PENGARUH PENERAPAN METODE EXPERIMENTING AND DISCUSSION (ED) DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP.

(1)

PENGARUH PENERAPAN METODE EXPERIMENTING AND

DISCUSSION (ED) DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP

HASIL BELAJAR FISIKA DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

DEWI ELYANI NURJANAH 0905840

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

Pengaruh Penerapan Metode Experimenting And Discussion (Ed) Dalam Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Fisika Dan Sikap

Ilmiah Siswa Smp

Oleh

Dewi Elyani Nurjanah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam

© Dewi Elyani Nurjanah 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENERAPAN METODE EXPERIMENTING AND

DISCUSSION (ED) DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP

HASIL BELAJAR FISIKA DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP

Oleh :

DEWI ELYANI NURJANAH NIM. 0905840

Disetujui dan disahkan oleh : Pembimbing I

Dra. Heni Rusnayati, M.Si NIP. 196102021989012001

Pembimbing II

Dra. Hera Novia, M.T NIP. 196811042001122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 1968070311992032001


(4)

Pengaruh Penerapan Metode Experimenting and Discussion (ED) dalam Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMP

Dewi Elyani Nurjanah, NIM. 0905840; Pembimbing I : Dra. Heni Rusnayati, M.Si.; Pembimbing II : Dra. Hera Novia, M.T.; Jurusan Pendidikan Fisika

FPMIPA UPI Bandung; Tahun 2013

ABSTRAK

Hasil belajar fisika pada tingkat SMP kelas VIII tampaknya masih rendah, dimana hasil studi pendahuluan nilai rata-rata UTS siswa masih rendah, yaitu 5,2. Selain itu sikap ilmiah siswa masih minim berkembang, seperti sikap ingin tahu, teliti, kerjasama, berpikir kritis, dan objektif. Sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) dalam pembelajaran terhadap hasil belajar fisika dan sikap ilmiah siswa SMP. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-deskriptif. Populasi penelitian ini adalah siswa kela VIII SMPN 4 Bandung pada tahun ajaran 2012-2013 dengan sampel siswa kelas VIII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sample. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan kognitif (hasil belajar) berupa soal pilihan ganda 20 soal untuk pretest-posttest, angket sikap ilmiah diakhir pembelajaran pada kelas eksperimen, dan lembar observasi keterlaksanaan metode. Berdasarkan penelitian ini ternyata siswa yang mendapat pengaruh penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) mendapatkan hasil belajar fisika yang lebih baik dengan rata-rata hasil belajarnya 6,03 dibandingkan kelas konvensional dengan rata-rata 4,5, dari hasil uji T (Independent Sample T-Test) dengan taraf signifikansi 5%, dan nilai signifikansinya 0,000 ( <0,05), artinya dengan penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran, berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika pada ranah kognitif menjadi lebih baik dibandingkan kelas konvensional, dan sikap ilmiah siswa dapat berkembang dengan baik, dengan pencapaian rata-rata 82% (sangat baik), meliputi aspek sikap ingin tahu, sikap bekerjasama, sikap refleksi kritis, sikap respek terhadap data, dan sikap ketekunan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat dapat mengemas materi dan langkah pembelajaran lebih baik lagi, agar materi dapat tersampaikan dengan baik.


(5)

ABSTRACT

Learning outcomes of physics at the junior high school in class VIII apparently still low, the results of a preliminary study of the average value of mid-semester students is still low at 5,2. Besides the scientific attitude of students was minimal developed, such as the curious attitude, meticulous, collaboration, critical thinking, and objectivity. So this research is to find out how to influence the Experimenting and Discussion (ED) method on learning outcomes of physics and scientific attitudes at junior high school students. This research is quantitative-descriptive. The population was students in class VIII Junior High School 4 Bandung in the academic year 2012-2013 with a sample of eighth-grade students as an experimental class F and class VIII-C as a control class. Sampling was conducted with a purposive sample technique. The instrument research that used was a cognitive domain test, it was a 20 multiple choice questions for the pretest-posttest, scientific attitude questionnaire was given at the end of learning of the experimental class, and observation sheets to evaluate methods ED. Based on this study, students who are under the influence of Experimenting and Discussion (ED) method get better learning outcome of physics with an average of 6,03 compared to the conventional class with an average of 4,5 and the results of T- tests (Independent Sample T-Test ) with a significance level of 5%, it turns out its significance value of 0.0000 or less than 0.05, suggesting that the application of the experimenting and disscussion (ED) method in learning, significantly influence the cognitive learning outcomes. Scientific attitude of students was develop well, with average achievement 82% (very good), covering aspects curiosity, co-operation, critical reflection, respect for evidence, and perseverance.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Variabel Penelitian... 8

G. Definisi Operasional ... 8

H. Hipotesis Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Metode Experimenting and Discussion (ED) ... 10

B. Hasil Belajar ... 16

C. Sikap Ilmiah ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Metode Penelitian ... 27

B. Desain Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27


(7)

E. Prosedur Penelitian ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Teknik Analisis Instrumen Tes Kemampuan Kognitif ... 33

H. Teknik Pengolahan Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 87 RIWAYAT HIDUP PENULIS


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta ini berjalan dengan segala keteraturannya. Salah satu bagian dari IPA adalah Fisika. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana fenomena-fenomena alam dapat terjadi. Hal ini menjadi suatu hal yang dapat membuat manusia tertarik untuk mempelajari fisika lebih dalam lagi, karena dengan mempelajari fisika manusia akan dapat mengetahui bagaimana suatu fenomena dapat terjadi, apa rahasia dibalik terjadinya hal tersebut.

Mempelajari fisika sebagai bagian dari IPA sudah dimulai saat manusia masuk sekolah dasar. Disini siswa diperkenalkan IPA terlebih dahulu, yang mencakup fisika, biologi, dan kimia didalamnya. Selanjutnya pada tingkat SMP, disini fisika mulai diperkenalkan sebagai bagian dari IPA yang mulai dipelajari terpisah oleh siswa dan termasuk kedalam IPA Terpadu. Pada tingkat SMP siswa mulai mempelajari fisika lebih dalam dibandingkan saat di sekolah dasar. Pada tingkat SMP siswa mendapatkan konsep fisika yang harus benar-benar siswa kuasai sebagai bekal untuk mempelajari fisika pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi di tingkat SMA. Sehingga pemahaman dan penguasaan konsep fisika pada tingkat SMP sangat penting. Proses pemahaman dan penguasaan konsep fisika sebaiknya tidak dilakukan dengan menghafal rumus dan teori. Akan tetapi kebanyakan siswa cenderung belajar fisika dengan cara menghafal saja, tanpa mempelajari lebih lanjut untuk menguasai konsepnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas F. Staton yang menyatakan bahwa :

Kebanyakan di antara ahli-ahli psikologi dan guru-guru memandang belajar itu sebagai kelakuan yang berubah. Definisi yang praktis ini mengadakan pemisahan pengertian yang tegas antara pengertian proses belajar dan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan. Mempelajari, dalam arti memahami fakta-fakta sama sekali berlainan daripada menghafal fakta-fakta-fakta-fakta. Banyak pengajar


(9)

kurang sepenuhnya menyadari perbedaan tersebut. Suatu program pengajaran seharusnya memungkinkan terciptanya suatu lingkungan yang memberi peluang untuk berlangsungnya proses belajar yang efektif.

