REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari- 6 Maret 2011).

(1)

REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER

MAJALAH TEMPO

(Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28

Februari-6 Maret 2011)

SKRIPSI

Oleh :

Ismail Marzuki

NPM. 0743010151

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN

PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melindungi kita semua dan karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian yang berjudul “REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO” tepat pada waktunya.

Penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberi karunia otak dan akal sehingga saya dapat menyelesaikannya

2. Prof.Dr.Ir. Teguh Soedarto Mp, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa timur

3. Ibu Dra.Hj. Suparwati, MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

4. Bapak Juwito S.Sos, Msi selaku ketua Progdi jurusan ilmu komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur

5. Bapak Syaifuddin Zuhri M.Si selaku dosen pembimping dalam penyusunan penelitian ini, terima kasih sudah care sama saya selama ini 6. Doa Bunda saya setiap hari yang bikin saya bisa lulus


(3)

8. Teman-teman angkatan 07 yang sama berjuang setiap hari nunggu di depan ruang dosen sambil ngerumpi dan lari-lari cari dosen

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna pada saat penyusun penelitian ini. Oleh sebab itu bila terdapat kesalahan-kesalahan dan hal yang kurang berkenan, Penulis tidak menutup kemungkinan adanya kritik maupun saran dari semua pihak yang membaca penelitian ini. Penulis berharap semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 5 Juni 2011


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL . ... i

LEMBAR PENGESAHAN. ... ii

KATA PENGANTAR. ...iii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 13

2.1.1 Media Cetak ... 13

2.1.2 Majalah ... 14

2.1.3 Majalah Sebagai Media Massa... 15

2.1.4 Cover atau Sampul ... 18

2.1.5 Karikatur ... 19

2.1.6 Pendekatan Semiotik ... 22


(5)

2.1.8 Model Semiotik Charles Sanders Pierce ... 27

2.1.9 Skandal Politik ... 30

2.1.10 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 31

2.1.11 Beton, Kayu, Bambu sebagai Bahan Bangunan ... 33

2.1.12 Karakteristik Huruf ... 35

2.2 Respon Psikologi Warna ... 36

2.3 Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 40

3.2 Definisi Operasional Konsep ... 41

3.3 Kerangka Konseptual ... 43

3.3.1 Corpus ... 44

3.3.2 Unit Analisis ... 45

3.3.2.1 Ikon ... 45

3.3.2.2 Indeks ... 46

3.3.2.3 Simbol ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5 Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 51

4.4.1 Gambaran Umum Majalah TEMPO ... 51

4.4.2 Cover Karikartur Skandal Politik PDIP Dalam Majalah TEMPO ... 52


(6)

4.3 Analisis Data ... 56 4.4 Ikon, Indeks, Dan Simbol Dalam Kerikatur “Skandal

Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan” pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 ... 59 4.5 Interpretasi Makna Keseluruhan Cover Karikatur “Skandal

Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan” Pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 ... 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 74 5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... vi LAMPIRAN


(7)

ABSTRAKSI

ISMAIL MARZUKI, REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011)

Dalam penelitian ini peneliti menaruh perhatian terhadap adanya skandal politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam cover Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011. Majalah Tempo merupakan majalah yang memiliki karakter kuat dalam megkritik fenomena politik yang terjadi. Penelitian ini menunjukkan sebuah skandal yang dilakukan elit politik dalam memperkaya diri atau suatu golongan melalui tindak korupsi.

Skandal politik adalah skandal yang melibatkan para politisi atau pejabat pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi, terlibat dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu, tindakan ilegal, pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau melakukan praktik-praktik yang tidak etis. Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini untuk dianalisis dengan menggunakan model semiotik Charles Sanders Pierce.

Penelitian ini menganalisa penggambaran skandal politik yang melibatkan para tersangka cek pelawat atas pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada 2004. Dari karikatur ini dapat ditemukan motif yang mendasari tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yaitu Max Moein dan Megawati seperti yang digambarkan dalam karikatur pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011.

In this study the researcher to pay attention to the political scandal Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP) in TEMPO magazine cover edition of 28 February to 6 March 2011. Tempo magazine is a magazine that has a strong character in the critique of political phenomena that occur. This study shows a scandal that made the political elite to enrich themselves or in a group through acts of corruption.

Political scandal is a scandal involving politicians or government officials (public administration) who are accused of using and distributing political office for personal financial gain, is involved in various planning to do something, illegal acts, violation of public norms, such as corruption or practice-unethical practices. Several theories are used in this study to be analyzed using a semiotic model of Charles Sanders Pierce.

This study analyzed the portrayal of political scandals involving the suspects traveler checks on the election of Bank Indonesia senior deputy in 2004. From this caricature can be found motives underlying the actions of both sides of Max Moein and Megawati as depicted in the caricature in TEMPO Magazine 28 February to 6 March 2011.


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebuah partai politik merupakan organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. (Budiarjo, 1989: 159)

Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.

perubahan politik di Indonesia telah menempatkan partai yang memiliki peran dan pengaruh besar dalam pencalonan anggota DPR, hingga proses pemilihan presiden. Partai menjadi satu-satunya pintu masuk menuju tampuk kekuasaan, baik nasional maupun lokal.


(9)

2

Partai juga memainkan pengaruh penting dalam proses rekruitmen para pejabat negara, yang prosesnya diajukan presiden dan memerlukan persetujuan DPR. seperti pengangkatan Pangab, Kapolri serta Kepala Jagung (Kejaksaaan Agung). Kewenangan Dewan dalam proses rekruitmen politik itu merupakan sumber rent yang menggiurkan. Lihat saja kasus pemilihan Miranda Gultom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia, yang sampai saat ini belum menunjukkan titik terang.

Pada sisi lain, demokrasi membutuhkan biaya yang lebih besar di banding dengan sistem lain. Di Indonesia, peningkatan jumlah partai disertai dengan persaingan politik yang sangat ketat dan bahkan keras, membawa implikasi langsung terhadap besarnya beban biaya finansial bagi pengelolaan partai. Aspek pembiayaan partai merupakan tantangan serius, tidak hanya bagi sejumlah partai kecil yang gagal meraih kursi dalam pemilu legislatif, tetapi juga para partai besar yang telah mapan, seperti Golkar, PDI-P, PPP. Sementara keuangan partai umumnya mengandalkan dukungan dana pemerintah melalui APBN. Subsidi pemerintah bagi pendanaan partai tidak menguntungkan bagi perkembangan kepartaian, hanya menciptakan ketergantungan partai terhadap negara.

Dalam sistem multi-partai yang semakin terkonsolidasi, partai politik diharapkan semakin mandiri dalam pembiayaan, yaitu mengandalan keuangan partai terutama dari iuran anggotanya. Namun, harapan itu sulit diwujudkan, lebih-lebih dengan semakin lemahnya orientasi ideologi partai.


(10)

3

Pengurangan subsidi pemerintah dalam mendukung pendanaan partai telah membawa implikasi yang semakin kompleks. Pengurangan subsidi pemerintah telah mendorong partai mencari alternatif pendanaan secara legal dan boleh jadi illegal. Cara legal ditempuh dengan menarik sumbangan dari kader partai yang menjadi anggota dewan, alokasi tunjangan dewan hingga usulan dana aspirasi.

Aspek lain, praktek penggalangan dana partai secara tidak langsung, bahkan bisa jadi ilegal atau menabrak etika moral dapat terjadi dengan menyalurkan dana instansi pemerintah (Departemen dan BUMN) untuk kepentingan partai tertentu. Karena itu, keinginan partai yang bukan pemenang pemilu selalu "merapat" dengan partai pemerintah agar mendapat jatah menteri. Untuk itu, koalisi pun dibentuk. Partai semacam ini hampir dipastikan tidak dapat melakukan kontrol yang efektif kepada pemegang kekuasaan.

