Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu T2 942015002 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam bagian ini akan menjabarkan mengenai pengertian dari setiap variable yang diteliti dalam penelitian.

2.1.

Kompetensi Guru

2.1.1. Definisi Kompetensi Guru

Pengertian kompetensi menurut Syukur (2015: 516) memiliki arti suatu gambaran tentang apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh seseorang dalam suatu pekerjaan yang berupa kegiatan, perilaku, dan hasil yang pada umumnya dapat ditunjukan atau diperlihatkan. Arti lain dari kompetensi menurut European Commission, (2013: 9) adalah kombinasi kompleks dari pengetahuan, ketrampilan, pemahaman, nilai-nilai, sikap/ perilaku, dan keinginan yang membawa pada keefektifan, dan mewujudkan tindakan seseorang dalam bidang tertentu. Sedangkan pengertian kompetensi menurut Daryanto & Farid (2013: 86) adalah tingkat kemampuan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik untuk dapat berperan sebagai agen. Pengertian tersebut senada


(2)

dengan pendapat Tigelar, dkk. (2004 dalam Chang Zhu, dkk., 2013: 10) mengenai kompetensi, yaitu level atau tingkatan integrasi pengetahuan, keahlian, dan sikap.

Kompetensi adalah suatu kebiasaan yang menyediaan panduan terstruktur yang memungkinkan adanyanya identifikasi, evaluasi, dan pengembangan dari setiap individu (Panda, 2012: 33). Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya (Sagala, 2011: 23). Kompetensi guru merupakan pengetahuan profesional, keahlian profesional, dan nilai-nilai profesional yang dimiliki oleh guru itu sendiri dan berhubungan dalam implementasi kesuksesan pembelajaran (Spencer & Spencer, 1993 dalam Zhao & Zhang, 2016: 613). Pengertian tersebut di dukung oleh Lui, Ge dan Liu, (2007: 66) yang menyebutkan bahwa nilai-nilai profesional guru yang disebut sebagai karakter individu, profesional etnik dapat memperlihatkan kompetensi guru. Menurut Syafii, (2016: 123) kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Ardiyansyah (2013: 40) menambahkan, kompetensi guru merupakan suatu kemampuan


(3)

suatu satuan pendidikan. Kompetensi guru menurut Sahertian (dalam Kheruniah, 2013: 108) memiliki tiga definisi, yaitu:

1) Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam

mewujudkan tujuan pendidikan yang sudah direncana-kan.

2) Kompetensi guru adalah karakteristik nyata dari kepribadian guru yang memperlihatkan kemampuan-nya dalam menciptakan tujuan pendidikan.

3) Kompetensi guru adalah suatu tingkah laku untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kompetensi yang dimiliki oleh pendidik yang tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan ditindaklanjuti dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, maka kompetensi yang harus ada pada guru adalah sebagai berikut:

1) Kompetensi pedagogik, yang merupakan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi kepribadian, kompetensi ini mencermin-kan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3) Kompetensi professional, merupakan penguasaan

materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik me-menuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.


(4)

4) Kompetensi sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Kompetensi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh guru, karena dengan kompetensi yang tinggi maka guru dapat membantu siswa tidak hanya dalam hal akademik, namun juga mengajari para siswa untu belajar dengan cara yang tepat dan pantas untuk menjadi siswa yang holistik (Mustafa, 2013: 90). Penelitian W. S. Winkel (dalam Kheruniah, 2013: 108-109) menunjukan bahwa kompetensi guru mem-pengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Guru dengan kompetensi yang baik akan mengajar dengan baik sehingga siswa-siswi akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam belajar (Kheruniah, 2013: 109).

Syukur dan European Commision memiliki pendapat yang senada mengenai kompetensi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang berupa perilaku dalam suatu bidang pekerjaan. Namun, pendapat Syukur lebih menekankan pada kegiatan yang seyogyannya dilakukan oleh sesorang dalam pekerjaan, sedangkan dalam European Commision menekankan pada kombinasi komplek dari pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya dalam bidang tertentu. Pendapat Daryanto & Farid mengenai kompetensi pun didukung oleh pendapat Tigelar, dkk


(5)

kompetensi merupakan tingkatan atau level kemampuan seseorang, namun pendapat Daryanto & Farid memfokuskan pada kemampuan seseorang yang harus dicapai untuk berperan sebagai agen, sedangkan pendapat Tagelar menakankan pada integrasi pengetahuan, keahlian, dan sikap seseorang.

Panda mengungkapkan kompetensi merupakan suatu kebiasaan yang menyediakan panduan terstruktur yang memungkinkan adanya identifikasi, evaluasi dan pengembangan kebiasaan dari individu, sedangkan Sagala dan Spancer & Spancer memiliki pendapat yang sama bahwa kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki oleh guru untuk. Spancer & Spancer lebih khusus menekankan pada pengetahuan professional, keterampilan professional dan perilaku professional untuk kesuksesan pem-belajaran, dan pendapat tersebut didukung oleh pendapat dari Lui, Ge & Liu bahwa nilai-nilai professional dapat memperlihatkan kompetensi guru. Pendapat Syafii cukup berbeda dengan beberapa pendapat sebelumnya, Syafii berpendapat bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab. Ditambahkan oleh pendapat Sahertian, bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan guru,


(6)

karak-teristik guru dan tingkah laku guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan.

Dari pengertian-pengertian tersebut, kompetensi guru merupakan kombinasi pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pemahaman, nilai-nilai, sikap, karak-teristik dan perilaku yang harus dimiliki oleh guru dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak, sehingga dapat memberikan pembelajaran yang efektif, dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan professional, dan dapat mencapai tujuan dan kesuksesan pembelajaran. Kompetensi guru terdiri dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai guru. Kompetensi guru merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh guru, karena dengan memiliki kompetensi maka guru dapat mengajar dengan baik, sehingga dapat membantu siswa secara akademik. Selain itu, guru juga dapat mengajari para siswa untuk belajar dengan cara yang tepat dan pantas. Kompetensi guru juga mempengaruhi motivasi belajar siswa, jika guru memberikan pembelajaran yang baik dan memberikan


(7)

belajar yang optimal. Tingkat kompetensi yang dimiliki oleh guru dapat terlihat dengan keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dan tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan. Apabila pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih kurang dari yang ditargetkan maka guru perlu peningkatan kompetensi, namun jika target atau tujuan pembelajaran telah terpenuhi maka guru telah memiliki kompetensi yang baik.

2.1.2. Kompetensi Pedagogik Guru

Kompetensi pedagogik guru mengacu pada kinerja, pengetahuan, dan keahlian dalam proses belajar mengajar yang termasuk dalam kemampuan guru untuk mengatur proses belajar mengajar dari perencanaan sampai tahap evaluasi (Cooper, 1986 dalam Syahruddin, dkk., 2013: 214). Implikasi dari konteks pengetahuan pedagogik dapat diaplikasikan dalam kegiatan mengajar sehari-hari, seperti menjaga motivasi siswa, mata pelajaran yang relevan, dan bentuk lain dari pengembangan siswa (Syahruddin, dkk., 2013: 214). Sedangkan menurut Panda (2012: 34), kompetensi pedagogik dapat dideskripsikan sebagai kemampuan dan keinginan untuk secara regular menerapkan sikap, pengetahuan, dan keahlian-keahlian untuk mempromosikan pembelajaran dari guru dan murid. Uppsala University (2010: 10)


(8)

menambahkan bahwa kompetensi pedagogik guru menyiratkan tujuan dan kerangka kerja guru yang pasti melalui pengembangan dari pembelajaran dan pengembangan profesionalisme, dukungan, dan fasilitas pembelajaran yang terbaik secara ber-kelanjutan. Kompetensi pedagogik juga mempelihatkan kompetensi guru dalam memandang kolaborasi, pandangan komprehensif, dan kontribusi dalam pedagogik pada pendidikan yang lebih tinggi. Kompetensi pedagogik guru meliputi 3 hal, yang pertama kompetensi yang mendukung pembelajaran siswa, kedua kompetensi yang termasuk pada kemampuan guru untuk mengembangkan kemampuan mereka dengan dukungan teori dan kebijakan (beasiswa), dan ketiga kompetensi yang men-deskripsikan awal kesuksesan (level terendah) dan progres dari kompetensi pedagogik (Uppsala University, 2010: 11).

Kompetensi pedagogik guru menurut Hakim (2015: 2) adalah kemampuan untuk mengatur pem-belajaran siswa yang termasuk dengan pemahaman pembelajar, kerangka instruksi dan implementasi, hasil evaluasi pembelajaran, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi mereka. Kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan pengenalan


(9)

1) Pemahaman wawasan guru pada landasan dan filsafat pendidikan.

2) Guru memahami potensi dan keberagaan peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik.

3) Guru mampu mengembangkan kurikulum/ silabus

baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar.