Dari kutipan di atas, jelas terlihat bahwa saat ini metode belajar yang diterapkan di sekolah secara tidak langsung membuat siswa hanya menghafal apa yang guru sampaikan saja. Fisika sebagai bagian ilmu pengetahuan alam yang sudah diperkenalkan dari semenjak sekolah dasar dan berisi fakta-fakta tentang alam semesta, hanya dihafalkan saja oleh siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa hanya melihat fisika sebagai ilmu hafalan rumus-rumus yang tidak berkaitan dengan alam semesta. Dengan hanya menghafal saja, hasil yang diharapkan dari pembelajaran fisika menjadi tidak maksimal

Di SMP siswa sudah mulai diperkenalkan dengan materi IPA yang lebih kompleks dari SD. Pada tingkat SMP, IPA disini adalah IPA terpadu yang mana terdapat beberapa bagian ilmu, yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Pembelajaran IPA di tingkat SMP sendiri memiliki tujuan diantaranya :

1. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Dari kedua tujuan pembelajaran IPA pada tingkat SMP diatas, secara singkatnya siswa diharapkan dapat memahami bagaimana IPA untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apabila hal ini dapat dicapai oleh siswa maka hasil belajar IPA dapat tercapai dengan baik, begitupun dengan fisika yang merupakan bagian dari IPA. Menurut Sumoharjo (Soemantri ,2011) menyatakan bahwa :

Hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru. Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah hasil belajar merupakan nilai yang diperoleh siswa terhadap suatu mata pelajaran tertentu.


(10)

Selain itu dari tujuan dari pembelajaran IPA diatas tidak hanya menekankan pada hasil belajar pada ranah kognitif yang harus tercapai dengan baik, tapi juga diharapkan terbentuk sikap-sikap yang baik dari pembelajaran tersebut. Fisika yang merupakan bagian dari IPA sangat berperan dalam mencapai tujuan pembelajaran IPA diatas. Dengan pembelajaran eksperimen dalam fisika layaknya seorang ilmuwan, diharapkan siswa dapat mengembangkan sikapnya menjadi lebih baik.

IPA sangat erat kaitannya dengan seorang ilmuwan yang melakukan eksperimen dengan prinsip kerja ilmiah. Dalam bekerja ilmiah seorang ilmuwan harus memiliki sikap-sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang diharapkan muncul dan terbentuk dari hasil proses pembelajaran IPA dan diikuti dengan metode ilmiah. Metode ilmiah dilakukan saat melakukan suatu eksperimen. Sikap ilmiah pun diharapkan dapat tumbuh pada sikap siswa dengan dilaksanakannya suatu pembelajaran eksperimen di dalam kelas. Sedangkan menurut Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa :”Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecenderungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.”

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.22 tahun 2006, yang menyatakan bahwa :

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.


(11)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka pembelajaran IPA seharusnya merupakan proses penemuan fakta, konsep, dan prinsip, kemudian siswa memahami dan menguasainya, kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, untuk dapat menghasilkan hasil dari belajar fisika yang baik dan sesuai tujuan tersebut, selain itu dalam prosesnya diharapkan pula berkembang sikap-sikap ilmiah dalam diri siswa. Akan tetapi setelah dilakukan analisis terhadap hasil angket pada studi pendahuluan terhadap siswa SMP di Bandung untuk kelas VIII, diperoleh informasi bahwa :

1. Siswa SMP kelas VIII 82,86 % kurang menyukai proses pembelajaran fisika yang cenderung ceramah saja, karena sekitar 68,57% lebih menyukai pembelajaran fisika dengan eksperimen. Akibatnya mereka cenderung menghafal dalam mempelajari fisika.

2. Nilai rata-rata UTS fisika pada semester satu untuk keseluruhan kelas VIII tergolong rendah, yaitu 5,2 masih sangat jauh di bawah KKM yaitu7,0. Hal ini menunjukan hasil belajar fisikanya masih rendah.

3. Sikap ilmiah yang dimiliki oleh siswa SMP kelas VIII diantaranya tanggung jawab, dan disiplin, sedangkan sikap ilmiah yang masih belum dimiliki siswa SMP kelas VIII adalah rasa ingin tahu, teliti, kerja sama, berpikir kritis, jujur, dan objektif.

Dari hasil studi pendahuluan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa siswa cenderung kurang menyukai proses pembelajaran fisika, karena dalam proses pembelajarannya hanya ceramah saja, sehingga mereka dalam mempelajarinya hanya menghafal saja, dan akibatnya sikap ilmiah yang diharapkan muncul pada siswapun tidak ada. Dari hasil observasi yang sama juga terdapat pemecahan masalah yang dapat digunakan, yaitu dari hasil bahwa siswa SMP lebih suka mempelajari fisika lewat eksperimen atau demonstrasi dengan persentase 68,57 % dibandingkan hanya mendengarkan saja. Maka dari itu solusi dari masalah pada hasil belajar fisika yang rendah dan menumbuhkan sikap ilmiah adalah dengan melakukan metode eksperimen pada pembelajaran.


(12)

Dari kutipan Peraturan Pemerintah No.22 tahun 2006, yang menyatakan bahwa IPA merupakan proses penemuan sesuatu. Sehingga dalam proses pembelajaran langkah awalnya adalah bagaimana siswa dapat melakukan metode-metode ilmiah diikuti sikap ilmiah sebagai proses penemuan fakta, konsep, dan teori dalam IPA.

Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh Palendeng (2003:81) menyatakan bahwa :

Metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya.