Dengan kata lain, keadaan politik di bangsa ini rentan dengan skandal politik yang mengikutinya pula. Berbagai partai politik memiliki cerita masing-masing mulai dari skandal politik sampai dengan skandal asusila. Apapun bentuk skandal itu, tetap saja memiliki citra yang negatif baik bagi oknum maupun partai politik yang menaunginya. Keadaan ini tentunya sangat menggangu iklim sebuah partai. Mental partai haruslah kuat untuk menghadapi badai cacian dari berbagai pihak terutama masyarakat. Karena hal ini mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partainya. Namun


(11)

4

setiap cerita skandal memiliki cara tersendiri dalam penanganannya. Salah satu cara ialah melalui penegakan hukum dan media.

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komuniator kepada khalayak atau masyarakat yang haus akan informasi. Sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media massa cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena sarat akan analisa yang mendalam dibanding media yang lainnya (cangara, 2005:128).

Komunikasi antara manusia dengan media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indera selanjutnya diperoses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap suatu hal sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media cetak sebagai salah satu media massa memiliki fungsi utama yaitu memberikan memberikan informasi kepada khalayak. Media cetak khususnya majalah berbentuk seperti baju, memiliki kualitas yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Sehingga informasi yang terkandung di dalamnya dapat dibaca berulang kali.

Kehadiran media massa merupakan salah satu gejala yang menandai kehidupan masyarakat modern dalam manyampaikan informasinya, media menpunyai cara pengemasan yang variatif dan beragam yang disesuaikan


(12)

5

dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan banyak faktor-faktor kepentingan yang lain.

Media cetak dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Karena media cetak memiliki kemampuan membawa pesan yang spesifik dengan penyajian yang mendalam. Majalah memiliki bentuk seperti buku yang mempunyai kualitas permanen sehingga bisa disimpan dalam waktu yang lama.

Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan zaman telah mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam bentuk cetak sederhana, dicetak di atas kertas dengan kualitas apa adanya. Maka saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menaik karena dicetak dengan kualitaas yang tinggi. Macam-macam majalah yang beredar saat ini sangat beraneka ragam seperti majalah anak-anak, majalah remaja, majalah dewasa, majalah olah raga, majalah keluarga, majalah politik, majalah pria, majalah wanita, dan lain-lain. Semakin banyak jumlah majalah yang beredar di masyarakat secara otomatis akan membuat pembaca menjadi selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka.

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar, dan iklan (Djuroto, 2002:32). Majalah mempunyai fungsi tidak hanya menyebarkan informasi yang ada di sekitar lingkungan masyarakat tetapi juga memberikan hiburan, baik dalam bentuk tekstual maupun visual seperti gambar.


(13)

6

Dalam buku Teori Komunikasi Visual (Kusmiati, 1999:36), mengatakan bahwa visualisasi adalah cara untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi jelas secara visual yang mampu menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa, merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan mengimjinasikan pada kejadian yang sebenarnya.

Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan “symbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat

terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau membaca sebuah majalah, yang diperhatikan pertama kali adalah sampul dan ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya pada ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak pembacanya. Pemilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti, dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut mampu menunjang pesan yang ingin disampaikan.


(14)

7

Gagasan menampilkan gambar tokoh atau simbol yang realistis diharapkan membentuk suasana yang emosional, karena dengan gambar dapat menciptakan imajinasi pembacanya tentang peristiwa yang terjadi. Sebagai saran komunikasi, gambar merupakan pesan non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Oleh karena itu maka gambar memiliki kemampuan paling kuat untuk menjelaskan isi pesan sekaligus memberikanpenekanan pada isi pesan. Gambar dalam karikartur sangat berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat pemahamannya, dan mudah dimengerti mengenai maksud pesan yang terkandung dengan menampilkan tokoh yang sudah dikenal. Gambar juga mempunyai kekuatan fleksibelitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula yang didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.

Pada penelitian ini peneliti memilih majalah TEMPO sebagai objek yang akan diteliti, karena majalah tersebut merupakan media massa (cetak) yang sering menampilkan beberapa karikartur sebagai sampul yang sifatnya kritis dalam memberikan informasi yang selalu terbaru (update) untuk khalayak di segala bidang (sosial, politik, dan ekonomi). Sehingga menjadikan TEMPO majalah yang terbaik pada industri penerbitan majalah di Indonesia.


(15)

8

Majalah TEMPO yang merupakan salah satu saluran komunikasi sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Arus komunikasi tejadi bukan lagi di dominasi oleh kekuasaan, tetapi lebih banyak dilakukan oleh praktisi komunikasi.

Tempo merupakan majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan karikartur maupun sketsa. Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik dalam setiap penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut majalah TEMPO juga pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal itu tidak membuat TEMPO terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan pers, TEMPO berhasil bangkit menjadi pemimpin untuk industri penerbitan majalah di Indonesia serta diterbitkan dalam skala nasional atau beredar di seluruh wilayah Indonesia (www.tempointeraktif.com).

Alasan penulis dalam mengambil objek penelitian Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) karena terdapat skandal politik yang dapat menyeret Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Berawal dari tersangka perkara cek pelawat dari PDI Perjuangan membelanjakan uang tersebut untuk kampanye Megawati. Merasa tersudut, kubu Banteng menyiapkan strategi untuk melindungi ketua umumnya. Dianggap menerima sepuluh lembar cek pelawat senilai Rp 500 juta pada 2004, Max Moein ditetapkan sebagai


(16)

9

tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, September tahun lalu. Ratusan cek ditebar ke anggota Dewan dari empat fraksi-PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta TNI/Polri-seusai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray Goeltom.

Menurut keterangan pada persidangan terdahulu, cek dibagikan pengusaha Nunun Nurbaetie lewat anak buahnya, Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo. Sebelum sampai ke tangan Max Moein, uang diterima Dudhie Makmun Murod, bendahara Fraksi PDI Perjuangan ketika itu. Lewat orang suruhannya, Dudhie menyerahkan lagi cek dalam amplop putih itu ke Max Moein. Karena mendapatkan cek melalui orang suruhan Dudhie, Max Moein merasa tidak pernah menerima suap. Max Moein berdalih juga bahwa cek tersebut digunakan untuk mendanai kampanye Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi yang disokong partainya dalam pemilihan presiden 2004.

Namun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menganggap bahwa tersangka telah melempar bola panas ke partai. Terkait dengan pengakuan tersangka dalam membelanjakan uang haram itu untuk kepentingan partai. Apalagi tersangka meminta Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dipanggil sebagai saksi meringankan. Padahal menurut Sekretaris Jendral Tjahyo Kumolo dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray Goeltom, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tidak tahu-menahu. Menurutnya (Tjahyo Kumolo) juga, kami yang


(17)

10

mengajukan nama Miranda ke Bu Mega. Dari tiga calon, yang terbaik Miranda. Partai menganggap pemanggilan tersebut bersifat politis. Itu sebabnya tim merekomendasikan Megawati tidak memenuhi pemanggilan.

Tidak sedikit pemberitaan mengenai skandal politik PDI Perjuangan yang diberitakan dengan unik, salah satunya melalui karikartur. Dan setiap visual ataupun gambar (karikartur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan muncul makna di balik pemberitaan tersebut. Oleh karena itu desainer-desainer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi salah satunya melalui karikartur tersebut.

Penelitian ini mengungkap makna yang terkandung pada cover

karikartur skandal politik yang menggambarkan Max Moein yang merupakan mantan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai tersangka korupsi yang digunakan sebagai peluru ketapel yang diarahkan pada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan tumpukan kayu, samen, dan bambu sebagai perlindungannya. Sehingga peneliti tertarik memilih cover TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011 karena meperlihatkan terjadinya skandal politik yang menyerang Ketua Umum PDIP.