4) Guru mampu menyusun rencana dan strategi

pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

5) Mampu melaksanakan pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

6) Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan.

7) Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik

melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstra-kurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pendidik menciptakan suasana dan pengalaman belajar bervariasi dalam pengelolaan peserta didik yang memenuhi kurikulum yang disiapkan (Sagala, 2011: 158-159), dengan ketentuan:

1) Memiliki pemahaman wawasan atau landasan

kependidikan.

2) Memiliki pemahaman terhadap peserta didik.

3) Mampu mengembangkan kurikulum/ silabus.

4) Mampu menyusun rancangan pembelajaran.

5) Melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan

dialogis.

6) Melakukan evaluasi hasil belajar dengan prosedur yang benar.

7) Mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(10)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88 dalam Musfah, 2011: 30-31) kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:

1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.

2) Pemahaman tentang peserta didik. 3) Pengembangan kurikulum/ silabus. 4) Perancangan pembelajaran.

5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. 6) Evaluasi hasil belajar.

7) Pengembangan peserta didik untuk

mengaktuali-sasikan berbagai potensi yang dimiliki.

Pengertian kompetensi pedagogik berdasarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi dan kompetensi guru, dijabarkan sebagai berikut:

1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan intelektual.

2) Menguasai teori-teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu. 4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

7) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik.


(11)

9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

10)Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kompetensi pedagogik guru dapat diukur dari kemampuan mengelola pembelajaran sesuai dengan bidang yang diampu, pemahaman terhadap karakteristik siswa, pengembangan potensi siswa, pemanfaatan penilaian hasil belajar dan pemanfaatan media dalam pembelajaran untuk mencapai kompetensi.

Kompetensi pedagogik berkaitan dengan tingkat pemahaman para siswa, kerangka instruksi dan implementasi dari pendidikan, evaluasi pembelajaran dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi mereka (Hakim, 2015: 2). Pada penelitian yang dilakukan oleh Hakim (2015: 11) ditemukan bahwa kompetensi pedagogik memiliki dampak yang signifikan dalam meningkatkan pembelajaran, terutama berkaitan dengan penguasaan bahan ajar, kemampuan mengelola pembelajaran dan komitmen untuk melakukan pekerjaan yang baik. Implikasi dari kompetensi pedagogik guru teraplikasikan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari seperti terus memotivasi siswa dalam belajar, memberikan nilai-nilai dalam pelajaran dan beberapa pengembangan siswa, sehingga dengan memiliki kompetensi pedagogik ini maka guru


(12)

dapat membantu siswa untuk berkembang dan belajar lebih baik (Syahruddin, 2013: 214).

Kompetensi pedagogik menurut Soedijarto (2008: 199), perlu dimiliki oleh guru untuk menjadi guru yang profesional dengan memiliki kompetensi sebagai berikut:

1) Memiliki kemampuan merencanakan program

pem-belajaran.

2) Melaksanakan program pembelajaran.

3) Berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik.

4) Menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah dikumpulkan secara sistematik.

Sedangkan menurut Coe, R., dkk. (2014: 2) kompetensi pedagogik merupakan kompetensi penting yang dimiliki oleh guru karena berkontribusi sangat kuat terhadap pencapaian kompetensi siswa. Dijelaskan oleh Coe, guru yang paling efektif adalah guru yang memiliki pengetahuan yang dalam mengenai mata pelajaran yang ia ajarkan (menguasai bahan ajar) dan ketika pengetahuan guru berada dibawah standar maka akan menjadi halangan bagi siswa dalam belajar. Guru juga harus mengerti bagaimana siswanya berpikir menngenai konteks pelajaran, dapat mengevaluasi gaya berpikir siswanya dan mengidentifikasi kesalah-pahaman siswa terhadap bahan yang baru mereka pelajari. Kompetensi pedagogik merupakan komponen


(13)

pembelajaran dan memberikan strong impact on students outcome, sehingga menjadi sebuah proses yang hebat, baik dalam mendorong partisipasi siswa maupun dalam menjadi kompetensi yang ideal (Rosyada, 2016: 1).

Pendapat Cooper lebih mengacu pada kinerja, pengetahuan, dan keahlian guru dalam proses belajar mengajar, sedangkan pendapat dari Shulman menyebutkan pengetahuan pedagogik dapat di-implikasikan dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Sedangan pedapat Mulyasa lebih menekankan pada pemahaman terhadap peserta didik dan pengembangan kemampuan para peserta didik. Kemudian pendapat Sagala dan Soedijarto berbeda dengan pendapat Cooper dan Shulman, dimana Sagala, Soedijarto, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan Permendiknas sama-sama menekankan kompetensi yang dimiliki guru dalam kompetensi pedagogik untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang profesional. Lebih luas dijabarkan dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi dan kompetensi guru bahwa kompetensi guru meliputi pemahaman terhadap peserta didik secara fisik maupun moral, melakukan pengembangan dalam pembelajaran, memanfaatkan teknologi, berkomunikasi dengan efektif, melakukan evaluasi dan reflektif terhadap pembelajaran.


(14)

Disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh guru untuk mengatur proses belajar mengajar, mempromosikan pembelajaran dari guru dan murid, mampu mengenal peserta peserta didik yang meliputi:

1) Pemahaman wawasan guru pada landasan dan filsafat pendidikan.

2) Guru memahami potensi dan keberagaan dan

karakteristik peserta didik baik secara fisik moral, kultural, emosional maupun intelektual.

3) Guru menguasi teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

4) Guru mampu mengembangkan kurikulum/ silabus.

5) Mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. 6) Mampu melaksanakan pembelajaran menjadi aktif,

inovatif, kreatif, efektif, mendidik dan menyenangkan. 7) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dan

memfasilitasi pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran.

8) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun. 9) Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan

memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan.

10)Memanfaatkan penilaian dan evaluasi untuk

pembelajaran.

11)Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

12)Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstra-kurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(15)

Dengan memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan dalam mengatur proses pembelajaran dari persiapan hingga evaluasi, dan mampu mengenal peserta didiknya maka guru dapat memberikan pembelajaran secara profesional dan efektif. Kompetensi pedagogik guru penting dimiliki oleh guru untuk menjadi guru profesional.

Kompetensi pedagogik seorang guru penting untuk dimiliki dan dikuasai oleh guru, dimana kompetensi pedagogik dapat meningkatkan pembelajaran dan berkaitan dengan tingkat pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan, kerangka instruksi dan implementasi pendidikan, evaluasi dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensinya. Selain itu, dengan memiliki kompetensi pedagogik, maka guru dapat membantu siswa dalam mengembangkan dirinya, membantu pola atau gaya belajar siswa degan memahami gaya pikir siswanya dan mengaktuali-sasikan hasil belajarnya dan menghasilkan pembelajaran yang hebat. Kompetensi pedagogik guru dapat diukur dari kemampuan mengelola pembelajaran sesuai dengan bidang yang diampu, pemahaman terhadap karakteristik siswa, pengembangan potensi siswa, pemanfaatan penilaian hasil belajar dan pemanfaatan media dalam pembelajaran untuk men-capai kompetensi.


(16)

2.1.3. Standar Kompetensi Pedagogik Guru

Standar kompetensi guru berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru telah dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional. Kompetensi inti dan indikator guru Mata Pelajaran di SMA/ MA dalam bidang kompetensi pedagogik meliputi:

Tabel 2.1. Kompetensi inti dan indikator guru Mata Pelajaran di SMA/ MA dalam bidang kompetensi pedagogik

No Kompetensi Inti Indikator

1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.

1.1. Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

1.2. Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

1.3. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

1.4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

2.1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu 2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi,

metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu

3 Mengembangkan kurikulum

yang berkaitan dengan mata pelajaran/bidang

pengembangan yang diampu.

3.1. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum

3.2. Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu 3.3. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu

3.4. Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran

3.5. Menara materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik

3.6. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian


(17)

No. Aspek Indikator

4 Menyelenggarakan

pembelajaran yang mendidik

4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik

4.2. Mengembangkan komponen-komponen

rancangan pembelajaran

4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan

4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelasm di laboratorium, dan di lapangan dangan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan

4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh 4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam

pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang

5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran

5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu

6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

6.1. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal

6.2. Menyediakan berbagai kegiaan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya

7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

7.1. Memahami berbagai strategi berkomunukasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain

7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan pesera ddik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiata/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, c) respon peserta didik terhadap ajakan guru, dan d) reaksi guru terhadap respon peserta didik, dan seterusnya

8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

8.1. Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan

karakteristik mata pelajaran yang diampu 8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar

yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu 8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi

proses hasil belajar

8.4. Mengembangkan instumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai instrument 8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil

belajar untuk berbagai tujuan


(18)

No. Aspek Indikator 9 Memanfaatkan hasil penilaian

dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

9.1. Mengunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar 9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan

evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan

9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan

9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran

10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan

10.2. Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu

10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2010: 39-51), standar kompetensi pedagogik guru ada 7 aspek dengan 45 indikator dijabarkan pada tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2. Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran

No. Aspek Indikator

1. Menguasai karakteristik peserta didik.

Guru mampu mencatat dan menggunakan informasi mengenai karakteritik peserta didik untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya

1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya,

2. Guru memastikan semua peserta didik mendapatkan kesempatan untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran.