Berdasarkan kutipan di atas maka metode eksperimen pada proses pembelajaran fisika sangatlah tepat. Selain itu fisika merupakan ilmu alam yang harus disertai dengan suatu eksperimen dalam proses pembelajarannya. Melalui metode eksperimen ini siswa akan menemukan konsep-konsep fisika sendiri, sehingga diharapkan hasil belajar fisikanya akan lebih baik. Dengan metode eksperimen ini pun pembelajaran akan bermakna karena siswa terlibat langsung dalam proses penemuan konsepnya. Dengan melakukan suatu eksperimen berarti siswa melakukan langkah-langkah metode ilmiah pada prosesnya, dengan demikian diharapkan dapat muncul pula sikap ilmiah pada diri siswa tersebut, sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai. Selain itu IPA yang merupakan proses dari penemuan pun diharapkan dapat dilakukan oleh siswa dengan metode eksperimen ini. Melalui penerapan metode ini pula diharapkan siswa menjadi lebih tertarik untuk mempelajari fisika. Siswa pun bukan hanya menghafal saja materi fisika, tetapi telah menemukan materi fisika lewat eksperimen yang ia lakukan sendiri.

Dalam prosesnya nanti siswa dihadapkan pada suatu permasalahan eksperimen yang guru belum selesaikan, untuk kemudian siswa berhipotesis mengenai hasil eksperimen tersebut, dan membuktikannya. Sehingga metode eksperimen ini diikuti oleh metode diskusi, dimana “Metode diskusi adalah cara


(13)

penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pernyataan yang bersifat problematis untuk dibahas

dan dipecahkan bersama.” (Syaiful Bahri, 2006:87)

Kedua metode pembelajaran ini digabungkan menjadi metode Experimenting and Disscussion (ED). Langkah-langkah Metode Experimenting and Discussion (ED) pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Guru mengawali pertemuan dengan melakukan percobaan di depan kelas. b. Siswa diminta untuk memprediksi hasil percobaan dan mencatatnya.

c. Siswa memberikan penjelasan dari prediksi hasil percobaan dan siswa dikelompokkan berdasarkan prediksinya.

d. Siswa melakukan percobaan untuk membuktikan prediksinya.

e. Siswa mengamati percobaan yang dilakukan dan mencatat hasil percobaan. f. Siswa menyusun laporan percobaan.

g. Siswa mempresentasikan laporan percobaan, kemudian berdiskusi antar kelompok.

Metode Experimenting and Disscussion (ED) ini pernah diterapkan di suatu sekolah menengah atas di Kroasia selama satu semester penuh di siswa tingkat akhir. Dari hasil penerapan metode tersebut, terdapat perubahan pada sikap dan keyakinan siswa. Diharapkan metode ini juga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar ranah kognitif dan pembentukan sikap ilmiah siswa SMP di Indonesia. Sehingga dari uraian latar belakang di atas penulis mengambil judul pada penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Metode Experimenting and Discussion (ED) dalam Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMP ”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada

penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh metode penerapan Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran terhadap hasil belajar fisika dan sikap ilmiah siswa SMP.


(14)

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Apakah dengan penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran di kelas eksperimen dapat mempengaruhi hasil belajar fisika menjadi lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional ?

2. Bagaimanakah pengaruh penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran terhadap pembentukan sikap ilmiah siswa ?

C.Batasan Masalah

Pada penelitian ini agar masalah yang akan diteliti tidak meluas, maka dibatasi seperti berikut ini :

1. Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi aspek C1-C4 taksonomi Bloom yang dilihat dengan hasil tes berupa pilihan ganda 20 soal.

2. Pembentukan sikap ilmiah dilihat dengan angket yang siswa isi sendiri. Adapun sikap ilmiah yang akan dilihat pembentukannya mengacu pada teori sikap ilmiah Harlen, yang difokuskan pada sikap ingin tahu, sikap bekerjasama, sikap refleksi kritis, sikap respek terhadap data, dan sikap ketekunan.

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran terhadap hasil belajar fisika dan sikap ilmiah siswa.

Sedangkan tujuan khususnya adalah :

1. Mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran terhadap hasil belajar fisika dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

2. Mengetahui bagaimana pengaruh metode penerapan Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran terhadap pembentukan sikap ilmiah siswa.


(15)

E.Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini penulis harap ada beberapa kegunaan, yaitu :

1. Bagi peneliti dapat mengetahui permasalahan apa yang dialami siswa SMP dalam belajar fisika dan solusi metode pembelajarannya.

2. Bagi guru bidang studi dapat dijadikan alternatif solusi untuk memecahkan masalah hasil belajar fisika yang rendah dan sikap ilmiah siswa yang kurang berkembang.

3. Bagi siswa yang menjadi sampel penelitian sendiri akan berguna pada hasil belajar fisika dan juga sikap ilmiah mereka.

4. Bagi pihak lain yang terkait dengan penelitian, diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya

F.Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu ;

a. Variabel bebas : metode Experimenting and Disscussion b. Variabel terikat : hasil belajar dan sikap ilmiah.

G. Definisi Operasional

1. Metode Experimenting and Discussion (ED) merupakan suatu metode pembelajaran yang menggabungkan metode experimenting dan metode discussion. Langkah metode ED yaitu guru mengawali pertemuan dengan melakukan percobaan di depan kelas kemudian siswa diminta untuk memprediksi hasil percobaan dan mencatatnya. Setelah itu, siswa diminta untuk memberikan penjelasan dari prediksinya kemudian dikelompokkan berdasarkan prediksinya. Untuk membuktikan prediksinya, siswa melakukan percobaan. Setelah percobaan selesai, siswa menyusun laporan percobaan dan mempresentasikan laporan percobaan. Pada saat mempresentasikan laporan percobaan diharapkan terjadi diskusi antar kelompok. Instrumen metode Experimenting and Discussion (ED) menggunakan format lembar observasi keterlaksanaan metode Experimenting and Discussion (ED).


(16)

2. Hasil belajar adalah pencapaian siswa dari suatu proses pembelajaran yang telah mereka ikuti. Sehingga pencapaian disini baik berupa pengetahuan siswa (kognitif), sikap yang muncul dan berkembang (afektif), dan juga keterampilan gerak tubuh (psikomotorik). Untuk ranah kognitif dikenal dikenal Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ada enam tingkatan C (Cognitif), yaitu dari C1-C6, dimana C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan)., C4 (analisis), C5 (sintesis), dan C6 (evaluasi). Dalam penelitian ini hasil belajar yang dilihat yaitu pada ranah kognitif meliputi aspek dari C1-C4, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis.

3. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang diharapkan muncul dan terbentuk dari hasil proses pembelajaran IPA atau sains dan diikuti dengan metode ilmiah. Sikap ilmiah ini diukur dengan menggunakan angket sikap ilmiah yang berupa pernyataan yang mencerminkan sikap siswa mengenai sikap ilmiah yang mereka miliki. Meliputi sikap ingin tahu, sikap bekerjasama, sikap refleksi kritis, sikap respek terhadap data, dan sikap ketekunan.