Barangkat dari sinilah penelitian ini berawal. Melihat PDIP yang sedang mengalami skandal dengan pemberitaannya melalui Majalah TEMPO yang sekaligus menggambarkan karikarturnya pada cover edisi 28 Februari-6 Maret 2011. Sehingga peneliti tertarik untuk mengupas lebih dalam megenai skandal politik PDIP melalui cover karikartur tersebut. Penelitian ini


(18)

11

menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda dan yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lainnya, pengiriman dan penerimaan warna sebagai acuan untuk meneliti cover

karena warna memiliki makna yang bermacam-macam. Dengan pendekatan semiotik Pierce, berdasarkan tanda verbal dan tanda visual maka bisa dicermati pesan dalam proses penggambaran melalui petanda dan penandaan yang terbagi menjadi ikon, indeks, dan simbol. Maka pendekatan semiotik Pierce digunakan membedah Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011), sehingga didapat maksud yang menyeluruh dari tampilan cover tersebut akan memunculkan atau menghasilkan sebuah makna baru.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah: Bagaimanakah Representasi Skandal Politik Dalam

Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi


(19)

12

Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan landasan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada

Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan masukan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik, sehingga memberi makna bagi para pembaca majalah.


(20)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers,radio, televisi, film dan lainnya tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti, 2000:3).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1995:99).


(21)

14

2.1.2 Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen pembaca, artikel, sastra dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan, dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula beerisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah daripada surat kabar harian. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berta bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang populer sehinga mudah dipahami oleh masyarakat.

Menurut Juneadhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olah raga, film, dan seni.


(22)

15 2. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, poltik, dan ekonomi.

2.1.3 Majalah Sebagai Media Massa

Media massa seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media massa adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya (River, 2003:29).

Lain halnya dengan Wiryanto dalam buku Teori Komunikasi Massa, menjelaskan bahwa media massa adalah sebagian atau sejumlah besar dari peralatan mekanik itu dikenal dengan alat-alat komunikasi massa atau lebih populer dengan nama media massa, yang meliputi semua (alat-alat) saluran, ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai sejumlah penerima (komunikan, audience) yang luas serta secara serempak dengan kecepatan yang relatif tinggi (Wiryanto, 2002:2).

Media massa datang menyampaikan pesan yang beraneka ragam dan aktual tentang lingkungan, baik yang disekitar kita atau yang jauh dari kita. Dengan demikian media telah hadir sebagai alat untuk menyalurkan berbagai pesan bagi manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini media dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :


(23)

16

1. Media yang menyalurkan ucapan (The Spoken Words) termasuk juga yang berbentuk bunyi dan hanya dapat ditangkap oleh telinga,dinamakan juga The Audial Media (media dengar). Media yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah gendang, telepon, dan radio.

2. Media yang menyalurkan tulisan (The Printed Writing) dan hanya dapat ditangkat oleh mata, disebut juga The Visual Media (media pandang). Media yang termasuk dalam katergori ini antara lain adalah selebaran, pamflet, poster, brosur, spanduk, surat kabar, majalah, dan buku.

3. Media yang menyalurkan gambar hidup dan dapat ditangkap oleh mata dan telinga sekaligus, disebut The Audio Visual Media (media dengar pandang). Media yang termasuk katergori ini antara lain adalah film (termasuk video) dan televisi (Anwar Arifin, 2002:94).

Selain seperti yang dijelaskan di atas, media juga mengubah kontrol sosial. Paul Lazarfeld dan Robert k. Merton juga melihat media dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bukukan. Mereka mengatakan “kelompok-kelompok kuat kiat mengandalkan teknik mnipulasi memlalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih halus” (river, 2003:39).

Dalam penelitian ini, media yang digunakan merupakan salah satu dari media cetak yaitu majalah. Banyak alasan untuk memilih majalah


(24)

17

sebagai media yang dipakai, diantaranya adalah majalah mempunyai beberapa kekuatan, yaitu :

1. Beberapa majalah mampu menjangkau khalayak yang sangat luas, seperti majalah TEMPO yang memasarkan di beberapa kota besar di Indonesia.

2. Kemampuan untuk menjangkau khalayak khusus (selektivitas), di dalam masyarakat ada beberapa jenis tingkatan masyarakat yang tercipta karena addanya perbdaan, baik sosial, poitik, latar belakang budaya, pendidikan, dan lainnya.

3. Majalah terkenal karena umurnya yang lama (long life), berbeda dengan media lainnya, majalah sering digunakan untuk acuan dan dapat disimpan di rumah selama berminggu-minggu.

4. Majalah mempunyai mutu reproduksi yang tinggi, berdasarkan kualitas kualitatif majalah sebagai media dapat memberikan hal-hal yang berhubungan dengan seni, keindahan, mutu, keistimewaan, dan daya tarik kemewahan yang mampu menarik minat pembacanya. Ciri-ciri ini disebabkan karena tingkat mutu reproduksi yang tinggi dan isi editorial sekitar yang dihubungkan dengan kartu yang dibuat.

5. Majalah merupakan sumber yang sangat baik untuk memberikan suatu informasi dengan rinci dan menyamaikan informasi ini dengan penuh tanggung jawab (sence of authority). Karena isi editorial majalah seringkali menyajikan informasi-informasi yang mempengaruhi


(25)

18

kehidupan bermasyarakat dari berbagai segi bidang, sehingga kartunyang disampaikan menyajikan rasa tanggung jawab yang sama.

6. Kemampuan kreatif majalah untuk membuat pembaca terpengaruh dengan berita yang disajikan, sehingga mendorong pembaca untuk memikirkan peristiwa apa saja yang ada di sekitarnya, kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan pembaca untuk memilih sendiri majalah apa yang akan dibaca dan mengendalikan sifat majalah dibanding dengan media yang lebih mengganggu seperti radio dan televisi (Shimp, 2003:517-518).

Demikian dengan Staton (1986:195) mengemukakan bahwa majalah mempunyai segmen atau golongan-golongan pembaca tertentu, misalnya majalah khusus pria wanita juga remaja atau otomotif, dan lain-lain yang kini semakin banyak macamnya. Setiap majalah umumnya mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun mempunyai pasar yang lebih mengelompok.

2.1.4 Cover atau Sampul

Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat

terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau membaca dari sebuah majalah. Karena pada saat kita akan membeli atau membaca majalah, yang diperhatikan pertama kali ialah sampul dan ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya pada


(26)

19

ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya.

Permilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat mengainformasikan isi yang terkandung di dalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut mampu menunjang pesan yang ingin disampaikan.

2.1.5 Karikatur

Secara etimologis, karikatur berasal dari bahasa Italia, caricare

artinya melebih-lebihkan. Kata caricare itu sendiri dipengaruhi kata carattere, juga bahasa Italia yang berkarakter dan kata cara bahasa Spanyol yang berarti wajah. Menurut Lukman (1989) dalam Sumadiria (2005:8), perkatan karikatur mulai digunakan untuk peryama kalinya oleh Mossni, orang Perancis, dalam sebuah karyanya yang berjudul Divers

Figure. Sedangkan orang yang pertama kali mengenalkan caricature

adalah Lorenzo Bernini yang merupakan pemahat patung pada zaman renaissance. Dengan demikian,secara estimologis karikatur adalah gambar wajah dan karakteristik seseorang yang diekspresikan secara berlebih-lebihan.


(27)

20

Karikatur adalah defomasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya orang terkenal, dengan “mempercantiknaya” dengan penggambaran ciri khas lahiriyahnya untuk tujuan mengejek (Sudarta, 1987, dalam Sobur, 2006:138).

