - bringing the total cost of care LCC cheaper Rp. Amounted to 459.114.179,41 or 26.09%. Interval care interventions for tub valve is as shown in Table 4.30, for the bridge can be seen in the table for 4.31 and cathodic protection can be seen in the table 4.32

Keywords: Risk Based Inspection (RBI), Life Cyle Cost (LCC), Interval Servicing, Maintenance Costs.


(7)

i

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi) ini dengan judul

PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN YANG OPTIMAL PADA JARINGAN PIPA DISTRIBUSI GAS ALAM DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk SBU DISTRIBUSI WILAYAH II”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penyusunan dan penulisan Tugas Akhir ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penyusun sampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : 1. Pencipta Alam Semesta Allah SWT beserta Rasul, Nabi, dan MalaikatNya.

2. Ayahku Suparman dan Ibuku Imanunah serta mbak Via dan juga adhek-adheku yasmin n lala yang telah mendukung baik moral maupun moril dan mendo’akan dalam kelancaran penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Bandits Community n crew, Oky, Alan, Marset, Bayu, Pujo, Tino, Iwan yang selalu memberikan ide serta dukungan terhadap penyelesaian Tugas Akhir ini.


(8)

ii

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

6. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM, selaku Ketua Program Studi Teknik Industri,

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

7. Ibu Enny Ariyani, ST, MT., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan kesabaran dan kerelaannya telah membimbing dan memberi petunjuk-petunjuk yang sangat barguna sehingga dapat terselesainya Tugas Akhir ini.

8. Ibu Ir. Endang Pudji W., MMT selaku Dosen Pembimbing II yang dengan kesabaran dan kerelaannya telah membimbing dan memberi petunjuk-petunjuk yang sangat barguna sehingga dapat terselesainya Tugas Akhir ini

9. Bapak Cahyo Triyogo, selaku General Manager PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah II, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian & pengambilan data dalam penyelesaian tugas akhir. 10.Rekan-Rekan kerja dari Departemen Logistik dan Administrasi Umum terutama

bli Prima Teyfour, Bli Budi Juliono yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan moril dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

11.Rekan Kerja dari Departemen Operasi dan Pemeliharaan Area Surabaya I terutama Bapak Agus Budi Prasetiyo, Bapak Bramantya Pradana Saputra, Bapak Heru Prasetiyo yang telah bersedia memberikan data pemeliharaan jaringan area Surabaya I dan telah membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini serta


(9)

iii

Ekhvan Hendra Saputra atas buku Risk Based Inspectionnya, Bapak Dhani Amannatur atas buku tentang pedoman pemeliharaan dan perawatan jaringan dan Semua pihak yang telah membantu secara moril dan materiil Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua keikhlasan dan bantunanya yang diberikan kepada penulis.

Seluruh kemampuan dan pengetahuan telah tercurahkan demi kesempurnaan skripsi ini, namun keterbatasan dan kekurangan tetaplah ada. Oleh karena itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan yang kami miliki. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir (Skripsi) ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terutama bagi penulis sendiri.

Surabaya, Desember 2012 Penulis


(10)

iv LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN………... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ……….……… 1

1.2.Rumusan Masalah………...………. 2

1.3.Tujuan Masalah ………...………..……. 2

1.4.Batasan Masalah ……….………...………. 3

1.5.Asumsi ………….……….…... 3

1.6.Manfaat Penelitian ………. 4

1.7.Sistematika Penulisan ……….………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mengenal Gas Bumi ……….…………...…………... 6

2.1.1.Sifat – Sifat Gas Bumi yang Menguntungkan ……..……… 9

2.1.2.Sifat – Sifat Gas Bumi yang Merugikan ………. 9

2.2.Komposisi Gas Bumi ……...………..……… 10


(11)

v

2.5.2Parameter Tanah yang Menyebabkan Korosi ………. 15

2.5.3Klasifikasi Kekorosifan Tanah ……… 16

2.5.4Perlindungan Korosi ……… 17

2.6Manajemen Perawatan ………..…… 19

2.6.1Tujuan Perawatan …………..………... 20

2.6.2Peranan Perawatan ………..….…… 21

2.6.3Strategi Perawatan ………... 22

2.6.4Jenis-Jenis Perawatan...………. 23

2.7Kegagalan (Failure) ………...……… 27

2.8Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ………….…………. 30

2.9Kehandalan ……….………... 36

2.10Risk Based Inspection ……… 39

2.10.1 Type-Type Pendekatan RBI ……….. 42

2.10.2 Aspek Probability ………... 44

2.10.3 Aspek Consequence RBI ……… 45

2.10.4 Matrisk Risiko ……… 46

2.10.5 Diagram Pareto……….……… 46


(12)

vi

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian……… 57

3.2.Identitifikasi dan Definisi Operasional Variabel……...………… 57

3.3.Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ………..………. 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Pengumpulan Data………. 64

4.1.1. Data Jaringan Pipa dan Material Pendukungnya ..……….. 64

4.1.1.1 Data Jembatan Pipa Gas ………. 65

4.1.1.2 Data Bak Valve ……….….. 65

4.1.1.3 Data Test Box ………..………… 75

4.1.2.Data Kerusakan dan Penyebab Kerusakan..……….. 81

4.1.2.1 Data Bak Valve ……… 81

4.1.2.2 Data Jembatan Pipa Gas ………..…… 83

4.1.2.3 Data Proteksi Katodik ………. 84

4.1.3.Biaya Perbaikan ..……….. 85

4.1.3.1 Biaya Perbaikan Bak Valve ……… 86

4.1.3.2 Biaya Perbaikan Jembatan Pipa Gas ……… 87

4.1.3.3 Biaya Perbaikan Proteksi Katodik ……….. 88

4.2.Pengolahan Data…..……… 89


(13)

vii

4.2.2. Metode Perawatan RBI dan LCC…..……….. 98

4.2.2.1 Functional Blok Diagram ……… 99

4.2.2.2 Diagram Pareto ……… 101

4.2.2.3 Failure Modes and Effects Analysis ………. 103

4.2.2.4 Pengolahan Data Menggunakan RBI ……….. 107

4.2.2.5 Pengolahan Data Menggunakan LCC ………. 112

4.2.2.6 Penentuan Interval Waktu Perawatan ………. 126

4.2.2.7 Penentuan Biaya Perawatan ……….... 147

4.2.2.8 Perbandingan Metode Perawatan Perusahaan dengan Metode Perawatan LCC ……….. 147

4.3 Hasil dan Pembahasan…..……….. 148

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….… 150

5.2 Saran………...…….… 151 DAFTAR PUSTAKA


(14)

viii

2. Struktur Organisasi PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah II.

3. Kerusakan Bak Vale

4. Kerusakan Jembatan Pipa Gas 5. Kerusakan Proteksi Katodik

6. Harga Satuan Perbaikan Bak Valve

7. Harga Satuan Perbaikan Jembatan Pipa Gas 8. Harga Satuan Perbaikan Proteksi Katodik 9. Main Hole vs Tutup Tiga

10.Jembatan Pipa Gas vs Sinker 11.Sacrifice Anoda vs Impress Current


(15)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kandungan sumber minyak dan gas bumi yang cukup melimpah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pengeboran sumber minyak yang ada di Indonesia,

Keberlangsungan minyak bumi sebagai sumber energi penggerak kehidupan tentu tidak bisa berlangsung terus menerus karena minyak bumi sendiri masuk sebagai salah satu non-renewable energy sehingga pemerintah terus mencari sumber energi baru sebagai sumber alternatif energi selain minyak bumi yang lebih ramah lingkungan serta lebih efektif dan efisien, maka diajukanlah gas bumi sebagai salah satu sumber energi alternatif yang memenuhi beberapa krietria tersebut.

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PT PGN (Persero) Tbk) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi. PT. PGN (Persero) Tbk dalam pendistribusian gas bumi menggunakan sistem perpipaan. Proses pendistibusian melalui sistem perpipaan ini memiliki beberapa kerugian salah satunya adalah potensi terjadinya kebocoran yang umumnya disebabkan karena pipa-pipa mengalami degradasi material sebagai akibat pengaruh lingkungan, seperti korosi, erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan juga oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan.