H. Hipotesis Penelitian

H0 : Penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) dalam pembelajaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar fisika siswa dengan kata lain tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar fisika siswa secara signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. (μ1 = μ2)

H1 : Penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) dalam pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar fisika siswa dengan kata lain penerapan metode Experimenting and Discussion (ED) dalam pembelajaran secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa dibanding dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. (μ1 > μ2)


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran atau mix method, yaitu kuantitatif-deskriptif. Dimana pada penelitian ini data yang diperoleh secara kuantitatif (tes hasil belajar) dan kualitatif (angket sikap ilmiah dan observasi pelaksanaan metode) hasilnya dianalisis secara deskriptif untuk melihat bagaimana penggambaran dari hasil data tersebut. Metode deskriptif sendiri adalah penelitian yang mendeskripsikan keadaan suatu variabel berkenaan dengan penelitian tersebut. Sedangkan metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2006) adalah “penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena-fenomena serta hubungan-hubungannya”.Tujuan dari metode kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model matematis, teori, atau hipotesis yang berkaitan dengan berbagai kejadian.

Pada penelitian ini terdapat dua kelas yang diberi perlakuan berbeda, untuk kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan penerapan metode Experimenting and Disscusion dan kelas kontrol yang merupakan kelas dengan pembelajaran seperti biasanya di dalam kelas. Kedua kelas diberi pretest pada awal pertemuan dan posttest pada akhir pertemuan pembelajaran. Kemudian hasilnya dianalisis bagaimana pengaruh penerapan metode Experimenting and Disscusion pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol pada hasil belajar ranah kognitif. Untuk kelas eksperimen dilakukan observasi langsung saat kegiatan pembelajaran untuk mengevaluasi langkah-langkah pembelajaran, dan angket sikap ilmiah pada pertemuan terakhir.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 4 Bandung kelas VIII. Sampel kelas penelitian dipilih secara purposif (purposive sampling), yaitu


(18)

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu supaya dapat menunjang keterlaksanaan penelitian. Berdasarkan pertimbangan dari peneliti sendiri dan saran guru mata pelajaran fisika di sekolah tersebut. Selain itu dipertimbangkan pula jadwal pembelajaran fisika yang sesuai dengan peneliti dan karakteristik akademis siswa yang hampir merata, maka kelas yang dijadikan kelas eksperimen adalah kelas VIII-F dengan jumlah siswa 35 orang dan pembelajaran hari kamis pagi jam ke 1-2. Sedangkan untuk kelas kontrol, yaitu kelas VIII-C dengan jumlah data yang digunakan 29 siswa.

C. Instrumen Penelitian

Data-data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen-instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen-instrumen tes dan instrumen-instrumen non-tes. Instrumen yang bersifat tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif siswa, sedangkan instrumen non-tes digunakan untuk mengetahui sikap ilmiah siswa. Materi pembelajaran dalam penelitian ini adalah materi pembiasan cahaya. Perangkat pembelajarannya terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang didalamnya meliputi skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa (LKS). Penelitian dilakukan selama 4 x pertemuan pembelajaran. 1. Instrumen Tes (hasil belajar ranah kognitif)

Instrumen tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif dengan menggunakan soal objektif berupa pilihan ganda dengan jumlah 20 soal, dengan 4 pilihan jawaban. Soal dibuat sedemikian rupa untuk mengevaluasi bagaimana hasil belajar siswa pada renah kognitif terhadap materi yang telah diberikan. Soal tersebut digunakan pada pre test dan juga post test. Selain soal pada awal dan akhir penelitian juga pada proses penelitian siswa diberikan LKS yang berkaitan dengan ekperimen yang akan mereka lakukan dengan penerapan metode Experimenting and Discussion (ED). LKS tersebut dibagi dua, pertama LKS prediksi siswa dan kedua LKS eksperimen. LKS prediksi diberikan saat pembelajarn awal, yaitu say guru demonstrasi, sedangkan LKS percobaan diberikan saat siswa akan melakukan percobaan untuk menguji hipotesisnya.


(19)

2. Instrumen Non-Tes (Sikap Ilmiah)

Instrumen non-tes merupakan instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengukur sikap ilmiah dan keterlaksanaan metode. Instrumen non-tes berupa format observasi keterlaksanaan metode, yang diamati oleh observer dan angket yang berisi pernyataan yang mencerminkan sikap siswa sendiri mengenai sikap ilmiah yang mereka miliki Angket berupa pernyataan positif dan negatif menggunakan skala likert 5 poin, mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) .

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan ini dilakukan beberapa hal, yaitu :

a. Melakukan pengkajian dan penelaahan teori-teori terkait penelitian agar penelitian berdasarkan teori yang kuat (studi pustaka).

b. Menentukan materi fisika yang akan menjadi bahan penelitian, kemudian menelaah kurikulum terkait materi tersebut, dan diketahui tujuan pembelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar.

c. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat untuk penelitian. d. Membuat surat izin penelitian ke lembaga yang berwenang untuk

mengeluarkan surat izin penelitian.

e. Menghubungi pihak sekolah dan guru mata pelajaran fisika terkait penelitian dan permohonan izin.

f. Diskusi dan konsultasi dengan guru mata pelajaran fisika yang terkait untuk menentukan populasi dan sampel.

g. Menyusun instrumen penelitian dan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran penelitian, dengan bimbingan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran fisika.


(20)

h. Mengkonsultasikan dan mendiskusikan rencana pembelajaran yang telah disusun baik dengan guru pembimbing maupun guru mata pelajaran fisika yang terkait.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan beberapa hal, yaitu :

a. Perkenalan dan pengadaptasian antara kedua belah pihak, yaitu peneliti dengan pihak sekolah, yaitu staf-staf sekolah, lingkungannya, kelas, dan sampel penelitian (siswa).

b. Pelaksanaan tes awal (pretest) pada sampel penelitian (tes). c. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode ED.

d. Melakukan observasi saat pelaksanaan proses pembelajaran.

e. Pelaksanaan tes akhir (poss test) pada sampel penelitian, dengan menggunakan tes dan non tes.

3. Tahap Penyelesaian Penelitian

Pada tahap penyelesaian ini dilakukan beberapa hal, yaitu :

a. Mengolah data hasil tes ranah kognitif untuk hasil belajar siswa dan non tes sikap ilmiah.

b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian.

c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data untuk menjawab permasalahan penelitian.

d. Mengevaluasi hasil penelitian untuk melihat kekurangan dan hambatannya, serta memberikan saran untuk penelitian lebih baik.