Senada dengan Sudarta, Pramon berpendapat bahwa sebetulnya karikatur adla bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Krikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik,yang muncul penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau aditorialcartoon, yakni versi lain dari editorial, tajuk rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut dengan karikatur (Sudarta, dalam Sobur, 2006:139).

Dalam Encyclopedia of The Art dijelaskan, karikatur merupakan representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebi-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana kritik sosial dan politik (Sumadiria, 2005:8).

Karikartur adalah produk suatu keahlian seseorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis psikologis,caar melobi, referensi bacaan maupun bagaimana memilih topik isu yang tepat (Sobur, 2006:140).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan


(28)

21

atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya karikatur dijadiakan serana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2005:140).

Dalam perkembanganya, sesuai dinamika persoalan yang dihadapi dan diliput pers, karikatur tidak hanya menunjuk kepada gambar wajah seseorang yang dilebih-lebihkan. Karikatur juga mencakupsemua peristiwa yang terjadi, diliput, dan menjadi sorotan pers. Ia bahkan termasuk karya seni grafis, yaitu suatu cabang dan bentuk seni lukis. Dalm penyajiannya dituntut pula akan selera indah sebagaimana hasil seni. Ini penting, karena ide yang bagaimanapun kuatnya akan berkuarang nilainya apabil atidak didukaung oleh kualitas gambar yang baik. Sebagaimana seni lukis, dalam karikatur juga dituntut selera komposisi untuk membuat gambar yang enak dipandang (Sumadiria, 2005:9).

Menggambarkan karikatur termasuk proses kreatif seorang ahli grafis sekaligus seorang jurnalis. Sebagai ahli grafis, ia harus dapat menyajikan gambar yang memenuhi kaidah komposisi gradsi dan aksentuasi secara tajam dan serasi. Sebagai jurnalis, ia pandai memilih topik yang sedang aktual, menyangkut kepentingan mesyarakat umum, dan mengemasnya dalam paduan gambar serta kata-kata yanga singkat, lugas dan sederhana.


(29)

22

Secara teknis jurnalistik, karikatur diartikan sebagai opini redaksi media dalam bentuk gambar yang sarat dengan muatan kritik sosial dengan memasukan unsur kelucuan, anekdot atau atau humor agar siapapun yang melihatnya bisa tersenyum, temasuk tokoh atau objek yang dikarikaturkan itu sendiri (Sumadiria, 2005:9).

Sebuah karikatur dikatakan efektif apabila karikatur itu telah menjalankan fungsinya, yakni karikartur harus membuat senyum untuk semua. Senyum untuk yang dikritik agar tidak marah, senyum untuk masyarakat yang merasa terwakili aspirasinya, dan senyum untuk sang karikaturis karena tidak terjadi apa-apa (Sumadiria, 2005:9).

2.1.6 Pendekatan Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani

semeon yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai

sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco,1979:16, dalam Sobur, 2006:95).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes,semiologip ada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal initidak dapat


(30)

23

dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (ti communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Kurniawan, 2001, dalam Sobur 2006:15).

Pada dasarnya istilah semiotika atau semiologi itu mengandung arti yang sama. Yang membedakan kedua istilah itu hanyalah para penggunanya. Mereka yang tergabung dalam kubu Charles Sanders Pierce akan senantiasa menggunakan kata semiotika. Sedangkan mereka yang bergabung dalam kubu Saussure, maka akan dengan setia menggunakan istilah semiologi, termasuk Roland Barthes. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu pada ilmu tentang tanda. Hanya saja ada kecenderungan, istilah semiotika lebih popular daripada istilah semiologi, sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya (Tommy Christomy, 2001 : 7). Satu-satunya perbedaan antara keduanya, menurut Hawkes adalah bahwa istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa inggris (Sobur, 2003 : 12).

Dalam ilmu komunikasi, pendekatan semiotik diaplikasikan untuk menjelaskan penggunaan tanda-tanda dalam pesan yang dikomunikasikan. Sehingga penelitian dengan menggunakan pendekatan semiotik dikategorikan sebagai suatu penelitian isi media (Mc.Quail, 1987:183).


(31)

24

2.1.7 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang,Yasraf Amir, 2006:24).

Representasi menunjjukan baik dalam proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang digunakan dalam bentuk-bentuk kongkrit. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, ddan sebagainya. Secara ringkas representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Menurut Struat Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”. Sedangkan dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di suatu tempat membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa” yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Menurut Struat Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstak. Kedua, “Bahasa” yang ada dalam kepala kita harus


(32)

25

diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem “peta konseptual” kita. Dalam proses kedua kita mengkonklusikan seperangkat rantai korespondensi antra “peta konseptual” dengan bahasa dan simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Korelasi antara “sesuatu”, “peta konseptual”, dan “bahasa/simbol”, adalah jantung dari produksi makna melalui bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memaknai sesuatu, memproduksi, dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena bahasa beroperasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tulis, lesan atau gambar. Kita mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita tentang sesuatu.

Untuk menjelaskan bagaimana makna representasi lewat bahasa bekerja kita bisa memakai tiga teori representasi yang dipakai sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan dari mana suatu makna berasal atau bagaimana membedakan antara makna yang sebenarnya dari sesuatu atau


(33)

26

imej dari sesuatu. Teori yang pertama adalah pendekatan efektif. Disini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Teori kedua adalah pendekatan internasional dengan menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga adalah pendekatan konstruksi, dalam pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi lewat bahasa yang kita pakai. Proses yang meghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi kita berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu dikostruksikan, diproduksi lewat proses representasi. Makna adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yng membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

Representasi berasumsi bahwa praktik pemaknaan berbentuk menjelaskan atau praktik lain di dunia secara sosial kepada dan oleh individu. Mengharuskan adanya eksplorasi pembentukan makna tekstual, serta menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi memiliki materialitas tertentu, yang melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Representasi diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks tertentu (Barker, Chris, 2004:9).


(34)

27

Dalam penelitian ini, representasi menunjukkan pada pemaknaan tanda-tanda dan simbol-simbol yang terdapat pada cover Majalah TEMPO.

2.1.8 Model Semiotik Charles Sanders Pierce

Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada perkembangannya sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Pierce menekankan pada hubungan antara tanda, obyek dan peserta komunikasi. Hubungan antara ketiga unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu makna,terutama antara tanda dan objeknya. Karena itu hubungan antara ketiganya tersebut disebut hubungan makna. Bila Pierce menekankan pada fungsi logika tanda, maka Sausure yang dianggap sebagai pendiri linguistik medern, lebih menekankan pada hubungan dari masing-masing tanda, dan menurut Saussure tanda merupakan obyek fisik yang penuh dengan berbagai makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realita dari makna seperti yang dikemukakan Pierce (Bintoro, 2002:12).

Pierce terkenal dengan teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Pierce sebagaimana dipaparkan Lechte (2007:227), seringkali mengulang-ilang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang.

Pierce menjelaskan istilah tanda (sign) yang merupakan representasi dari sesuatu di luar itu sendiri, yang disebut objek kemudian dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).


(35)

28

Model semiotik Charles S. Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga seperti berikut :

Gambar 1. Model Semiotika Pierce (Sumber : John Fiske, 1990:42)

Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda menunjukan pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu objek yang dipahami oleh seseorang. Interpretant merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda terhadap sebuah objek (Sobur, 2001:114).

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuan menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

Tanda


(36)

29

Gambar 2. Model Kategori Tanda (Sumber : John Fiske, 1990:47)

Pierce berpendapat bahwa model tersebut merupakan hal penting dan sangat fundamental dari hakikat tanda. Pierce mengungkapkan sebagai berikut : icon (ikon) adalah tanda yang hubungan antara tanda dan acuanya bersifat bersamaan bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan). Misalnya adalah potret dan peta. Potret merupakan ikonik dari orang yang berada di dalam potret tersebut, sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam peta tersebut. Index (indeks) adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu langsung pada kenyataannya. Misalnya adalah asap sebagai tanda adanya api. Symbol (simbol) adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara tanda dan acuan (berdasarka hubungan konvesi atau perjanjian). Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya merupakan simbol yang menandakan ketidaksetujuan yang terbentuk secara konvensional (Sobur, 2003:41).

