Miskonsepsi dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa kelas V sekolah dasar.

(1)

Kurniadi, Yuhanes Lilyk. (2015). Miskonsepsi Dalam Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian, dan Pembagian Bilangan Pecahan Biasa Kelas V Sekolah Dasar. (Skripsi). Yogyakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis serta penyebab miskonsepsi yang dialami siswa kelas V Sekolah Dasar mengenai materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini dikumpulkan melalui hasil tes tertulis dan hasil wawancara yang dilakukan oleh siswa kelas V Sekolah Dasar.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah ditemukan jenis miskonsepsi yang dialami siswa kelas V Sekolah Dasar yakni miskonsepsi teoritik. Terdapat beberapa faktor penyebab miskonsepsi, antara lain kurangnya minat belajar Matematika terutama terhadap materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa. Siswa juga tidak tahu cara mengerjakan soal dengan benar. Serta kurangnya pemahaman terhadap konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa secara benar.

Berdasarkan kesimpulan menunjukkan bahwa siswa kelas V Sekolah Dasar mengalami miskonsepsi Teoritik pada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.


(2)

Kurniadi, Yuhanes Lilyk. (2015). Misconception in Mathematics Learning, especially in addition, substraction, multiplication and division of fractions at 5th grade of elementary school. (Thesis). Yogyakarta. Faculty of teacher training and educational sciences. Elementary school teacher education, Sanata Dharma University.

The aims of this study is to know and describe the types and causes of misconception that occurs at 5th grade of elementary school, especially in addition,

subtraction, multiplication, and division of fractions.

This research is the development of qualitative descriptive methods. Research data is collected through a written test and interviews results, which conducted to the students at 5thgrade of elementary school.

The results of this research shows, misconceptions that occurs are teoritical concept misconception. The causes of misconceptions are students interested less in mathematics subject, especially against addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions. Students also don’t understand how to solve the problems on mathematical questions well. And the last is lack of understanding of the concepts against addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions correctly.

Based on conclusion show that students at grade 5th Elementary Schools experienced teoritical misconception on addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions.


(3)

i

MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN, DAN PEMBAGIAN

BILANGAN PECAHAN BIASA KELAS V SEKOLAH DASAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Yuhanes Lilyk Kurniadi

111134148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

ii

MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN, DAN PEMBAGIAN

BILANGAN PECAHAN BIASA KELAS V SEKOLAH DASAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Yuhanes Lilyk Kurniadi

111134148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tua saya yang telah mendukung serta selalu mendoakan saya dalam menyelesaikan Skripsi ini. Tidak lupa juga kepada kakak saya dan semua


(8)

vi

MOTTO

Jika tidak bisa menjadi yang terbaik, jadilah yang dapat

membahagiakan


(9)

(10)

(11)

ix ABSTRAK

Kurniadi, Yuhanes Lilyk. (2015). Miskonsepsi Dalam Pembelajaran

Matematika Materi Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian, dan Pembagian Bilangan Pecahan Biasa Kelas V Sekolah Dasar. (Skripsi). Yogyakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis serta penyebab miskonsepsi yang dialami siswa kelas V Sekolah Dasar mengenai materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini dikumpulkan melalui hasil tes tertulis dan hasil wawancara yang dilakukan oleh siswa kelas V Sekolah Dasar.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah ditemukan jenis miskonsepsi yang dialami siswa kelas V Sekolah Dasar yakni miskonsepsi teoritik. Terdapat beberapa faktor penyebab miskonsepsi, antara lain kurangnya minat belajar Matematika terutama terhadap materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa. Siswa juga tidak tahu cara mengerjakan soal dengan benar. Serta kurangnya pemahaman terhadap konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa secara benar.

Berdasarkan kesimpulan menunjukkan bahwa siswa kelas V Sekolah Dasar mengalami miskonsepsi Teoritik pada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.


(12)

x

ABSTRACT

Kurniadi, Yuhanes Lilyk. (2015). Misconception in Mathematics Learning, especially in addition, substraction, multiplication and division of fractions at 5th grade of elementary school. (Thesis). Yogyakarta. Faculty of teacher training and educational sciences. Elementary school teacher education, Sanata Dharma University. The aims of this study is to know and describe the types and causes of misconception that occurs at 5th grade of elementary school, especially in addition, subtraction, multiplication, and division of fractions.

This research is the development of qualitative descriptive methods. Research data is collected through a written test and interviews results, which conducted to the students at 5th grade of elementary school.

The results of this research shows, misconceptions that occurs are teoritical concept misconception. The causes of misconceptions are students interested less in mathematics subject, especially against addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions. Students also don’t understand how to solve the problems on mathematical questions well. And the last is lack of understanding of the concepts against addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions correctly.

Based on conclusion show that students at grade 5th Elementary Schools experienced teoritical misconception on addition, subtraction, multiplication, and division of ordinary fractions.


(13)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN, DAN PEMBAGIAN BILANGAN PECAHAN BIASA KELAS V SEKOLAH DASAR. Dalam penulisan ini, penulis mendapatkan bimbingan, saran, serta dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Ketua Program Studi

PGSD.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi PGSD. 4. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Dosen pembimbing I yang telah

membimbing serta memberi pengarahan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

5. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah membimbing serta memberi pengarahan dalam penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

6. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. Dosen III yang sudah

berkenaan hadir untuk menguji, memberikan saran serta komentar kepada penulis.

7. Fialistiana, S.Pd. Kepala Sekolah SD Kanisius Duwet yang telah berkenan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

8. M. Nova Kurniawati, S.Pd. guru kelas V yang sudah berkenan mau kerjasama dan memberikan izn untuk melakukan penelitian bersama siswa-siswi kelas V.


(14)

(15)

xiii DAFTAR ISI

COVER...

HALAMAN JUDUL ………...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...………... HALAMAN PENGESAHAN………...………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...………...

HALAMAN MOTTO... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..………...………... LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………... ABSTRAK ………...………...

ABSTRACT ………...………...

KATA PENGANTAR ………...………...

DAFTAR ISI ………...………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………... B. Batasan Masalah...………...………... C. Rumusan Masalah...

D. Tujuan Penelitian ………...…...

E. Manfaat Penelitian.... ………... F. Definisi Operasional………...………... BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka... 1. Definisi Matematika.... ………...…... 2. Pengertian Pembelajaran... 3. Pengertian Pembelajaran Matematika... 4. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar...

Hal. i ii iii iv v vi vii viii ix x xi xiii xvi xvii 1 1 3 3 4 4 5 7 7 7 8 9 10


(16)

xiv

5. Proses Belajar Matematika... 6. Pengertian Bilangan... 7. Jenis-jenis Bilangan... 8. Mengenal Konsep Bilangan Pecahan... 9. Operasi Penjumlahan Bilangan Pecahan Biasa... 10.Operasi Pengurangan Bilangan Pecahan Biasa... 11.Operasi Perkalian Bilangan Pecahan Biasa... 12.Operasi Pembagian Bilangan Pecahan Biasa... 13.Memahami Konsep... 14.Definisi Miskonsepsi... 15.Alasan Siswa Mempunyai Salah Konsep... 16.Penyebab Miskonsepsi... 17.Kiat-kiat Mengatasi Miskonsepsi... 18.Mendeteksi Miskonsepsi... B. Penelitian yang Relevan………...……... C. Kerangka Berpikir... BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ………...………...

B. Setting Penelitian... 1. Tempat dan Waktu Penelitian………...……...…... 2. Subjek Penelitian... 3. Objek Penelitian... C. Desain Penelitian...

1. Permintaan izin kepada Kepala Sekolah SD Kanisius Duwet... 2. Menyusun kerangka penelitian... 3. Penyebaran soal tes secara tertulis... 4. Identifikasi masalah ... 5. Melakukan pengambilan data... 6. Pencatatan terhadap hasil

dari pengambilan data (wawancara)... 7. Pengolahan Data...

11 13 13 14 16 16 17 17 18 19 21 23 26 27 29 36 38 38 38 38 39 39 40 40 40 40 41 41 41 41


(17)

xv

8. Melakukan Analisis Data... D. Teknik Pengumpulan Data... E. Instrumen Penelitian... 1. Wawancara... 2. Tes Uraian... F. Validitas Instrumen... G. Kredibilitas dan Transferbilitas... 1. Kredibilitas... 2. Transferbilitas... H. Teknik Analisis Data... 1. Reduksi Data (data reduction)... 2. Paparan Data (data display)... 3. PenarikanKesimpulandan Verifikasi

(conclusiondrawing/verifying)...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... 1. Deskripsi Lokasi Penelitian...………...…... 2. Deskripsi Hasil Penentuan Subjek Penelitian…………... 3. Pelaksanaan Penelitian...……...… 4. Analisis Data Penelitian... 5. Rangkuman Miskonsepsi Siswa... B. Pembahasan... BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………...…..