(21)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi Pustaka

Materi Penelitian

Pengembangan instrumen penelitian, dan RPP

Kesimpulan Metode ED

Post Test : tes ranah kognitif

Perizinan, konsultasi, diskusi dengan pihak

sekolah

Telaah kurikulum materi penelitian

Metode Tradisional

Pengolahan dan Analisiss Data Pre Test : tes ranah

kognitif

Observasi Sikap Metode ED

Angket Sikap Ilmiah

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen


(22)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian, dengan beberapa cara. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1) Tes hasil belajar pada ranah kognitif

Tes ini merupakan tes objektif pilihan ganda. Soal yang diberikan untuk mengatahui bagaimana hasil belajar siswa pada ranah kognitif untuk materi fisika yang telah diajarkan. Soal berjumlah 20 buah. Pada awal dan akhir pembelajaran siswa diberikan soal yang sama, agar didapatkan data yang sama untuk kemudian dibandingkan hasilnya.

2) Angket/ kuesioner

Merupakan self assessment siswa mengenai sikap ilmiah yang mereka miliki. Secara tidak langsung siswa akan menjawab, sikap ilmiah apa saja yang mereka miliki. Angket berupa pernyataan positif dan negatif menggunakan skala likert 5 poin, mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS)

3) Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati bagaimana proses pembelajaran apakah sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dimana tahapannya sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Instrumen ini berbentuk raling scale, dimana observer hanya memberikan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai dengan yang terjadi.

F. Teknik Analisis Instrumen Tes Kemampuan Kognitif

Sebelum soal tes kognitif diujikan pada kelas sampel, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen, yang meliputi uji oleh ahli (judgment) dan uji langsung. Uji ahli dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang fisika, yaitu dosen fisika. Sedangkan untuk uji langsung ke lapangan maka, soal tersebut diujikan pada kelas lain, diluar kelas sampel. Analisis soal yang ingin diketahui adalah : uji tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, uji validitas, dan uji reliabilitas.


(23)

1. Indeks Kesukaran (Index Difficulty)

“Taraf kesukaran suatu butir soal ialah perbandingan jumlah jawaban yang benar dari seluruh siswa untuk suatu item dengan jumlah seluruh siswa yang mengerjakan soal” Arikunto (2009 : 207). Taraf kesukaran dihitung dengan rumus

JS B P

( Arikunto (2009 : 208)) Keterangan :

P = Taraf Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab benar JS = Jumlah Siswa

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak dapat merangsang kemampuan siswa menjadi lebih baik. Sedangkan soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa putus asa untuk menyelesaikannya, karena di luar kemampuan dan kompetensi yang ia dapatkan selama proses pembelajarannya. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).

Tabel 3.2

Interpretasi Tingkat Kesukaran

Nilai P Kriteria

0.00 – 0.30 Sukar 0.31 – 0.70 Sedang 0.71 – 1.00 Mudah

(Arikunto, 2009 : 210)

Berikut hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal disajikan pada tabel berikut ini.


(24)

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal No. Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,6 Sedang

2 0,02 Sukar

3 0,4 Sedang

4 0,2 Sukar

5 0,4 Sedang

6 0,6 Sedang

7 0,7 Mudah

8 0,8 Mudah

9 0,07 Mudah

10 0,2 Sukar

11 0,7 Mudah

12 0,4 Sedang

13 0,4 Sedang

14 0,5 Sedang

15 0,6 Sedang

16 0,2 Sukar

17 0,5 Sedang

18 0,3 Sedang

19 0,7 Mudah


(25)

No. Indeks Kesukaran Interpretasi

21 0,2 Sukar

22 0,5 Sedang

23 0,6 Sedang

24 0,3 Sedang

25 0,5 Sedang

26 0,2 Sukar

27 0,8 Mudah

28 0,05 Sukar

29 0,8 Mudah

30 0,4 Sedang

2. Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, digunakan rumus :

B B

A A

J B J B

DP 

( Arikunto (2009 : 213)) Keterangan:

DP = indeks daya pembeda butir soal. JA = banyaknya peserta kelompok atas. JB = banyaknya peserta kelompok bawah.

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.


(26)

Sedangkan interpretasi nilai daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Daya Pembeda

Nilai DP Kategori

Negatif – 0.00 Tidak baik 0.01 – 0.20 Jelek (poor)

0.20 – 0.40 Cukup (satisfactory) 0.40 – 0.70 Baik (good)

0.70 – 1.00 Baik sekali (excellent) (Arikunto, 2009: 218)

Berikut hasil perhitungan daya pembeda butir soal.

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Butir Soal No. Daya Pembeda Interpretasi

1 0,2 Cukup

2 - 0,05 Tidak Baik

3 0,2 Cukup

4 0,05 Jelek

5 0,2 Cukup

6 0,05 Jelek

7 0,1 Jelek

8 0,35 Cukup

9 0,15 Jelek

10 0,05 Jelek


(27)

No. Daya Pembeda Interpretasi

12 0,3 Cukup

13 0,1 Jelek

14 0,3 Cukup

15 0,2 Cukup

16 0,05 Jelek

17 0,25 Cukup

18 0,3 Cukup

19 0,55 Baik

20 0,5 Baik

21 0 Jelek

22 0,1 Jelek

23 0,15 Jelek

24 0,3 Cukup

25 0,35 Cukup

26 0,25 Cukup

27 0 Jelek

28 0,1 Jelek

29 0,4 Baik

30 0,4 Baik

3. Validitas Instrumen

Validitas berhubungan dengan ketepatan atau kesahihan instrumen yaitu kesesuaian tujuan dengan alat ukur yang digunakan. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriteria dalam arti memiliki


(28)

kesejajaran antara hasil tes dengan kriteria. Validitas instrumen yang dikaitkan dengan kriteria menyatakan sebuah item valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu :

 

 

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy

(Arikunto 2009: 72) Keterangan:

r11 : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N : Jumlah siswa uji coba (testee)

X : Skor tiap item

Y : Skor total tiap butir soal

Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi yang diperoleh adalah dengan melihat tabel nilai r product moment.