Icon


(37)

30

2.1.9 Skandal Politik

Skandal adalah perbuatan yang memalukan, tindakan yang mengarah pada perbuatan buruk (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Skandal kerap melekat pada sosok perseorangan yang dikaitkan dengan moralitas. Skandal ialah insiden yang dipublikasikan yang melibatkan dugaan pelanggaran, aib atau pencabulan moral. Skandal dapat terjadi agar memperoleh keuntungan secara tidak wajar. Skandal sering dilibatkan dengan ikut sertanya para politisi atau penjabat dalam melakukan berbagai keuntungan secara tidak wajar untuk melakukan sesuatu di luar kesepakatan organisasi sehingga melanggar norma-norma umum oraganisasi tersebut (www.m.antikorupsi.org).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik merupakan hal-hal yang berkenaan dengan tata negara atau urusan yang mencakup siasat dan cara bertindak dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Skandal politik adalah skandal yang melibatkan para politisi atau pejabat pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi, terlibat dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu, tindakan ilegal, pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau melakukan praktik-praktik yang tidak etis.


(38)

31

2.1.10 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fungsi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu :

1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 2. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 3. Partai Katolik

4. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 5. Murba

Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat, kongres ini disebut dengan “Kongres Rakyat”(http://cangkang.vivanews.com/aff/news/read/121729megawati_a nulir_rekomendasi_pilkada_tabanan). Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut.


(39)

32

Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.

Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yang muncul antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan nama lain yaitu DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya mengusulkan 3 orang calon Ketua Umum yaitu Megawati, Dimyati


(40)

33

Hartono dan Eros Jarot, kemudian DPC Kota Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.

Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (http://www.pdiperjuangan.or.id/).

Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, Pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke-5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke – 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan. Meski sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan hanya mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR.

2.1.11 Beton, Kayu, Bambu sebagai Bahan Bangunan

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk banguna gedung, jembatan, jalan dan lain-lain. Beton berupakan satu kesatuan yang homogen. Beton ini didapat dengan cara mencampur agregat halus (pasir), agregat kasar (krikil), atau jenis agregat


(41)

34

yang lain dan air, dengan semen portlan atau semen hidrolik yang lain, kadang-kadang dengan bahan tambahan (additif) yang bersifat kimiawi ataupun fisikal pada perbandingan tertentu, sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air. Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan, dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat halus atau pasir), dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat terikat dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama. (http://www.ilmusipil.com/pengertian-beton-adalah).

Komponen bangunan masih sangat tergantung dari kayu, terutama dari bentuk kayu gergajian spesifikasi khusus, baik berfungsi sebagai komponen struktural (memerlukan perhitungan beban) maupun non struktura (tidak memerlukan perhitungan beban) (http://www.dephut.go.id /INFORMASI/PROPINSI/SUMSEL/bang_perumahan.html).

Pada umumnya, bagian-bagian bangunan yang dapat dibuat dari bambu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain untuk kegunaan yang sama. Bambu terdapat hampir di seluruh Indonesia. Bambu adalah bahan ramuan yang penting sebagai pengganti kayu biasa bagi penduduk desa. Penduduk desa menanamnya di halaman rumah, pada lereng gunung, sepanjang sungai atau jurang, dan sebagainya.


(42)

35

2.1.11 Karakteristik Huruf

Berikut ini beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh James Craig, antara lain sebagai berikut :

1. Roman

Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.

2. Egyptian

jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulakan adalah kokh, kuat, kekar, dan stabil.

3. Sans Serif

Ciri San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer, dan efisien.


(43)

36 4. ScriptHuruf Script

Huruf ini menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifat pribadi dan akrab.

5. Miscellaneous

Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.

2.2 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai sutu fenomena psikologi. Menurut Tjiptono (2005:150), mengungkapkan sejumlah wawasan penting mengenai respon psikologi dari masing-masing warna diantaranya sebagai berikut:

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi dan bahaya.

2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,

kebersihan dan keteraturan.

3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan dan pembaharuan.


(44)

37

5. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekerasan dan keangkuhan.

6. Orange : Energi, keseimbangan dan kehangatan.

7. Coklat : Tanah/Bumi, comfort, reability dan daya tahan.

8. Abu-abu : Intelek, kesederhanaan, dan kesedihan

9. Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan dan ketidakbersalahan.

10. Hitam : Power, sexsualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan dan keanggunan.

2.3 Kerangka Berfikir

Dalam memaknai suatu peristiwa atau objek, setiap individu mempunyai latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda. Dalam menciptakan pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk tampilan sampul (cover) karikartur, maka peneliti juga tidak lepas dari dua hal tersebut di atas. Dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian ini peneliti melakukan representasi terhadap tanda dan lambang dalam bentuk gambar dan tulisan pada cover karikartur pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 dalam hubungannya dengan konflik organisasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang diketuai Megawati Soekarnoputeri, menggunakan metode semiotik Charles Sanders


(45)

38

Pierce, sehingga dapat diperoleh hasil dengan interpretasi data mengenai kaitanya dengan kelangsungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Charles S. Pierce karena makna dalam cover karikatur “Skandal Politik” Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 (gambar kartun maupun tulisan) tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diproduksi dengan menggunakan tanda. Dari data-data berupa gambar dan tulisan, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode semiotik Pierce yang membagi antara tanda dan acuannya tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol hingga menghasilkan suatu interpretasi dengan merepresentasi skandal politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.


(46)

39

Sistematika tersebut digambarkan seperti berikut ini:

KARIKATUR

Representasi Skandal Politik

Dalam Cover

majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada

Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret

2011)

TEORI PIERCE

Ikon :

•Max Moein

•Megawati Soekarnoputeri Indeks :

•Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?

•AWAS MEGA!

Simbol :

•Banteng di padang rumput

•Baju warna merah

•Ketapel kayu

•Rangkaian kayu, beton, dan bambu

•Tangan manusia

Gasture

Background langit

HASIL REPRESENTASI

Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover

Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011)


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi

Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif-interpretatif yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda “tanda dan teks” sebagai obyek, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut. Sesuai dengan pandangan “paradigma” kritis, analisis semiotik bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interprestasi-interprestasi alternatif (Sobur, 2002:147). Dalam hal ini maka cover karikatur Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011 yang menjadi obyek penelitian ini akan diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang disampaikan oleh karikaturis mengenai skandal yang terjadi pada PDIP. Interpretasi yang didapat akan diperkuat oleh data-data yang berguna untuk memperkuat tafsiran tersebut.

Menurut Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif mempunyai prosedur penelitian yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan, tulisan serta gambar dan bukan angka-angka dari orang-orang dan prilaku yang diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara utuh. Metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan


(48)

diri dengan pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Ruslan, 2004:213).

Beberapa pernyataan di atas merupakan alasan peneliti untuk menggunakan metode kualitatif. Sedangkan penggunaan semiotika sebagai metode pembacaan di dalam berbagai cabang keilmuan menurut Cristomy dimungkinkan oleh karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang berbagai wacana sosial, seni, dan desain sebagai fenomena bahasa dan dapat pula dipandang sebagai “tanda”. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri (Sobur, 2004:134).