B. Keterbatasan Penelitian... C. Saran... 1. Bagi Peneliti Selanjutnya ………... 2. Bagi Guru... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 42 42 43 43 46 50 50 50 52 53 53 53 54 55 55 55 56 57 59 137 140 143 143 144 144 144 145 146 148


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Lembar Pedoman Wawancara Siswa... Tabel 3.2 Hasil Validasi soal... Tabel 3.3 Kualifikasi Skor Validasi... Tabel 3.4 Kisi-kisi Penulsan Soal Mata Pelajaran Matematika... Tabel 3.5 Hasil Korelasi Soal Objektif... Tabel 4.1 Subjek Wawancara... Tabel 4.2 Daftar Pelaksanaan Wawancara... Tabel 4.3 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 1 Subjek AR kode SiswaN23... Tabel 4.4 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 1 Subjek CL kode Siswa N24... Tabel 4.5 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 1 Subjek YN kode Siswa N10... Tabel 4.6 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 1 Subjek GD kode Siswa N8... Tabel 4.7 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 1 Subjek BR kode Siswa N2... Tabel 4.8 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 2 Subjek CL kode Siswa N24... Tabel 4.9 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 2 Subjek YN kode Siswa N10... Tabel 5.0 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 2 Subjek BR kode Siswa N2... Tabel 5.1 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 2 Subjek AR kode Siswa N2... Tabel 5.2 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 2 Subjek GD kode Siswa N2... Tabel 5.3 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 3 Subjek AR

44 47 47 48 50 57 59 64 70 75 81 86 92 96 100 105 109


(19)

xvii

kode Siswa N23... Tabel 5.4 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 3 Subjek CL kode Siswa N24... Tabel 5.5 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 3 Subjek GD kode Siswa N8... Tabel 5.6 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 4 Subjek CL kode Siswa N24... Tabel 5.7 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Soal Nomor 4 Subjek YN kode Siswa N10...

114

120

125

130


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Verbatim Siswa... Lampiran 2: Soal Tes Tertulis... Lampiran 3: Alternatif Jawaban... Lampiran 4; Nilai Siswa... Lampiran 5: Rincian Skor Setiap Indikator Atau Butir Soal... Lampiran 6: Hasil Validasi... Lampiran 7: Hasil Jawaban Siswa... Lampiran 8: Hasil Validasi Soal Tes... Lampiran 9: Hasil Validasi Wawancara... Lampiran 10: Surat Izin Penelitian... Lampiran 11: Biodata Penulis...

149 158 159 161 163 165 167 172 180 181 182


(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu sarana untuk mengemban ilmu pengetahuan siswa. Sekolah menjadi salah satu tempat pendidikan yang paling terpenting dan utama dalam mencari ilmu pengetahuan. Pada umumnya, siswa yang sudah sekolah pasti dihadapkan beberapa bidang mata pelajaran yang berbeda. Terutama mata pelajaran matematika sering menjadi bahasan bagi siswa karena terkadang siswa menganggap peajaran Matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit diantara mata pelajaran lain yang terdapat di sekolah. Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi Matematika (MSEB, 1989; Schoenfeld, 1992). Dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dengan siswa terutama pada pelajaran Matematika saling ada keterkaitan satu sama lain. Penguasaan materi dari guru yang diberikan atau diajarkan kepada siswa harus dapat tersampaikan dengan baik dan jelas. Karena materi Matematika merupakan materi pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus serta cara-cara maka perlu diasah dengan sungguh-sungguh serta berulang-ulang agar siswa mampu mengerti dan memahami konsep dengan benar.


(22)

Dalam belajar Matematika siswa perlu belajar secara terus-menerus dimaksudkan agar konsep yang dipelajari sungguh-sungguh dapat dipahami dan sesuai dengan konsep para ahli serta diharapkan tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2008: 2). Salah konsep atau miskonsepsi sering terjadi kepada siswa yang pada dasarnya siswa konsep awal yang dibawa oleh siswa sudah salah atau bertentangan dengan konsep para ahli atau ilmiah. Miskonsepsi siswa dapat disebabkan karena siswa sendirilah yang mengolah dan mencoba mengambil makna dan pengertian dalam dirinya (Suparno 1998: 28).

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD Kanisius Duwet mengenai miskonsepsi materi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dalam bilangan pecahan biasa mata pelajaran Matematika. Sebelum peneliti melaksanakan kegiatan penelitian di SD Kanisius Duwet tersebut, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi terkait materi pembelajaran mata pelajaran Matematika yakni penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dalam bilangan pecahan biasa kelas V. Proses pembelajaran di kelas sebenarnya sudah cukup kondusif dan melibatkan siswa untuk aktif. Tetapi ketika guru membagikan soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa peneliti melihat hasil jawaban siswa yang kurang benar. Peneliti juga melihat ada sebagian siswa merasa kesulitan dan


(23)

kebingungan dalam menjawab soal. Jawaban siswa sangat bervariasi ada yang tidak disamakan penyebutnya terlebih dahulu, ada yang langsung dikurangkan pembilang dengan pembilang penyebut dengan penyebut serta ada juga yang melakukan perkalian silang. Kebanyakan 50% siswa di kelas V berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, siswa mengalami kesalahan konsep cara penyelesaian dalam melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Maka dari itu melalui penelitian ini, peneliti akan mengetahui dan mendeskripsikan lebih dalam lagi mengenai kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa yang diajarkan guru dalam proses pembelajaran Matematika di kelas V SD Kanisius Duwet.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang tercantum di atas, penelitian ini dibatasi dalam mengetahui dan mendeskripsikan jenis dan faktor penyebab kesalahan konsep (miskonsepsi) penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa dalam proses pembelajaran Matematika di kelas V SD Kanisius Duwet.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut:


(24)

1. Apa jenis miskonsepsi yang dialami siswa di kelas V SD Kanisius Duwet pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa?

2. Apa penyebab terjadinya kesalahan konsep (miskonsepsi) mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa dalam mata pelajaran Matematika siswa di kelas V SD Kanisius Duwet?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan jenis miskonsepsi yang dialami siswa di kelas V SD Kanisius Duwet pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

2. Mengetahui dan mendiskripsikan penyebab terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa dalam mata pelajaran Matematika siswa di kelas V SD Kanisius Duwet.

E. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat : 1. Manfaat praktis

a) Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada guru tentang kesalahan terkait dengan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa,


(25)

sehingga diharapkan guru dapat mengajarkan konsep yang benar dan tidak terjadi kesalahan-kesalahan lagi.

b) Bagi Peneliti

Dapat mengetahui dan mendeskripsikan kesalahan-kesalahan dalam melakukan atau memecahkan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat menjadikan pengetahuan atau wawasan bagi semua Sekolah Dasar dalam mengatasi permasalahan mengenai salah konsep atau miskonsepsi baik yang dialami siswa maupun guru dalam materi pelajaran Matematika penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa

F. Definisi Operasioanal

1. Miskonsepsi adalah penggunaan konsep yang salah atau tidak akurat serta bertentangan dengan konsep para ahli atau ilmiah.

2. Pembelajaran Matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan serta mengembangkan berfikir siswa dalam menggunakan konsep-konsep Matematika.

3. Bilangan pecahan biasa adalah bilangan pecahan biasa yang sering disebut sebagai bilangan pecahan itu sendiri, yaitu bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk a/b, dengan a dan b adalah bilangan bulat dan b ≠ 0. Bilangan a disebut sebagai pembilang dan bilangan b disebut sebagai penyebut.


(26)

4. Operasi penjumlahan bilangan pecahan biasa adalah dengan mengubah

penyebut dua pecahan menjadi KPK-nya terlebih dahulu atau dengan rumus :

+

=

× + ×

×

5. Operasi pengurangan bilangan pecahan biasa adalah dengan mengubah penyebut dua pecahan menjadi KPK-nya terlebih dahulu atau dengan rumus :

=

×  ×

×

6. Operasi perkalian bilangan pecahan biasa adalah dengan mengalikan langsung antar pembilang dan antar penyebut kedua pecahan tersebut. Rumus:

×

=

×

7. Operasi pembagian bilangan pecahan biasa adalah dengan mengalikan

pecahan dengan pecahan yang telah dibalik pembilang dan penyebutnya. Rumus:

:

=

:


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka

1. Definisi Matematika

Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol yang diperlukan. Simbol-simbol itu penting untuk memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbulisasi menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga Matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis. Simbolisasi itu barulah berarti bila suatu simbol itu dilandasi suatu ide. Jadi, ide harus dipahami yang terkandung dalam simbol tersebut. Dengan perkataan lain, ide harus dipahami terkebih dahulu sebelum ide tersebut disimbolkan.