3. Guru dapat mengatur situasi dan kondisi dikelas untuk dapat memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda-beda.

4. Guru mencoba untuk mengetahui penyebab

penyimpangan perilaku yang dialami oleh peserta didik untuk mencegah supaya perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik yang lainnya. 5. Guru membantu mengembangkan potensi dan

mengatasi kekurangan peserta didik.

6. Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu supaya dapat mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut tidak termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb).


(19)

No. Aspek Indikator 2. Menguasasi teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

Guru dapat menetapkan berbagai pendekatan, metode dan strategi, serta teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dan sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru dapat menyesuaikan metode pembelajarannya dengan karakter peserta didik dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar

1. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami materi pembelajaran sesuai dengan umur peserta didik dan kemampuan belajarnya melalui proses belajar mengajar dan aktivitas yang variatif

2. Guru selalu memastikan tingkat pemahaman materi pembelajaran peserta didik dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran selanjutnya berdasarkan tingkat pemahaman para peserta didik. 3. Guru dapat memberikan penjelasan alasan

pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukannya, baik yang sesuai dan tepat maupun yang berbeda dengan rencana, terkait keberhasilan pembelajaran,

4. Guru menggunakan berbagai teknik untuk memotiviasi kemauan belajar peserta didik, 5. Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang

saling terkait satu sama lain, dengan

memperhatikan tujuan pembelajaran dan proses belajar peserta didik.

6. Guru memperhatikan respon peserta didik yang belum/kurang memahami dan menguasai materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakan hal tersebut untuk memperbaiki rancangan

pembelajaran selanjutnya. 3. Pengembangan kurikulum.

Guru mampu menyusun silabus sesuai dengan tujuan kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan serta keadaan pembelajaran. Guru mampu memilih, menyusun, dan menata materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik

1. Guru dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum,

2. Guru merencanakan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan silabus untuk membahas materi pelajaran supaya peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan, 3. Guru mengikuti materi pembelajaran sesuai

urutannya dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,

4. Guru memilih materi pembelajaran yang: (1) sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) tepat dan mutakhir, (3) sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, (4) dapat diaplikasikan di dalam kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik.


(20)

No. Aspek Indikator 4. Kegiatan pembelajaran yang

mendidik.

Guru dapat menyusun dan melaksanakan rencana pembelajaran yang telah dirancang, yang mendidik peserta didik dengan lengkap. Guru dapat mengaplikasikan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru mampu menyusun dan menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Jika relevan, guru dapat memanfaatkan dan menggunakan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk kepentingan proses belajar mengajar

1. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun dengan lengkap dan pelaksanaan kegiatan tersebut mengindikasikan bahwa guru telah mengerti tujuan pembelajarannya.

2. Guru melaksanakan proses belajar mengajar yang bertujuan untuk membantu proses belajar para peserta didik, bukan untuk mengetes yang dapat membuat peserta didik menjadi tertekan, 3. Guru menginformasikan hal baru (misalkan

tambahan materi) sesuai dengan umur dan tingkat kemampuan belajar peserta didik,

4. Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai suatu proses pembelajaran, bukan sebagai kesalahan yang harus dibenarkan. Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang setuju/tidak setuju dengan jawaban suatu pertanyaan, sebelum memberikan penjelasan mengenai jawaban yang benar

5. Guru melakukan proses belajar mengajar sesuai isi kurikulum dan menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik,

6. Guru melaksanakan proses belajar mengajar yang variatif dengan waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan umur dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian peserta didik,

7. Guru mengelola kelas secara efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu peserta dapat termanfaatkan secara produktif,

8. Guru mampu memanfaatkan audio visual (termasuk TIK) untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan situasi dan kondisi kelas, 9. Guru memberikan kesempatan yang banyak kepada

peserta didik untuk bertanya, berinteraksi dan mempraktekan dengan peserta didik lainnya, 10.Guru mengatur pelaksanaan proses belajar mengajar

secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik. Sebagai contoh: guru menambahkan informasi baru setelah pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya dievaluasi, dan 11.Guru menggunakan alat bantu mengajar, dan/atau

audio‐visual (termasuk tik) untuk meningkatkan motivasi belajar pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.


(21)

No. Aspek Indikator 5. Pengembangan potensi

peserta didik.

Guru mampu menganalisis potensi belajar setiap peserta didik dan mengidentifikasi perkembangan potensi peserta didik melalui program pembelajaran yang mendukung siswa mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitas peserta didik sampai mendapatkan bukti jelas peserta didik telah mengaktualisasikan potensinya.

1. Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan segala bentuk penilaian terhadap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan masing-masing. 2. Guru merencanakan dan melakukan proses belajar

mengajar yang memotivasi peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar masing-masing.

3. Guru merencanakan dan melakukan proses belajar mengajar untuk memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik.

4. Guru aktif membantu peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memberikan perhatian kepada setiap peserta didik.

5. Guru dapat mengidentifikasi dengan benar mengenai minat dan bakat, serta potensi dan kendala belajar masing-masing peserta didik.

6. Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai dengan cara belajarnya masing-masing. 7. Guru memusatkan perhatian pada interaksinya dengan

peserta didik dan mendorong untuk memahami dan menggunakan informasi yang disampaikannya. 6. Komunikasi dengan peserta

didik.

Guru dapat berkomunikasi secara empatik, efektif dan santun dengan peserta didik dan bersikap positif dan antusias. Guru

dapat memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada pertanyaan dan komentar peserta didik

1. Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan pengetahuan dan ide mereka.

2. Guru memberikan perhatian dan mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik tanpa menginterupsi, kecuali jika diperlukan untuk mengklarifikasi atau membantu peserta didik dalam menyampaikan pertanyaan/tanggapannya. 3. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik dengan

benar, tepat, dan mutakhir sesuai dengan tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa mempermalukan peserta didik yang bertanya.

4. Guru menyajikan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik.

5. Untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik, guru mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban dari peserta didik, baik jawaban yang benar maupun yang dianggap salah. 6. Untuk menghilangkan kebingungan peserta didik, guru

memberikan perhatian terhadap pertanyaan dari peserta didik dan menanggapinya dengan lengkap dan relevan.


(22)

No. Aspek Indikator 7. Penilaian dan Evaluasi.

Guru dapat menyelenggarakan penilaian proses dan hasil belajar secara

berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merencanakan program remedial dan pengayaan. Guru dapat menggunakan hasil analisis penilaian dalam proses pembelajarannya

1. Guru menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP.

2. Guru melakukan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan hasil serta dampaknya kepada peserta didik, terkait tingkat pemahaman materi pembelajaran yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari.

3. Guru menganalisis hasil penilaian untuk

mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang susah sehingga dapat diketahui kekuatan dan kelemahan setiap peserta didik untuk keperluan pengayaan dan remedial.

4. Guru memanfaatkan masukan peserta didik dan merefleksikannya dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya, dan dapat membuktikannya melalui jurnal, catatan pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi tambahan, dan sebagainya.

5. Guru memanfatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rencana pembelajaran yang hendak dilakukan selanjutnya.

Kompetensi pedagogik penting dimiliki oleh guru karena akan menghindarkan guru dari kegiatan pembelajaran yang bersifat monoton, tidak disukai siswa dan membuat siswa kehilangan minat serta daya serap dan konsentrasi belajarnya (Saryati, 2014: 676-677). Kompetensi pedagogik berhubungan dengan keputusan siswa untuk belajar lebih giat dan bermakna atau biasa-biasa saja, dan beberapa manfaat kompetensi pedagogik bagi siswa adalah yang pertama jika guru dapat memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif siswa maka siswa dapat 1) terpenuhi rasa ingin tahunya, 2) memiliki keberanian berpendapat dan kemampuan menyelesaikan masalah, 3) merasa


(23)

dapat memahami prinsip-prinsip perkembangan kepribadian siswa dan memanfaatkannya, maka siswa akan 1) memiliki kepribadian mantap dan memiliki rasa percaya diri, 2) memiliki sopan santun dan taat pada peraturan, dan 3) siswa tumbuh jiwa kepemimpinan dan mudah beradaptasi. Kemampuan pedagogik guru juga akan mengarah pada kemampuan guru dalam menyusun rancangan dan melaksanakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi, karakteristik, dan kebutuhan siswa dalam belajar, sehingga siswa dapat tercapai ketuntasan belajar secara optimal dan siswa dapat meraih prestasi yang membanggakan (Saryati, 2014: 676-678).