(16)

ditimbulkan , peneliti menggunakan metode Risk based Inspection (RBI) dan Life

Cycle Cost. Metode Risk Based Inspection adalah merode inspeksi yang berbasis

pada analisis resiko peralatan sedangkan metode Life Cycle Cost adalah perhitunganseluruh biaya yang diperlukan untuk menyediakan, memiliki, menjalankan dan memelihara suatu proyek sepanjang umur penggunaannya. Dengan menerapkan metode Risk Based Inspection dan Life Cycle Cost, diharapkan mampu meningkatkan safety komponen jaringan pada perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan keandalan peralatan perusahaan dengan cara meminimalkan resiko dan biaya perawatan yang dikeluarkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang terjadi pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

" Bagaimana menentukan interval waktu perawatan pada jaringan pipa distribusi

gas alam untuk menghasilkan biaya perawatan yang minimum"

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan dari penelitian Skripsi / Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan interval waktu perawatan pada jaringan pipa distribusi PT PGN (Persero) Tbk

2. Menentukan biaya perawatan yang minimum untuk melakukan perawatan terhadap jaringan pipa distirbusi PT PGN (Persero) Tbk


(17)

Batasan masalah sehubungan dengan yang diteliti oleh penulis agar arah pembahasan tidak terlalu luas, maka dilakukan pembatasan sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan pada jaringan pipa distribusi PT PGN (Persero) Tbk SBU

Distribusi Wilayah II Area Surabaya I

2. Analisa hanya dilakukan pada jaringan pipa beserta accessorisnya, bak valve dan test box .

3. Kontrol dilaksanakan dan diserahkan pada pihak perusahaan. 4. Cacat ( defect ) yang diamati adalah cacat yang terjadi, antara lain :

a. Korosi pipa b. Kebocoran pipa

c. Data biaya perawatan yang digunakan Nopember 2011-Oktober 2012

1.5 Asumsi

Mengingat permasalahan yang terkait dalam menjaga kehandalan kondisi jaringan pipa ini sangat kompleks, maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi – asumsi sebagai berikut :

1. Selama penelitian berlangsung, pasokan gas dari Kontraktor Production

Sharing (KPS) dalam keadaan lancar;

2. Karyawan yang ditugaskan berkompeten dibidangnya. 3. Ketersediaan suku cadang / spare part selalu ada.

4. Selama penelitian lingkungan perusahaan dalam situasi kondusif . 5. Fasilitas dan Peralatan dalam kondisi siap untuk digunakan dilapangan 6. Material salvage tidak memiliki nilai ekonomis diakhir penggunaanya.


(18)

Dengan mengangkat masalah yang terjadi pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah II, maka manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya pembahasan tentang penentuan interval waktu perawatan pipa distribusi sebagai salah satu aset utama perusahaan maka dapat menambah pemetaan manajemen risiko terhadap potensi-potensi bahaya terhadap jaringan pipa bagi perusahaan, penentuan interval waktu perawatan jaringan pipa yang optimal sehingga bisa dihasilkan biaya perawatan yang minimum dengan tidak mengurangi aspek kehandalan pada jaringan pipa.

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai sumber pengetahuan dan bahan pustaka serta untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan pengaplikasian manajemen perawatan yang didapat pada saat perkuliahan untuk diaplikasikan kepada perusahaan pada khususnya maupun kepada bangsa dan negara pada umumnya.

3. Bagi Universitas

Memberi masukan tentang kebenaran teori yang ada selain itu hasil penelitian ini dapat mendorong para intelektual untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dan memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna sebagai pembanding bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.


(19)

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, asumsi-asumsi, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang dasar teori – teori yang digunakan sebagai dasar penelitian yang dilakukan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk pengambilan data, pengolahan data, waktu & lokasi, variabel-variabel, metode serta penyelesaian masalah yang ada.

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi data perusahaan dan data yang dibutuhkan dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah, pengolahan data, analisis serta evaluasi terhadap hasil pengolahan data, yang diolah untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan metodologi dan landasan teori yang dipakai.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan analisis data serta saran-saran yang diberikan untuk penyelesaiannya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengenal Gas Bumi

Gas bumi adalah bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari senyawa metana (CH4). Metana dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas

bumi dan juga tambang batu bara. Gas bumi berbeda dengan biogas ataupun

Liqufied Petroleum Gas (LPG). Gas bumi adalah gas yang kaya dengan metana

yang diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-bahan organik selain dari fosil. Sedangkan LPG komponen utama pembentuknya adalah gas propana (C3H8). Selain itu LPG didistribusikan menggunakan tabung, sementara gas bumi umumnya didistribusikan menggunakan pipa.

Sebelum dapat digunakan, gas bumi harus diproses untuk memisahkannya dari bahan pengotor seperti H2S, CO2, merkuri, senyawa nitrogen, H2O dan lain-lain. Komposisi gas bumi yang diolah dapat berbeda-beda, tergantung dari sumber gasnya. Gas bumi diolah dengan spesifikasi tertentu sesuai dengan kebutuhan.

Seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia, penghapusan subsidi BBM industri di Indonesia sejak tahun 2005, tuntutan green policy dan perlunya menekan biaya produksi untuk menghadapi persaingan pasar bebas maka permintaan gas bumi domestik meningkat dengan pesat. Dengan infrastruktur yang telah dimiliki dan yang akan terus dikembangkan, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) hadir sebagai agen perubahan dalam penyediaan energi. Dengan reaksi pembakaran sempurna, gas bumi menghasilkan emisi gas


(21)

karbondioksida (CO2) yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi atau batubara. Sehingga penggunaan gas bumi dapat mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca dan global warming.

Tabel 2.1 Emisi Bahan Bakar Fosil

(Sumber : EIA – Natural Gas Bumi dan Tren)

Gas bumi memiliki nilai keekonomian yang sangat baik. Selain merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, harga gas bumi juga lebih murah dan lebih stabil dibanding harga minyak. Dengan keunggulan tersebut, gas bumi memberikan kemampuan bersaing bagi penggunanya terutama sektor industri Dengan harga yang lebih murah, industri dapat menurunkan biaya produksinya sehingga harga jual industri dapat bersaing terutama untuk pasar ekspor. Gas bumi juga memberikan multiplier effect berupa tumbuhnya industri-industri di sekitar jaringan pipa sehingga mengangkat perekonomian daerah sekitar. Dengan


(22)

munculnya industri-industri baru, maka lapangan kerja dan kesempatan kerja terbuka bagi penduduk sekitar.

Gambar 2.1 Perbandingan Harga Energi (Sumber : EIA – Natural Gas Bumi dan Tren)

2.1.1 Sifat – Sifat Gas Bumi Yang Menguntungkan

Sifat – sifat gas bumi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia adalah sebagai berikut :

a. Gas bumi dapat digunakan sebagai bahan bakar.

b. Gas bumi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi untuk Organik petrokimia dan pembuatan Liquefied Petroleum Gas (LPG).


(23)

d. Keselamatan penggunanya terjamin, karena gas bumi mempunyai berat jenis yang lebih ringan dari udara dan mempunyai tekanan yang tinggi, maka apabila terjadi kebocoran akan menguap ke udara.

e. Di Indonesia untuk saat ini gas bumi masih mempunyai cadangan yang cukup besar.

f. Harga jual yang lebih murah dibandingkan dengan harga bahan bakar minyak. g. Lebih bagus dan stabil dalam proses pembakarannya, sehingga mempunyai

tingkat efisiensi energy yang tinggi.

h. Mempunyai tingkat emisi gas buang yang rendah.

i. Mempunyai tingkat polusi NOx, CO dan CO2 yang lebih rendah dari pada bahan bakar minyak.

2.1.2 Sifat – Sifat Gas Bumi Yang Merugikan

Sifat – sifat gas bumi yang dapat merugikan bagi kehidupan manusia adalah sebagai berikut :

a. Mempunyai tingkat densitas bahan bakar yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar minyak.

b. Agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak, diperlukan adanya jaringan pipa distribusi gas yang dapat menjangkau wilayah yang luas, untuk itu maka diperlukan biaya investasi infrastruktur yang sangat besar


(24)

2.2 Komposisi Gas Bumi

Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari methane (CH4). Ia dapat

ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya dengan methane diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-bahan organic selain dari fosil, maka ia disebut biogas. Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah, serta penampungan kotoran manusia dan hewan.

Komponen utama dalam gas alam adalah methane (CH4), yang merupakan

molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana

(C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur

(belerang).


(25)

2.3 Pengolahan Gas Bumi

Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari hasil penambangan minyak dan gas bumi. Gas bumi dapat diolah menjadi sebagai berikut :

1. Gas pipa

Merupakan gas bumi yang langsung dialirkan dari dari lapangan gas setelah proses pemurnian untuk digunakan sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri.