Secara singkat dikatakan bahwa Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif.

Menurut Susanto (2013: 183), Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep Matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. sedangkan dihalman yang berbeda menurut Susanto (2013 : 185), Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia


(28)

kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Matematika

merupakan ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol

yang diperlukan dan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk berfikir dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Pembelajaran Matematika

a) Pengertian pembelajaran

Menurut Susanto (2013: 185), pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Sedangkan pendapat menurut Dimayanti (dalam Susanto, 2013: 186), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dari beberapa para ahli yang mengemukakan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan di dalam kelas yang terdiri dari guru sebagai pendidik, serta siswa sebagai subyek yang dididik oleh guru itu sendiri. Diharapkan dalam pembelajaran di kelas siswa dapat secara aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diajarkan oleh guru dan guru juga harus mampu menyediakan berbagai sumber untuk belajar demi terwujudnya keaktifan siswa.


(29)

b) Pengertian pembelajaran Matematika

Sebagai sesuatu yang sifatnya praktis, Matematika merupakan ilmu tentang pola dan urutan. Matematika tidak membahas tentang molekul atau sel, tetapi membahas tentang bilangan, kemungkinan, bentuk, algoritma, dan perubahan. Sebagai ilmu dengan objek yang abstrak, Matematika bergantung pada logika, bukan pada pengamatan sebagi standar kebenarannya, meskipun menggunakan pengamatan, simulasi, dan bahkan percobaan sebagai alat untuk menemukan kebenaran (Mathematical Sciences Education Board, 1989:51).

Matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan (MSEB, 1989; lihat juga Schoenfeld, 1992). Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kereatifitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi Matematika.

Menurut Susanto (2013: 187), pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar. Yang terjadi interaksi saat pembelajaran Matematika.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dengan siswa untuk membangun kemampuan berfikir siswa,


(30)

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengontruksi pengetahuan baru untuk upaya penguasaan materi Matematika dengan baik.

c) Tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar

Menurut Susanto (2013: 189), secara umum pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan Matematika.

Menurut Depdiknas (2001: 9), kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran Matematika di sekolah dasar, sebagai berikut :

1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian serta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.

2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termaksuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.

3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan,dan sistem koordinat. 4. Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antar satuan dan

penaksiran pengukuran.

5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana. Seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, pengumpulan, dan menyajikannya.

6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara Matematika.


(31)

Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan dari beberapa para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran Matematika untuk tingkat Sekolah Dasar tidak lain adalah untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan serta mengembangkan berfikir siswa dalam menggunakan konsep-konsep Matematika.

3. Proses Belajar Matematika

Pembelajaran Matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui dan perlukan untuk belajar dan kemudian memberi tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik NCTM (dalam John A, 2000:20).

Matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbul-simbul, maka konsep-konsep Matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbul-simbul. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. karena itu, untuk mempelajari suatu materi Matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi Matematika tersebut. Karena kehirarkisan Matematika itu, maka belajar Matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar Matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Di dalam proses belajar Matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang belajar Matematika mesti melakukan


(32)

kegiatan mental. Dalam berpikir, orang menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam di dalam pikiran orang itu sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian tersebut terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditariklah kesimpulan. Tentunya kemampuan berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh intelegensinya. Dengan demikian terlihat adanya antara intelegensi dengan proses belajar Matematika.

Seperti yang telah dikemukakan, belajar itu berkenaan perubahan tingkah laku, sedang perubahan tingkah laku seseorang dipelajari melalui psikologi. Karena itu, belajar banyak disoroti dari sudut psikologi. Di dalam psikologi, para ahli psikologi kignitif mengakui adanya penstrukturan kognitif. Matematika juga mempelajari tentang struktur-struktur. Namun, sampai di mana atau seberapa jauh keselarasan antara struktur yang dimaksudkan dalam psikologi dan Matematika itu.

Dari penjelasan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses belajar Matematika didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Karena itu, untuk mempelajari suatu materi Matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi Matematika tersebut. Karena kehirarkisan Matematika itu, maka belajar Matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar Matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Di dalam proses belajar Matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir


(33)

bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang belajar Matematika mesti melakukan kegiatan mental.

4. Bilangan

1. Pengertian bilangan

Bilangan adalah sebuah konsep yang kompleks dan multi bentuk. Pemahaman yang kaya akan bilangan, yang merupakan pemahaman rasional, melibatkan banyak ide, hubungan, dan keterampilan yang berbeda. Sedangkan menurut pendapat Narno, dkk (2008 : 1), bilangan adalah keterangan tentang banyaknya anggota suatu himpunan. Bilangan bersifat abstrak namun dapat dikalikan, ditambah, dikalikan, dibagi maupun diurutkan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bilangan merupakan bilangan yang memiliki banyak anggota himpunan suatu himpunan serta bersifat abstrak.

2. Jenis-jenis bilangan

a. Bilangan riil adalah bilangan hasil penggabungan antara bilangan rasional dan irasional.

b. Bilangan imajiner adalah bilangan hasil pembagian dari dua bilangan bulat.

c. Bilangan irasional adalah bilangan yang tidak bisa dinyatakan dalam suatu pembagian pada dua bilangan bulat.

d. Bilangan pecahan biasa adalah bilangan pecahan biasa yang sering disebut sebagai bilangan pecahan itu sendiri, yaitu bilangan yang


(34)

dapat dinyatakan dalam bentuk a/b, dengan a dan b adalah bilangan bulat dan b ≠ 0. Bilangan a disebut sebagai pembilang dan bilangan b disebut sebagai penyebut.

e. Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri atas bilangan bulat positif dan bulat negatif.

f. Bilangan cacah adalah bilangan bulat positif yang dimulai dari angka nol (0) sampai positif tak terhingga.

g. Bilangan asli adalah bilangan bulat positif yang dimulai dari angka 1 sampai tak terhingga.

h. Bilangan prima adalah bilangan asli yang hanya tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan bilangan itu sendiri.

i. Bilangan ganjil adalah bilngan asli yang tidak habis dibagi 2 dan dimulai dari 1 sampai tak terhingga.

j. Bilangan genap bilngan asli yang habis dibagi 2 dan dimulai dari 2 sampai tak terhingga.

k. Bilangan komposit adalah bilangan cacah yang bukan nol (0), bukan satu (1), dan bukan bilangan prima.

l. Bialngan kompleks adalah bilangan yang terdiri atas bagian kongkrit (nyata) dan bagian imajiner (tidak nyata).

5. Mengenal konsep bilangan pecahan

Bilangan pecahan biasa adalah bilangan pecahan biasa yang sering disebut sebagai bilangan pecahan itu sendiri, yaitu bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk a/b, dengan a dan b adalah bilangan bulat dan b ≠


(35)

0. Bilangan a disebut sebagai pembilang dan bilangan b disebut sebagai penyebut.

Kegiatan mengenal konsep bilangan pecahan akan lebih berarti bila didahului dengan soal cerita yang menggunakan obyek-obyek nyata misalnya: apel, sawo, tomat, atau kue: cake, apem, dan lain-lain. Peraga selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan misalnya persegi, persegi panjang, atau lingkaran yang sangat membantu dalam memperagakan konsep pecahan.

Pecahan dapat diperagakan dengan cara melipat kertas berbentuk lingkaran atau persegi, sehingga lipatannya tepat menutupi satu sama lain. Selanjutnya bagian yang dilipat dibuka dan diarsir bagian yang dikehendaki, sehingga akan didapatkan gambar daerah yang diarsir atu diblok seperti di bawah ini.

Yang diarsir adalah yang diarsir adalah

Pecahan dibaca tiga per delapan. “3” disebut pembilang yaitu merupakan bagian yang diambil atau 3 bagian yang diperhatikan dari


(36)

keseluruhan bagian yang sama. “8” disebut penyebut yaitu merupakan 8

bagian yang sama dari keseluruhan.