Kompetensi pedagogik memiliki beberapa sub-kompetensi yaitu:

1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, budaya, kultural, emosional dan intelektual.

2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik.

3) Mengembangkan kurikulum yang berkaitan dengan

mata pelajaran/ bidang pengembangan yang diampu. 4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik dan membantu pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikannya.

7) Berkomunikasi secara empatik. efektif, dan santun dengan para peserta didik.


(24)

8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

10)Melakukan tindakan yang reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Kompetensi tersebut dapat diterapkan secara tim, kelompok, komunitas maupun individu untuk Pengembangan kompetensi individu (jangka panjang), meningkatkan motivasi, mengembangkan individu, kelompok dan administrasi yang bertanggung jawab, pengembangan dari komunikasi interpersonal, pengembangan/ peningkatan dari model kurikulum, dan pengembangan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik tersebut perlu dimiliki oleh guru untuk menghindarkan guru dari pembelajaran yang monoton dan dapat membantu perkembangan kognitif siswa, dan mengarah pada kemampuan guru dalam menyusun rancangan dan melaksanakan strategi dalam belajar, sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar dan mendapat prestasi yang membanggakan.


(25)

2.1.4. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru

Peningkatan kompetensi pedagogik guru dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti mengikuti organisai-organisasi keguruan seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan mengikuti kursus kependidikan untuk mengembangkan dan menambah keterampilan guru. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga atau sekolah untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru dengan mengadakan lokakarya (workshop), dan mengadakan penataran guru, selain itu mengadakan supervisi pembelajaran (kunjungan antar kelas), dan mengadakan rapat sekolah (Saryati, 2014: 678-680). Pernyataan Suryati tersebut didukung oleh Suhaemi & Aedi (2015: 242) yang menyatakan beberapa indikator yang memperlihatkan kualifikasi guru adalah dengan mengikuti seminar, workshop, dan menerbitkan jurnal baik nasional ataupun internasional. Penelitian lainnya juga menunjukan bahwa guru dari berbagai bidang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas mengajar mereka (Liu 2011; Donnelly, dkk., 2011 dalam Khan, 2014: 21).

Peningkatan kualitas pedagogik guru juga dapat dilakukan dengan metode Lesson Study, metode berbasis praktik yang dilakukan oleh para guru sendiri dan sikap saling belajar dengan metode praktik (Tedjawati, 2011: 483). Selain itu, hubungan yang baik


(26)

antara guru dengan murid dapat membuat suasana belajar menjadi lebih kondusif, suasana belajar menjadi lebih komunal, dan memperkuat kesetiaan atau ketaatan sehingga proses belajar mengajar akan semakin efektif. Kemudian, peran serta orang tua juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi performa siswa yang menjadi salah satu faktor dalam mutu sekolah (OECD, 2010: 88-98). Selain itu, untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru, guru bersama-sama dengan rekan guru dapat melakukan beberapa kegiatan seperti action research (penelitian tindakan), study groups (belajar kelompok), case discussion (diskusi kasus), dan lesson study (Departement of Education & Training, 2005: 10).

Peningkatan kompetensi pedagogik guru juga melibatkan peran pemimpin kepala sekoah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah hendaknya dapat memahami dan memanfaatkan persamaan dan perbedaan di antara guru dan personil pendidikan lainnya untuk membangkitkan motivasi atau dorongan untuk mencapai tujuan bersama (Handoko, 2005 dalam Musadad, 2010: 145). Kepemimpinan seorang pemimpin dalam suatu lembaga merupakan kunci utama dalam proses belajar dan mengajar, dimana kepala atau pemimpin bertanggung jawab untuk


(27)

guru untuk meningkatkan kompetensi guru (Radinger, 2014: 378-394).

Menurut Fullan & Langworthy (2014: 11) dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru perlu melibatkan peran serta dari siswa. Siswa pada saat ini jarang sekali suka mendengarkan penjelasan guru, namun siswa ingin terlibat aktif dan menentukan langkah mereka sendiri dalam belajar, membicarakan pelajaran mereka sendiri dan teknologi menjadi alat untuk siswa berinteraksi dengan dunia disekitar mereka. Hal tersebut menambahkan bahwa dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru, guru perlu bekerja sama dengan siswa, sehingga guru dapat memahami pola pikir siswa dan dapat mengembangkan pembelajarannya.

Selain upaya yang dilakukan untuk peningkatan kompetensi pedagogik guru dari interen, perlu adanya dukungan dari luar. Dukungan dari luar sekolah seperti dukungan dari Pemerintah atau Dinas Pendidikan dengan mendukung guru untuk melakukan beberapa penelitian terkait dengan pembelajaran, finansial, mentoring dan meningkatkan penilaian guru supaya guru dapat terus meningkatkan kualitasnya (Wilson, dkk., 2009: 1-9).

Dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru, upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan pelatihan, seminar, workshop, dan lesson


(28)

study. Selain itu, peran kepala sekolah sebagai pemimpin juga penting untuk membangkitkan motivasi kepada para guru untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian, hubungan yang baik antara guru dan murid juga penting untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran dan juga dukugan dari pihak eksternal seperti dukungan dari pemerintah dan yayasan.

2.2.

Strategi Peningkatan Kompetensi

Pedagogik Guru

2.2.1. Rencana Strategi

Strategi menurut Chandler (dalam Rangkuti, 2016: 3) merupakan alat bantu perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Sanjaya (2006: 126) berpendapat bahwa strategi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi menurut Sukmadinata (2008: 38) merupakan rencana, tindakan umum jangka panjang yang mengarahkan perumusan kebijakan dan program-program tindakan organisasi. Pendapat Sukmadinata didukung oleh pendapat Sagala (2007: 137) yang menyebutkan bahwa strategi merupakan rencana yang dapat dijadikan dalam bekerja, berjuang


(29)

bersaing. Sedangkan Purwanto (2007: 74) menjelaskan bahwa strategi adalah recana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi sekolah dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan tujuan utama sekolah dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Chandler, Sanjaya, Sukmadinata, Sagala dan Purwanto sama-sama berpendapat bahwa strategi merupakan suatu cara, metode ataupun rencana yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Pendapat Chandler lebih berfokus pada alat bantu untuk mencapai tujuan dan jangka panjang, sedangkan Sanjaya berfokus pada metode yang akan digunakan untuk kesuksesan dalam mencapai tujuan, Sukmadinata, Salaga, dan Purwanto sama-sama berfokus pada rencana organisasi untuk kemenangan bersaing.

Organisasi CIRR ICD (2005: 44) menambahkan bahwa rencana strategis adalah proses disiplin untuk membuat kunci keputusan dan meyetujui tindakan yang akan membentuk dan membimbing apa yang dilakukan suatu organisasi, dan mengapa melakukannya. Farrah, dkk. (2014: 4) menambahkan, rencana strategis merupakan landasan dari setiap kepentingan yang sama dalam komunitas atau organisasai dan tanpa rencana strategis maka organisasi tidak tahu arah pergerakan atau tujuan dari


(30)

organisasi. Pendapat Farrah, dkk. senada dengan pendapat Rangkuti (2016: 3) yang menyatakan bahwa tujuan utama dari rencana strategis adalah agar organisasi dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Rangkuti menambahkan, rencana strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.

Rencana strategi disebut juga manajemen strategi yang dapat didefinisikan sebagai perumusan dari seni dan pengetahuan, implementasi dan evaluasi dari keputusan lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (David, 2007: 6). David menambahkan, dari pengertian tersebut, manajemen strategis berfokus mengintegrasikan manajemen pemasaran, keuangan/ akuntansi, produksi/ operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tujuan dari manajemen strategi adalah untuk mendaya gunakan dan menciptakan peluang baru dan berbeda untuk masa depan, perencanaan jangka panjang, berbeda, dan terus mencoba untuk


(31)

manajemen strategi adalah ilmu dan seni untuk menyinergikan berbagai sumber daya yang dimiliki organisasi secara proporsional sehingga dapat diambil rangkaian keputusan stratejik untuk mencapai tujuan organisasi secara optimum dengan memperhatikan lingkungan hidup. Ketchen (2009: 22) mendefinisikan manajemen strategis sebagai analisis, keputusan, dan aksi yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

Dalam strategi, terdapat 2 konsep strategi yang dirumuskan menurut Rangkuti (2016: 5), yaitu

Distinctive Competence dan Competitive Advantage.