2. LNG (liquefied natural gas)

Merupakan gas methane dengan komposisi 90% methane (CH4) yang dicairkan pada tekanan atmosferik dan suhu -163 derajat celcius. Sebelum proses pencairan, gas harus menjalani proses pemurnian terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan senyawa yang tidak diharapkan seperi CO2, H2S, Hg, H2O dan hidrokarbon berat. Proses tersebut akan mengurangi volume gas menjadi lebih kecil 600 kali. Penyusutan ini membuat LNG mudah ditransportasikan dan dalam jumlah yang lebih banyak. LNG ditransportasikan melalui kapal-kapal ke terminal-terminal LNG dan disimpan di tangki dengan tekanan atmosferik. Kemudian LNG dikonversi kembali menjadi gas dan disalurkan melalui sistem transmisi.

3. LPG (liquefied petroleum gas)

Merupakan gas bumi yang dicairkan dengan komponen utama propana (C3H8) dan butana (C4H10). Menurut jenisnya, LPG dikelompokkan


(26)

menjadi LPG propana, LPG butana dan LPG campuran (mix) yang merupakan campuran dari kedua jenis LPG tersebut. LPG dapat dari penyulingan minyak mentah atau dari kondensasi gas bumi dalam kilang pengolahan gas bumi. Pencairan gas bumi menjadi LPG dimaksudkan untuk memecahkan masalah pengangkutan ke konsumen karena volume LPG jauh lebih kecil dari volume gasnya. Untuk mempertahankan gasa LPG agar tetap cair pada suhu kamar, LPG harus disimpan dalam tangki bertekanan (pressurized tank). Beberapa jenis proses yang dapat digunakan untuk mengolah gas bumi sehingga diperoleh produk LPG, antara lain proses

absorpsi dan kriogenik.

4. CNG (compressed natural gas)

Merupakan gas bumi yang dipampatkan pada tekanan tinggi sehingga volumenya menjadi sekitar 1/250 dari volume gas bumi pada keadaan standar. Tujuan pemampatan gas bumi adalah agar dapat diperoleh lebih banyak gas yang dapat ditransportasikan per satuan volume vessel. Tekanan pemampatan CNG bisa mencapai 250 bar pada suhu atmosferik. Komposisi gas bumi yang akan dikirim ke konsumen melalui CNG harus sudah memenuhi spesifikasi gas komersial seperti batasan maksimum kandungan air, CO2 dan hidrokarbon berat. Selain itu, penyimpanan gas pada tekanan yang sangat tinggi mensyaratkan batasan yang ketat terhadap kandungan air dan hidrokarbon berat untuk mencegah terjadinya kondensasi dan pembentukan hidrat.


(27)

2.4 Pipa Gas

Kelas lokasi adalah area geografis di sepanjang pipa yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah dan dekatnya bangunan dan karakteristik lain yang dipertimbangkan ketika menentukan factor desain, tekanan operasi dan metode pengujian pipa serta perlindungan yang dibutuhkan. Berikut ini pembagian dari kelas lokasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300. K/38/M./1997 :

a. Kelas lokasi 1

Area yang dikategorikan kelas lokasi 1 merupakan area yang mempunyai 10 atau kurang bangunan dalam radius 1 mil. Kelas lokasi 1 biasanya diperuntukkan untuk area seperti gurun, gunung, tanah pertanian dan area berpopulasi jarang. Kelas lokasi 1 dibagi menjadi dua divisi. Divisi 1 diuji hidrostatik 1,25 kali tekanan maksimum operasi. Sedangkan divisi 2 dites hidrostatik 1,1 kali tekanan operasi maksimum

b. Kelas lokasi 2

Area yang dikategorikan kelas lokasi 2 merupakan area yang mempunyai jumlah bangunan antara 10 sampai 46 bangunan pada radius 1 mil. Kelas lokasi 2 mempunyai tingkat populasi sedang seperti daerah di pinggir kota dan area industri

c. Kelas lokasi 3

Area yang dikategorikan kelas lokasi 3 merupakan area yang mempunyai jumlah bangunan lebih dari 46 bangunanan pada radius 1 mil. Kelas lokasi 3 merupakan area suburban yang sedang berkembang


(28)

d. Kelas lokasi 4

Area dengan lokasi kelas 4 mencakup area dimana terdapat bangunan multistory dan daerah populasi padat. Bangunan multistory merupakan bangunan yang mempunyai 4 lantai atau lebih.

2.5 Korosi Pipa

2.5.1 Korosi Pada Tanah

Tanah merupakan kumpulan dari mineral, zat organik, air dan gas. Tanah terbentuk dari kombinasi dari aktivitas cuaca seperti air dan angin, juga pembusukan organik. Proporsi dari komposisi dasar akan membedakan jenis tanah. Sebagai contoh, humus mempunyai kandungan zat organik yang tinggi, sedangkan kandungan zat organik pasir pantai mendekati nol. Sifat dan karakteristik tanah berbeda-beda tergantung pada kedalaman

Korosi pada tanah merupakan masalah utama, terlebih utama jika banyak terdapat infrastruktur yang terkubur di dalam tanah. Korosi pada tanah terjadi pada pipa gas, minyak dan air; tanki penyimpanan bawah tanah; kabel-kabel listrik, dan system jangkar. Sistem – sistem tersebut diharuskan dapat berfungsi baik dan berkelanjutan selama beberapa dekade. Korosi pada tanah merupakan fenomena yang kompleks, dengan melibatkan banyak variable. Reaksi kimia melibatkan hampir setiap elemen yang diletakkan di dalam tanah. Variasi dari sifat dan karakteristik dari tanah memberikan pengaruh yang kuat terhadap korosi dari benda-benda yang terkubur di tanah.


(29)

Tekstur tanah merujuk kepada ukuran dari distribui partikel mineral pada tanah. Pasir, lumpur, dan lempung berdasarkan kepada tekstur tersebut. Tanag dengan proporsi pasir yang tinggi mempunyai daya serap air yang terbatas.

2.5.2 Parameter Tanah Yang Menyebabkan Korosi

Terdapat beberapa variable yang terdientifkasi mempunyai pengaruh terhadap laju korosi pada tanah, antara lain :

a. Air

Air dalam bentuk liquid merupakan elektrolit untuk reaksi elektrokimia korosi. Perbedaanya terdapat pada aliran air jenuh dan tak jenuh pada tanah. Aliran air tak jenuh bergerak dari area basah ke area yang kering. Tingkat air tanah penting untuk diperhatikan, karena berubah – ubah dari area ke area. Aliran air jenuh tergantung pada ukuran, distribusi, tekstur, struktur dan zat organik tanah. Pergerakan air pada tanah bisa terjadi dengan beberapa cara seperti : gravitasi, aksi kapilarisasi, tekanan osmotik, dan interaksi elektrostatik dari partikel tanah. Kemampuan tanah menahan air sangat tergantung pada teksturnya. Pasir yang kasar hanya bisa menyimpan air sangat sedikit, sedangkan tanah liat mampu menyimpan air dalam jumlah yang besar

b. Tingkat aerasi

Konsentrasi oksigen akan berkurang seiring dengan kedalaman tanah. Pada tanah netral atau mengandung unsure alkalin, konsentrasi oksigen mempunyai efek yang penting terhadap laju korosi. Terlebih dengan


(30)

adanya mikroba, laju korosi bisa sangat cepat. Perpindahan oksigen sangat cepat pada jenis tanah kasar dan tanah kering. Proses penggalian bisa menigkatkan derajat aerasi pada tanah. Laju korosi pada tanah yang sering tergganggu akan lebih tinggi dari tanah yang tidak tergganggu c. PH

Tanah pada umumnya mempunyai pH sekitar 5 sampai 8. Pada kisaran tersebuy, pH tidak dipertimbangkan sebagai variable dominan yang menyebabkan korosi. Tanah yang lebih asam akan menyebabkan korosi terhadap material konstruksi baja, besi cor, dan coating. Keasaman tanah dihasilkan oleh mineral yang terlarut didalamnya, pembusukan, limbah industry, hujan asam, dan aktifitas mikrobiologi. Tanah alkalin cenderung mengandung sodium, potassium, magnesium, dan kalsium yang tinggi d. Resivitas tanah

Pada umumnya, resivitas tanah sering dijadikan sebagai indicator kekorosifan tanah. Dikarenakan aliran arus ionic dihubungkan dengan reaksi korosi tanah, tanah dengan resivitas tinggi menyebabkan reaksi korosi akan berkurang pada tanah. Resivitas tanah akan berkurang seiring dengan meningkatnya kandungan air dan zat ionik.

2.5.3 Klasifikasi Kekorosifan Tanah

Untuk tujuan desain dan risk assessment korosi, sangat penting untuk menentukan kekorosifan pada tanah. Pengujian korosi pada tanah sangat kompleks karena masa ekspos pipa yang lama (struktur yang ditanam pada tanah


(31)

biasanya digunakan pada waktu yang lama) dan kondisi tanah yang berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan parameter yang komplek yang menyebabkan korosi pada tanah, maka kemungkinan permodelan tanah sulit, batasan tersebut harus dipertimbangkan ketika penerapannya. Salah satu klasifikasi yang sederhana didasarkan pada parameter tunggal, yaitu resivitas tanah. Tanah yang mengandung pasir mempunyai hambatan yang tinggi sehingga sulit terjadi korosi pada tanah tersebut. Hal tersebut berlawan dengan tanah liat yang mengandung air. Parameter resivitas tanah digunakan sangat luas pada praktek di lapangan dan dijadikan variabel yang dominan dengan tidak adanya aktifitas mikrobiologi

Tabel 2.2 Rating Kekorosifan berdasarkan Resivitas Tanah Resivitas tanah (ohm-cm) Rating Kekorosifan

>20.000 Noncorrosive 10.000-20.000 Midly Corrosive

5000-10.000 Moderately Corrosive 3000-5000 Corrosive 1000-3000 Highly corrosive

<1000 Extremely corrosive (Sumber dari : ikhwan afdila : 2008)

2.5.4 Perlindungan Korosi 2.5.4.1 Anoda Korban

Prinsip dari proteksi katodik adalah memperlakukan logam yang akan diproteksi secara keseluruhan sebagai katoda. Inti dari penggunaan proteksi katodik dengan anoda korban atau sering disebut metode sacrificial anode ini


(32)

adalah penempatan suatu bahan pada logam yang dilindungi dengan perhitungan deret galvanic bahwa bahan tersebut akan melindungi logam utama dengan cara mengorbankan logam itu sendiri. Potensial dari logam yang menjadi anoda harus lebih reaktif daripada logam yang akan diproteksi.

Pada prinsipnya, system proteksi dengan anoda korban yaitu membuat sebuah sel galvanik, dengan pemakaian anoda reaktif yang terkonsumsi pada interaksi galvanik, artinya proteksi katodik bukan mengeliminasi korosi melanikan memindahkan korosi ke anoda korban. Secara teori, struktur akan diproteksi sebagai hasil dari aliran arus galvanik. Pada aplikasinya, digunakan beberapa jumlah anoda untuk memastikan perlindungan semua struktur.

Untuk perlindungan korosi pada tanah terutama tanah dengan resivitas tinggi, anoda korban magnesium sering digunakan karena mempunyai driving

voltage yang tinggi. Magnesium mempunyai driving voltage mencapai -0,95 V

(dengan asumsi potensial struktur 850 V vs SCE). Meskipun demikian anoda, alumunium mempunyai efisiensi yang rendah.

Pada perlindungan baja, terdapat criteria untuk proteksi katodik. Salah satu criteria menyatakan bahwa perlindungan yang cukup akan dicapai dengan potensial negative (katodik) setidaknya 850 mV dengan adanya proteksi katodik. Potensial tersebut diukur dengan menggunakan elektroda standar saturated

copper/copper sulfate. Pada aplikasinya, criteria ini digunakan secara luas untuk

menetukan kelayakan dari struktur yang terbuat dari baja atau besi pada lingkungan tanah. Sistem proteksi katodik dinyatakan layak jika mempunyai potensial proteksi lebih negative dari -850 mV.


(33)

2.6 Manajemen Perawatan

Secara umum pengertian perawatan (maintenance) itu sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan kegiatan pemeliharaan, perbaikan penyesuain, maupun penggantian sebagian peralatan yang diperlukan agar sarana fasilitas pada kondisi yang diharapkan dan selalu dalam kondisi siap pakai. Perawatan dilakukan untuk mencegah kegagalan sistem maupun untuk mengembalikan fungsi sistem jika kegagalan telah terjadi. Jadi tujuan utama dari perawatan adalah untuk menjaga dan memperbaiki keandalan dari sistem dan kelancaran produksi atau operasi. (Priyanta, 2003). Kebijaksanaan dalam perawatan pada dasarnya sangat tergantung pada pihak manajemen (sebagai hal utama), rekomendasi dari pihak decision maker, pengalaman, kualitas dan kondisi operasi, ketersediaan dana dan tenaga serta jadwal operasi kapal (Yanif, 2005). Manajemen dan jaminan kualitas dalam perawatan mendapatkan perhatian yang lebih meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya dorongan untuk mengaplikasikan rangkaian standar internasional ISO 9000 (Priyanta, 2003). Berdasar pada filosofi untuk mempertahankan kinerja suatu sistem maka pemeliharaan dititik beratkan pada komponen yang kritis (critical component) yang mempengaruhi keandalan sistem. Analisa komponen kritis ini sangat bermanfaat dalam desain sistem, diagnosa dan optimasi (Priyanta, 2004). Upaya mengoptimalkan pemeliharaan telah banyak dilakukan, kesemuanya bertujuan untuk menjaga keandalan (reliability) dan ketersediaan (availability) sistem. Oleh sebab itu saat ini teknik pemeliharaan lebih banyak dikonsentrasikan pada pemeliharaan pencegahan


(34)

(preventive) untuk menghindari kerusakan yang lebih serius. Priyanta (2000) menyebutkan bahwa:

“Jika tindakan pemeliharaan terhadap suatu plant menggunakan prinsip minimal

maintenance approach, dan dikombinasikan dengan manajemen pemeliharaan yang terabaikan, maka hal ini akan memperpendek masa berguna (useful life) dari plant, dan mungkin juga akan menambah biaya lainnya seperti biaya kerusakan (downtime cost) dan berbagai denda yang timbul akibat dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan sistem.”

Manajemen pemeliharaan (maintenance management) dapat dijelaskan sebagai fungsi dari panduan kebijakan aktifitas-aktifitas pemeliharaan, teknik pelatihan dan manajemen kontrol dari program-program pemeliharaan. Faktor utama yang menyebabkan pentingnya manajemen pemeliharaan di industri saat ini adalah meningkatnya mekanisasi dan otomasi dalam kebanyakan proses. Konsekuensinya adalah berkurangnya kebutuhan operator tetapi meningkatnya kebutuhan tenaga pemeliharaan.

2.6.1 Tujuan Perawatan.

Peranan kegiatan perawatan dirasakan sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran produksi. Perawatan mempunyai tujuan :

a. Memperpanjang usia kegunaan aset. Hal ini terutama penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian.

b. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi, antara lain:


(35)

ii. Tidak rusak selama produksi berjalan.

iii. Dapat bekerja dengan efisien dan kapasitas yang diinginkan.

c. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan sebagainya.

d. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. Menghemat waktu, biaya, dan material karena peralatan terhindar dari kerusakan besar.

e. Kerugian baik material maupun personel akibat kerusakan dapat dihindari sedini mungkin, karena terjadinya kerusakan dan atau timbulnya kerusakan tambahan akibat kerusakan awal dapat segera dicegah.

2.6.2 Peranan Perawatan

Bahwa kegiatan perawatan bukan suatu kegiatan yang hanya memboroskan dana dan membuang-buang waktu saja, melainkan justru sebagai penunjang untuk menjaga kestabilan dari proses kegiatan operasional. Adapun keuntungan – keuntungan dari perawatan yang baik adalah :

a. Berkurangnya kemungkinan terjadinya perbaikan darurat. b. Tenaga kerja pada bidang perawatan dapat lebih efisien. c. Kesiapan dan kehandalan dapat lebih efisien.

d. Memberikan informasi kapan peralatan perlu diperbaiki atau diganti. e. Anggaran perawatan dapat dikendalikan.


(36)

Manajemen perawatan dapat digunakan untuk membuat sebuah kebijakan mengenai aktivitas perawatan, dengan melibatkan aspek teknis dan pengendalian manajemen kedalam sebuah program perawatan. Pada umumnya, semakin tingginya aktivitas Perbaikan dalam sebuah system, kebutuhan akan manajemen dan pengendalian di perawatan menjadi semakin penting. Berikut adalah 9 pendekatan untuk membuat sebuah program perawatan yang efektif :

a. Mengidentifikasi kekurangan eksisting b. Membuat tujuan akhir dari program c. Menetapkan skala prioritas

d. Menetapkan parameter untuk pengukuran performansi e. Menetapkan rencana jangka pendek dan juga jangka panjang f. Sosialisasi perencanaan terhadap bagian-bagian yang terkait g. Implementasi perencanaan

h. Laporan berkala

i. Pemeriksaan kemajuan secara rutin

2.6.3 Strategi Perawatan

Strategi perawatan adalah teknik/metoda yang digunakan untuk mencapai tingkat keandalan dan ketersediaan sistem yang tinggi dengan biaya operasional yang minimal. Maka strategi perawatan sangatlah penting bagi suatu perusahaan untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan, karena kegiatan pemeliharaan secara proposional mempunyai konsekuensi terhadap biaya keseluruhan operasi. Menurut Smith (2001), elemen-elemen strategi perawatan meliputi:


(37)

a. Organisasi sumber daya perawatan (Organization of maintenance resources) b. Prosedur perawatan (Maintenance procedures )

c. Peralatan dan alat-alat uji (Tools and test equipment)

d. Seleksi karyawan, pelatihan dan motivasi (Personnel selecting, training and

motivation)

e. Manual dan petunjuk perawatan (Maintenance instructions and manuals) f. Penyediaan suku cadang (Spares provisioning)

g. Logistik (Logistics)

2.6.4 Jenis – Jenis Perawatan

Terdapat beberapa jenis perawatan (pemeliharaan) yaitu : (assauari, hal 89) A. Perawatan Terencana (Planned Maintenance)

Adalah Perawatan yang dilakukan secara terorganisasi dan sesuai dengan rencana perawatan yang telah dibuat sebelumnya. Perawatan ini dibedakan menjadi dua yaitu :

i. Preventive Maintenance

Preventive Maintenance adalah salah satu komponen penting dalam aktivitas perawatan (maintenance). Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi agar sistem atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya. Beberapa tujuan dari preventive maintenance adalah


(38)

mendeteksi lebih awal terjadinya kegagalan atau kerusakan, meminimalisasi terjadinya kegagalan produk yang disebabkan oleh kerusakan sistem. Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi routine maintenance dan periodi maintenance. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari, sedangkan periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertantu, misalnya satu minggu sekali, setiap bulan sekali ataupun setiap tahun sekali. Selain itu kegiatan periodic maintenance juga dapat dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja mesin sebagai jadwa kegiatan, misalnya seratus jam sekali, dan seterusnya. Kegiatan periodic

maintenance ini jauh lebih berat dari routine maintenance (Assauri, 2004).

Dengan mengidentifikasi keempat faktor dalam melaksanakan preventive

maintenance, terdapat empat kategori dalam mengspesifikasikan preventive maintenance. Keempat ketegori tersebut adalah sebagai berikut:

a. Time Directed Maintenance

Time – Directed (TD) adalah Perawatan yang diarahkan secara

langsung pada pencegahan kegagalan atau kerusakan. Time directed maintenance dapat dilakukan apabila variabel waktu dari komponen atausistem diketahui. Kebijakan perawatan yang sesuai untuk diterapkan pada time directed maintenance adalah periodic maintenance dan on-condition maintenance. Periodic


(39)

maintenance adalah perawatan pencegahan yang dilakukan secara

terjadwal dan bertujuan untuk mengganti sebuah komponen atau system berdasarkan interval waktu tertentu. On-condition maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan operator.

b. Condition Based Maintenance

Condition-Directed (CD) adalah perawatan yang diarahkan pada

deteksi kegagalan atau gejala-gejala kerusakan. Condition Based

Maintenance merupakan aktivitas perawatan pencegahan yang

dilakukan berdasarkan kondisi tertentu dari suatu komponen atau sistem, yang bertujuan untuk mengantisipasi sebuah komponen atau sistem agar tidak mengalami kerusakan. Karenavariable waktunya tidak pasti diketahui, kebijakan yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah predictive maintenance. Predictive Maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan dengan menggunakan sistem monitoring, misalnya analisis dan komposisi gas.

c. Failure Finding

Failure Finding (FF) adalah perawatan yang diarahkan pada penemuan kegagalan tersembunyi . Failure Finding merupakan kegiatan perawatan pencegahan yang bertujuan untuk mendeteksi kegagalan yang tersembunyi, dilakukan dengan cara memeriksa fungsi sembunyi (hidden function) secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponenmengalami kegagalan.


(40)

d. Run to Failure

Run to Failure adalah Perawatan yang didasarkan pada pertimbangan untuk menjalankan komponen hingga rusak karena pilihan lain tidak memungkinkan atau tidak menguntungkan dari segi ekonomi . Run to Failure tergolong sebagai perawatan pencegahan karena faktor ketidaksengajaan yang bisa saja terjadi dalam beberapa peralatan. Disebut juga sebagai no schedule maintenance karena dilakukan jika tidak ada tindakan pencegahan yang efektif dan efisien yang dapat dilakukan, jika dilakukan tindakan pencegahan terlalu mahal ataudampak kegagalan tidak terlalu esensial (tidak terlalu berpengaruh).

ii. Corrective Maintenance

Menurut Prawirosentono (2000), pemeliharaan korektif (corrective

maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk

yang tidak sesuai dengan rencana. Kegiatan ini dimaksudkan agar fasilitas/peralatan tersebut dapat berjalan lancer kembali. Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal,karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula.


(41)

Corrective Maintenance dapat diartikan juga sebagai jenis perawatan yang

dilakukan setelah system mengalami kerusakan atau tidak dapat berfungsi lagi dengan baik. Kegiatan perawatan ini sering juga disebut sebagai kegiatan reparasi / perbaikan (repair Maintenance) yang biasanya terjadi karena kegiatan perawatan pencegahan tidak dilakukan sama sekali. Secara sepintas, biaya perawatan perbaikan akan lebih kecil daripada mengadakan perawatan pencegahan. Hal ini benar selama kerusakan tidak terjadi pada saat fasilitas / peralatan produksi sedang di operasikan, karena apabil kerusakan terjadi saat operasi berlangsung maka selain biaya perbaikan kerusakan, perlu juga diperhitungkan biaya penundaan produksi. Kerusakan tersebut akan memberikan andil terhadap umur peralatan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu perawatan pencegahan dianggap lebih menguntungkan daripada hanya melaksanakan perbaikan saja.

B. Perawatan Tak Terencana (Unplanned Maintenance)

Perawatan tak terencana adalah bentuk perawatan darurat yang dapat didefiniskan sebagai perawatan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah akibat yang lebih serius, seperti hilangnya waktu untuk berproduksi, kerusakan besar pada peralatan dan biaya-biaya perbaikan yang lebih mahal.

2.7 Kegagalan (Failure)

Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk


(42)

menjalankan fungsinya. Menurut Priyanta (2000) Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Kegagalan primer (primary failure)

Kegagalan primer dapat didefmisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada paua keadaan siap bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer.

2. Kegagalan sekunder (secondary failure)

Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stres yang berlebihan yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang merupakan penyebnb kegagalan sekunder. Stres ini melibatkan amplitudo dari kondisi yang tidak dapat ditolerir, frekuensi, durasi, atau polaritas, dan input sumber-sumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik. atau radioaktif, Stres ini disebabkan oleh komponen-komponen yang ada disekitar atau Lingkungan disekitar komponen yang, mengalami kegagalan, yang melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menyebabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan


(43)

komponen. Perlu dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi.

3. Kesalahan perintah (commandfaults)

Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan komponen pada keadaan semula.

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen Sumber : Keandalan dan Perawatan (Dwi Priyatna)

Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen. Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component


(44)

failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary failure. (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang

mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.

2.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari engineer selama perancangan dan pengembangan. Analisa tersebut bisa disebut analisa ”bottom up”, seperti dilakukan pemeriksaan pada proses produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda.

Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.

Sehingga definisi dari Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan suatu item sehingga tidak mampu melakukan fungsi standart dan efeknya yang ingin diketahui oleh user. FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan digolongkan


(45)

berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Failure Mode bertujuan untuk menemukan akar permasalahan (rot

cai\use) dari kegagalan yang timbul. Failure Effect menjelaskan dampak yang

ditimbulkan apabila failure mode terebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes, dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan mengeliminasi waste.

Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan. berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.

4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.


(46)

Sedangkan manfaat khusus dari Process FMEA bagi perusahaan adalah: 1. Membantu menganalisis proses manufaktur baru.

2. Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses manufaktur harus dipertimbangkan.

3. Mengidentifikasi defisiensi proses, sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian untuk mengurangi munculnya produksi yang menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan atau pada metode untuk meningkatkan deteksi pada produk yang tidak sesuai tersebut. 4. Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses.

5. Menyediakan dokumen yang lengkap tentang perubahan proses untuk memandu pengembangan proses manufaktur atau perakitan di masa datang.

2.8.1 Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.

A. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu

menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi

output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala terkecil sampai


(47)

Tabel 2.3

Rating Severity dalam FMEA Severity

(Keparahan) Dampak Potensial Definisi

0

Rendah

Tanpa Kerusakan -

1 Kerusakan sangat kecil Tidak menimbulkan gangguan operasi Biaya perbaikan ≤ US $ 1,000

2 Sedang Kerusakan Kecil

Menimbulkan gangguan operasi cukup besar US $ 1,000 < Biaya perbaikan ≤ US $ 10,000

3

Tinggi

Kerusakan Sedang

Menimbulkan gangguan operasi cukup besar US $ 10,000 < Biaya perbaikan ≤ US $ 100,000

4 Kerusakan

Besar

Menimbulkan gangguan operasi cukup besar (operasi berhenti) US $ 100,000 < Biaya perbaikan ≤ US $ ≤ US $ 1,000,000

5 Kerusakan

Parah

Menyebabkan terhentinya operasi dan bisnis perusahaan (Unit operasi /

field) US $ 1,000,000 < Biaya perbaikan (Sumber : PT. Pertamina EP Cepu)

Tabel 2.4 Definisi Tingkat Keparahan Resiko Terhadap Lingkungan Severity

(Keparahan) Dampak Potensial Potensi

0

Rendah

Tanpa Dampak -

1 Dampak

Ringan

Dapat menimbulkan dampak tehadap lingkungan namun dapat diabaikan Konsekuensi keuanagn dapat diabaikan

2 Sedang Dampak

Sedang

Menimbulkan kerusakan lingkungan di wilayah setempat yang dapat segera Konsekuensi keuangan kecil

3 Tinggi

Dampak Besar Setempat (Skala Daerah)

Menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar (melebihi nilai baku mutu lingkungan / ketentuan lainnya) dan luas (menyebar sampai ke luar lokasi / tempat kejadian) namun tidak bersifat permanen

Diperlukan biaya cukup besar untuk rehabilitasi lingkungan


(48)

Severity

(Keparahan) Dampak Potensial Potensi

4

Tinggi

Dampak Besar (Skala Nasional)

Menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar dan luas, terus menerus dalam jangka waktu yang panjang Diperlukan biaya sangat besar untuk rehabilitasi lingkungan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi (keuangan) cukup besar namun tidak menggangu aliran kas perusahaan (cash flow) 5 Dampak Luar Biasa (Skala Internasional)

Menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar dan luas, bersifat permanen (berdampak jangka panjang dan tidak bisa direhabilitasi) Menimbulkan kerugian ekonomi (keuangan) sangat besar yang menggangu aliran kas perusahaan (cash flow)

(Sumber : PT. Pertamina EP Cepu)

B. Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi

dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible

failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada

skala 0 sampai 5.

Tabel 2.6 Definisi Tingkat Kemungkinan Gagal Fungsi Severity

(Keparahan) Dampak Potensial Definisi

0

Rendah

Tanpa kerusakan < 1 dalam 15.000 jam Operasional

1 Kegagalan jarang terjadi 1 dalam 2000 jam Operasional

2 Sedang Kegagalan relative

sedikit 1 dalam 400 jam Operasional

3

Tinggi

Kegagalan

kadang-kadang 1 dalam 80 jam Operasional

4 Kegagalan

berulang-ulang 1 dalam 8 jam Operasional

5 Kegagalan hampir tidak

bisa dihindari 1 dalam 3 jam Operasional


(49)

C. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection, jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table dibawah ini :

Tabel 2.7 Rating Detection dalam FMEA

Rating Description Definition

10 Uncertain Desain control tidak dapat mendeteksi sebab

potensial dari model kegagalan

9 Very

remote

Sangat jauh kemungkinan Desain control akan mendeteksi sebab potensial dari model kegagalan

8 Remote Jauh kemungkinan Desain control akan

mendeteksi sebab potensial dari model kegagalan.

7 Very low Sangat lemah kemungkinan desain control

mendeteksi sebab potensial dari model kegagalan

6 Low Lemah Kemungkinan desain control mendeteksi

sebab potensial model kegagalan

5 Moderate Sedang Kemungkinan desain control mendeteksi

sebab potensial model kegagalan.

4 Moderate

high

Sedang tinggi Kemungkinan desain control mendeteksi sebab potensial model kegagalan.

3 High Besar Kemungkinan desain control mendeteksi

sebab potensial model kegagalan

2 Very high Sangat besar Kemungkinan desain control

mendeteksi sebab potensial model kegagalan

1 Almost

certain

Desain control selalu mendeteksi semua sebab potensial dari model kegagalan


(50)

D. Risk Priority Number

Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari keseriusan

effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = S x O x D

2.9 Kehandalan

Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komponen atau system akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu. Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi diatas dibuat lebih spesifik (Abbas, Sachbudi. Rekayasa Keandalan Produk. 2005 ; 2) :

1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relative terhadap fungsi yang dilakukan oleh komponen atau sistem.

2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus diidentifikasikan dengan tegas.


(51)

3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian.

Keandalan juga dapat didefinisikan sebagai probabilitas suatu sistem dapat berfungsi dengan baik untuk melakukan tugas pada kondisi tertentu dan dalam selang waktu tertentu pula. Sistem reliability, availability dan maintainability (RAM) akhir-akhir ini sudah dianggap sangat signifikan terhadap lingkungan yang berkompetisi dan keseluruhan biaya operasi/biaya produksi.

Gambar 2.4 Pengaruh Suatu Program Reliability Terhadap Biaya Masa Pakai (Barabady, 2005)

Dari gambar 2.4 terlihat bahwa dengan menerapkan program reliability secara formal, maka walaupun biaya tambahan (acquisition) meningkat, tetapi biaya operasional turun drastis sehingga secara keseluruhan total biaya masa pakai (total life cycle costs) dapat diturunkan. Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan dari keandalan. Jika keandalan rendah, berarti membutuhkan pemeliharaan yang lebih besar dengan biaya yang lebih besar pula (Barabady, 2005). Salah satu tujuan dari


(52)

analisis sistem keandalan dan ketersediaan adalah untuk mengidentifikasi kelemahan dalam suatu sistem, dan menghitung secara kuantitas dampak dari kegagalan komponen. Pertanyaan yang sering timbul adalah ”seberapa handal atau seberapa aman suatu sistem akan beroperasi selama masa pengoperasiannya dimasa yang akan datang?”. Pertanyaan ini sebagian dapat dijawab dengan menggunakan evaluasi keandalan secara kuantitatif. Suatu peralatan yang sering terhenti kaena rusak (breakdown) tetapi dengan suatu periode perbaikan yang pendek, bisa menghasilkan tingkat ketersediaan yang pantas.

Sebaliknya suatu peralatan dengan keandalan yang tinggi, bisa saja tingkat ketersediaannya rendah, karena memerlukan waktu yang lama untuk setiap kali perbaikan. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut dapat ditentukan biaya pemeliharaan yang optimum, seperti terlihat pada gambar diatas.

Menurut Priyanta (2000), indeks keandalan yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah kegagalan yang diharapkan akan terjadi dalam periode waktu tertentu 2. Waktu rata-rata diantara dua kegagalan

3. Laju kegagalan dari suatu proses

4. Durasi rata-rata downtime dari suatu sistem atau peralatan 5. Nilai harapan keuntungan yang hilang karena kegagalan

6. Nilai harapan yang hilang dari output suatu proses karena kegagalan

Indeks-indeks ini dapat dievaluasi dengan menggunakan teori keandalan yang relevan setelah beberapa kriteria tertentu yang berhubungan dengan kondisi operasional dari suatu item dipenuhi.


(53)

2.10 Risk Based Inspection

Risk Based Inspection (API 581,2002) adalah suatu perencanaan inspeksi

yang berbasis pada analisis resiko peralatan. Analisis resiko dibutuhkan untuk mengidentifikasi skenario kecelakaan yang disebabkan oleh kegagalan peralatan, mekanisme penurunan kualitas (degradation) suatu material /peralatan, peluang terjadinya likelihood of failure (LoF) yang berpotensi menurunkan kinerja peralatan, menilai konsekuensi consequence of failure (CoF) yang mungkin timbul, menetapkan resiko dan menyusun tingkatan serta kategori resiko (risk

ranking and categorization). Penerapan Risk Based Inspection secara benar dan

konsisten telah terbukti mampu meningkatkan safety peralatan pabrik yang pada akhirnya meningkatkan keandalan peralatan pabrik dengan cara meminimalkan resiko Menurut API Recommended Practice 580, Risk Based Inspection adalah

Risk Assessment dan manajemen proses yang terfokus pada kegagalan peralatan

karena kerusakan material. Dengan RBI, dapat dibuat inspection program berdasarkan risk yang terjadi. Risk Based Inspection (RBI) adalah metode untuk menentukan rencana inspeksi (equipment mana saja yang perlu di inspeksi, kapan diinspeksi, dan metode inspeksi apa yang sesuai) berdasarkan resiko kegagalan suatu peralatan. Definisi RBI menurut API 581 adalah suatu metode untuk menggunakan risiko sebagai dasar memeringkatkan dan mengelola aktifitasaktifitas di dalam sebuah program inspeksi. Metode RBI menyediakan dasar untuk mengelola resiko dengan menyediakan informasi pengambilan keputusan atas frekuensi inspeksi, tingkat kedetilan, dan tipe metode NDT (Non


(54)

mengalokasikan sumber daya inspeksi dan perawatan yang lebih besar untuk peralatan yang berisiko tinggi dan penghematan pemakaian sumber daya tersebut untuk peralatan dengan risiko rendah. Konsep RBI API 581 mempertimbangkan risiko yang bersumber dari hal-hal sebagai berikut :

a. Resiko terhadap personel di dalam lokasi pabrik (on-site risk to employee)

b. Resiko terhadap masyarakat di sekitar lokasi pabrik (off-site risk to

community)

c. Resiko finansial (business interruption risk)

d. Resiko kerusakan lingkungan (environmental damage risk)

Jenis resiko tersebut dalam konsep RBI API 581 di kombinasikan ke dalam faktor-faktor yang menghasilkan keputusan mengenai kapan, di bagian mana dari peralatan dan bagaimana inspeksi di lakukan. Manfaat pelaksanaan RBI yaitu tercapainya program inspeksi yang lebih terarah sehingga menambah waktu operasi peralatan (berkurangnya waktu unplanned shutdown akibat kegagalan peralatan) dan secara jangka panjang meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun demikian ada hal-hal yang berkontribusi terhadap risiko suatu peralatan yang tidak dapat dikurangi oleh aktifitas inspeksi. Faktor-faktor tersebut paling tidak meliputi hal-hal berikut (API 581,2002):

a. Kesalahan manusia b. Bencana alam

c. Peristiwa eksternal (misal, tumbukan dengan benda jatuh) d. Tindakan yang disengaja seperti sabotase


(55)

f. Kesalahan desain

g. Mekanisme kerusakan yang tidak diketahui

Metode RBI API 581 mendefinisikan empat konsekuensi kegagalan yaitu konsekuensi kebakaran (flammable consequence), konsekuensi racun (toxic

consequence), konsekuensi lingkungan (environmental risk), dan konsekuensi

financial (business interruption consequence) Dokumen API 581 secara spesifik ditujukan untuk aplikasi RBI di industri hidrokarbon dan kimia. Metode RBI API 581 juga membatasi peralatan yang masuk ke dalam jangkauan RBI API P 580 pada peralatan-peralatan bertekanan dan tidak bergerak atau komponen bertekanan dan tidak bergerak dari sebuah rotating equipment. Selengkapnya peralatan yang termasuk ke dalam jangkauan RBI adalah sebagai berikut :

a. Bejana tekan : semua peralatan yang mewadahi tekanan b. perpipaan proses: pipa dan komponen pipa

c. Tangki penyimpanan: atmospheric dan pressurized

d. Rotating Equipment: komponen bertekanan

e. Boiler dan Heater: komponen bertekanan

f. Penukar kalor

g. Pressure Relief Devices

Sehingga RBI juga bisa didefinisikan adalah suatu metode dengan menggunakan analisis resiko peralatan sebagai dasar untuk memprioritaskan perencanaan manajemen program inspeksi. Metode ini memberikan kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya inspeksi dan perawatan yang lebih untuk peralatan yang berisiko tinggi dan penghematan pemakaian sumber daya tersebut


(56)

untuk peralatan dengan resiko rendah. Sehingga dengan metode tersebut bisa dibuat program inspeksi berdasarkan tingkat resiko yang terjadi pada Jaringan Pipa Distribusi Gas alam. Sebelum memasuki metode RBI dilakukan identifikasi bahaya pada Jaringan Pipa Distribusi Gas alam dengan menggunakan FMEA yang sesuai untuk single-point failure. Metode ini mampu mengidentifikasi setiap komponen untuk mengetahui model kegagalan serta efeknya yang kemudian dirangking komponen mana yang paling besar kegagalannya untuk dilakukan analisa menggunakan RBI.

2.10.1 Type - Type pendekatan pada RBI :

Berbagai jenis penilaian RBI dapat dilakukan dengan beberapa cara. Prosedur RBI dapat diaplikasikan secara kualitatif, kuantitatif atau dengan menggunakan semi-kuantitatif. Setiap pendekatan menghasilkan cara yang sistematik untuk menyaring risiko, mengidentitikasi wilayah yang berpotensial untuk terjadi kerusakan dan mengembangkan daftar prioritas untuk inspeksi dan analisa lebih dalam.

Pendekatan semi kuantitatif merupakan pendekatan yang berasal dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dipakai untuk mendapatkan keuntungan dari masing-masing pendekatan (contohnya : kecepatan pada kualitatif dan kecermatan pada kuantitatif). Secara umum, data yang dibutuhkan pada pendekatan kuantitatif dibutuhkan pada pendekatan ini. Biasanya pendekatan ini menghasilkan kategori dari consequence dan probability daripada risk number.


(57)

Namun nilai numerik bisa didapatkan untuk setiap kategori untuk penghitungan dari risiko dan penentuan batas risiko yang dapat diterima.

Gambar 2.5 Diagram Risk Based Inspection (Sumber : http://www.tech-soft.co.uk/rbi_03.html)

Berbagai macam pendekatan RBI ini tidak dianggap sebagai saingan tapi dapat saling melengkapi. Sebagai contoh, pendekatan kualitatif level tinggi bisa digunakan untuk menemukan unit pada sebuah fasilitas yang berisiko tinggi. System dan equipment pada unit tersebut disaring dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif digunakan untuk unit berisiko tinggi. Contoh lain, dengan penggunaan pendekatan kualitatif untuk analisis consequence dan pendekatan semi kuantitatif untuk analisis probality.


(58)

2.10.2 Aspek Probability

Aspek Probability pad RBI tergantung pada prakteknya dilapangan dan pendekatan yang digunakan. Untuk pendekatan kualitatif, aspek probability ditentukan oleh factor-faktor sebagai berikut :

a. Equipment Factor

Berhubungan dengan jumlah komponen dalam suatu system yang berpotensi gagal.

b. Damage Factor

Faktor ini merupakan risiko yang dapat terjadi berhubungan dengan mekanisme kegagalan pada unit. Kegagalan yang dapat terjadi diantaranya korosi, fatik, kerusakan aibat temparatur tinggi. Nilai dari damage factor ditentukan oleh mekanisme kerusakan tersebut.

c. Inspection Factor

Faktor ini berhubungan dengan keefektifan inspeksi yang dilakukan terhadap system dan kemampuan inspeksi tersebut untuk mengidentifikasi system. Pengangkatan dari factor ini diberi nilai negative, karena dengan inspeksi yang berkualitas akan dapat mendeteksi system dan damage faktor dengan jelas.

d. Condition Factor

Faktor ini berhubungan dengan kondisi fisik dari system dan system perlindungan pada system tersebut.


(59)

e. Process Factor

Faktor ini merupakan ukuran dari potensial terjadinya operasi abnormal yang dapat menyebabkan kerugian

f. Mechanical Design Factor

Faktor ini berhubungan dengan desain dari system diantaranya kecocokan desain dengan standard yang berlaku, kekompleksan desain dan keinovativan desain.

2.10.3 Aspek Consequence RBI

Aspek Consequence pad RBI tergantung pada prakteknya dilapangan dan pendekatan yang digunakan. Untuk pendekatan kualitatif, aspek consequence ditentukan oleh factor-faktor sebagai berikut :

a. Damage Consequence

Faktor ini berhubungan dengan sidat material yang terlepas jika terjadi kegagalan. Material yang terlepas kea lam mempunyai tingkat reaktivitas dan flammabitiy yang berbeda.berdasarkan tingkatan dua factor tersebut bisa ditentukan potensial kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh gas alam jika terlepas ke lingkungan.

b. Health Consequence

Faktor ini berhubungan dengan sifat material yang terlepas ke lingkungan yang berhubungan dengan dampaknya ke ekosistem sekitar terutama manusia. Pada umumnya tingkat toxicity material tersebut yang sangat menentukan besarnya factor ini.