6. Operasi penjumlahan bilangan pecahan biasa

adalah dengan mengubah penyebut dua pecahan menjadi KPK-nya terlebih dahulu atau dengan rumus :

+

=

× + ×

× Contoh:

Berapa

+ ?

Jawab:

a. Pertama, mencari KPK dari penyebut pecahan

dan

KPK dari 3 dan 5 adalah 15.

b. Mengubah penyebut kedua pecahan menjadi 15

=

×

×

=

=

×

×

=

c. Menentukan hasil penjumlahan kedua pecahan tersebut

+ = + =

jadi,

+ =

7. Operasi pengurangan bilangan pecahan biasa

adalah dengan mengubah penyebut dua pecahan menjadi KPK-nya terlebih dahulu atau dengan rumus :

=

×  ×

× Contoh:


(37)

Jawab:

a. Pertama, mencari KPK dari penyebut pecahan

dan

KPK dari 3 dan 5 adalah 15.

b. Mengubah penyebut kedua pecahan menjadi 15

=

×

×

=

=

×

×

=

c. Menentukan hasil pengurangan kedua pecahan tersebut

=

=

jadi,

=

8. Operasi perkalian bilangan pecahan biasa

adalah dengan mengalikan langsung antar pembilang dan antar penyebut kedua pecahan tersebut. Rumus:

×

=

×

contoh:

×

=

Hasil perkalian dua pecahan didapat dari:

a.

Perkalian pembilang dengan pembilang

b.

Perkalian penyebut dengan penyebut

9. Operasi pembagian bilangan pecahan biasa

adalah dengan mengalikan pecahan dengan pecahan yang telah dibalik pembilang dan penyebutnya. Rumus:

:

=

:


(38)

∶ =

× =

Hasil perkalian dua pecahan didapat dari:

a. Mengubah bentuk bilangan pecahan pembagian menjadi bentuk bilangan pecahan perkalian dengan membalikkan bilangan pecahan biasa yang bagian belakang

10.Memahami Konsep

Salah satu tujuan belajar mengajar adalah usaha agar siswa memahami konsep dan tingkat keberhasilan. Beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman seseorang akan suatu konsep antara lain: 1) dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri. 2) dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain. 3) dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum. 4) dapat menerapkan konsep untuk menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus, memecahkan masalah baik secara teoritis maupun secara praktis, memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi. 5) dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat. 6) dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya yang saling berkaitan. 7) dapat membedakan konsepsi yang benar dan konsepsi yang salah, dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam pokok bahasan (Hurt, 1970: 70-71; Martin, 1972: 138-140; Berg, 1991: 11, dan Kartika Budi, 1990).


(39)

Berdasarkan bentuknya konsep dapat dibedakan menjadi 3 jenis menurut Moh. Amien (Salirawati, 2010: 13), yaitu:

1) Konsep klasifikasional, mencangkup bentuk konsep yang didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta kedalam bagan yang terogranisir. Misal mengklasifikasikan konsep segitiga atau konsep trigonometri.

2) Konsep korelasional, mencangkup kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan, atau observasi-observasi yang terdiri dari atas dugaan terutama berbentuk formulasi prinsip-prinsip umum. misal konsep luas persegi panjang sebagai hasil kali dari panjang kali lebar.

3) Konsep teoritik, mencangkup bentuk konsep yang mempermudah kita dalammempelajari fakta-fakta atau kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Misalnya konsep titik, bilangan, himpunan.

11.Definisi Miskonsepsi

a) Miskonsepsi

Novak (dalam Suparno, 2005:4), mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sedangkan menurut Brown (dalam Suparno, 2005:4), menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya sebagi suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Beda lagi pendapat menurut Feldsine (dalam Suparno,


(40)

2005:4), menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Tetapi menurut Suparno (2005 : 2), miskonsepsi adalah konsep awal yang mereka bawa kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diterima para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Terakhir berdasarkan pendapat Flower (dalam Suparno, 2005 : 5), miskonsepsi adalah sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Kebanyakan peneliti modern lebih suka menggunakan istilah konsep alternatif daripada miskonsepsi. alasan mereka adalah:

(1) Konsep alternatif lebih menunjuk pada penjelasan berdasarkan pengalaman yang dikonstruksikan oleh siswa sendiri

(2) Istilah itu memberikan penghargaan intelektual kepada siswa yang mempunyai gagasan tersebut

(3) Kerap kali konsep alternatif secara konstektual masuk akal dan juga berguna untuk menjelaskan beberapa persoalan yang sedang dihadapi siswa (Wandersee, Mintzes, dan Novak, 1994).

Beberapa peneliti masih suka menggunakan istilah miskonsepsi dengan alasan:

(1) Istilah itu sudah mempunyai makna bagi orang awam

(2) Dalam pendidikan sains, istilah itu sudah membawa pengertian-pengertian tertentu sesuai dengan pemikiran sainstifik saat ini


(41)

(3) Istilah itu mudah dimengerti baik oleh para guru dan orang awam (Wandersee, Mintzes, dan Novak, 1994).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah penggunaan konsep yang salah atau tidak akurat serta bertentangan dengan konsep para ahli atau ilmiah.

12.Alasan siswa mempunyai salah konsep

a) Pemikiran representatif

Pemikiran representatif banyak digunakan oleh orang dalam menentukan probabilitas karena beberapa alasan, Tversky & Kahneman (dalam Suparno, 1998:20): (1) Pemikiran ini mudah diakses dan digunakan, (2) Dalam kenyataan seringkali kejadian-kejadian yang

probable biasanya lebih representatif daripada kejadian yang tidak probable terhadap populasi. Dengan kata lain ada kaitan antara kejadian

yang sering terjadi dengan probabilitas, (3) Ada kaitan antara besarnya frekuensi dengan representatifitas terhadap pupulasi.

b) Availabilitas

Banyak siswa menentukan besarnya probabilitas berdasarkan kejadian yang mudah diingat dalam pikirannya Tversky & Kahneman (dalam Suparno, 1998:20). Misalnya, mereka menyatakan bahwa banyak orang kena serangan jantung pada umur setengah baya, karena teringat beberapa orang kenalan yang kebetulan sakit jantung. Orang yang sering bertemu dengan perokok di desanya akan mengatakan bahwa prosentasi perokok di Indonesia besar, sedang yang kebetulan tidak teringat bahwa


(42)

ada temannya yang merokok, berpikir bahwa prosentase perokok adalah sangat kecil. Padahal secara statistis belum pasti benar.

c) Berpikir kausal yang tidak tepat

Mereka berpikir kausal karena dari pengalaman hidup mereka, rokok dapat menyebabkan sakit kanker. Tetapi mereka lupa bahwa tidak semua yang sakit kanker karena merokok Tversky & Kahneman (dalam Suparno, 1998:22).

d) Kepercayaan deterministik

Menurut Shaughnessy (dalam Suparno, 1998:22), siswa yang tidak percaya akan teori probabilitas atau teori kemungkinan, tidak akan menaruh perhatian pada persoalan probabilitas di sekolah.

e) Kesalahan pada main undi (Gamebler Fallacies)

Mereka memandang probabilitas sebagai proses yang selfcorrenting, dimana suatu penyimpangan pada suatu arah diimbangi dengan penyimpangan kearah yang berlainan untuk menjaga keseimbangan Tversky & Kahneman (dalam Suparno, 1998:22).

f) The law of small number (Hukum jumlah kecil)

Hukum jumlah kecil (The law of small number) memberikan kepastian bahwa sampel yang sangat banyak jumlahnya akan lebih mewakili populasi. Dengan kata lain, semakin besar sampelnya, semakin hasilnya mendekati populasinya.


(43)

Feschbein dkk (dalam Suparno, 1998:23) menemukan bahwa salah pengertian siswa banyak disebabkan oleh kekurangmampuan linguistik, logika dan matematik. Banyak siswa sebelum mendapatkan pelajaran formal sudah mendengar banyak istilah yang digunakan dalam probabilitas tetapi dengan pengertian yang lain seperti: kerapkali, selalu, random, probable, kesempatan, independen, kadang-kadang dll.

13.Penyebab Miskonsepsi

Menurut Suparno (2005 : 29), secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.

a) Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokan dalam beberapa hal, antara lain :

(1) Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal dibawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering mengandung miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa.

(2) Pemikiran asosiatif siswa, asosiasi siswa terhadap istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi.

(3) Pemikiran Humanistik, Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi.


(44)

(4) Reasoning yang tidak lengkap atau salah, miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah.

(5) Intiusi yang salah, intusi atau perasaan siswa yang dapat menyebabkan miskonsepsi.

(6) Tahap perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Siswa yang masih dalam tahap operasional concrete bila mempelajari bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tantang konsep bahan tersebut.

(7) Kemampuan siswa, siswa yang kurang berbakat kurang mampu dalam mempelajari materi sering mengalami kesulitan menangkap konsep dalam proses belajar.

(8) Minat belajar, siswa yang berminat cenderung mengalami rendah terjadi miskonsepsi dari pada yang tidak minat.

b) Guru atau pengajar

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Tidak menguasai bahan, tidak kompeten, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tida membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide, realisasi guru-siswa tidak baik.


(45)

Buku teks juga dapat menyebarkan miskonsepsi. Entah karena bahasanya sulit atau karena penjelasan tidak benar, miskonsepsi tetap diteruskan.

d) Konteks

a. Pengalaman siswa b. Bahasa sehari-hari c. Teman lain

d. Keyakinan dan ajaran agama e) Metode mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan miskonsepsi siswa.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan penyebab miskonsepsi adalah siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi pada siswa terjadi karena pengetahuan awal siswa, pemikiran siswa, pemahaman siswa yang berbeda, cara berfikir yang berbeda serta minat yang didalam diri siswa. Miskonsepsi pada guru terjadi karena guru kurang penguasaan dalam bahan materi serta tidak berkompeten, realisasi guru – siswa yang kurang. Buku teks terjadi karena keliruan dalam penulisan buku sehingga membuat miskonsepsi dalam salah tulis tingkat kesulitan dan yang lainnya. Konteks terjadi karena pengalaman siswa yang berbeda serta bahasa yang digunakan


(46)

biasanya berbeda dengan ilmiah yang dimaksud, teman diskusi juga salah, keyakinan dan agama. Cara mengajar terjadi karena metode yang digunakan guru kebanyakan tidak mengungkap miskonsepsi siswa.

14.Kiat-Kiat Mengatasi Miskonsepsi

Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi Miskonsepsi terdapat 3 cara yaitu:

a) Mencari atau mengungkapkan Miskonsepsi yang dilakukan siswa Secara umum kiat yang tepat dalam membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki oleh siswa dengan cara guru harus mengetahui pemikiran siswa tersebut. Dengan mengetahui cara berpikir siswa, cara menangkap serta gagasan siswa kita dapat mengetahui letak Miskonsepsi siswa dan kita dapat membantunya.

b) Mencari penyebab Miskonsepsi yang dialami siswa

Untuk menemukan penyebab Miskonsepsi yang dialami siswa, guru dapat melakukan wawancara secara langsung terhadap siswa tersebut. Guru juga bisa memberikan sebuah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa.

c) Mencari perlakuan yang sesuai untuk siswa.

Para pendidik dalam pembenahan miskonsepsi pada siswa haruslah mencari dan memilih metode atau strategi yang lebih cocok dengan situasi siswa yang mereka hadapi.


(47)

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kiat-kiat mengatasi miskonsepsi adalah mencari atau mengungkapkan Miskonsepsi yang dilakukan siswa yaitu dengan mencari tahu bentuk kesalahan atau miskonsepsi yang dialami siswa, mencari penyebab Miskonsepsi yang dialami siswa yaitu mencari tahu penyebab yang dialami siswa dalam menghadapi kesalahan atau miskonsepsi, mencari perlakuan yang sesuai untuk siswa yaitu mencari solusi yang bisa diberikan ke siswa yang mengalami miskonsepsi.

15.Mendeteksi Miskonsepsi

Cara mendeteksi Miskonsepsi yang dialami oleh siswa dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu:

a) Peta konsep

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Untuk dapat mengetahui adanya miskonsepsi pada siswa dalam peta konsepnya perlu juga diimbangi dengan wawancara. Dalam wawancara tersebut nantinya siswa diminta untuk menjelaskan gagasannya. Melalui ungkapan siswa berkaitan dengan gagasan pada peta konsep tersebut nantinya akan terdetiksi miskonsepsi yang dialami oleh siswa.


(48)

Yang dimaksud dengan tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu.

c) Tes Esai Tertulis

Guru mempersiapkan suatu tes esay yang memuat beberapa kosep. Dari tes tersebut nantinya dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa melalui jawaban-jawaban yang mereka tulis. d) Wawancara Diagnosis

Dalam hal ini guru dapat bertanya secara bebas mengenai hal-hal yang ingin diketahui. Sedangkan siswa dapat menjawab sebebas-bebasnya. Dari jawaban itulah nantinya akan terdeteksi miskonsepsi yang dialami siswa.

e) Diskusi dalam kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau henadak diajarkan. Melalui diskusi ini dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka tepat atau tidak. Yang perlu diperhatika oleh guru dalam hal ini adalah membantu agar setiap siswa berani untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang sedang dibahas.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mendeteksi miskonsepsi dengan peta konsep yaitu menditekasi terjadinya miskonsepsi dengan membuat peta konsepnya, tes


(49)

Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka yaitu tes pilihan ganda

untuk mengetahui pilihan jawaban anak, tes Esai Tertulis yaitu untuk mengetahui jawaban tulis anak, wawancara diagnosis yaitu melakukan wawancara untuk mengetahui kesalahan yang terjadi, diskusi dalam kelas yaitu melakukan diskusi untuk mengungkapkan gagasan siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Suganda Atma (2013) Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang berjudul

“Upaya Untuk Mengubah Miskonsepsi Siswa dalam Pokok Bahasan Suhu dan Kalor Lewat Konflik Kognitif”. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 68 siswa kelas XI IPA SMA Negeri 10 Yogyakarta, Jalan Godean 5 Ngupasan Yogyakarta. Metode pengumpulan yakni dengan soal tes konseptual dan wawancara. Hasil penelitian, peneliti melihat analisis jawaban siswa pada test konseptual, peneliti melihat ada banyak miskonsepsi siswa pada konsep suhu dan kalor, konsep kalor jenis dan kapasitas kalor, konsep perubahan wujud benda, serta konsep perpindahan kalor. Dari enam buah soal yang berkaitan dengan konsep suhu dan kalor (balok warna oranye), empat soal diantaranya menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi. Soal tersebut pada


(50)

nomor 1 (54,41%), nomor 2 (52,82%), nomor 4 (57,35%), dan nomor (94,12%). Dari empat buah soal yang berkaitan dengan konsep kalor jenis dan konsep kapasitas kalor (balok warna hijau), dua soal diantaranya menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi. Soal tersebut pada nomor 7 (89,41%) dan nomor 8 (88,24%). Hal yang menarik adalah kedua soal tersebut berkaitan tentang kalor jenis dan kapasitas kalor dari sebuah benda yang dipanaskan. Sementara untuk soal tentang kalor jenis dan kapasitas kalor dari sebuah benda yang didinginkan (soal nomor 9 dan 10), meskipun banyak siswa yang benar dalam memberikan jawaban, namun alasan yang dikemukakan oleh beberapa siswa masih kurang lengkap.

Jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep perubahan wujud juga tinggi (balok warna biru). Presentase jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep perubahan wujud benda yang dipanaskan (soal nomor 11) yakni sebesar 83,82%. Sedangkan presentase jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep perubahan wujud benda yang didinginkan (soal nomor 12) sebesar 77,94%.

Soal tentang konsep perpindahan kalor hanya atau buah soal, yakni soal pada nomor 13 (balok warna hitam). Soal tersebut untuk melihat konsep siswa mengenai perubahan dasar mereka


(51)

tentang kalor. Presentase jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal ini sebesar 42, 65%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suganda Atma (2013) di atas terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni membahas mengenai miskonsepsi. Tetapi terdapat juga perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suganda Atma meneliti pada mata pelajaran Fisika SMA tentang suhu dan kalor sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang mata pelajaran Matematika SD mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih (2008), Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang berjudul

“Pemahaman dan Miskonsepsi Siswa Kelas XI IPA SMA Stella

Duce Bantul Tentang Kalor”. Partisipan penelitiannya dipilih siswa

kelas XI IPA karena mereka telah diajarkan materi tentang kalor di SMP dan kelas XI IPA telah dikelompokkan berdasarkan jurusannya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis dan wawancara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari data tes tertulis dapat diketahui tingkat pemahaman partisipan mengani kalor. Skor siswa tertinggi adalah 37,5, presentase skor terendah 12,5 dan rata-rata presentase skor siswa adalah 24,44.


(52)

Berdasarkan interval skor pemahaman siswa terlihat bahwa 12 siswa kualifikasi pemahamannya sangat kurang atu 80% dari keseluruhan siswa. Berdasarkan interval skor pemahaman siswa terlihat tidak ada satu siswa yang kualifikasinya sangat baik, baik maupun cukup. Secara keseluruhan kualifikasi pemahaman siswa dapat dikatakan masih kurang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih (2008) di atas terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni membahas mengenai miskonsepsi. Tetapi terdapat juga perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih meneliti pada mata pelajaran Fisika SMA tentang kalor sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang mata pelajaran Matematika SD mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Christiana Titis Vidiarti (2011), Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang

berjudul “Pemahaman dan Miskonsepsi Siswa Kelas XII IPA SMA

Pangudi Luhur Sedayu Bantul Tentang Hukum II

Termodinamika”. Dalam penelitiannya dipilih siswa kelas XII IPA

karena mereka telah mempelajari hukum II termodinamika. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis dan wawancara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1)


(53)

pemahaman partisipan tentang konsep panas, ada enam partisipan yang diwawancarai dapat memahami bahwa ketika dua benda diletakkan saling bersentuhan, maka panas akan mengalir secara spontan dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Akan tetapi keenam partisipan yang diwawancarai beranggapan bahwa panas adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda. 2 dari 6 siswa yang diwawancarai beranggapan bahwa perpindahan panas dari besi panas ke dalam air yang dingin terjadi secara konveksi. Sedangkan 4 siswa berpendapat bahwa perpindahan panas dari besi panas ke dalam air yang dingin terjadi secara konduksi. (2) pemahaman pasrtisipan tentang siklus Carnot, sebagian besar partisipan tidak memahami siklus carnot. Sebagian besar siswa juga mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal hitungan tentang mesin panas dan mesin pendingin. Hanya 2 siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan tentang mesin panas, sedangkan untuk soal hitungan mesin pendingin hanya 1 pasrtisipan yang dapat mengerjakannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christiana Titis Vidiarti (2011) di atas terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni membahas mengenai miskonsepsi. Tetapi terdapat juga perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Christiana Titis Vidiarti meneliti pada mata pelajaran Fisika SMA tentang hukum II Termodinamika sedangkan penelitian yang


(54)

dilakukan peneliti tentang mata pelajaran Matematika SD mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Peneliti keempat yang dilakukan oleh Martina Tania Norika (2014), Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang berjudul

“Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya Pada siswa Di Empat Sekolah Menengah Atas Swasta Di Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Pemilihan kelas XI semester genap dan kelas XII semester ganjil yang terdiri jumlah siswa keseluruhan 95 siswa, karena materi tentang gaya baru diajarkan pada siswa kelas XI semester 1. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes pemahaman tentang konsep gaya masih sangat rendah. Ini terbukti dari hampir seluruh soal tidak ada yang dapat menjawab benar labih dari 50% dari jumlah skor siswa. Hasil skor rata-rata pemahaman siswa sebesar 19,38%+21,73%. Ini berarti siswa memiliki pemahaman yang sangat kurang terhadap konsep gaya secara keseluruhan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martina Tania Norika (2014) di atas terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni membahas mengenai miskonsepsi. Tetapi terdapat juga perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Martina Tania Norika meneliti tentang gaya sedangkan


(55)

penelitian yang dilakukan peneliti tentang mata pelajaran Matematika SD mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Penelitian yang kelima yang dilakukan oleh Rohmah, Ika lilatul (2013) Program Studi Pendidikan Metmatika IKIP PGRI Semarang dengan penelitian yang berjudul “Miskonsepsi dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Datar Segiempat Kelas 7 SMP Negri 34 Semarang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dilakukan siswa kelas VII-H SMP Negri 34 Semarang dalam menyelesaikan soal meteri pokok bangun datar serta untuk mengethui faktor penyebab miskonsepsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Faktor penyebab miskonsepsi diantaranya adalah (a) minat siswa untuk mempelajari konsep rendah,(b) sisw terbiasa memahami gambar berdasarkan apa yang ada dalam buku pada umumnya,(c) siswa terbiasa mencontek teman yang salah,(d) Pelajaran Matematika di sekolah lebih menekankan pada soal berkaitan dengan hitung menghitung.

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena membahas miskonsepsi. Penelitian tersebut membahas miskonsepsi pada pembelajaran Matematika materi bangun datar segiempat, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti membahas tentang miskonsepsi pada


(56)

pembelajaran Matematika materi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Jadi, penelitian yang telah dilakukan oleh Suganda (2013), Chatarina (2008), Christiana (2011), Martina (2014) dan Rohmah (2013) tersebut di atas sudah relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengenai miskonsepsi dalam Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan, Pengurangan, perkalian, dan

Pembagian dalam Bilangan pecahan biasa Kelas V SD.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi Matematika (MSEB, 1989; Schoenfeld, 1992). Akan tetapi terkadang bagi siswa mata pelajaran Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang paling sulit diantara mata pelajaran lain yang terdapat di sekolah. Dalam mempelajari materi Matematika terutama pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa siswa perlu belajar dengan sungguh-sungguh agar konsep yang dipelajari dapat dipahami dengan benar serta sesuai pada konsep para ahli dan diharapkan tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2008: 2). Tidak


(57)

jarang ada siswa yang masih mengalami salah konsep pada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa. Kesalahan yang sering terlihat adalah siswa tidak tahu cara dalam menyamakan penyebut serta cara penyelesaian dalam melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa yang masih belum benar. Siswa yang mengalami miskonsepsi juga dapat terlihat ketika melakukan kesalahan pada saat mengerjakan soal-soal Matematika. Dengan melakukan kegiatan wawancara dapat mendeteksi miskonsepsi yang dialami oleh siswa melalui jawaban-jawaban yang diungkapkan oleh siswa. Melalui kegiatan tersebut nantinya juga dapat terdeteksi faktor penyebab miskonsepsi yang dialami siswa tersebut.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan, untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis miskonsepsi serta faktor penyebab terjadinya miskonsepsi yang dialami siswa kelas V SD Kanisius Duwet pada materi Matematika mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.

Peneliti berharap dengan melakukan penelitian ini dapat berguna bagi guru untuk mengatasi terjadinya miskonsepsi atau salah konsep yang dialami siswa dalam pembelajaran Matematika Sekolah Dasar.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal terpenting suatu barang atau jasa Lexy J, (1989:25). Menurut Bogdan & Taylor (dalam Gunawan, 2013) penelitian deskriptif kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).

Menurut Sugiyono (dalam Gunawan, 2013) masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentatif, dan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan.

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Duwet, alasan peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan observasi peneliti di kelas V SD Kanisius Duwet terjadi miskonsepsi yang dilakukan guru kepada siswa dalam mengajar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa.


(59)

b. Waktu Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 10 Februari dan 12 Februari 2015. Secara rinci waktu penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

1. Tanggal 1 Oktober 2014 sampai dengan 1 Desember 2014, peneliti sudah melakukan penyusunan proposal penelitian. 2. Tanggal 5 Februari 2015, peneliti selanjutnya peneliti datang

ke SD Kanisius Duwet untuk meminta izin penelitian dengan membawa surat izin dari kampus.

3. Tanggal 10 dan 12 Februari 2015, peneliti melakukan penelitian di SD Kanisius Duwet serta melakukan pengolahan data penelitian.

4. Tahun 2015, rencananya peneliti sudah melakukan ujian skripsi atau pendadaran.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kanisius Duwet dengan jumlah 36 siswa. Alasan peneliti memilih siswa kelas V sebagai subjek penelitian karena materi bilangan pecahan biasa sudah ada di kelas V. 3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah miskonsepsi pada pelajaran Matematika tentang materi bilangan pecahan biasa biasa antara lain penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa biasa.


(60)

C. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, sebelumnya telah dirancang desain penelitian sedemikian rupa. Dan diharapkan dengan rancangan desain penelitian yang tersusun ini pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan lancar dan dapat dipertanggungjawabkan. Berikut rancangan atau langkah-langkah desain dalam penelitian ini:

1. Permintaan izin kepada Kepala Sekolah SD Kanisius Duwet. Sebelum pelaksanaan penelitian, hal yang paling penting adalah permintaan izin terlebih dahulu kepada pihak kepala Sekolah SD Kanisius Duwet agar program penelitian yang akan dilaksanakan mendapatkan persetujuan dan perizinan dari pihak Kepala Sekolah serta demi kelancaran dalam melakukan penelitian di SD Kanisius Duwet.

2. Menyusun kerangka penelitian.

Dengan melakukan penyusunan kerangka penelitian dimaksudkan untuk mengetahui dasar permasalahan obyek yang akan diteliti, tujuan penelitian serta alur pemikiran peneliti melakukan penelitian dan metode penelitian yang digunakan untuk pengambilan data tentang miskonsepsi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang terjadi di SD Kanisius Duwet. 3. Penyebaran soal tes secara tertulis

Untuk mengetahui letak dimana miskonsepsi yang dilakukan siswa serta seberapa besar siswa yang melakukan


(61)

miskonsepsi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa, maka dilakukan penyebaran soal tes yang berupa uraian atau essay.

4. Identifikasi masalah

Setelah diperoleh data dari hasil soal tes tertulis yang dikerjakan oleh siswa, maka peneliti dapat mengidentifikasi dan mengetahui berapa jumlah siswa yang menjawab benar tanpa terjadinya miskonsepsi dan dapat diketahui pula berapa jumlah siswa yang menjawab salah.

5. Melakukan pengambilan data

Dari siswa yang menjawab salah (narasumber) kemudian akan diwawancarai untuk mengetahui lebih dalam kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal tes tertulis tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

6. Pencatatan terhadap hasil dari pengambilan data (wawancara) Setelah mendapatkan data dari wawancara melalui rekaman video siswa yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal tes, langkah selanjutnya yaitu pencatatan atas jawaban pertanyaan wawancara yang diajukan oleh peneliti.

7. Pengolahan data

Sesudah pencatatan data sudah selesai, langkah berikutnya dengan mengolah data dengan mengetahui kualitas instrumen ditentukan oleh validitas isi, apakah soal yang diberikan dapat


(62)

mengungkapkan miskonsepsi siswa mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa. 8. Melakukan analisis data

Analisis data dilakukan dari data jawaban siswa dalam mengerjakan soal tes tertulis dan data jawaban siswa dalam menjawab pertanyaan wawancara yang diajukan oleh peneliti. D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni berupa soal tes uraian dan wawancara. Soal tes uraian sendiri bertujuan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan siswa dalam menjawab soal materi tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa. Selain itu, soal tes uraian juga bertujuan untuk mengetahui dengan mudah seberapa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menjawab soal serta dapat dijadikan sebagai alat untuk mendiskripsikan dan mengindikasi terjadinya miskonsepsi yang dialami siswa. Soal tes uraian akan dibagikan kepada seluruh subyek penelitian yang sudah ditentukan oleh peneliti. Selanjutnya jika data tes uraian sudah didapat, tahap berikutnya adalah dengan melakukan wawancara dengan beberapa siswa. Wawancara ini dilakukan berdasarkan siswa yang nilai tes uraian dibawah KKM 6,00. Peneliti akan memilih beberapa siswa yang mendapat nilai tes uraian dibawah KKM 6,00 untuk diwawancarai.


(63)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, Setyadin (dalam Imam Gunawan, 2013).

Wawancara yang digunakan peneliti adalah jenis wawancara terstruktur. Proses wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara tertulis yang berisi pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti kepada narasumber. Dalam wawancara terstruktur, pertanyaan-pertanyaan, runtutannya, dan perumusan kata-katanya sudah “harga mati”, artinya sudah ditetapkan dan tak boleh diubah-ubah.

Wawancara ini dilakukan kepada beberapa siswa yang nilai akhir pengerjaan soal uraiannya rendah dibawah KKM 6,0. Pokok aspek yang ditanyakan dalam wawancara berkaitan dengan konsep materi bilangan pecahan biasa biasa yakni penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Wawancara yang dilakukan ini bertujuan untuk menguatkan sebagai bukti bahwa siswa mengalami miskonsepsi serta dapat mengetahui letak miskonsepsi yang dialami siswa dalam konsep penjumlahan,


(64)

pengurangan, perkalian dan pembagian dalam bilangan pecahan biasa biasa.

Berikut pedoman wawancara yang akan diajukan kepada narasumber:

Tabel 3.1. Lembar pedoman wawancara siswa Lembar Pedoman Wawancara Siswa

No Aspek yang ditanyakan Hasil Jawaban

dari pertanyaan yang diajukan

1. Apa adik sudah melakukan penjumlahan pada bilangan pecahan biasa secara benar?

2. Bagaimana cara adik melakukan penjumlahan pada bilangan pecahan biasa?

3. Apa adik sudah melakukan pengurangan pada bilangan pecahan biasa secara benar?

4. Bagaimana cara adik melakukan pengurangan pada bilangan pecahan biasa?

5. Apa adik sudah melakukan perkalian pada bilangan pecahan biasa secara benar?

6. Bagaimana cara adik melakukan perkalian pada bilangan pecahan biasa?

7. Apa adik sudah melakukan pembagian pada bilangan pecahan biasa secara benar?

8. Bagaimana cara adik melakukan pembagian pada bilangan pecahan biasa?


(65)

Sebelum wawancara tersebut digunakan, peneliti menyerahkan kepada validator dosen Psikologi untuk menilai dan mengoreksi kekurangan yang terdapat pada pedoman wawancara tersebut. 9. Pada bagian mana yang menurut adik

sulit dalam melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan pecahan biasa?

10. Menurut adik, apakah cara yang adik gunakan dalam melakukan penjumlahan pada bilangan pecahan biasa sudah sungguh-sungguh benar?

11. Menurut adik, apakah cara yang adik gunakan dalam melakukan pengurangan pada bilangan pecahan biasa sudah sungguh-sungguh benar?

12. Menurut adik, apakah cara yang adik gunakan dalam melakukan perkalian pada bilangan pecahan biasa sudah sungguh-sungguh benar?

13. Menurut adik, apakah cara yang adik gunakan dalam melakukan pembagian pada bilangan pecahan biasa sudah sungguh-sungguh benar?

14. Bagaimana cara adik untuk menyamakan bilangan penyebut dalam penjumlahan pada bilangan pecahan biasa?

15. Bagaimana cara adik untuk menyamakan bilangan penyebut dalam pengurangan pada bilangan pecahan biasa?

16. Apakah dalam perkalian pecahan biasa jika bilangan penyebutnya berbeda harus disamakan terlebih dahulu?

17. Apakah dalam pembagian pecahan biasa jika bilangan penyebutnya berbeda harus disamakan terlebih dahulu?

18. Jika dalam penjumlahan pecahan biasa, apakah penyebut yang sama juga harus ikut dijumlahkan?

19. Jika dalam pengurangan pecahan biasa, apakah bilangan penyebut juga harus ikut dikurangkan?


(66)

Hasilnya validator berkomentar bahwa wawancara tersebut sudah baik dan menyarankan perlu perbaikan beberapa hal saja antara lain pengunaan bahasa dan tata tulis baku serta kesesuaian pertanyaan dengan permasalahan penelitian.

2. Soal tes uraian

Tes Tertulis adalah yang dilakukan dengan cara siswa menjawab sejumlah butir-butir soal dengan cara tertulis (Basrowi & Suwandi). Jenis tes tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk uraian atau essay. Soal tes uraian ini terlebih dahulu tidak langsung digunakan dalam proses penelitian. Tetapi, diuji cobakan dahulu di tempat Sekolah Dasar yang berbeda dengan tempat yang dijadikan proses penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui layak atau tidak layaknya butir-butir soal yang sudah dibuat sebelum digunakan dalam penelitian. Untuk mengetahui layak atau tidak layaknya butir soal sebelum diuji cobakan terdapat 2 orang validator soal yakni dosen yang kedua-duanya ahli dalam bidang Matematika. Dari kedua validator tersebut, ditugaskan untuk meneliti setiap butir soal dengan mengisi kolom dengan memberi tanda cek (√) yang terdapat dalam tabel validasi soal yang sudah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi.


(67)

3.2. Tabel hasil validasi soal dari 2 dosen validator: Hasil validasi soal

No Komponen Penilaian Skor (1-4) Jumlah Validator 1 Validator2

1 Kesesuaian SK, KD, dan Indikator

1 3 4

2 Kualitas perilaku yang dituntut dalam indikator mencerminkan kebutuhan perkembangan siswa

3 4 7

3 Kesesuaian indikator 1 dengan item soal yang diberikan

3 4 7

4 Kesesuaian indikator 2 dengan item soal yang diberikan

2 4 6

5 Kesesuaian indikator 3 dengan item soal yang diberikan

3 4 7

6 Kesesuaian indikator 4 dengan item soal yang diberikan

3 4 7

7 Bentuk instrument tes yang disajikan

3 4 7

8 Penggunaan Bahasa Indonesia dan tata tulis baku pada instrument tes

3 3 6

Jumlah skor 51

Rata-rata 6,37

Tabel 3.3. Kualifikasi skor validasi

Kualifikasi skor validasi

No Bobot Jumlah skor

terbobot

Kriteria 1. Keseluruhan instrumen sudah layak digunakan 76-100 Baik sekali


(68)

2. Keseluruhan instrumen sudah layak digunakan dengan revisi

51-75 Baik

3. Keseluruhan instrumen kurang layak digunakan 26-50 Kurang 4. Keseluruhan instrumen tidak layak digunakan 1-25 Kurang sekali

Berdasarkan dari kedua validator yang sudah memvalidasi soal tes tertulis di atas, validator meminta untuk memperbaiki atau merevisi soal tes tersebut. Hal-hal masih perlu direvisi antara lain:

a. Kesesuaian KI, KD, dan indikator

b. Kesesuaian indikator 2 dengan item soal yang diberikan c. Kesesuaian indikator 3 dengan item soal yang diberikan d. Penggunaan bahasa Indonesia dan tata tulis baku

Berikut hasil kisi-kisi soal tes uraian yang sudah direvisi: Tabel 3.4. Kisi-kisi Penulisan Soal Mata Pelajaran Matematika

KISI-KISI PENULISAN SOAL MATA PELAJARAN MATEMATIKA

No Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator

Soal No soal 1. Bilangan

5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan 5.2.1 Melakukan operasi penjumlahan dua pecahan dalam bentuk bentuk pecahan biasa Hitunglah hasil operasi penjumlahan di bawah ini!

1. + = 2. + = 3. + =


(69)

4. + =

2. 5.2.2

Melakukan operasi pengurangan dua pecahan dalam bentuk pecahan biasa Hitunglah hasil operasi pengurangan di bawah ini!

1. − = 2. − = 3. − = 4. − =

2

3. 5.3 Mengalikan

dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.3.1 Melakukan operasi perkalian dua pecahan dalam bentuk pecahan biasa Hitunglah hasil operasi perkalian di bawah ini!

1. × = 2. × = 3. × = 4. × =

3

4. 5.3.2

Melakukan operasi pembagian dua pecahan dalam bentuk pecahan biasa Hitunglah hasil operasi pembagian di bawah ini!

1. ∶ = 2. ∶ = 3. ∶ = 4. : =

4

Setelah instrumen soal tertulis sudah direvisi, selanjutnya peneliti akan mengetahui valid atau tidaknya soal tes tertulis tersebut dengan menggunakan aplikasi SPSS (terlampir). Hasilnya bahwa dari 4 item soal dinyatakan valid semua. Dapat dilihat dari rtabel =


(70)

0,349 untuk N=32, maka jika rhitung > dari rtabel maka dapat

dikatakan valid.

Tabel 3.5. Hasil Korelasi Soal Objektif

No. Item r. hitung r. tabel Keputusan

1 0,80 0,349 Valid

2 0,68 0,349 Valid

3 0,62 0,349 Valid

4 0,77 0,349 Valid

F. Validitas Instrumen

Instrumen ditentukan oleh validitas isi, seberapa besar kualitas soal tes untuk menunjukkan miskonsepsi siswa mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan biasa. Selain itu, untuk mengetahui layak atau tidaknya soal tes yang akan diujikan kepada siswa, peneliti mencoba mencari valid atau tidaknya soal dengan menggunakan aplikasi SPSS.

Dari hasil data SPSS yang sudah dilakukan oleh peneliti, menunjukkan bahwa 4 soal dinyatakan valid dan tidak ada yang perlu diperbaiki. Melihat hasil valid dari 4 soal tersebut, maka instrumen soal tes siap diujikan kepada siswa dalam penelitian.

G. Kredibilitas dan transferbilitas 1. Kredibilitas

Kreadibilitas atau derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. kredibilitas berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga


(71)

tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti (Moleong, 2006: 324).

Teknik pemeriksaan kreadibilitas yang digunakan dalam penelitian adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Sugiono, 2010: 330). Informasi yang diperoleh selalu dikomprasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda.

Triangulasi yang digunakan adalah Triangulasi metode. Triangulasi metode adalah mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berupa tes kemudian dilakukan wawancara yang mendalam dari informasi yang sama. Dari data yang diperoleh dengan pengumpulan teknik yang berbeda hasilnya akan dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan data yang lebih kuat validasinya.

Dalam penelitian ini untuk membuktikan kepercayaan hasil penelitian yang sudah dilakukan, pertama peneliti melakukan pengolahan data dari soal tes uraian dengan cara mengoreksi. Jika pengoreksian sudah selesai, tahap kedua yaitu dengan memilih beberapa siswa yang memiliki nilai dibawah KKM 6,00 untuk


(72)

mendeteksi serta mendeskripsikan masalah siswa yang mengalami miskonsepsi. Keempat, peneliti mendeskripsikan data dari beberapa hasil soal tes tertulis siswa yang sudah dipilih tersebut. Apabila peneliti menemukan keganjalan-keganjalan atas jawaban soal yang dikerjakan siswa, kemudian peneliti menuliskannya ke dalam tabel triangulasi. Kelima, keganjalan-keganjalan atas deskripsi jawaban soal siswa yang sudah ditulis tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil jawaban wawancara dengan siswa terkait untuk semakin memperkuat kepercayaan bahwa siswa benar-benar mengalami miskonsepsi. Keenam, apabila sudah dibandingkan tahap berikutnya adalah dengan menarik kesimpulan. Ketujuh tahap terakhir adalah dengan mencari penyebab terjadinya miskonsepsi yang dialami siswa.

2. Transferabilitas

Transferability atau derajat ketepatan adalah dapat deterapkan hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil (Sugiono, 2010:30). Peneliti melakukan tahap-tahap yang objektif dan terbuka karena peneliti berharap menjadi daya transfer bagi pembaca dalam melihat masalah miskonsepsi matematika tentang bilangan pecahan biasa. Ketika pembaca dalam situasi seperti ini atau ingin melakukan penelitian yang serupa sehingga peneliti bisa memberikan referensi untuk membantunya.


(73)

H. Teknik Analisis Data

Menurut Patton (dalam Basrowi & Suwandi, 2008:91) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Menurut Miles & Huberman (dalam Basrowi & Suwandi, 2008:92) mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain sebagai berikut:

1. Reduksi data (data reduction)

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dan mencari tema dan polanya. (Sugiyono, 2007:92). Dalam reduksi data ini, peneliti akan mengumpulkan seluruh data yang didapat dalam penelitian baik dari tes tertulis maupun hasil wawancara. Berikutnya peneliti mencari pokok permasalahan yang ada dalam data-data tersebut mengenai miskonsepsi.

2. Paparan data (data display)

Pemaparan data sebagai sekumpulan informasi tersusun, dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (Miles & Huberman, 1992:17). Tahap selanjutnya dalam analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah paparan data. Paparan data ini berupa data-data


(74)

permasalahan yang diambil dari keseluruhan data-data baik dari tes tertulis maupun hasil wawancara secara detail. Data-data yang akan dipaparkan yakni hasil tes tertulis yang dikerjakan siswa yang sudah dipilih oleh peneliti, hasil nilai dari tes tertulis siswa, serta hasil dari jawaban wawancara siswa yang sudah dipilih oleh peneliti.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion

drawing/verifying)

Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian dengan berpedoman pada kajian penelitian. Tahap akhir yang akan dilakukan penaliti dalam menganalisis data yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi. Peneliti akan menarik kesimpulan dari semua data-data yang diperoleh dari hasil analisi data. Kesimpulan yang disusun berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat. Kesimpulan tersebut berupa deskripsi serta fokus permasalahan yang diteliti.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Yuhanes Lilyk Kurniadi lahir di Gunungkidul,11 Maret 1993. Pendidikan dasar diperoleh di SD Negeri Kelor, Gunungkidul, Yogyakarta tamat pada tahun 2005. Pendidikan menengah pertama

diperoleh di SMP Kanisius Wonosari,

Gunungkidul, Yogyakarta tamat pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMA Dominikus Wonosari Kabupaten Gunungkidul, tamat pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, peneliti melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pendidikan di perguruan tinggi diakhiri dengan menulis skripsi yang

berjudul “MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI

PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN, DAN PEMBAGIAN BILANGAN PECAHAN BIASA KELAS V SEKOLAH DASAR”.