Distinctive Competence adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Sedangkan

Competitive Advantage adalah kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Sedangkan menurut Farrah, dkk. (2014: 4) konsep penting dalam rencana strategis adalah mengerti bahwa suatu organisasi harus maju, semua anggota harus bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

Dari pengertian-pengertian tersebut, maka rencana strategi merupakan suatu cara atau metode atau alat bantu, rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu dalam suatu organisasi untuk memperoleh kesuksesan, keberhasilan atau kemenangan dalam


(32)

mencapai tujuan dengan mendaya gunakan berbagai sumber daya yang ada dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Rencana strategis perlu dimiliki oleh suatu organisasi sebagai arah pergerakan dan tujuan yang harus dicapai dari sebuah organisasi. Dengan adanya rencana strategis maka organisasi dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal yang ada, sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal dan mencapai keunggulan bersaing, serta memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada. Konsep penting dari organisasai adalah mengerti bahwa suatu organisasi harus maju, semua anggota harus bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

Berdasarkan pengertian strategi yang telah dikemukanan tersebut, maka strategi peningkatan kompetensi pedagogik guru merupakan suatu cara atau metode atau rencana yang menyeluruh dan terpadu untuk mencapai kemampuan guru yang optimal dalam bidang kompetensi pedagogik, yaitu guru mampu menciptakan suasana belajar mengajar dan pengalaman belajar yang bervariasi dalam pengelolaan peserta didik, yang meliputi, memiliki pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, memiliki


(33)

pembelajaran/ kurikulum, mampu merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang mendidik dan dialogis, mendiagnosis berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik, melakukan evaluasi hasil belajar dan menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah dikumpulkan secara sistematik, mampu mengem-bangkan potensi peserta didik. Rencana strategis penting untuk dimiliki oleh organisasi dalam mencapai tujuan organisasi dan mencapai keberhasilan organisasi dengan perencanaan jangka panjang dan program-program jangka panjang dengan menyinergikan berbagai sumber daya yang dimiliki organisasi secara proposional dan terus mencoba tren saat ini sehingga dapat diambil keputusan stratejik untuk mencapai tujuan dan kesuksesan organisasi.

2.2.2. Langkah-langkah Pengembangan Strategi atau Rencana Strategi

Dalam melakukan pengembangan ada 10 tahapan menurut Borg & Gall (1983: 775), yaitu:

1) Research and information collecting

Studi literatur yang berhubungan dengan

permasalahan yang dikaji dan pengukuran kebutuhan dalam penelitian skala kecil, dan juga persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian.

2) Planning

Rencana penelitian disusun dengan merumuskan keahlian serta kecakapan yang berhubungan dengan permasalahan, menentukan tujuan setiap tahapan, desain penelitian dan dilakukannya studi kelayakan terbatas.


(34)

3) Develop preliminary form of product

Mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Pada tahap ini terdapat persiapan

komponen pendukung serta menyiapakan buku

petunjuk dan buku, serta melakukan evaluasi

kelayakan alat-alat pendukung. 4) Preliminary field testing

Tahap ini dilakukannya uji coba lapangan terbatas dengan 1 sampai dengan 3 sekolah, dengan 6-12

subyek. Pengumpulan dan analisis data dapat

dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket.

5) Main product revision

Perbaikan produk awal berdasarkan hasil uji coba awal dan dapat dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan hasil uji coba terbatas hingga diperoleh draft produk utama yang siap diuji coba lebih luas.

6) Main field testing

Uji coba utama yang melibatkan jumlah sekolah yang lebih luas, 5-15 sekolah, dan subjek 30-100 orang. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif. Hasil dari uji coba utama berbentk evaluasi pencapaian hasil uji coba (Desain model) yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Umumnya tahapan ini menggunkan rancangan penelitian eksperimen.

7) Operational product revision

Dilakukannya perbaikan hasil uji coba utama sehingga produk yang dikembangkan berupa desain model yang siap untuk di validasi.

8) Operational field testing

Uji validasi model operasional yang sudah dihasilkan dilaksanakan pada 10-30 sekolah dengan subjek 40-200. Angket, wawancara, observasi merupakan cara pengujian dengan analisis hasilnya. Langkah ini bertujuan untuk menentukan suatu model yang dikembangkan siap digunakan tanpa pendampingan dari peneliti.

9) Final product revision

Perbaikan akhir yang dilakukan terhadap model untuk hasil akhir atau produk akhir.


(35)

10)Dissemination and implementation

Penyebarluasan produk yang dikembangkan pada masyarakat luas dalam kancah pendidikan. Langkah ini

menekankan pada mensosialisasikan dan

mengkomunikasikan temuan baik dalam seminar,

publikasi jurnal maupun pemaparan kepada

stakeholder’s yang berhubungan dengan temuan

penelitian.

Sedangkan menurut Draganidis, dkk. (2006: 51-64) terdapat 9 langkah dalam mengembangkan model, yaitu:

1) Membentuk tim penyusun model (Creation of Model Sistems Team (CST)), yang terdiri atas orang-orang yang akan mendalami dalamnya suatu pekerjaan yang terdapat dalam model tersebut, biasanya terdiri dari eksekutif, manajer, dan pemilik dan mereka ber-tanggungjawab secara keseluruhan.

2) Identifikasi matrik kinerja dan memvalidasi sampel (Identification of performance Metrics and Validation Sample), menentukan skala untuk menentukan tingkat superior, menengah dan terbatas untuk pekerjaan dalam model.

3) Daftar kebutuhan tentatif (Development of Tentative Needs List) dikembangkan, CST melakukan pe-ngembangan draft kompetensi awal yang nantinya

digunakan sebagai dasar pembentukan model.

Pengembangan daftar kebutuhan akan sukses dengan mempertimbangkan organisasi lain yang telah dibuat serta dipadukan dalam strategi organisasi.

4) Menentukan kompetensi dan indikator perilaku

(Definition of Models and Process Indicators), pada tahap

ini, informasi mengenai komponen model yang

dibutuhkan untuk menyusun model melalui diskusi kelompok dan survey lapangan.

5) Mengembangkan inisial model (Development of an Initial Model), CST mengembangkan initial kebutuhan model berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisa secara kuantitatif dan analisa isi sesuai dengan topik interview dan hasil diskusi kelompok.


(36)

6) Cross-Check of Initial Model atau mengadakan pengecekan pada initial model, sangat perlu untuk mengecek ulang dengan cara mewawancarai pelaksana atau membuat tambahan kelompok diskusi dengan orang yang tidak terlibat pada model yang telah dilaksanakan sebelumnya.

7) Model Refinement, pensortiran model. Analisa yang dilakukan sama seperti yang digunakan pada pe-ngembangan inisial model.

8) Validation of the Model, validasi model yang sudah dikembangkan untuk mendapatkan pengukuhan. 9) Finalize the Model, menyempurnakan model dengan

menyingkirkan beberapa komponen dan proses yang tidak ada hubungannya dengan tujuan model.

Menurut Mulyasana (2012: 120) dalam merumuskan strategi yang tepat dibutuhkan langkah-langkah yang cermat dan dapat dipertanggung-jawabkan, dijelaskan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi rencana kegiatan, tujuan, dan arah kegiatan, serta aksi program yang akan dilaksanakan.

2) Menetapkan standar mutu penggunaan strategi.

Dengan standar ini, dianalisis seluruh komponen yang terlibat kegiatan, apakah komponen-komponen tersebut layak atau tidak. Bila sebagian yang tidak layak perlu perbaikan, tetapi bila yang tidak layak semua komponen, maka perlu penataan strategi.

3) Mengidentifikasi situasi lingkungan khususnya yang berkaitan dengan peluang, ancaman, hambatan dan

tantangan internal mauun eksternal. Apakah

lingkungan itu mendukung semuanya, sebagian, atau sama sekali tidak mendukung. Bila semuanya tidak mendukung, maka perlu penyusunan strategi baru yang diperkirakan cocok dengan kondisi lingkungan. 4) Menganalisis berbagai kelemahan dan kesenjangan,

baik kesenjangan anatara tuntutan dengan

kemampuan, antara harapan dan kenyataan, antara sasaran dan strategi, maupun antara peluang dan ancaman.


(37)

5) Melakukan riset masa depan dan sekaligus mempelajari sifat dan arah perubahan yang diperkirakan akan berpengaruh langsung terhadap dinamika usaha

6) Menyusun strategi alternatif yang mampu menjawab berbagai tantangan perubahan. Strategi ini harus disusun secara fleksibel dan mampu menjawab tantangan dan permasalahan yang kemungkinan akan timbul dimasa depan.

Menurut Sugiyono (2014: 408-409) terdapat 10 tahapan pengembangan strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan rencana strategis peningkatan mutu, sebagai berikut:

Gambar 2.1. Langkah-langkah Pengembangan Renstra, Sugiyono (2014)

Dalam penelitian ini hanya dibatasi sampai pada tahap yang keenam, yaitu uji kelayakan desain bersama dengan kepala sekolah, pengawas sekolah dan pakar, dan kemudian dimodifikasi dengan adanya kesepakatan dengan sekolah.

1) Potensi dan Masalah

Potensi merupakan segala sesuatu yang jika digunakan memiliki nilai tambah, dan masalah merupakan penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Potensi dan masalah ditunjukkan dengan data yang empirik dan terbaru.

Potensi dan masalah

Desain Produk

Uji Kelayakan Validasi

Desain

Revisi Desain

Revisi Produk Uji Coba

Revisi Produk Produksi

Pengumpu lan data


(38)

2) Pengumpulan Data

Potensi dan masalah yang telah dikumpulkan secara faktual kemudian dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan suatu strategi sebagai pemecahan terhadap masalah tersebut. Data yang diperlukan dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumen, dan FGD (Forum Group Discussion).

3) Desain Produk

Produk yang dihasilkan adalah rencana strategis yang dapat dijadikan sebagai pedoman peningkatan mutu sekolah. Rencana strategis ini masih bersifat hipotik karena keefektifitasannya dapat diketahui setelah pengujian.

4) Validasi Desain

Validasi desain dilakukan sebagai proses kegiatan untuk menilai apakah rencana strategis yang dibuat secara rasional akan efektif digunakan sebagai usaha

peningkatan mutu. Dalam validasi data ini

menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli untuk menilai desain tersebut, selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatan.

5) Revisi Desain

Setelah rencana strategi tersebut divalidasi, akan dapat diketahui kelemahan dari rencana strategi tersebut, selanjutnya dicoba untuk diperbaiki, dimana Peneliti bertugas untuk memperbaiki rencana strategi tersebut yang nantinya akan menghasilkan rencana strategis

yang dapat diberikan kepada sekolah sebagai

peningkatan mutu. 6) Uji Kelayakan

Rencana strategi yang telah dibuat tidak dapat langsung diuji coba, namun harus divalidasi dan direvisi. Uji coba tahap awal dilakukan dengan simulasi, seteah itu di uji cobakan.

7) Revisi Produk

Dalam revisi produk di lakukan untuk mencari efektivitas dan efisiensi sistem kerja baru dengan cara membandingkan strategi lama dengan strategi baru.


(39)

8) Uji Coba Produk

Setelah pengujian terhadap strategi berhasil dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting maka selanjutnya strategi yang baru itu dapat diterapkan di sekolah. Dalam pelaksanaan strategi tersebut tetap harus dinilai kekurangan/ hambatan yang muncul untuk perbaikan lebih lanjut.

9) Revisi Produk

Revisi produk dilakukan apabila dalam pelaksanaan

strategi di sekolah terdapat kekurangan dan

kelemahan, maka dalam uji oemakaian selalu

mengevaluasi begaimana strategi itu diterapkan. 10)Pembuatan Produk Masal

Bila strategi peningkatan mutu tersebut telah dinyaakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka strategi tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.

Kementrian Pendidikan Nasional (2010: 1-67) merumuskan suatu strategi terdapat beberapa tahapan, yaitu:

1) Memahami konsep perencanaan

Tahap dimana para pemangku kepentingan dapat memahami konsep perencanaan yang akan dibuatnya. 2) Memahami konsep rencana strategis

Memberikan pemahaman tentang konsep, arti penting, dasar hukum serta sistematika renstra.

3) Pemutahiran profil layanan

Meningkatkan pemahaman penyusunan profil pe-layanan dan belanja pendidikan.

4) Merumuskan isu strategis

Meningkatkan pemahaman tentang pengertian dan tahapan isu strategis.

5) Merumuskan rencana strategis

Meningkatkan pemahaman para pemangku

ke-pentingan di sektor pendidikan tentang konsep dan langkah perumusan strategis.


(40)

Borg and Gall memiliki 10 langkah pengembangan, yaitu 1) penelitian dan pengumpulan informasi, 2) perencanaan, 3) pengembangan produk awal, 4) uji coba awal, 5) perbaikan produk utama, 6) uji coba produk utama, 7) penyempurnaan hasil uji coba, 8) uji validasi, 9) perbaikan akhir, dan 10) penyebaran model kepada khalayak. Draganidis, Fotis dan Gregoris memiliki 9 langkah pengembangan, yaitu 1) membentuk tim penyusunan model, 2) identifikasi metric kinerja dan memvalidasi sampel, 3) mengembangkan daftar kebutuhan tentative, 4) menentukan kompetensi dan indikator perilaku, 5) mengembangkan inisial model, 6) mengadakan pengecekan pada initial model, 7) pensortiran model, 8) validasi model, dan 9) menyempurnakan model. Sedangkan Mulyasana memiliki 6 tahapan dalam merumuskan strategi, yaitu 1) mengidentifikasi rencana kegiatan, 2) menetapkan standar mutu, 3) mengidentifikasi situasi lingkungan, 4) menganaliis kelemahan dan kesenjangan, 5) melakukan riset masa depan, dan 6) menyusun strategi alternative yang menjawab tantangan perubahan. Sugiyono memiliki 10 tahapan, yaitu 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) validasi desain, 5) revisi desain, 6) uji kelayakan, 7) revisi


(41)

tahapan menyusun rencana strategi, yaitu 1) memahami konsep perencanaan, 2) memahami konsep perencanaan strategis, 3) pemutahiran profil layanan pendidikan, 4) merumuskan isu strategi, dan 5) merumuskan rencana strategis.

Berdasarkan langkah-langkah pengembangan strategi yang telah dikemukakan oleh Borg dan Gall, Mulyasana, Draganidis dkk., Sugiyono dan Kementrian Pendidikan Nasional, maka peneliti tertarik menggunakan langkah pengembangan strategi dari Sugiyono, namun hanya sampai pada tahap ketujuh, yaitu revisi desain setelah dilakukannya uji kelayakan dalam FGD bersama dengan pihak sekolah.

2.3.

Mutu Sekolah

Mutu merupakan segala sesuatu yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan (Gazpersz, 2011: 6). Sedangkan menurut Sallis (2011: 33), mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebih.

Mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau jasa (Danim, 2010: 53). Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Umiarso dan Gojali (2010: 125-126) yang mengatakan bahwa mutu pendidikan adalah derajat


(42)

keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus pada suatu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pendidikan tertentu.

Menurut Alvarez (2016: 1) sekolah yang bermutu juga akan membuat para peserta didik menjadi sukses, dan indikator sekolah yang bermutu adalah sebagai berikut:

1) Tersedianya akses siswa untuk seni, bahasa asing, pendidikan jasmani, tersedianya perpustakaan/ media, dan pendidikan karir - 85%.

2) Tersedianya akses kesehatan siswa dan program kesejahteraan siswa, termasuk kesejahteraan sosial dan emosional - 73%.

3) Tersedianya guru yang memenuhi syarat dan

bersertifikat - 85%.

4) Terpenuhinya akses siswa untuk perpustakaan atau media spesialis - 56%.

5) Kehadiran siswa (sekolah dasar dan menengah) - 54%.

6) Persiapan siswa untuk kuliah atau program

bersertifikat pendidikan teknik karir tanpa remedial atau pelajaran tambahan.

7) Terpenuhinya akses siswa untuk mendapatkan

pendidikan dari para pendidik yang berkualitas.

8) Kebijakan disiplin sekolah dan dampak yang berbeda pada siswa yang berbeda warna kulit, penyandang cacat dan siswa yang teridentifikasi lgbt.

Sekolah bermutu dapat dilihat salah satunya dengan sumber daya manusianya bekerja secara efektif dan efisien, proses pekerjaannya dilakukan dengan


(43)

rasa tanggung jawab akan tugas pokok dan fungsinya (Danim, 2010: 146). Menurut Sani (2015: 1-2) mutu merupakan hal penting bagi sekolah, karena mutu sekolah menjadi pandangan penting atau pertimbangan bagi orang tua untuk menyekolahkan anak mereka, dan ukuran sekolah bermutu dari kacamata pengguna/ penerima manfaat pada umumnya adalah sekolah dengan akreditasi A, lulusan diterima disekolah terbaik, guru yang profesional yang ditunjukan dengan hasil uji kompetensi (UKG) dan kinerja guru baik, hasil ujian nasional (UN) baik, peserta didik memiliki prestasi dalam berbagai kompetisi, dan peserta didik memiliki karakter yang baik. Sedangkan dalam pemerintah, sekolah yang bermutu harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Reddy, 2007: 1), yaitu:

1) Lulusan yang cerdas komprehensif.

2) Kurikulum yang dinamis seuai kebutuhan zaman. 3) Proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa dan

mengembangkan kreativitas siswa.

4) Proses pembelajaran di lengkapi dengan sistem penilaian dan evaluasi pendidikan yang andal, sahih, dan memenuhi prinsip-prinsip penilaian.

5) Guru dan tenaga kependidikan yang profesional, berpengalaman, dan dapat menjadi teladan.

6) Sarana dan prasarana yang digunakan lengkap dan sesuai dengan kearifan lokal.

7) Sistem manajemen yang akurat dan andal. 8) Pembiayaan pendidikan yang efektif dan efisien.