(1)

Tabel 4.35 Perbandingan Biaya Perawatan Metode Total Biaya Perawatan Metode perusahaan Rp. 1.759.446.679,41 Metode perawatan LCC Rp.1.300.332.500,00

Dari tabel di atas dapat dihitung penghematan yang dapat dilakukan perusahaan untuk satu tahun sebesar :

Pengehematan Perusahaan = Total biaya Metode Perusahaan – Meteode LCC = Rp. 1.759.446.679,41 - Rp.1.300.332.500,00 = Rp. 459.114.179,41

Sedangkan tingkat efisiensi yang dapat dilakukan perusahaan dalam melakukan perawatan adalah sebesar :

Nilai Efisiensi = (Biaya perawatan perusahaan–biaya LCC)/perawatan perusahaan =(Rp.1.759.446.679,41-Rp.1.300.332.500,00)/ Rp.1.759.446.679,41

= Rp. 459.114.179,41 / Rp.1.759.446.679,41 = 26,09%

4.3 Hasil dan Pembahasan

Dalam pembahasan masalah akan diangkat mengenai perbandingan antara baiaya perbaikan selama 1 (tahun) yang dibuat perusahaan dengan menggunakan metode yang ada sekarang dibandingkan dengan biaya perbaikan usulan dengan menggunakan metode alternatif.

Biaya Perbaikan yang dikeluarkan perusahaan selama 1 tahun total anggaran yang diharus dialokasikan untuk biaya pemeliharaan proteksi katodik


(2)

149

jenis sacrifice anoda sebesar Rp. 208.035.000,- ditambah dengan total anggaran yang diharus dialokasikan untuk biaya pemeliharaan jembatan pipa gas sebesar Rp. 226.465.179,41 ditambah total anggaran yang diharus dialokasikan untuk biaya pemeliharaan bak valve adalah sebesar Rp. 1.324.946.500,- dengan total biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 1.759.446.679,41

Jadi total anggaran perbaikan usulan lebih efisien yaitu sebesar Rp. 1.300.332.500,- dibandingkan anggaran perbaikan perusahaan yang

berlangsung sekarang yaitu sebesar Rp. 1.759.446.679,41

Untuk interval waktu perawatan yang digunakan perusahaan dibandingan dengan metode usulan juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Untuk interval perawatan yang digunakan standard perusahaan saat ini untuk bak valve adalah sebesar 85% dari total seluruh unit yang terpasang. Interval perawatan untuk jembatan pipas gas sebesar 85% dari total seluruh unit yang terpasang dan untuk proteksi katodik sebesar 85% dari total seluruh unit yang terpasang.

Sedangkan untuk interval waktu berdasarkan analisa risk based inspection terhadap semua unit yang terpasang memiliki nilai interval yang lebih tinggi. Interval waktu perawatan untuk bak valve sebesar 124% dari total unit yang terpasang disetiap bulannya sedangkan interval waktu perawatan untuk jembatan pipa gas sebesar 100% dari total unit yang terpasang dan interval waktu perawatan proteksi katodik sebesar 162% dari total unit yang terpasang.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data – data dan analisa dan pengolahan data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Total biaya perawatan perusahaan sebesar Rp. 1.759.446.679,41 sedangkan total biaya perawatan metode LCC sebesar Rp. 1.300.332.500,- sehingga total biaya perawatan LCC lebih murah sebesar Rp. 459.114.179,41 atau sebesar 26,09%

2. Interval perawatan yang dilakukan untuk bak valve dalam 1 bulan sebanyak 124% dengan kata lain sebanyak 50 bak valve dari total 211 bak valve mengalami pemeriksaan sebanyak 2 kali dalam 1 bulan dan sisanya sebanyak 1 kali dalam sebulan, Interval perawatan yang dilakukan untuk jembatan pipa gas dalam 1 bulan sebanyak 100% dengan kata lain 24 jembatan pipa gas yang beroperasi semuanya diperiksa 1 kali dalam 1 bulan, Interval Perawatan yang dilakukan untuk proteksi katodik dalam 1 bulan sebanyak 162% dengan kata lain 126 tiang ukur diperiksa 2 kali dalam 1 bulan dan sisanya dilakukan pemeriksaan sebanyak 1 kali dalam sebulan


(4)

151

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distirbusi Wilayah II area Surabaya I, maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Dalam hal pencatatan nilai potensial proteksi untuk setiap lokasi agar dilakukan sebanyak 2 kali agar didapat hasil yang tepat

2. Sebelum dilakukan pencatatan agar kondisi test box sebaiknya dipastikan dalam kondisi ideal (bebas korosi, alat berfungsi dengan baik) agar didapat hasil yang akurat.

3. Dilakukan peggantian tutup Bak Valve dari bentuk main hole menjadi tutup tiga untuk memperkuat kehandalan bak valve

4. Dilakukan penggantian desain jembatan pipa gas menjadi desain sinker untuk lebih menghemat biaya perawatan serta keamanan jaringan.


(5)

Afdila, Ikhwan, 2008, Tinjauan Resiko Pipa Penyalur Gas Alam di Kawasan Industri Mitra Cikarang, Departemen Teknik Metalurgi, Universitas Indonesia, Jakarta

American Petrolium Institute, 2003, Risk Based Inspection Base Resource Document, United States of America

Ariani, Didik Wahyu, 2004,Pengendalian Kualitas Statistik, Andi, Yogyakarta

Assauri Sofjan, Manajemen Produksi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, jakarta, 2006. Corina Hadi, Andini, 2010, Analisa Resiko dan Perencanaan Inspeksi pada Crude Oil Storage

Tank dengan metode Risk Based Inspection (studi kasus PT. Pertamina EP Region Jawa area Cepu), Jurusan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Surabaya, 2010

Corder Anthony, Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga, Jakarta, 2002 .

Ebling, Charles, 2004, ”Realibility and Maintanability Enginering” The McGraw-Hill Company Inc. New York

Ir. Dwi Priyanta, MSE, 2000, keandalan dan perawatan, Jurusan Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Munandir, Adi. 2012, Sistem Proteksi Katodik, Jakarta : PT PGN (Persero) Tbk Prajitno, 2005, Pemeliharaan Instrument Nuklir

Prawirotoseno. S. 2000. Manajemen Operasi; Analisis dan Studi Kasus, Edisi Kedua, Bumi Akasara, Jakarta

Priyanta, Dwi. 2000. Keandalan dan Perawatan. Modul ajar, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya


(6)

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, 2010. Prosedur Operasi Pengoperasian dan Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi Gas. Jakarta : PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, 2010. Prosedur Operasi Pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Pipa Distribusi Gas. Jakarta : PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

Sachhudi Abas, 2005, rekayasa keandalan produk, Teknik Industri Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta

Sudaryanto, Adi, 2007, Penggunaan Metode Risk Based Inspection untuk Perencanaan Kegiatan Inspeksi pada Fasilitas Produksi di Anjungan Lepas Pantai (studi kasus di PT XYZ Indonesia). Jakarta

Zaidun, Yasin, 2010, Analisa Perbandingan Metode Assessment berbasis resiko dengan metode Assessment berbasis waktu pada stasiun pengolahan gas.Jakarta

http://qualityengineering.wordpress.com/tag/fmea/

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7134-2502109025-bab2.pdf http://www.barringer1.com/nov04prb.htm

http://www.tss-matrix.com/rbi_03.html

http://www.eia.gov/oil_gas/natural_gas/analysis_publications/natural_gas_1998_issues_and_tren ds/it98.html


Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Utara

10 273 122

Analisis Manajemen Risiko pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah III Medan

50 321 59

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBK SBU Distribusi Wilayah III Sumbagut

2 70 172

Tingkat Efisiensi Pengelolaan Aktiva Tetap Perusahaan Serta Pengaruhnya Terhadap Profitabilitas pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. SBU Distribusi Wilayah II Sumbagut Distrik Medan

1 40 115

Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Komersial Di PT. Perusahaan Gas Negara (PERSERO) Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Bagian Utara

0 0 16

Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Utara

0 2 13

BAB II PROFIL PT Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk A. Profil PT Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk - Analisis Manajemen Risiko pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah III Medan

1 4 24

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBK SBU Distribusi Wilayah III Sumbagut

0 1 12

PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN YANG OPTIMAL PADA JARINGAN PIPA DISTRIBUSI GAS ALAM DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk SBU DISTRIBUSI WILAYAH II

0 1 19

Analisis strategi persaingan perniagaan gas bumi (studi kasus PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU distribusi wilayah II) - ITS Repository

0 0 126