Tabel 3.6

Interpretasi Validitas Butir Soal Koefisien Korelasi Kriteria

0.00 – 0.20 Sangat rendah 0.20 – 0.40 Rendah 0.40 – 0.60 Sedang 0.60 – 0.80 Tinggi 0.80 – 1.00 Sangat tinggi


(29)

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Validitas Tiap Butir Soal

No. Validitas Interpretasi

1 0,23 Rendah

2 0,04 Sangat Rendah

3 0,04 Sangat Rendah

4 0,23 Rendah

5 0,3 Rendah

6 - Sangat Rendah

7 - Sangat Rendah

8 0,44 Sedang

9 0,4 Sedang

10 0,05 Sangat Rendah

11 0,43 Sedang

12 0,46 Sedang

13 0,07 Sangat Rendah

14 0,4 Sedang

15 0,4 Sedang

16 0,3 Rendah

17 0,3 Rendah

18 0,49 Sedang

19 0,48 Sedang


(30)

No. Validitas Interpretasi

21 - Sangat Rendah

22 0,22 Rendah

23 0,20 Rendah

24 0,5 Sedang

25 0,43 Sedang

26 0,2 Rendah

27 0,12 Sangat Rendah

28 0,31 Rendah

29 0,4 Sedang

30 0,13 Sangat Rendah

4. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas merupakan ukuran sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten. Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan rumus K-R 20 dengan persamaan berikut ini :

             

 2 2

11 1 S pq S n n r

(Arikunto, 2009: 101) Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1- p) Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item S = standar deviasi dari tes


(31)

Tabel 3.8

Interpretasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Kriteria

0.00 – 0.200 Sangat rendah 0.200 – 0.400 Rendah 0.400 – 0.600 Sedang 0.600 – 0.800 Tinggi 0.800 – 1.00 Sangat tinggi

Data dimasukan ke dalam persamaan di atas, maka :

r11= x = 0,965

Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,965. Ini menunjukan bahwa soal tes kognitif tersebut memiliki derajat reliabilitas yang sangat tinggi

Adapun rekap analisis kualitas butir soal disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.9

Rekap Analisis Kualitas Butir Soal No. Validitas Tiap

Butir Soal

Reliabilitas Daya Pembeda

Indeks Kesukaran

Ket.

1

Rendah Sangat Tinggi

Cukup Sedang Diperbaiki 2

Sangat Rendah Tidak Baik Sukar Dibuang 3

Sangat Rendah Cukup Sedang Dibuang 4

Rendah Jelek Sukar Dibuang

5

Rendah Cukup Sedang Diperbaiki

6 Sangat Rendah Jelek Sedang Dibuang

7 Sangat Rendah Jelek Mudah Diperbaiki


(32)

No. Validitas Tiap Butir Soal

Reliabilitas Daya Pembeda

Indeks Kesukaran

Ket.

9 Sedang

Sangat Tinggi

Jelek Mudah Diperbaiki

10 Sangat Rendah Jelek Sukar Dibuang

11 Sedang Cukup Mudah Dipakai

12 Sedang Cukup Sedang Dipakai

13 Sangat Rendah Jelek Sedang Diperbaiki

14 Sedang Cukup Sedang Dipakai

15 Sedang Cukup Sedang Dipakai

16 Rendah Jelek Sukar Diperbaiki

17 Rendah Cukup Sedang Diperbaiki

18 Sedang Cukup Sedang Dipakai

19 Sedang Baik Mudah Dipakai

20 Sedang Baik Sedang Dipakai

21 Sangat Rendah Jelek Sukar Dibuang

22 Rendah Jelek Sedang Diperbaiki

23 Rendah Jelek Sedang Dibuang

24 Sedang Cukup Sedang Dipakai

25 Sedang Cukup Sedang Dipakai

26 Rendah Cukup Sukar Diperbaiki

27 Sangat Rendah Jelek Mudah Dibuang

28 Rendah Jelek Sukar Dibuang

29 Sedang Baik Mudah Dipakai


(33)

G. Teknik Pengolahan Data

Data pada penelitian ini berasal dari pretest-posttest tes kognitif hasil belajar, angket sikap ilmiah, dan observasi keterlaksanaan metode. Sehingga data dikategorikan dalam data kuantitatif dan kualitatif. Tes kognitif hasil belajar pada pretest-posttest dan angket sikap ilmiah termasuk data kuantitatif, sedangkan observasi keterlaksanaan metode termasuk data kualitatif.

1. Data Kuantitatif

Dalam penelitian ini, data skor tes digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Skor tes ini berasal dari nilai pre-test dan post-test. Selain itu dilihat bagaimana peningkatannya bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows.

a. Analisis data pretest kelas eksperimen dan kontrol

Pengolahan data saat pretest ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan awal siswa pada kedua kelas, apakah sama ataukah tidak, serta bagaimana penyebaran data pada kedua kelas. Langkah-langkah dalam pengolahan data kuantitatif untuk kemudian dianalisis adalah sebagai berikut.

(i) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan agar mengetahui apakah penyebaran data pada kelas eksperimen dan kontrol terdistribusi normal atau tidak. Jika hasil dari uji normalitas menunjukan bahwa kedua data berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Sedangkan apabila kedua data atau salah satunya tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non-parametrik.

(ii) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana varians kedua data tersebut, apakah homogen atau tidak.


(34)

(iii) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata skor tes dilakukan untuk mengetahui bagaimana skor rata-rata kedua kelas berbeda atau sama. Apabila skor tes kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Namun apabila skor tes kedua kelas normal tetapi tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan uji t’ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak normal dan tidak homogen maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik. Uji t pada skor posttest untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh penerapan metode ED dalam pembelajaran,apakah berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif.

b. Analisis data peningkatan hasil belajar siswa ranah kognitif

Apabila hasil pretest menunjukkan bahwa kemampuan awal kedua kelas sama, maka analisis data untuk bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dilakukan pada hasil posttest dengan langkah analisis yang sama seperti pada analisis data pretest sebelumnya. Sedangkan apabila data hasil pretest menunjukan bahwa kemampuan awal siswa berbeda, maka untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dilakukan uji statistik pada gain ternormalisasi, dengan langkah sama seperti pada pretest-posttest. Gain yang ternormalisasi diinterpretasikan sebagai kriteria untuk menunjukkan besarnya peningkatan antara skor pre-test dan post-test. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai gain dan gain ternormalisasi adalah :

f i GSS

(% % ) %

% (100 % )

f i

maks i

S S

G g

G S

    

 

   


(35)

Keterangan :

G = Gain skor (gain aktual) Si = Skor pre-test

Sf = Skor post-test

< g > = Rata-rata gain ternormalisasi G = Rata-rata gain aktual

Gmaks = Gain maksimum yang mungkin terjadi

Sf  = Rata-rata skor post-test

Si = Rata-rata skor pre-test

Tabel 3.10

Interpretasi Gain Ternormalisasi <g>

gKriteria

0.71 – 1.00 Tinggi 0.41 – 0.70 Sedang 0.01 – 0.40 Kurang

(Hake, 2001)

c. Angket Sikap Ilmiah

Teknik penskoran pada angket yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif, menggunakan aturan penskoran skala Likert menurut Suherman (2003 : 191), sebagai berikut.