(44)

Mutu penting untuk dimiliki oleh sekolah, karena sekolah yang bermutu dapat menciptakan performa atau kinerja sumber daya manusianya dengan maksimal, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

Mutu dapat diukur melalui beberapa model, yaitu kualitas teknik (Technical quality), kualitas fungsi (Functional quality), dan citra kerja sama (Corporate image) (Yarimoglu, 2014: 82). Kualitas teknik adalah evaluasi pelanggan terhadap layanan, kualitas fungsi yang terpenting adalah variabel untuk persepsi pelanggan dan perbedaan pelayanan dari pada kualitas teknik yang mengarah pada bagaiman pelanggan menilai pelayanan tersebut. kamudian kualitas teknik berfokus pada apa yang telah dilakukan, sedangkan kualitas fungsi berfoks pada bagaimana pelayanan dilakukan. Citra kerja sama adalah dampak positig pada persepsi pelanggan. Selain itu, mengukur mutu dapat pula dilihat dari lima dimensi, yaitu faktor fisik (tangible) seperti fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan personel. Keduan, kehandalan (reliability), kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang menjanjikan, terpercaya, dan tepat. Ketiga, daya tanggap (responsiveness) seperti kemauan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan


(45)

pegawai untuk dapat dipercaya dan percaya diri. Kelima, empati (emphathy) yaitu dengan perhatian terhadap pelanggan (Daniel & Berinyvy, 2010: 41).

Pendapat Gazpersz dan Sallis mengenai mutu cukup berbeda, dimana pendapat Gaspersz mengatakan bahwa mutu merupakan segala sesuatu untuk kepuasan pelanggan, sedangkan Sallis mengatakan mutu merupakan metodologi untuk membantu merencanakan perubahan. Dalam pendidikan, pedapat Danim dan Umiarso & Gojali hampir sama dengan mengatakan bahwa mutu merupakan drajat keunggulan, hanya saja dalam Umiaros & Gojali terfokus pada keunggulan pendidikan, sedangkan Danim pada barang maupun jasa. Dalam mutu pendidikan, Danim menambahkan bahwa sumber daya manusia disekolah yang bekerja secara efektif, efisien, benar dan bertanggung jawab merupakan hal yang menentukan mutu sekolah.

Mutu sekolah merupakan sesuatu yang mampu memenuhi pelanggan, dan merupakan derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan (sekolah) yang efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler, dan melakukan perubahan. Mutu sekolah penting untuk dimiliki oleh sekolah, karena mutu sekolah akan memperlihatkan derajad keunggulan sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Selain


(46)

itu, mutu sekolah juga penting, karena sekolah yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Mutu sekolah juga harus dimiliki oleh sekolah karena mutu sekolah menjadi pertimbangan bagi orang tua dalam menyekolahkan anak mereka. Untuk menjadi sekolah yang bermutu, maka sumber daya manusia disekolah harus bekerja secara efektif, efisien, benar dan bertanggung jawab, dan bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya karena hal tersebut akan menentukan mutu sekolah.

Sekolah yang bermutu akan menghasilkan keunggulan akademis para peserta didiknya, kemudian para peserta didik menjadi sukses, dapat bekerja secara efektif dan efisien dan bertanggung jawab. Selain itu, sekolah yang bermutu juga akan memberikan pelayanan yang maksimal kepada para peserta didik dengan memberikan akses kesehatan, pendidikan dari pendidik yang berkualitas. Sekolah yang bermutu akan membuat peserta didiknya menjadi sukses dengan memberikan akses siswa untuk berkarya seni, bahasa asing, pendidikan jasmani, tersedianya perpustakaan atau media, dan pendidikan karir. Selain itu juga tersedianya akses kesehatan siswa dan program kesejahteraan siswa (sosial dan emosional), guru yang


(47)

sekolah bagi peserta didik yang cacat. Ukuran sekolah bermutu dapat dilihat dari akreditasi yang dimiliki oleh sekolah, kualitas lulusannya, kualitas guru, hasil UN, prestasi para peserta didiknya dan karakter peserta didik. Selain itu, sekolah bermutu juga dapat diperlihatkan dengan lulusan yang cerdas, kurikulum yang dinamis, proses belajar mengajar berorintasi pada siswa, proses pembelajaran dilengkapi dengan penilaian dan evaluasi, guru dan tenaga kependidikan yang profesional, sarana dan prasarana yang lengkap, manajemen yang akurat dan pembiyaan pendidikan yang efektif dan efisien. Dalam mengukur mutu dapat menggunakan model technical quality, fanctional quality, dan corporate image. Selain itu ada 5 dimensi dalam mengukur mutu, yaitu faktor fisik (tangible), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (Assurance).

2.4.

Analisis SWOT dalam Peningkatan

Kompetensi Pedagogik Guru

Menurut Rangkuti (2016: 21) analisis SWOT merupakan identifikasi berbabagai masalah secara sistematik untuk merumuskan strategi sekolah dengan didasari pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength), dan peluang (opportunity), namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan


(48)

analisis perlu memahami seluruh informasi yang terdapat dalam kasus yang diteliti dan kemudian menganalisis situasinya untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi dan memutuskan strategi yang akan dilakukan untuk memcahkan masalah tersebut. Aktivitas SWOT dapat diperkuat dengan menjamin analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroprasi (Sallis, 2011: 222).

Analisis SWOT dalam penyelenggaraan pendidikan di lingkungan sekolah dapat ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, dan kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis internal berasal dari dalam lingkungan sekolah, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar sekolah (Rangkuti, 2016: 26-27). Langkah-langkah dalam analisis SWOT menurut Rangkuti (2015: 26-27) adalah:

1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, kekuatan dan ancaman yang dihadapi. 2) Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan,

kelemahanm peluang dan ancaman yang dihadapi untuk meningkatkan mutu.

3) Memberikan bobot masing-masing faktor berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

4) Menghitung skor masing-masing dengan memberi skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 0 (buruk) berdasarkan pengaruh faktor tersebut peluang dan


(49)

Analisis data yang digunakan dalam analisis SWOT, menggunakan teknik analisis matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan analisis matrik EFAS (External Factor Analysis Summary). Menganalisis faktor IFAS untuk mengetahui berbagai kemungkinan kekuatan dan kelemahan yang ada, sedangkan faktor EFAS untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman.

Langkah-langkah dalam analisis SWOT menurut Rangkuti (2015: 24-25) sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi. 2) Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.

3) Memberikan bobot masing-masing faktor berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

4) Menghitung skor untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (luar biasa) sampai dengan 1 (buruk) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi sekolah yang bersangkutan. Dalam pemberian nilai skor untuk faktor kekuatan atau peluang bersifat positif, sedangkan untuk skor kelemahan atau ancaman adalah kebalikannya. Jika kekuatan dan peluang yang semakin besar diberi skor 4, tetapi jika kekuatan atau peluang kecil diberi skor 1, dan jika nilai kelemahan atau ancaman sangat besar maka diberikan skor 1, namun jika kelemahan atau ancaman sedikit diberi skor 4.

5) Menghitung total skor dengan mengalikan bobot dan

skor untuk masing-masing faktor kekuatan,


(50)

Menurut David (2011: 327) matrik Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman ( Strenghts-Weaknesess-Opportunities-Threats-SWOT) adalah sebuah alat pencocokan yang penting dalam membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi: Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman), dan Strategi WT (kelemahan-ancaman).

Gambar 2.2. Diagram Analisis SWOT. Rangkuti, 2016 Peluang

Eksternal

Ancaman Eksternal

Kekuatan Internal Kelemahan

Internal

I. Mendukung strategi, agresif

II. Mendukung strategi, Diversifikasi III. Mendukung strategi,

Defensif

IV. Mendukung strategi, Turn Around


(51)

Berikut ini adalah uraian mengenai keempat jenis strategi menurut pendapat David (2011: 327-330) antara lain:

1) Strategi SO, memanfaatkan kekuatan internal

organisasi untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Secara umum organisasi akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT untuk mencapai situasi dimana mereka dapat melaksanakan strategi SO.

2) Strategi WO, bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara memanfaatkan keuntungan dari peluang eksternal. Terkadang peluang-peluang besar muncul, tetapi organisasi memiliki kelemahan internal yang menghalanginya untuk memanfaatkan peluang tersebut. Dengan demikian perlu adanya komunikasi dan kerjasama yang baik dengan organisasi lain yang dapat mendukugn peluang-peluang tersebut. Alternatif lainnya dari strategi WO adalah dengan merekrut dan melatih orang agar memiliki kapabilitas teknis yang diperlukan.

3) Strategi ST, menggunakan kekuatan sebuah organisasi untuk mengurangi atau menghindarkan dampak ancaman eksternal. Hal ini bukan berarti bahwa suatu

organisasi yang kuat harus selalu menghadapi

ancaman secara langsung di dalam lingkungan eksternalnya.

4) Strategi WT, merupakan taktik defensif yang dilakukan

untuk mengurangi kelemahan internal serta

menghindari ancaman eksternal.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT merupakan salah satu manajemen strategi yang menggunakan analisis lingkungan yang memiliki 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal termasuk kekuatan yang dimiliki dari dalam sekolah dan juga kelemahannya, sedangkan faktor eksternal merupakan peluang yang


(52)

dapat dimanfaatkan dan juga ancaman dari luar sekolah yang harus diatasi.

Dalam penelitian ini untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi pedagogik guru untuk meningkatkan mutu sekolah dengan meng-gunakan analisa SWOT, karena dengan analisa SWOT dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki sekolah. Dengan mengetahui aspek-aspek tersebut maka akan didapatkan alternatif model strategi peningkatan kompetensi pedagogik guru untuk meningkatkan mutu sekolah.

2.5.

Penelitian yang Relevan

Penelitian Suhaemi & Aedi (2015: 241) dalam judul A Management Strategy for the Imrpovement of Private Universities Lectures’ Professional Competences

menyebutkan bahwa kemampuan dosen pada universitas swasta masih rendah dimana dalam memahami materi pembelajaran, konten pedagogik dan menggunakan media dalam pembelajaran masih rendah. Program kompetensi pedagogik dan profesional telah dilakukan, seperti mengadakan seminar mengenai metode dan teknik pembelajaran, edukasi dan pelatihan pada manajemen belajar dan mengajar, namun program tersebut hanya sementara dilakukan oleh universitas. Kemudian, setelah dilakukan


(1)

Strategi kepala sekolah dalam peningkatan mutu di SD Negeri 1 Peukan Banda Aceh Besar dalam penelitian Nurasiah, dkk. (2015: 6) yang berjudul Strategi Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Mutu di SD Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar, salah satunya

dengan memberdayakan para guru mengikuti

pelatihan, seminar, dan sebagainya. Kepala sekolah juga memberikan wewenang yang lebih luas kepada guru dalam mengelola pembelajaran. Selain itu, kepala

sekolah juga melakukan pengawasan dengan

mengadakan supervisi pengajaran dengan berbagai teknik perseorangan maupun kelompok.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Yasin, (2011: 178) mengenai Pengembangan Kompetensi Pedagogik Guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah, menghasilkan beberapa temuan, yaitu pengembangan kompetensi pedagogik guru pendidikan Agama Islam yang dilakukan di MIN I Malang antara lain dengan

menyusun perencanaan pengembangan yang

didasarkan pada evaluasi diri terhadap kemampuan

guru, melaksanakan pengembangan kompetensi

pedagogik guru agama Islam melalui berbagai kegiatan

pelatihan, workshop, seminar, diskusi, lokakarya,

mendatangkan ahli, pertemuan rutin antar guru yang

berkaitan dengan tema dan aspek pengelolaan

pembelajaran dan aktif melakukan penelitian PTK guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan sekaligus


(2)

melanjutkan ke jenjang pendidikan S-2. Kemudian, pengembangan pedagogik tersebut telah berimplikasi positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran,

diantaranya dengan terjadi perbaikan proses

pembelajaran sesuai dengan tuntutan dunia

pembelajaran modern, perbaikan kinerja guru dalam pembelajaran sehingga berimplikasi pada prestasi belajar siswa baik akademik maupun non akademik.

Penelitian Musfah (2011: 129-179) yang berjudul Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik di sekolah Madania Bogor mendapatkan beberapa temuan mengenai program peningkatan kompetensi guru. Pada temuan ini terdapat 2 program pelatihan untuk meningkatan kompetensi guru, yaitu pelatihan guru Madania (PGM) dan pelatihan bahasa Inggris. Pelatihan guru Madania

merupakan pelatihan yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dan dilaksanakan lima hari dalam seminggu selama empat bulan, sedangkan pelatihan bahasa Inggris dilakukan untuk menunjang ketrampilan guru dalam berbahasa Inggris dalam pembelajaran, karena sekolah Madania menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran. Selain pelatihan, sekolah Madania juga mengadakan seminar dengan bekerja sama dengan beberapa universitas. Rencana peningkatan kompetensi guru


(3)

pengajian dan bedah buku. Dari hasil penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa melalui beragam kerja sama Madania dengan pihak luar menunjukakan sikap akomodatif yang positif bagi kemajuan guru.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhaemi & Aedi memiliki hasil yang sama dengan penelitian Nurasiah, Yasin dan Musfah, dimana dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru strategi yang dapat

dilakukan adalah dengan pelatihan, seminar,

workshop, dan pertemuan guru secara rutin. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman juga senada dengan penelitian Suhaemi & Aedi, Nurasiah, Yasin dan Musfah bahwa untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru perlu dilakukan pelatihan, baik

pelatihan ilmu pengetahuan, pelatihan ilmu

latboratorium, maupun pelatihan pembelajaran

berbasis IT.

Pada penelitian Suhaemi & Aedi, dan Nurasiah menambahkan perlunya hubungan yang baik dengan pimpinan dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dimana kepala sekolah juga melakukan supervisi dengan berbagai teknik, sedangkan pada penelitian Yasin ditambahkan dengan mengadakan penelitian PTK untuk meningkatkan pembelajaran guru dan senada dengan penelitian Rahman, bahwa salah satu strategi untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru


(4)

mengatasi permasalahan yang timbul dari siswa dan mengoptimalkan pembelajaran tim pengajar secara terpadu. Penelitian Musfah menambahkan strategi peningkatan kompetensi guru dengan belajar dari sumber belajar, seperti belajar dari buku, internet, maupun teman sejawat.

Musfah menambahkan, keberhasilan dari strategi pelatihan juga didukung dengan adanya kerja sama dengan pihak luar seperti bekerja sama dengan beberapa universitas disekitar sekolah. Hal tersebut dengan hasil penelitian Ramdass & Masithulela yang menekankan bahwa inovasi pedagogik perlu adanya dukungan dari pemerintah dan industri.

Dari keenam penelitian tersebut, memiliki

beberapa strategi yang sama dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru, yaitu dengan melibatkan atau mengikutsertakan guru dalam pelatihan, baik pelatihan ilmu pengetahuan, pelatihan pemanfaatan

teknologi, dan pelatihannya lainnya, kemudian

mengikutsertakan dalam seminar maupun workshop. Selain dari pelatihan, dalam meningkatkan kompetensi pedagogik perlu adanya peran serta dari kepala sekolah sebagai penanggung jawab, teman sejawat maupun juga siswa untuk perbaikan pembelajaran yang lebih optimal. Selain itu, dukungan dari pihak luar atau dari pemerintah akan mendukung terlaksananya kegiatan-kegiatan peningkatan kompetensi pedagogik guru.


(5)

2.6.

Kerangka Pikir

Penyusunan rencana strategi peningkatan

kompetensi pedagogik guru untuk meningkatkan mutu sekolah, diawali dengan pemahaman visi misi dan tujuan sekolah. Kemudian, dilakukan analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sekolah) dan eksternal sekolah (peluang dan ancaman yang dimiliki sekolah) dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru. Faktor internal dan eksternal sekolah merupakan dasar dalam merumuskan rencana strategi peningkatan kompetensi pedagogik guru. Setelah perumusan rancangan rencana strategi, rancangan tersebut diuji pakar dan dilakukan revisi sesuai dengan saran dan masukan dari pakar, kemudian hasil revisi tersebut diuji kelayakannya dalam FGD dengan pihak sekolah. Tujuan dari uji kelayakan ini adalah untuk mengetahui apakah rancangan yang telah dirumuskan sesuai dengan sekolah dan dapat diterapkan oleh sekolah. Uji kelayakan dilakukan diskusi untuk memperbaiki rancangan rencana strategi supaya rancangan strategi dapat sesuai dengan sekolah.

Setelah di uji kelayakannya dan mendapatkan

beberapa masukan, maka rancangan rencana strategi tersebut di revisi sesuai dengan hasil FDG, dan setelah direvisi maka hasil tersebut menjadi hasil akhir dari penelitian ini.


(6)

Berikut kerangka pikir dalam penelitian ini:

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Identifikasi visi, misi dan tujuan sekolah

Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan

eksternal

Merumuskan strategi peningkatan kompetensi pedagogik guru

Uji Pakar

Revisi desain

Identifikasi kekuatan dan kelemahan

Identifikasi peluang dan ancaman

Uji Kelayakan


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pelatihan Asertif untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas X Asrama SMA Sedes Sapientiae Bedono Jambu

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kompetensi Sosial Siswa Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae Bedono Ditinjau dari Tempat Tinggal Siswa

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu T2 942015002 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu T2 942015002 BAB IV

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru untuk Meningkatkan Mutu SMA Sedes Sapientiae Jambu T2 942015002 BAB I

0 0 12

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB II

0 0 15

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Sekolah Di SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro Boyolali T2 BAB II

1 3 20

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Komite Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di SMA Negeri 3 Demak T2 BAB II

0 0 32