3.2 Definisi Operasional Konsep

Skandal adalah perbuatan yang memalukan, tindakan yang mengarah pada perbuatan buruk (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Skandal kerap melekat pada sosok perseorangan yang dikaitkan dengan moralitas. Skandal ialah insiden yang dipublikasikan yang melibatkan dugaan pelanggaran, aib atau pencabulan moral. Skandal dapat terjadi agar memperoleh keuntungan secara tidak wajar. Skandal sering dilibatkan dengan ikut sertanya para politisi atau penjabat dalam melakukan berbagai keuntungan secara tidak wajar untuk melakukan sesuatu di luar kesepakatan organisasi sehingga melanggar norma-norma umum oraganisasi tersebut (www.m.antikorupsi.org).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik merupakan hal-hal yang berkenaan dengan tata negara atau urusan yang mencakup siasat dan


(49)

cara bertindak dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Skandal politik berkaitan dengan skandal yang melibatkan para politisi atau pejabat pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi, terlibat dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu, tindakan ilegal, pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau melakukan praktik-praktik yang tidak etis.

Korupsi merupakan salah satu bentuk dari skandal politik. Di awal tahun 2011, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis penanganan kasus korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum sepanjang semester II tahun 2010. Tren korupsi yang terjadi mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2010 ini ditemukan 272 kasus korupsi yang terjadi baik di level pusat maupun di daerah. Aktor yang ditetapkan pada semester ini sebanyak 716 orang. Sedangkan potensi kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi sebesar Rp1,54 triliun.

Untuk kasus yang ditangani tiga aparat penegak hukum, hanya KPK yang mengalami penurunan jumlah kasus yang ditangani. Pada semester I 2010 jumlah kasus yang ditangani KPK sebanyak 14, sedangkan di semester II KPK hanya menangani sembilan kasus. Sementara Kepolisian mengalami peningkatan, dari 25 kasus di semester I, menjadi 37 di semester II. Begitupun Kejaksaan, dari 137 kasus di semester I, menjadi 226 kasus di semester II 2011 (http://hukumonline


(50)

.com/berita/baca/lt4d6532578544e/icw-jumlah-penanganan-perkara-kpk-menurun).

3.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah bagaimana hubungan konsep-konsep atau veriabel dengan penelitian, dalam hal ini maka konsep-konsep adalah Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).

Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011). Dalam penelitian ini merupakan pemberian makna terhadap gambar berupa karikatur tentang skandal politik yang yang menyeret PDIP khususnya Megawati Soekarnoputeri yang menjabat ketua umum partai tersebut.

Karikatur dibuat semenarik mungkin untuk membuat rasa penasaran khalayak meningkat, hal tersebut memiliki tujuan untuk melakukan tindakan timbal balik atas informasi yang digambarkan tersebut. Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) menimbulkan makna atau pengertian yang berbeda-beda pada setiap indvidu, tergantung dari sudut pandang mana individu tersebut memaknai. Inilah yang menjadi dasar batasan untuk diteliti


(51)

menggunakan studi semiotika Charles S. Pierce dengan mengkategorikan ikon, indeks, dan simbol.

3.3.1 Corpus

Corpus adalah kata lain dari sampel dan khusus digunakan untuk analisis semiotik dan analisis wacana. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dan memeilihara sebuah sistem dari kemiripan serta pembedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001:70). Corpus dalam Penelitian ini adalah tanda-tanda dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011), yang terdapat pada halaman cover majalah.

Berdasar pengamatan, peneliti tidak menemukan lagi karikartur pada edisi berikutnya yang mengangkat tema di atas. Mengingat cover karikatur tersebut hanya diterbitkan satu kali saja. Sehingga peneliti hanya bisa mengambil gambar karikatur tersebut untuk dijadikan sumber data atau corpus.


(52)

3.3.2 Unit Analisis

Unit analisis dari penelitian ini adalah tanda-tanda berupa gambar dan tulisan pada Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).

Unit analisis diidentifikasikan berdasarkan ikon, indeks, dan simbol yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiotik Pierce. Tanda-tanda tersebut berupa gambar yang ada dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011). Dengan menginterpretasikan segala bentuk penandaan baik berupa gambar maupun tulisan, peneliti membentuk pemaknaan tentang karikatur tersebut.

3.3.2.1 Ikon

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia


(53)

Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah Max Moein dan Megawati.

3.3.2.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah tulisan “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?”, tulisan “AWAS MEGA!”.

3.3.2.3 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat). Simbol dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah banteng di padang rumput, baju berwarna merah, gasture, pohon kelapa, ketapel, tangan manusia, background langit dan rangkaian kayu, beton, dan bambu.


(54)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dari :

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah karikatur pada cover Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011 yang menampilkan skandal politik yang terjadi pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan kemudian dianalisis menggunakan teori Charles S. Pierce. Data primer penelitian ini digunakan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam cover karikatur tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku literatur, buku catatan, internet, dan skripsi senior yang berhubungan dengan objek kajian yang sedang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa gambar dan kata-kata. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kulitatif, menjadi kunci jawaban terhadap apa yang diteliti.


(55)

Penelitian yang akan digunakan peneliti merupakan penelitian menggunakan meode semiotika. Dengan studi semiotika peneliti dapat memakai gambar dan pesan yang terdapat pada cover karikatur Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011. Serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini, kemudian akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasikan tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran karikatur tersebut.

Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam cover karikatur Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011, peneliti mengamati sign atau sistem tanda yang tampak kemudian memaknai dan menginterpretasikan dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari :

1. Obyek

Obyek adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah cover karikatur “Skandal Politik” Dalam Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011.

2. Sign

Sign adalah setiap bentuk makna yang bisa ditimbulkan oleh cover karikatur “Skandal Politik” Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011.


(56)

3. Interpretant

Interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah interpretasi dari peneliti.

Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas tiga kategori, yaitu ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol). Ketiga kategori dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Ikon

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah Max Moein, Megawati Soekarnoputri.

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia


(57)

Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah tulisan “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?”, tulisan “AWAS MEGA!”.

3. Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat). Simbol dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah banteng di padang rumput, baju berwarna merah, gasture, pohon kelapa, ketapel, tangan manusia, background langit, dan rangkaian kayu, beton, dan bambu.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Bintoro, Istas, 2002. Karikatur Sketsa Indonesia. FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Cangara, Havied, 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Cristomy, Tomy, 2001. Pengantar Semiotik Pragmatis Pierce : Non Verbal and Verbal dalam Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya. Jakarta : LP UI

Djuroto, Totok, 2002. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Fiske, John, 1990. Introduction To Communication Studies. New York : Routledge

Frick, Heinz, 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Yogyakarta : Kanisius

Junaedhi, Kurniawan, 1991. Ensiklopedia Pers Media. Jakarta : Parhesia

Liliweri, Alo, 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sobur, Alex 2004. Analisis Teks Media. Bndung : Remaja Rosda Karya

Sobur, Alex, 2004. Semiotik Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Sobur, Alex, 2006. Semiotik Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Sumadiria, Haris, 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama

Waluyanto, Heri Dwi, 2002. Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam Penyampaian Kritik Sosial. Surabaya : Nirmana Journal Vol 2 No 2 Universitas Petra hal 128-134)


(59)

Non Buku :

(http://www.pdiperjuangan.or.id/, diakses 9 Maret 2011)

(http://cangkang.vivanews.com/aff/news/read/121729megawati_anulir_rekomend dasi_pilkasa_tabanan, diakses 9 Maret 2011)

(http://nasional.kompas.com/read/2011/02/04/20040177/KPK.Tahan.24.Tersangk a.Cek.Pelawat, diakses 20 Mei 2011)

(http://kepustakaanpresiden.pnri.go.id/biography/idx.asp?presiden=megawati, diakses 20 Mei 2011).

(http://rimanews.com/read/20100803/1944/diganduli-skandal-century-mafia-pajak-dan-isu-gratifikasi-icw-minta-penetapan-dan, diakses 18 April 2011) (http://www.nicholaspackwood.com/ nonverbal_4b.html, diakses 23 Mei 2011)


(60)

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Majalah TEMPO

Majalah TEMPO adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi pertama TEMPO diterbitkan pada Maret 1971 yang merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah.

Majalah ini pernah dilarang oleh pemerintah pada tahun 1982 dan 21 Juni 1994 dan kembali beredar pada 6 Oktober 1998. TEMPO Juga menerbitkan majalah dalam bahasa Inggris sejak 12 September 2000 yang bernama Tempo Magazine dan pada 2 April 2001 TEMPO juga menerbitkan Koran TEMPO.

Pelarangan terbit Majalah TEMPO pada 1994 bersama dengan Tabloid Editor (tabloid) dan Tabloid Detik (tabloid), tidak pernah jelah penyebabnya. Tapi banyak yang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) TEMPO karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan “stabilitas negara”. Laporan utama membahas keberatan pihak terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie.


(61)

52

Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menyetujui pembreidelan TEMPO, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Indonesia.

Majalah Tempo sebelum bredel 1994 beberapa kali pernah menuliskan laporan yang bersifat investigasi, antara lain tentang kerusuhan Tanjung Priok, pembelian kapal bekas RI dari Jerman, dan sebagainya. Peliputan investigatif tampaknya mulai dipakai wartawan secara serius pada dekade 1990-an. Dan sejak reformasi bergulir tahun 1998, pelaporan investigatif banyak mendapat tempat dengan memberitakan kasus-kasus korupsi. Majalah yang dengan eksplisit memberi judul investigasi pada liputan mereka antara lain dwi-mingguan Tajuk, yang terbit tahun 1996. Tajuk menyatakan diri sebagai majalah berita, investigasi, dan entertainment. Sedangkan Tempo, setelah terbit kembali Oktober 1998, memuat rubrik tetap Investigasi, yang pada edisi pertama menelusuri soal pemerkosaan perempuan keturuan Cina pada kerusuhan Mei 1998 (http://www.tempointeraktif.com)

4.1.2 Cover Karikartur Skandal Politik Partai Demokerasi Indonesia Perjuangan Dalam Majalah TEMPO

Karikatur dalam cover Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 mengangkat tentang skandal yang terjadi pada massa kepemimpinan Megawati Soekarnoputeri. Berawal dari tersangka perkara cek pelawat dari PDI Perjuangan membelanjakan uang tersebut untuk kampanye


(62)

53

Megawati. Merasa tersudut, kubu Banteng menyiapkan strategi untuk melindungi ketua umumnya. Dianggap menerima sepuluh lembar cek pelawat senilai Rp 500 juta pada 2004, Max Moein ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, September tahun lalu. Ratusan cek ditebar ke anggota Dewan dari empat fraksi-PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta TNI/Polri-seusai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray Goeltom.

Menurut keterangan pada persidangan terdahulu, cek dibagikan pengusaha Nunun Nurbaetie lewat anak buahnya, Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo. Sebelum sampai ke tangan Max Moein, uang diterima Dudhie Makmun Murod, bendahara Fraksi PDI Perjuangan ketika itu. Lewat orang suruhannya, Dudhie menyerahkan lagi cek dalam amplop putih itu ke Max Moein. Karena mendapatkan cek melalui orang suruhan Dudhie, Max Moein merasa tidak pernah menerima suap. Max Moein berdalih juga bahwa cek tersebut digunakan untuk mendanai kampanye Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi yang disokong partainya dalam pemilihan presiden 2004.

Namun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menganggap bahwa tersangka telah melempar bola panas ke partai. Terkait dengan pengakuan tersangka dalam membelanjakan uang haram itu untuk kepentingan partai. Apalagi tersangka meminta Ketua Umum Megawati


(63)

54

Soekarnoputri dipanggil sebagai saksi meringankan. Padahal menurut Sekretaris Jendral Tjahyo Kumolo dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray Goeltom, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tidak tahu-menahu. Menurutnya (Tjahyo Kumolo) juga, kami yang mengajukan nama Miranda ke Bu Mega. Dari tiga calon, yang terbaik Miranda. Partai menganggap pemanggilan tersebut bersifat politis. Itu sebabnya tim merekomendasikan Megawati tidak memenuhi pemanggilan.

Karikatur dalam majalah TEMPO ini merupakan bentuk sindiran tentang skandal yang bisa saja menyeret PDIP terutama ketua partainya, Megawati Soekarnoputeri. Kekritisan karikartur majalah TEMPO ini bisa jadi “sentilan” yang dapat menjadi kontroversi bagi pembacanya maupun pihak tertentu karena skandal tersebut dapat memberikan citra negatif pada PDIP.

4.2 Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada cover karikatur Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011, peneliti dapat menyajikan hasil pengamatan terhadap gambar karikatur tersebut. Cover karikatur Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 merupakan penggambaran dari peristiwa skandal yang bisa menyeret Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terutama ketua partainya, yaitu Megawati Soekarnoputeri. Skandal tersebut yaitu berawal dari Max Moein sebagai tersangka perkara cek pelawat dari PDI


(64)

55

Perjuangan mengaku membelanjakan uang tersebut untuk kampanye Megawati. Merasa tersudut, kubu Banteng menyiapkan strategi untuk melindungi ketua umumnya. Dianggap menerima sepuluh lembar cek pelawat senilai Rp 500 juta pada 2004, Max Moein ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, September tahun lalu. Ratusan cek ditebar ke anggota Dewan dari empat fraksi-PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta TNI/Polri-seusai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray Goeltom. Partai menganggap pemanggilan tersebut bersifat politis. Itu sebabnya tim merekomendasikan Megawati tidak memenuhi pemanggilan.

Cover karikatur dalam Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 tersebut akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori dari Charles Sanders Pierce untuk mengetahui makna dari suatu pemgambaran karikatur. Untuk menginterpretasi gambar karikatur dalam cover Majalah TEMPO tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan matriks interpretasi yang akan mengidentifikasi menjadi ikon, indeks, dan simbol yang digunakan untuk mengemas tanda-tanda dan gambar-gambar yang ada dalam karikatur tersebut.


(65)

56

4.3 Analisis Data

Gambar karikartur pada cover Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 tersebut membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Ikon

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon dalam Representasi Skandal Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah Max Moein dan Megawati.

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam Representasi Skandal Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah tulisan “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?” dan tulisan “AWAS MEGA!”.


(66)

57

3. Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang bersifat arbirer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat). Simbol dalam Representasi Skandal Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) adalah banteng di padang rumput, baju berwarna marah, ketapel kayu, gasture, pohon kelapa, dan rangkaian bangunan dari kayu, beton, dan bambu.

Gambar 4.1

Gambar Karikartur dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011

Dalam Kategori Tanda Pierce

Ikon

•Max Moein dan Megawati Soekarnoputeri

Indeks

•Tulisan “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?” dan “AWAS MEGA!”

Simbol

•Banteng di padang rumput, baju warna merah, ketapel kayu, gasture, pohon kelapa, dan background langit


(1)

73

presiden 2004 yang mengusun Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi sebagai presiden dan wakil presiden. Merasa tak mengetahui dana tersebut Megawati yang merupakan Ketua Umum PDIP merasa bahwa pemangilan tersebut bersifat politis. Hal ini juga membuat panik para aktifis PDIP, sehingga berusaha melindungi ketuanya dari skandal politik yang bisa mencoreng nama baik PDIP.

Peneliti memaknai keseluruhan gambar karikatur majalah melalui tanda-tanda yang muncul yaitu dalam bentuk interpretasi. Dimulai dengan Max Moein yang digunakan lawan politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang digambarkan sebagai peluru ketapel (Max Moein) dan tangan penarik ketapel (lawan politik) untuk menyerang Megawati (Ketua Umum PDIP). Namun Megawati tidak tanpa pelindungan dalam perang seperti yang terlihat pada karikatur tersebut. Megawati menyiapkan perlindungan atau benteng untuk menghalau serangan tersebut yang digambarkan rangkaian tumpukan kayu, beton, dan bambu. Namun rangkaian tersebut tidak terlihat kokoh. Maka munculah tulisan “AWAS, MEGA!”. Tulisan itu muncul karena jika benteng tersebut hancur maka Max Moein berstatus sebagai tersangka korupsi dapat menyeret Megawati Masuk ke dalam skandal politik pada kasus cek pelawat pada 2004. Sehingga muncul tulisan berupa dua kalimat yaitu, “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?”.


(2)

74

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan Cover Karikatur “Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan” pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 diperoleh bahwa karikatur tersebut menampilkan Max Moein sebagai tersangka kasus korupsi cek pelawat atas pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia 2004 yang dimenangi oleh Miranda Swaray Goeltom. Max Moein sekarang merupakan tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sedangkan Megawati merupakan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Hubungan yang mengaitkan keduanya dalam karikatur ini adalah proses hukum Max Moein yang merupakan tersangka meminta KPK untuk memanggil Megawati sebagai saksi yang meringankan. Karena menurut keterangan Max Moein, dana cek pelawat tersebut digunakan untuk mendanai kampanye PDIP dalam pemilihan presiden 2004 yang mengusun Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi sebagai presiden dan wakil presiden. Merasa tak mengetahui dana tersebut Megawati yang merupakan Ketua Umum PDIP merasa bahwa pemangilan tersebut bersifat politis. Hal ini juga membuat panik para aktivis PDIP, sehingga berusaha melindungi ketuanya dari skandal politik yang bisa mencoreng nama baik PDIP.


(3)

75

Maka karikartur ini menggambarkan tanda-tanda yang muncul yaitu dalam bentuk interpretasi. Dimulai dengan Max Moein yang digunakan lawan politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang digambarkan sebagai peluru ketapel untuk menyerang Megawati (Ketua Umum PDIP). Namun Megawati tidak tanpa pelindungan dalam perang seperti yang terlihat pada karikatur tersebut. Megawati menyiapkan perlindungan atau benteng untuk menghalau serangan tersebut yang digambarkan rangkaian tumpukan kayu, beton, dan bambu. Namun rangkaian tersebut tidak terlihat kokoh. Maka munculah tulisan “AWAS, MEGA!”. Tulisan itu muncul karena jika benteng terseut hancur maka Max Moein berstatus sebagai tersangka korupsi dapat menyeret Megawati Masuk ke dalam skandal politik pada kasus cek pelawat pada 2004. Sehingga muncul tulisan berupa dua kalimat yaitu, “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke pusaran skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?”. Karikatur dalam cover Majalah TEMPO ini ditujukan untuk mengkritik dan menyindir masalah hukum dan skandal politik yang melibatkan dua ikon tokoh politik yaitu Max Moein dan Megawti yang digambarkan saling berperang. Dan gambar ini menunjukan adanya campur tangan pihak ketiga untuk menyulut terjadinya perang antara keduanya (Max Moein dengan Megawati).

5.2 Saran

Sikap reaktif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atas rencana Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Megawati Soekarnoputri dalam


(4)

76

perkara skandal cek pelawat terasa sangat janggal. Partai ini terkesan begitu kuat berusaha agar kaki ketua umumnya tidak menginjak lantai gedung komisi antikorupsi itu. Orang melihat Partai Banteng kurang menyokong gerakan pemberantasan korupsi dengan "pagi-pagi" menyatakan Megawati tak akan memenuhi panggilan KPK. Bahkan sejumlah pengurus partai seakan mengambil oper tugas KPK dengan buru-buru menyatakan Mega tak ada kaitannya dengan perkara rusuh ini.

Alasan menghadirkan bos Partai Banteng itu sebenarnya cukup kuat. Max Moein meminta pemimpin tertingginya itu menjadi saksi yang meringankannya. Seperti belasan rekannya anggota PDI Perjuangan yang dulu duduk di Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Max menjadi tersangka kasus cek pelawat. Ia diduga menerima suap berupa cek Rp 500 juta sebagai imbalan memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Alasan Max, uang yang diterimanya merupakan uang partai dan telah digunakan untuk kampanye mendukung Megawati dalam pemilihan presiden 2004.

Megawati semestinya tak menampik permintaan Max. Bila para pemimpin PDI Perjuangan beranggapan kasus ini terlalu jauh hubungannya dengan ketua umum mereka, Mega bisa menjelaskannya di KPK. Jelas kehadiran Mega di KPK akan dipolitisasi lawan politik mereka, tapi penghormatan kepada hukum seharusnya menjadi prioritas.


(5)

77

Sebagai pemimpin partai besar, Megawati justru harus menunjukkan diri juga patuh kepada hukum, menomorsatukan hukum di atas segalanya. Sebagai saksi meringankan, ia memang punya hak menolak permintaan itu. Tapi ia bisa disangka meninggalkan anak buah di saat sulit. Ini juga bisa dipakai lawan politik untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan seorang ketua partai. Sikap Mega ini bisa menjadi bumerang. Para kader PDI Perjuangan bisa berpandangan pemimpin mereka ternyata bukanlah tipe yang segera berdiri mati-matian membela anak buah.

Ketidakhadiran Megawati juga menyulitkan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan keterangan perihal asal-usul cek pelawat. Sejauh ini, asal-muasal cek itu memang masih gelap. Saksi penting yang disebut-sebut sebagai "koordinator" pembagian cek ke DPR, Nunun Nurbaetie, tak diketahui keberadaannya.

Melihat betapa licinnya para politikus ini berkelit, Komisi Pemberantasan Korupsi harus bekerja ekstrakeras mengumpulkan bukti telak agar para politikus tak banyak membuat "kejutan" di depan meja hijau. Komisi bahkan juga perlu menelisik kebenaran berita bahwa cek pelawat hanya mengalir ke kantong anggota PDI Perjuangan. Harus dipastikan dana itu tak masuk kas partai atau pucuk pimpinan partai.

Jika kemudian dana untuk memenangkan Miranda itu masuk kas partai, akibat politiknya tak kalah gawat. PDI Perjuangan bisa dinyatakan melanggar


(6)

78

hukum. Sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik, dana partai politik hanya bisa diperoleh dari sumbangan yang sah secara hukum.

Di sinilah pentingnya kesaksian Megawati. Dia perlu mengklarifikasi banyak hal yang berkaitan dengan urusan cek pelawat ini. Jelas tak mungkin instruksi memilih Miranda tak diketahui Mega sebagai ketua umum partai. Hadir memenuhi panggilan KPK bukanlah aib. Langkah itu bahkan menunjukkan penghormatan pada penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Bila yakin tak terlibat urusan cek pelawat, memenuhi panggilan KPK adalah pilihan paling masuk akal.


Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN COVER PADA MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Revolusi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 7 - 13 Februari 2011).

1 3 74

PEMAKNAAN KARIKATUR “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011).

0 0 79

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ).

0 1 95

Pemaknaan karikatur “Artalyta Suryani” Pada Cover Majalah Tempo (Studi semiotik Terhadap Cover Majalah Tempo Edisi Januari 2010). SKRIPSI.

2 9 79

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

2 4 79

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 )

0 0 16

PEMAKNAAN COVER PADA MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Revolusi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 7 - 13 Februari 2011)

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011)

0 0 19

REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari- 6 Maret 2011)

0 0 19

SKRIPSI PEREMPUAN DALAM POLITIK DI MEDIA MASSA (ANALISIS SEMIOTIK MENGENAI REPRESENTASI TRI RISMAHARINI DALAM COVER MAJALAH TEMPO DAN MAJALAH DIGITAL DETIK)

0 0 19