Tabel 3.11

Aturan Penskoran Data Angket dengan Skala Likert

No. Jawaban Siswa Skor untuk tiap Pernyataan

Positif Negatif

1 SS 5 1

2 S 4 2

3 RR 3 3

4 RS 2 4


(36)

Langkah-langkah pengolahan data sikap ilmiah berdasarkan angket adalah sebagai berikut :

1. Memberikan skor untuk setiap jawaban siswa pada angket.

2. Menghitung persentase skor yang diperoleh siswa dengan menggunakan persamaan.

Nilai (%) =

x 100%

3. Menafsirkan nilai % ke dalam kategori kemampuan berdasarkan kriteria yang dikemukakan sebagai berikut ini :

Tabel 3.12

Interpretasi Presentase Angket Sikap Ilmiah

Persentase (%) Kategori

81 – 100 Sangat baik

61 – 80 Baik

41 – 60 Cukup 21 – 30 Kurang

< 20 Sangat kurang

(Syah, 1995)

2. Data Kualitatif

Pada penelitian ini data kualitatif diperoleh dari observasi keterlaksanaan metode. Lembar observasi keterlaksanaan metode merupakan data yang mendukung untuk menggambarkan apakah pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran metode Experimenting and Discussion (ED) atau tidak. Data yang diperoleh dikumpulkan dalam tabel untuk semua pertemuan, kemudian dianalisis secara deskriptif.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, pengolahan dan analisis data hasil belajar ranah kognitif dan sikap ilmiah, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) pada kelas eksperimen terhadap hasil belajar fisika ranah kognitif siswa ternyata menyebabkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif lebih baik dengan rata-rata nilainya 6,03 bila dibandingkan dengan kelas konvensional dengan rata-rata nilainya 4,5. Selain itu dari hasil uji T (Independent Sample T-Test) dengan taraf signifikansi 5%, ternyata nilai signifikansi nya 0,0000 atau lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukan dengan penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran, berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika pada ranah kognitif menjadi lebih baik apabila dibandingkan dengan kelas konvensional.

2. Sikap ilmiah siswa dapat berkembang dengan baik sebagai akibat pengaruh metode Experimenting and Disscussion (ED) pada kelas eksperimen, dengan pencapaian rata-rata 82% (sangat baik). Sikap ilmiah tersebut terdiri dari aspek sikap ingin tahu (82%) , sikap bekerjasama (86%), sikap refleksi kritis (80%), sikap respek terhadap data (77%), dan sikap ketekunan (85%).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya :

1. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode Experimenting and Disscussion (ED), maka diharapkan metode ini dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang perlu dipertimbangkan oleh


(38)

guru, dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif dan menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

2. Karena alokasi waktu yang singkat (2 x 40 menit) dan pembelajaran metode Experimenting and Disscussion (ED) membutuhkan waktu yang cukup lama, maka disarankan peneliti selanjutnya dapat mengemas materi dan langkah pembelajaran lebih baik lagi, agar materi dapat tersampaikan dengan baik.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. (2007). IPA FISIKA 2 SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Esis.

Anwar, Herson. (2009). “Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains”.

Jurnal Pelangi Ilmu. 2, (5), 103-114.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bahri, Syaiful. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNM.

Dahar, Ratna Willis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Hamid, Abu Ahmad. (2011). Pembelajaran Fisika di Sekolah. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNY.

Handhika, Jeffry. (2010). “Pembelajaran Fisika Melalui Inkuiri Terbimbing dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Aktivitas dan Perhatian Mahasiswa”. JP2F. 1, (1), 9-23.

Hanun, Halida. (2012). Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Hernawati, Erna. (2012). Kepribadian Guru dan Sikap Ilmiah Siswa dalam Pembelajaran IPA. Skripsi Sarjana pada PGSD UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Istikomah, H, Hendratto, S, dan Bambang, S. (2010). “Penggunaan Model

Pembelajaran Group Investigation untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah

Siswa”. Jurnal Pendidikan Fisika. 6, 40-43.

Karim, Saeful. et al. (2008). Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas.


(40)

Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Marusic, Mirko, dan Slisko, Josip. (2012). “Effect of Two Different Types of Physics Learning on The Result of CLASS Test”. Physics Education Research.8, (010107), 1-12.

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2006). Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Mendiknas.

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2006). Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Mendiknas.

Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNY.

Muna, Z, Sukisno, M, dan Yulianto, A. (2009). “Pengajaran Pokok Bahasan Pesawat Sederhana dengan Metode Eksperimen pada Siswa Sekolah Dasar”.

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 5, 8-13.

Panggabean, Luhut. (2001). Statistika Dasar. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Perwana, Agita Setia. (2011). Analisis Sikap Ilmiah Siswa SMP Pada Pembelajaram Fisika Yang Menggunakan Metode Praktikum. Skripsi Sarjana pada FMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Pitafi, Amjad Islam. (2012). “ Measurement Of Scientific Attitude Of Secondary

School Students In Pakistan”. Academic Research International Journals Savap. 2, (2), 379-392.

Rahman, Taufik. (2012). Bahan Ajar Biologi Metodologi Pembelajaran SMP/SMA. Bandung : UPI.

Ramacahyati. (2012). Strategi Pembelajaran Eksperimen, [Online]. Tersedia : http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/11/15/strategi-pembelajaran-eksperimen/ [13 Desember 2012].


(41)

Runengsih. (2012). Meningkatkan Pemahaman tentang Penghantar Panas melalui Penggunaan Alat Rumah Tangga di Kelas VI Sekolah Dasar. Skripsi Sarjana pada PGSD UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.

Saifuddin, Azwar. (1998). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sobariah, Titin. (2011). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dalam Pembelajaran dengan Teknik Probing-Prompting. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Staton, Thomas F. (1978). Cara Mengajar dengan Hasil yang Baik. Bandung : Diponegoro.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2011) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suherman. (2011). Penerapan Metode Eksperimen-Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisiska Siswa Kelas X-B SMA Negeri 1 Stabat. Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika. 3 (1), 21-26

Sumoharjo, Addy (2011) Definisi Konsep Hasil Belajar. [Online]. Tersedia : http://addyarchy07.blogspot.com/2011/12/definisi-konsep-hasil-belajar.html [8 Agustus 2013]

Ulum, Bahrul. (2007). Sikap Ilmiah, [Online]. Tersedia : http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/ [13 Desember 2012].

Wahyudi, S dan Khanafiyah. (2009). “Pemanfaatan KIT Optik sebagai Wahana

dalam Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 5, 113-118.

Wirtha, I Made dan Rapi, Ni Ketut. (2008). “Pengaruh Model Pembelajaran dan

Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah

Siswa SMA Negeri 4 Singaraja”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 1, (2), 15-29.


(1)

Langkah-langkah pengolahan data sikap ilmiah berdasarkan angket adalah sebagai berikut :

1. Memberikan skor untuk setiap jawaban siswa pada angket.

2. Menghitung persentase skor yang diperoleh siswa dengan menggunakan persamaan.

Nilai (%) =

x 100%

3. Menafsirkan nilai % ke dalam kategori kemampuan berdasarkan kriteria yang dikemukakan sebagai berikut ini :

Tabel 3.12

Interpretasi Presentase Angket Sikap Ilmiah

Persentase (%) Kategori

81 – 100 Sangat baik

61 – 80 Baik

41 – 60 Cukup

21 – 30 Kurang

< 20 Sangat kurang

(Syah, 1995) 2. Data Kualitatif

Pada penelitian ini data kualitatif diperoleh dari observasi keterlaksanaan metode. Lembar observasi keterlaksanaan metode merupakan data yang mendukung untuk menggambarkan apakah pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran metode Experimenting and Discussion (ED) atau tidak. Data yang diperoleh dikumpulkan dalam tabel untuk semua pertemuan, kemudian dianalisis secara deskriptif.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, pengolahan dan analisis data hasil belajar ranah kognitif dan sikap ilmiah, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) pada kelas eksperimen terhadap hasil belajar fisika ranah kognitif siswa ternyata menyebabkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif lebih baik dengan rata-rata nilainya 6,03 bila dibandingkan dengan kelas konvensional dengan rata-rata nilainya 4,5. Selain itu dari hasil uji T (Independent Sample T-Test) dengan taraf signifikansi 5%, ternyata nilai signifikansi nya 0,0000 atau lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukan dengan penerapan metode Experimenting and Disscussion (ED) dalam pembelajaran, berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika pada ranah kognitif menjadi lebih baik apabila dibandingkan dengan kelas konvensional.

2. Sikap ilmiah siswa dapat berkembang dengan baik sebagai akibat pengaruh metode Experimenting and Disscussion (ED) pada kelas eksperimen, dengan pencapaian rata-rata 82% (sangat baik). Sikap ilmiah tersebut terdiri dari aspek sikap ingin tahu (82%) , sikap bekerjasama (86%), sikap refleksi kritis (80%), sikap respek terhadap data (77%), dan sikap ketekunan (85%).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya :

1. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode Experimenting and Disscussion (ED), maka diharapkan metode ini dapat


(3)

guru, dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif dan menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

2. Karena alokasi waktu yang singkat (2 x 40 menit) dan pembelajaran metode Experimenting and Disscussion (ED) membutuhkan waktu yang cukup lama, maka disarankan peneliti selanjutnya dapat mengemas materi dan langkah pembelajaran lebih baik lagi, agar materi dapat tersampaikan dengan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. (2007). IPA FISIKA 2 SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Esis.

Anwar, Herson. (2009). “Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains”. Jurnal Pelangi Ilmu. 2, (5), 103-114.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bahri, Syaiful. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNM.

Dahar, Ratna Willis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Hamid, Abu Ahmad. (2011). Pembelajaran Fisika di Sekolah. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNY.

Handhika, Jeffry. (2010). “Pembelajaran Fisika Melalui Inkuiri Terbimbing dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Aktivitas dan Perhatian Mahasiswa”. JP2F. 1, (1), 9-23.

Hanun, Halida. (2012). Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Hernawati, Erna. (2012). Kepribadian Guru dan Sikap Ilmiah Siswa dalam Pembelajaran IPA. Skripsi Sarjana pada PGSD UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Istikomah, H, Hendratto, S, dan Bambang, S. (2010). “Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa”. Jurnal Pendidikan Fisika. 6, 40-43.


(5)

Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Marusic, Mirko, dan Slisko, Josip. (2012). “Effect of Two Different Types of Physics Learning on The Result of CLASS Test”. Physics Education Research.8, (010107), 1-12.

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2006). Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Mendiknas.

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2006). Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Mendiknas.

Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNY.

Muna, Z, Sukisno, M, dan Yulianto, A. (2009). “Pengajaran Pokok Bahasan Pesawat Sederhana dengan Metode Eksperimen pada Siswa Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 5, 8-13.

Panggabean, Luhut. (2001). Statistika Dasar. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Perwana, Agita Setia. (2011). Analisis Sikap Ilmiah Siswa SMP Pada Pembelajaram Fisika Yang Menggunakan Metode Praktikum. Skripsi Sarjana pada FMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Pitafi, Amjad Islam. (2012). “ Measurement Of Scientific Attitude Of Secondary School Students In Pakistan”. Academic Research International Journals Savap. 2, (2), 379-392.

Rahman, Taufik. (2012). Bahan Ajar Biologi Metodologi Pembelajaran SMP/SMA. Bandung : UPI.

Ramacahyati. (2012). Strategi Pembelajaran Eksperimen, [Online]. Tersedia : http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/11/15/strategi-pembelajaran-eksperimen/ [13 Desember 2012].


(6)

Runengsih. (2012). Meningkatkan Pemahaman tentang Penghantar Panas melalui Penggunaan Alat Rumah Tangga di Kelas VI Sekolah Dasar. Skripsi Sarjana pada PGSD UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.

Saifuddin, Azwar. (1998). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sobariah, Titin. (2011). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dalam Pembelajaran dengan Teknik Probing-Prompting. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Staton, Thomas F. (1978). Cara Mengajar dengan Hasil yang Baik. Bandung : Diponegoro.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2011) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suherman. (2011). Penerapan Metode Eksperimen-Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisiska Siswa Kelas X-B SMA Negeri 1 Stabat. Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika. 3 (1), 21-26

Sumoharjo, Addy (2011) Definisi Konsep Hasil Belajar. [Online]. Tersedia : http://addyarchy07.blogspot.com/2011/12/definisi-konsep-hasil-belajar.html [8 Agustus 2013]

Ulum, Bahrul. (2007). Sikap Ilmiah, [Online]. Tersedia : http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/ [13 Desember 2012].

Wahyudi, S dan Khanafiyah. (2009). “Pemanfaatan KIT Optik sebagai Wahana

dalam Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa”. Jurnal Pendidikan Fisika

Indonesia. 5, 113-118.

Wirtha, I Made dan Rapi, Ni Ketut. (2008). “Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah