EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN : Studi Eksperimen Kuasi pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia terhadap Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 10

C. Asumsi dan Hipotesis Penelitian... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Variabel Penelitian... 14

G. Definisi Operasional ... 15

BAB II Kajian Teoritis... 17

A. Pengertian membaca ... 17

B.Tujuan membaca ... 20


(2)

D. Kemampuan pemahaman ... 26

E. Membaca Pemahaman ... 33

F. Pembelajaran Konvensional ... 38

G. Pembelajaran berbasis masalah ... 43

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43

b.Tujuan dan Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 55

H. Kerangka Berpikir ... 66

BAB III Metodologi Penelitian ... 67

A. Metode Penelitian ... 67

B. Desain Penelitian ... 68

C. Subjek Penelitian... 70

D. Lokasi dan Waktu Penelitian... 72

E. Prosedur penelitian ... 73

1. Alur penelitian ... 73

2. Tahap pendahuluan ... 74

3. Tahap Persiapan ... 74

4. Tahap Pelaksanaan ... 75

5. Tahap Penyelesaian ... 75

F. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 75

a. Instrumen Penelitian ... 75


(3)

G. Teknik Pengumpulan Data ... 92

H. Teknik Pengolahan Data ... 92

I. Agenda Jadwal Kegiatan Penelitian ... 96

BAB IV Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 98

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 98

1.Analisis Deskriptif... 98

2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 99

3. Deskripsi Data Awal ... 102

4. Deskripsi Analisis Data ... 103

5. Deskripsi Hasil Pengolahan Data... 103

1. Analisis Hasil Pre-test ... 107

2. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemahaman Bacaan... 110

3. Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 114

6. Pembahasan Hasil Penelitian ... 119

1. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman... 119

2. Keterbatasan Penelitian ... 133

BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Saran... 135

1. Kesimpulan... 135

2. Implikasi... 136

xii


(4)

3. Saran-saran... 140 Daftar Pustaka ... 143 Daftar Riwayat Hidup


(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan kemampuan serta pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat di tengah masyarakat dunia. Lebih lanjut pasal 4 bab II undang-undang tersebut menyatakan:

“Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Tujuan pendidikan nasional di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prioritas pendidikan Indonesia. Dilihat dari fungsinya, pendidikan merupakan salah satu sarana yang bertanggung jawab dalam menentukan mutu Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang dapat meningkatkan kualitas daya saing bangsa dan negara, baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Hal ini karena pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat berguna bagi kebutuhan dirinya serta kebutuhan masyarakat di sekitarnya, memiliki sumber daya yang handal dan mampu berkompetisi secara global, yaitu sumber daya yang memiliki kemampuan


(6)

dan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, logis, dan kemampuan bekerjasama yang efektif.

Untuk tingkat Sekolah Dasar, tujuan pendidikan di sekolah tersebut adalah memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat dan atau melanjutkan ke pendidikan menengah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini merupakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Hal ini akan terwujud bila di sekolah tersebut tersedia guru-guru yang berkualitas dan profesional yang secara terus menerus mengembangkan profesionalismenya sesuai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan lampiran Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 menyatakan struktur kurikulum SD/MI memuat mata pelajaran: (1) Pendidikan agama; (2) Pendidikan kewarganegaraan; (3) Bahasa Indonesia; (4) Matematika; (5) Ilmu pengetahuan alam; (6) Ilmu pengetahuan sosial; (7) Seni budaya dan keterampilan; (8) Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.


(7)

Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah yang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia yang meliputi aspek-aspek (1) Mendengarkan; (2) Berbicara; (3) Membaca; dan (4) Menulis.

Membaca adalah salah satu dari empat aspek kemampuan bahasa pokok, dan merupakan salah satu komponen bagian dari komunikasi lisan. Dalam paradigma baru, kurikulum menekankan hubungan yang kuat antara


(8)

berpikir kritis untuk keefektifan belajar mandiri. Mereka belajar bagaimana menggunakan kemahiraksaraan sebagai salah satu alat menemukan dan menguasai isi bacaan. Strategi yang berdasarkan kemahiraksaraan mendukung kurikulum baru dengan menekankan proses belajar, berpikir kritis, dan memonitor diri sendiri Cox, 1999 (dalam Rahim, 2011:7).

Sedangkan McLaughlin & Allen, 2002 (dalam Rahim, 2011:7) mengemukakan bahwa pembaca yang baik ialah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun makna. Strategi ini mencakup tinjauan, membuat pertanyaan sendiri, membuat hubungan, memvisualisasikan, mengetahui bagaimana kata-kata membentuk makna, memonitor, meringkas, dan mengevaluasi.

Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang bernilai edukatif di mana dalam kegiatan pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan komponen: tujuan, materi, proses, serta evaluasi belajar. Komponen proses pembelajaran perlu mendapat perhatian lebih seksama, mengingat melalui proses inilah siswa diharapkan mengalami adanya perubahan perilaku baik potensial maupun aktual dan bersifat relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan interaksi antara peserta didik


(9)

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut keaktifannya. Aktif yang dimaksud adalah siswa aktif bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar memang merupakan suatu proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuannya, sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.

Beberapa penelitian menunjukan adanya kaitan proses belajar dan hasil belajar. Hasil studi pendahuluan penelitian Imanudin (2010:10-11) menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di tingkat persekolahan saat ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar menghapal, tetapi bagaimana peserta didik mampu mengkonstruksi sendiri dalam memahami konsep dan mampu menghubungkan informasi baru, ide-ide dengan pengalaman pribadinya. Pelaksanaan pembelajaran masih mengandalkan metode konvensional, berpusat pada guru dan kurang mengaktifkan peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran di sekolah belum maksimal.

Suryaman (2010:94) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kurangnya partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, ditambah dengan penggunaan metode mengajar cenderung monoton, yang akibatnya kemampuan


(10)

Kegiatan pengorganisasian kelas guru masih dominan bila dibandingkan dengan kegiatan belajar siswa, dalam pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Hal ini menyebabkan informasi yang disampaikan guru kepada siswa sulit untuk dipahami, karena pembelajaran masih berfokus kepada metode ceramah.

Data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olah Raga Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar tahun pelajaran 2010/2011

menunjukkan bahwa hasil Ujian Akhir Nasional bahasa Indonesia rendah menduduki urutan rangking ke 17 dari 22 kecamatan yang tersebar di kabupaten Kampar. Hasil ini dapat dilihat dari hasil ujian akhir sekolah dimana rata-rata hasil ujian akhir sekolah bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar di kecamatan Kampar Kiri adalah 7,08 hal ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa rendah bila dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di kabupaten Kampar.

Masih rendahnya hasil dari proses belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan belum optimalnya pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dalam menunjang peningkatan kemampuan membaca siswa, dapat dilihat dari observasi awal peneliti di kelas V Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar yang memperlihatkan indikasi sebagai berikut: (1) Proses pembelajaran bahasa Indonesia selama ini lebih ditekankan kepada penguasaan materi sebanyak mungkin sehingga proses pembelajaran bersifat kaku dan terpusat pada satu arah, tidak memberikan


(11)

kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif dan melakukan ekspolarasi terhadap materi yang diajarkan; (2) Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif, kreatif, dan eksplorasi terhadap materi pelajaran yang diajarkan guru; dan (3) Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang memuaskan, hal ini berdampak pada prilaku siswa, metode pengajaran guru, kebijakan pimpinan sekolah, dan harapan orang tua siswa terhadap hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif.

Faktor penyebab pemunculan indikasi di atas diduga penulis/peneliti berasal dari hal-hal sebagai berikut: (1) Dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru masih dominan menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran dan metode tanya jawab untuk evaluasi, yaitu guru bertanya kepada siswa tentang materi pelajaran yang diuraikan melalui metode ceramah. Proses kegiatan belajar mengajar seperti ini kurang merangsang siswa untuk memahami bacaan; (2) Meskipun siswa telah dilengkapi oleh buku ajar, guru dalam beberapa kesempatan masih berlangsungnya proses pembelajaran yang tidak efektif, seperti menugaskan siswa untuk mencatat materi pembelajaran yang ada dalam buku ajar dan kemudian siswa ditugaskan untuk menghapalkan catatannya; (3) Pembelajaran yang pasif kurang membina keberanian siswa untuk aktif bertanya kepada guru, siswa tidak terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga terkesan siswa sebagai subjek ajar atau sebagai penonton dalam pembelajaran; dan (4)


(12)

Kabupaten Kampar adalah siswa penurut terhadap ucapan dan penjelasan guru, sehingga kondisi seperti ini kurang baik bagi terciptanya hasil belajar membaca siswa dalam kemampuan pemahaman bacaan.

Untuk mengatasi masalah di atas, diperlukan sebuah model pembelajaran yang memungkinkan tercapainya hasil belajar membaca siswa lebih baik yang dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Salah satu model pembelajaran membaca pemahaman yang diprediksi dapat mengatasi masalah-masalah di atas adalah dengan model pembelajaran berbasis masalah-masalah.

Pemecahan masalah menurut Sanjaya (2010:217) meliputi beberapa tahap yaitu merumuskan masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis dan merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah-langkah dalam pemecahan masalah di atas dapat melatih cara untuk memahami konsep materi dan pemahaman dalam menarik kesimpulan yang merupakan salah satu tujuan pembelajaran membaca pemahaman.

Pengelolaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah menurut Nur (2011:57), penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama. yaitu: (1) Mengorientasikan siswa pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok; (4)


(13)

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah otentik atau mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata (real world), memfasilitasi atau membimbing (scaffolding) dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual siswa.

Beberapa penelitian yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah menunjukkan adanya kaitan proses belajar dan hasil belajar. Hasil Penelitian Rusmidi pada MTs Banjar Selatan (2009:150) menunjukkan rata-rata nilai post-test pertama 68,97 dengan standar deviasi sebesar 8,17, rata-rata nilai post-test kedua 80,34 dengan standar deviasi sebesar 8,65, rata-rata nilai post-test ketiga 90,34 dengan standar deviasi sebesar 7,31 dan, rata-rata nilai post-test keempat sebesar 90,34 dengan standar deviasi sebesar 7,78, menunjukkan bahwa setiap siklus mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan adanya efektivitas dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

Penelitian yang dilakukan Nursal pada kelas X SMAN 1 Hulu Kuantan (2010:195) menunjukkan post-test 1-4 mengalami kenaikan dengan rerata 72,34.


(14)

dengan rerata 21,04, dengan demikian model pembelajaran berbasis masalah efektif meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

Memperhatikan uraian di atas, peneliti berpendapat bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah sendiri diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dengan menggunakan metode pemecahan masalah siswa dituntut keaktifannya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran serta dituntut kreativitasnya dalam menyelesaikan soal-soal yang memang menuntut mereka untuk membaca pemahaman dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti mengajukan judul penelitian

“Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Membaca Pemahaman. (Suatu studi eksperimen kuasi penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan membaca siwa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar pada mata pelajaran bahasa Indonesia tentang membaca).

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada bagian latar belakang, masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting dalam keberhasilan proses pembelajaran, termasuk proses pembelajaran


(15)

bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, karena itu mata pelajaran tersebut harus memiliki keunggulan tersendiri dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran.

Proses pembelajaran yang efektif adalah proses pembelajaran yang ditunjang oleh penggunaan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengubah perilaku (behavior changes) siswa. Perilaku siswa yang diharapkan dapat berubah meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Permasalahan yang telah disebutkan sangatlah luas dan tidak mungkin penulis untuk meneliti seluruhnya oleh keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Oleh sebab itu, agar penelitian yang dilaksanakan ini lebih optimal dan tepat sasaran maka penulis membatasi masalah penelitian tersebut, mengingat variabel yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan oleh siswa, maka dapatlah penulis rumuskan permasalahan pokok pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatan kemampuan membaca siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar

?” Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai


(16)

(1) Apakah peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

(2) Bagaimana kemampuan membaca siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah?

(3) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan membaca pemahaman antara siswa yang belajar membaca menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

C. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Asumsi atau anggapan dasar penelitian merupakan landasan pemikiran dalam suatu penelitian yang sedang dilakukan yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Arikunto (2010:63) menyatakan bahwa anggapan dasar adalah suatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti di dalam pelaksanaan penelitiannya.

Asumsi dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan ranah kognitif (pengetahuan


(17)

dan pemahaman) siswa terhadap materi pembelajaran membaca pada Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Arikunto (2010:64) menyatakan bahwa hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan, dites, atau diuji kebenarannya.

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka hipotesisnya adalah:

1. Kemampuan membaca pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan membaca pemahaman siswa akan lebih baik dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

3. Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman) membaca antara siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(18)

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman) membaca siswa dalam pembelajaran membaca, selain itu, penelitian ini bertujuan juga untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

(1) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(2) Untuk mengetahui kemampuan membaca siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

(3) Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan membaca antara siswa yang belajar membaca menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini jika berhasil dengan optimal diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis maupun praktis adalah sebagai berikut

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi wahana pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan yakni:


(19)

a. Sebagai khasanah bacaan tentang “Keefektifan model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa

Sekolah Dasar.”

b. Sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut.

2. Secara praktis, penelitian ini berguna bagi:

a. Memberikan informasi kepada guru di Sekolah Dasar mengenai melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

b. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para guru dan siswa dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

c. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.

F. Variabel Penelitian

Variabel Indepanden (bebas) (X) Pembelajaran Berbasis Masalah

Variabel Dependen (terikat) (Y) Kemampuan Membaca Pemahaman


(20)

“Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2004:38).

Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas dua variabel kelompok subjek di mana terdapat satu variabel kelompok eksperimen dan satu variabel kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran membaca dengan model pembelajaran berbasis masalah dan kelompok kontrol dengan perlakuan pembelajaran membaca dengan model pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pre-test dan post-test dengan menggunakan instrumen tes yang sama.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah pokok masalah yang terdapat dalam penelitian ini, akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk disesuaikan kejelasannya.

1. Efektivitas merupakan bentuk dasar dari kata efektif yang dalam kamus

besar bahasa Indonesia (2008:352) mendefinisikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil,

berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan


(21)

Efektivitas dalam penelitian ini adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas, dan waktu yang telah dicapai oleh manajemen pembelajaran, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Efektivitas dapat juga diartikan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya.

2. Pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa dengan masalah. Masalah yang diberikan berupa masalah nyata atau masalah yang disimulasikan yang kemudian dipecahkan oleh siswa. Menurut Mohamad Nur (2011:57) pembelajaran berbasis masalah yang proses pelaksanaannya melalui lima langkah berikut: (1) Mengorientasikan siswa pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Kemampuan membaca menurut Tampubolon (2008:7) adalah kecepatan membaca dan pemahaman secara keseluruhan. Kemudian bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca efisien dan efektif. Kemampuan membaca dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk memahami informasi yang


(22)

informasi merupakan aktivitas kognitif yang dapat diukur dengan melalui teknik tes, adapun untuk mengukur tingkat kemampuan membaca siswa dalam penelitian ini digunakan tes objektif berupa pilihan ganda.


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dan tujuan serta kegunaan yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Sukmadinata (2009:52) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pernyataan dan isu-isu yang dihadapi.

Metode merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan, sedangkan penelitian merupakan sarana untuk mencari kebenaran. Pada dasarnya penelitian adalah upaya mengumpulkan data yang akan dianalisis. Pendekatan model penelitian dibedakan atas metode kualitatif dan metode kuantitatif.

Berdasarkan permasalahan yang dikaji, penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia tentang membaca di Sekolah Dasar, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi. Menurut Sukmadinata (2009:59) menjelaskan bahwa eksperimen kuasi


(24)

bukan merupakan eksperimen murni tetapi seperti murni, seolah-olah murni atau biasa disebut dengan eksperimen semu. Pendekatan kuantitatif yang merupakan suatu strategi yang paling efektif untuk menguji suatu model pendekatan. Hasil dari kegiatan eksperimen ini tentunya akan terlihat jelas, sehingga variabel-variabel yang diselidiki dapat dimanfaatkan atau malah sebaliknya tidak bermanfaat jika diimplementasikan dalam proses pembelajaran.

B. Desain Penelitian

Model desain penelitian eksperimen kuasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model desain penelitian nonequivalent (pretest-posttest) control-group design John W. Creswell (2009:242). Desain ini dipilih peneliti bahwa dalam rancangan ini, kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B) diseleksi tanpa prosedur penempatan acak (without random as signment). Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test, hanya kelompok eksperimen (A) saja yang ditreatment. Adapun rancangan penelitian non equivalent (pretest-posttest) control-group design dapat dilihat dalam bentuk sebagai berikut:

Nonequivalent (Pretest-Posttest) Control-Group Design

Group Pretest Trectment Posttest A O X O B O O


(25)

A Kelompok eksperimen B Kelompok kontrol

O Tes awal (pretest) sama dengan tes akhir (posttest).

X Pembelajaran bahasa Indonesia membaca dengan model pembelajaran berbasis masalah.

Berdasarkan fokus pembahasan dalam penelitian ini, yakni pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen.

“Kuasi eksperimen hampir mirip dengan eksperimen, perbedaannya terletak pada penggunaan subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya.” (Ruseffendi, 2005:52)

Keadaan demikian sering terjadi, seorang kepala sekolah berkeberatan terhadap diadakannya suatu penelitian disebabkan karena ia berkeberatan bila siswa-siswanya di acak-acak. Maksudnya, siswa-siswanya dikelompokkan secara acak ke dalam kelompok kelompok baru Dengan demikian cara ini merupakan cara yang paling cocok bila dalam penelitian percobaan (eksperimen) pengelompokan siswa secara acak tidak diperbolehkan.


(26)

Oleh karena itu untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan metode kuasi eksperimen ini. Ciri utama kuasi eksperimen adalah dengan tidak dilakukannya penugasan random, melainkan melakukan pengelompokkan subjek penelitian berdasarkan kelompok yang telah terbentuk sebelumnya.

C. Subjek Penelitian

Berdasarkan metode kuasi eksperimen yang ciri utamanya adalah tanpa penugasan random dan menggunakan kelompok yang sudah ada, maka peneliti menggunakan kelompok-kelompok yang sudah ada sebagai subjek penelitian. Jadi peneliti tidak mengambil sampel dari anggota populasi secara individu tetapi dalam bentuk kelas. Alasannya karena apabila pengambilan sampel secara individu dikhawatirkan situasi kelompok penelitian menjadi tidak alami.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar tahun ajaran 2011/2012 berjumlah 44 orang tersebut ditentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelas Vb berjumlah 22 orang, sedangkan kelompok kontrol adalah kelas Va berjumlah 22 orang.


(27)

1. Peneliti menerima keadaan subjek apa adanya dari dua kelompok dari subjek penelitian yang tersedia, yaitu dari masing-masing kualifikasi satu sekolah yang mempunyai dua kelas/rombel, selanjutnya subjek yang dipilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Memberikan pelatihan kepada guru tentang model pembelajaran berbasis masalah, dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer dan patner guru serta pembelajaran dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan.

3. Setiap kelompok diberikan pre-test untuk melihat apakah ada perbedaan kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran membaca antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol kemudian menentukan nilai rata-rata dengan uji perbedaan (uji perbedaan dua rata-rata).

4. Memberikan perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, model pembelajaran berbasis masalah diberikan kepada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional diberikan kepada kelompok kontrol.

5. Tahap selanjutnya kepada setiap kelompok diberikan post-tes untuk mengetahui kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran


(28)

6. Menggunakan uji t, untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran membaca antara siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Oleh karena itu untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan metode kuasi eksperimen ini. Ciri utama kuasi eksperimen adalah dengan tidak dilakukannya penugasan random, melainkan melakukan pengelompokkan subjek penelitian berdasarkan kelompok yang telah terbentuk sebelumnya.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun tempat atau lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah di Sekolah Dasar Negeri 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Penelitian ini difokuskan pada kelas Vb sebagai kelas eksperimen, dan kelas Va sebagai kelas kontrol. Proses pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan oleh guru kelas yang mengajar di sekolah tersebut, sedangkan peneliti bertindak sebagai observer. Alasan pemilihan lokasi tersebut antara lain:

1. Sekolah tersebut dipandang dari letak georafisnya terletak di ibukota Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

2. Peneliti sebagai guru di Sekolah Dasar Negeri 007 Padang Sawah Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar sudah terjalin hubungan yang baik dengan kepala sekolah dan guru-guru di sekolah tersebut.


(29)

3. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif kepada semua pihak, khususnya Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

Waktu penelitian direncanakan selama + 8 (delapan) bulan, yang dimulai dari proses pembuatan proposal dilanjutkan seminar proposal, penelitian dilapangan serta penyusunan karya tulis berbentuk tesis dan ujian tahap I dan II.

Selanjutnya waktu penelitian dilapangan direncanakan selama satu bulan dalam 3 (tiga) kali pertemuan yang masing-masing pertemuan 2 x 35 menit. Materi tersebut merujuk pada kurikulum 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia tentang “Standar Kompetensi memahami teks membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak” dengan “Kompetensi Dasar yaitu membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan membaca sekilas” dijelaskan pada Tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.1. Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar Membaca Pemahaman Siswa Kelas V Sekolah Dasar.

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7.Memahami teks membaca

sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak

7.1.Membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan

membaca sekilas. E. Prosedur Penelitian


(30)

2. Tahap Pendahuluan

1) Melaksanakan seminar proposal dan perbaikan serta revisi hasil seminar.

2) Mengadakan observasi kesekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian.

3) Mengurus surat izin penelitian.

3. Tahap Persiapan

1) Membuat persipan mengajar atau rencana pembelajaran (RPP). Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar

(Kognitif,Afektif,Psikomotor)

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar

Tes Awal

Pembelajaran Konvensional MP.Bahasa Indonesia Membaca

Pembelajaran Berbasis Masalah MP. Bahasa Indonesia Membaca Tes Akhir

Observasi Keterlaksanaan Model Pengolahan data dan Analisis Data

Kesimpulan

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen


(31)

2) Membuat alat pengumpul data berupa tes objektif berbentuk tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban, digunakan untuk mengukur kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran membaca, seperti terlampir pada lampiran B.1.

3) Melakukan analisis pengujian tingkat kesukaran, daya pembeda soal, indek validitas dan reliabilitas instrumen bersama dua orang dosen pembimbing, seperti terlampir pada lampiran C.1

4) Menyusun format observasi aktivitas siswa dan guru, seperti terlampir pada lampiran E.1. dan E.2.

5) Studi dokumentasi mengenai materi bahasa Indonesia membaca yang diajarkan dan masalah yang biasanya muncul pada saat pembelajaran, seperti terlampir pada lampiran F.1.

4. Tahap Pelaksanaan

6) Mengadakan pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa, seperti terlampir pada lampiran E.1.

1) Melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan jadwal dan materi pelajaran untuk kelas eksperimen menggunakan model


(32)

pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.

2) Melaksanakan pos-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan masing-masing kelas setelah diadakan proses pembelajaran.

5. Tahap Penyelesaian

1) Menganalisis dan mengolah data.

2) Menyusun laporan penelitian.

F. Pengembangan Instrumen Penelitian

a. Instrumen Penelitian

Tayipnapis (2008:102) mengemukakan bahwa instrumen ialah alat untuk merekam informasi yang akan dikumpulkan. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan dua jenis instrumen yaitu tes dan nontes. Tes untuk mengukur kemampuan membaca siswa dalam pembelajaran membaca, sedangkan instrumen nontes berupa observasi dan angket untuk guru untuk mengetahui respon guru kelas terhadap pembelajaran membaca dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah.


(33)

Uji coba instrumen pada penelitian ini dilakukan pada kelas V Sekolah Dasar Negeri 001 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar yang berjumlah sebanyak 28 (dua puluh delapan) responden. Uji coba instrumen ini dilakukan adalah untuk melihat validitas butir tes, reliabilitas butir tes, daya pembeda butir tes dan tingkat kesukaran butir tes, efektivitas option soal selanjutnya data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis. Setiap instrumen penelitian ini selanjutnya dibahas sebagai berikut:

1) Instrument Tes

Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan membaca, maka instrumen yang digunakan adalah berupa tes. Penggunaan instrumen tes dalam penelitian ini adalah tes pada tingkat kesulitan kognitif yaitu membaca membandingkan dua teks bacaan dengan tema yang sama, sedangkan landasan pembuatan tes pemamahan bacaan dalam penelitian ini adalah mengacu pada ranah kognitif berdasarkan teori taksonomi Bloom yang dikembangkan oleh Harjasujana dan Mulyati (dalam Hernawan, 2009:87-89) mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan kemampuan kognisi.

Pengukuran kemampuan membaca yang berkaitan dengan ranah kognitif merupakan alterenative yang baik untuk menjadi landasan


(34)

pembuatan tes pemamahan bacaan sebelum dan setelah proses belajar mengajar.

Pertanyaan dalam instrument tersebut berupa pertanyaan; ingatan (K1), terjemahan (K2), interpretasi (K3), aplikasi (K4), dan analisis (K5), sedangkan sintesis (K6), dan evaluative (K7) tidak digunakan dalam tes pemahaman bacaan pada penelitian ini. Bentuk tes yang digunakan adalah tes pemahaman bacaan yang dibuat berbentuk tes objektif berbentuk tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban, yang memuat aspek-aspek kemampuan membaca pemahaman dengan maksud agar dapat melihat kemampuan ingatan, terjemahan, interpretasi, aplikasi, dan analisis dalam proses menjawab soal tes, untuk lebih jelasnya kisi-kisi tes pemahaman bacaan pada Tabel 3.2. berikut ini.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Pemahaman Bacaan

No.TPB Jenjang Kesulitan Kognitif dan Nomor Pertanyaan JUMLAH SOAL

(K1) (K2) (K3) (K4) (K5)

TPB I 3, 8 2, 7 1, 6 4, 9 5, 10 10

TPB II 11, 17 18, 16 12, 15 14, 19 13, 20 10 TPB III 23, 30 27, 24,

29

22, 25 21 26, 28 10

JUMLAH 30

Penyusunan tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor


(35)

dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

Bahan tes disesuaikan dengan indikator-indikator kemampuan pemahaman bacaan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu menarik kesimpulan tentang kemampuan ingatan, terjemahan, interpretasi, aplikasi, dan analisis,

Adapun pemberian skor untuk soal-soal pemahaman bacaan mengikuti pedoman dari Arikunto (2009:76), dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini.

Tabel 3.3. Pemberian Skor Soal-soal Bentuk Objektif

Respon Siswa terhadap Soal Skor

Tidak ada jawaban/item yang dijawab tidak sesuai dengan pertanyaan/item yang dijawab salah

0 Ada jawaban/item yang dijawab sesuai dengan pertanyaan/

item yang dijawab benar

1

Adanya sebuah pedoman pemberian skor dimaksudkan agar terjadinya sebuah hasil yang obyektif karena pada setiap langkah jawaban yang dinilai pada jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga mengurangi kesalahan pada penilaian.

2) Lembaran Observasi

“Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan” (Riduwan,


(36)

2010:30). Sukmadinata, (2009:220) menyatakan bahwa observasi (obsevation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Pada penelitian ini lembaran observasi digunakan untuk mengukur aktivitas siswa dan aktivitas guru, yang diamati oleh peneliti sebagai observar selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung.

3) Bahan Ajar

Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini dirancang sesuai dengan kurikulum sekolah yang berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V semester II tentang: “Standar Kompetensi memahami teks membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak” dengan “Kompetensi Dasar yaitu membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan membaca sekilas” sehinggga diharapkan siswa mencapai kompetensi pemahaman bacaan yang relevan dengan materi yang dipelajari, selain itu bahan ajar yang dikembangkan, dikemas dan di desain dalam bentuk sajian pembelajaran berbasis masalah supaya kemampuan membaca pemahaman siswa dapat berkembang dengan baik, selain itu bahan ajar disusun supaya siswa dapat beraktivitas yang mengarah pada kompetensi yang diharapkan.


(37)

Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah mengkaji apakah terdapat dampak yang berbeda terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa antara siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional.

b. Analisis Instrumen Penelitian

Untuk keperluan pengumpulan data penelitian ini dibutuhkan suatu instrumen berupa tes yang baik yaitu memenuhi kriteria validitas tinggi, reliabilitas tinggi, daya pembeda yang baik dan tingkat kesukaran yang sedang. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut diuji coba untuk mendapatkan gambaran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya dengan klasifikasi soal tes kemampuan membaca pemahaman siswa.

1) Validitas Butir Soal

Menurut Gronlund, Norman E. 1985 (dalam Djiwandono 2008:164) bahwa validitas diartikan sebagai kesesuaian interpretasi hasil tes dari pada tes sebagai alat evaluasi, namun secara lebih praktis dan sederhana validitas itu dikaitkan dengan kesesuaian tes sebagai alat ukur


(38)

Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto (2009:69-72) bahwa sebuah tes memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson adalah:

Dimana:

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

Selanjutnya Arikunto (2009:75) mengemukakan nilai diartikan sebagai koefisien validitas, sehingga kriteriumnya adalah sebagai berikut:

0,800 ≤ ≤ 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,600 ≤ ≤ 0,800 validitas tinggi (baik)

0,400 ≤ ≤ 0,600 validitas sedang (cukup) 0,200≤ ≤ 0,400 validitas rendah (kurang), dan 0,000 ≤ ≤ 0,200 validitas sangat rendah.


(39)

Perhitungan korelasi Pearson dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan statistik SPSS versi 19, perhitungan lengkap untuk perhitungan signifikasi dan derajat validitas disajikan, seperti terlampir pada lampiran D.1 dan D.2.

Gambaran hasil perhitungan signifikasi dan derajat validitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.4. berikut ini.

Tabel 3.4. Perhitungan Validitas Tes Pemahaman Bacaan No.

Soal

Korelasi Interpretasi Validitas

Signifikansi No. Soal

Korelasi Interpretasi Validitas

Signifikansi 1 0,423 Sedang Signifikan 16 0,494 Sedang Signifikan 2 0,430 Sedang Signifikan 17 0,490 Sedang Signifikan 3 0,528 Sedang Signifikan 18 0,498 Sedang Signifikan 4 0,509 Sedang Signifikan 19 0,447 Sedang Signifikan 5 0,506 Sedang Signifikan 20 0,458 Sedang Signifikan 6 0,468 Sedang Signifikan 21 0,563 Sedang Signifikan 7 0,622 Tinggi Signifikan 22 0,444 Sedang Signifikan 8 0,432 Sedang Signifikan 23 0,509 Sedang Signifikan 9 0,528 Sedang Signifikan 24 0,509 Sedang Signifikan 10 0,523 Sedang Signifikan 25 0,420 Sedang Signifikan 11 0,654 Tinggi Signifikan 26 0,480 Sedang Signifikan 12 0,456 Sedang Signifikan 27 0,475 Sedang Signifikan 13 0,452 Sedang Signifikan 28 0,455 Sedang Signifikan 14 0,528 Sedang Signifikan 29 0,581 Sedang Signifikan 15 0,456 Sedang Signifikan 30 0,472 Sedang Signifikan

Dari 30 soal yang digunakan untuk menguji kemampuan pemahaman bacaan tersebut berdasarkan kriteria validitas tes dari Arikunto (2009:75) diperoleh 28 soal yang mempunyai validitas sedang,


(40)

tidak semua soal mempunyai validitas yang baik. Begitu juga kriteria signifikansi dan korelasi pada tabel di atas terlihat 30 soal yang signifikan atau valid.

2) Reliabilitas Butir Soal

Reliabilitas dimaksudkan untuk melihat keajegan hasil tes. “Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap”. (Arikunto, 2009:86).

Adapun cara menghitung koefisien reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ruseffendi (2005:161) yang menyatakan bahwa untuk menghitung koefisien reliabilitas pada bentuk soal yang memiliki jawaban beraneka ragam, seperti: Soal tes yang dibuat berbentuk tes objektif berbentuk tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban menggunakan cara Cronbach Alpha dan pendapat dengan Arikunto (2009:109) yang menyatakan bahwa untuk mencari reliabilitas tes berbentuktes objektif berbentuk tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban menggunakan rumus Alpha. Rumus tersebut adalah:

Keterangan





2

2

11

.

1

1

t i

k

k

r


(41)

k = Banyaknya item

b2 = Jumlah varians item t2 = Varians total

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, untuk melihat reliabilitas tes kemampuan membaca pemahaman siswa menggunakan rumus Alpha. Sedangkan untuk menginter-pretasikan harga koefisien reliabilitas tersebut mengacu pada katagori yang diajukan J.P. Guilford (dalam Erman 2003:139), dengan ketentuan sebagai berikut:

11 ≤ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ 11 < 0,40 derajat reliabilitas rendah

0,40 ≤ 11 < 0,70 derajat reliabilitas sedang

0,70 ≤ 11 < 0,90 derajat reliabilitas tinggi

0,90 ≤ 11 < 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi.

Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan statistik SPSS versi 19, perhitungan lengkap untuk perhitungan signifikasi dan derajat validitas disajikan, seperti terlampir pada lampiran D.3.

Gambaran hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan derajat reabilitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.5. berikut ini.


(42)

Soal R

Kriteria

Keterangan Sedang Tinggi Sangat

Tinggi Tes Pemahaman

Bacaan 0,888 √ Reliabel

Dengan melihat Tabel 3.5. di atas dapat dinyatakan bahwa semua soal reliabel, dan dapat digunakan sebagai instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini.

3) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal menurut Erman (2003:169) bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha siswa untuk memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya, selanjutnya derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran (difficulty index). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.

Analisis ini dilakukan perhitungan untuk mengetahui tingkat kesukaran setiap butir soal yang akan digunakan dalam menentukan


(43)

apakah butir soal itu termasuk kedalam kelompok soal mudah, soal sedang, soal sukar. Setelah diperoleh nilai tingkat kesukaran atau indeks kesukaran soal, selanjutnya pada penelitian ini diinterpretasikan dengan mengacu pada ketentuan yang diajukan Erman (2003:170) indeks kesukaran dalam penilaian ini diberi simbol IK (Indeks Kesukaran) butir soal yaitu dengan Rumus:

= +

� + �

Di mana :

IK = indeks kesukaran

JB = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

JB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

JS = jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)

JS = jumlah siswa kelompok bawah (lower group)

Menurut Erman (2003:170) ketentuan yang sering diikuti, klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut:

 IK = 0,00 soal terlalu sukar

 0,00 < IK ≤ 0,30 soal sukar

 0,30 < IK ≤ 0,70 soal sedang

 0,70 < IK ≤ 1,00 soal mudah


(44)

Perhitungan indeks kesukaran dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007, perhitungan lengkap untuk indeks kesukaran tes pemahaman bacaan disajikan, seperti terlampir pada lampiran D.7.

Gambaran hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.6. berikut ini.

Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Tes Pemahaman Bacaan

Nomor Soal

Indeks Kesukaran

Interpretasi Nomor Soal

Indeks Kesukaran

Interpretasi

1 0,71 Mudah 16 0,64 Sedang

2 0,43 Sedang 17 0,79 Mudah

3 0,79 Mudah 18 0,71 Mudah

4 0,79 Mudah 19 0,64 Sedang

5 0,79 Mudah 20 0,21 Sukar

6 0,57 Sedang 21 0,64 Sedang

7 0,57 Sedang 22 0,21 Sukar

8 0,57 Sedang 23 0,79 Mudah

9 0,79 Mudah 24 0,50 Sedang

10 0,64 Sedang 25 0,71 Mudah

11 0,64 Sedang 26 0,64 Sedang

12 0,79 Mudah 27 0,21 Sukar

13 0,57 Sedang 28 0,64 Sedang

14 0,79 Mudah 29 0,57 Sedang

15 0,79 Mudah 30 0,79 Mudah

Dari Tabel 3.6. di atas dapat dilihat bahwa untuk soal yang mengukur kemampuan pemahaman bacaan siswa yang terdiri dari 30 soal tes, terdapat 3 soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar yaitu soal nomor 20, 22 dan 27; 14 soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang yaitu soal nomor 2, 6, 7, 8, 10,11, 13, 16, 19, 21, 24, 26, 28 dan 29; serta 13 soal lainnya memiliki tingkat kesukaran yang mudah yaitu soal nomor 1, 3, 4, 5, 9, 12, 14,15, 17,18, 23,25, dan nomor 30.


(45)

4) Daya Pembeda

Analisis pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perhitungan daya pembeda soal dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal ini dapat membedakan antara siswa yang berada pada kelompok atas dan siswa yang berada pada kelompok bawah, Erman (2003:160) mengemukakan rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:

��= −

� atau ��= − �

Di mana :

DP = Daya pembeda

JB = Jumlah benar untuk kelompok atas

JB = Jumlah benar untuk kelompok bawah

JS = Jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)

JS = Jumlah siswa kelompok bawah (lower group)

Demikian juga untuk nilai daya pembeda diinterpretasikan dengan mengacu pada ketentuan yang diajukan Erman (2003:161) dengan klasifikasi daya pembeda adalah:

 DP ≤ 0,00 sangat jelek

 0,00 < DP ≤ 0,20 jelek

 0,20 < DP ≤ 0,40 cukup

 0,40 < DP ≤ 0,70 baik


(46)

Perhitungan daya pembeda dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007, perhitungan lengkap untuk daya pembeda tes pemahaman bacaan disajikan, seperti terlampir pada lampiran D.8.

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi daya pembeda, yang secara terinci disajikan pada Tabel 3.7. dibawah ini.

Tabel 3.7. Daya Pembeda Tiap Butir Soal Pemahaman Bacaan Nomor

Soal

Daya Pembeda

Interpretasi Nomor Soal

Daya Pembeda

Interpretasi

1 0,57 Baik 16 0,71 Sangat baik

2 0,57 Baik 17 0,43 Baik

3 0,43 Baik 18 0,57 Baik

4 0,43 Baik 19 0,71 Sangat baik

5 0,43 Baik 20 0,43 Baik

6 0,57 Baik 21 0,71 Sangat baik

7 0,86 Sangat baik 22 0,43 Baik

8 0,57 Baik 23 0,43 Baik

9 0,43 Baik 24 0,71 Sangat baik

10 0,71 Sangat baik 25 0,57 Baik

11 0,71 Sangat baik 26 0,71 Sangat baik

12 0,43 Baik 27 0,43 Baik

13 0,57 Baik 28 0,71 Sangat baik

14 0,43 Baik 29 0,86 Sangat baik

15 0,43 Baik 30 0,43 Baik

Dengan memperhatikan Tabel 3.7. di atas dapat dilihat bahwa item soal Tes Pemahaman Bacaan memiliki daya pembeda yang termasuk pada kategori baik dan sangat baik.


(47)

Efektivitas option soal menurut Erman (2003:174-177) adalah alternatif jawaban atau kemungkinan jawaban yang harus dipilih. Dengan demikian arti dari kata option adalah kemungkinan jawaban yang disediakan pada butir soal (tes) tipe obyektif bentuk pilihan ganda atau rnemasangkan untuk dipilih oleh peserta tes, sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Suatu option disebut efektif jika memenuhi fungsinya atau rujuan disajkannya option tersebut tercapai. Hal ini berarti bahwa setiap option yang disajikan masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih. Option yang merupakan jawaban yang benar disebut option kunci (key option). sedangkan option lainnya disebut option pengecoh (distractor option).

Berdasarkan distribusi pilihan pada setiap option untuk siswa kelompok atas dan kelompok bawah, dapat ditentukan option yang berfungsi efektif dan yang tidak. Kriteria option yang berfungsi secara efektif adalah: (a) Option kunci yaitu: (1) Jumlah pemilih kelompok atas harus lebih banyak daripada jumlah pemilih kelompok bawah, yaitu siswa yang pandai lebih banyak yang menjawab benar daripada siswa yang bodoh; (2) Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah lebih dari 0,25 tetapi tidak lebih dan 0,75 dari seluruh siswa pada kelompok atas dan kelompok bawah. (b) Option pengecoh yaitu: (1) Jumlah pemilih kelompok atas lebih sedikit (kurang) daripada jumlah pemilih kelompok


(48)

banyak yang memilih daripada siswa yang pandai. Idealnya siswa pandai tidak memilih jawaban yang salah dari siswa yang bodoh memilihnya; (2) Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah minimal sebanyak 0,25 dan seperdua jumlah option pengecoh kali jumlah kelompok atas dan kelompok bawah, dirumuskan indeksoption pengecoh sebagai berikut:

�� +�� ≥ 0,25 × 1 + = 1

2( −1)× (�� +�� )

Dimana:

JP = jumlah siswa pemilih kelompok atas

JP = jumlah siswa pemilih kelompok bawah

JS = jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)

JS = jumlah siswa kelompok bawah (lower group)

Ada pakar lain yang mengemukakan bahwa rumus di atas terlalu menyulitkan, ia berpendapat bahwa selain jumlah pemilih kelompok bawah harus lebih banyak dari pada pemilih kelompok atas untuk option pengecoh, option pengecoh itu harus dipilih minimum oleh 5% peserta tes pada kedua kelompok siswa.

Perhitungan option soal dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007, perhitungan lengkap untuk option soal tes pemahaman bacaan.


(49)

Dari hasil perhitungan, diperoleh option soal tiap butir soal yang kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi option, yang secara terinci disajikan pada Tabel 3.8. dibawah ini.

Tabel 3.8. Efektivitas Option Tiap Butir Soal Pemahaman Bacaan

1 2 3 4 5

A 1 efektif A 1 efektif A 1 efektif A 3 efektif A 1 efektif B 1 efektif B 1 efektif B 3 efektif B 1 efektif B 1 efektif C 2 efektif C 4 efektif C 1 efektif C 1 efektif C 3 efektif D 4 efektif D 6 efektif D 1 efektif D 1 efektif D 1 efektif

6 7 8 9 10

A 2 efektif A 6 efektif A 1 efektif A 1 efektif A 3 efektif B 1 efektif B 1 efektif B 4 efektif B 1 efektif B 5 efektif C 3 efektif C 1 efektif C 4 efektif C 3 efektif C 1 efektif D 4 efektif D 4 efektif D 1 efektif D 1 efektif D 1 efektif

11 12 13 14 15

A 1 efektif A 1 efektif A 1 efektif A 3 efektif A 1 efektif B 1 efektif B 3 efektif B 2 efektif B 1 efektif B 1 efektif C 5 efektif C 1 efektif C 3 efektif C 1 efektif C 1 efektif D 3 efektif D 1 efektif D 4 efektif D 1 efektif D 3 efektif

16 17 18 19 20

A 1 efektif A 3 efektif A 4 efektif A 2 efektif A 2 efektif B 5 efektif B 1 efektif B 2 efektif B 1 efektif B 1 efektif C 1 efektif C 1 efektif C 1 efektif C 2 efektif C 3 efektif D 3 efektif D 1 efektif D 1 efektif D 5 efektif D 3 efektif

21 22 23 24 25

A 2 efektif A 4 efektif A 3 efektif A 3 efektif A 1 efektif B 2 efektif B 2 efektif B 1 efektif B 3 efektif B 4 efektif C 1 efektif C 3 efektif C 1 efektif C 5 efektif C 1 efektif D 5 efektif D 5 efektif D 1 efektif D 1 efektif D 2 efektif

26 27 28 29 30

A 5 efektif A 8 efektif A 2 efektif A 3 efektif A 1 efektif B 3 efektif B 3 efektif B 1 efektif B 1 efektif B 2 efektif C 1 efektif C 2 efektif C 2 efektif C 6 efektif C 1 efektif D 1 efektif D 1 efektif D 5 efektif D 2 efektif D 4 efektif


(50)

Dengan memperhatikan Tabel 3.8. di atas dapat dilihat bahwa item soal Tes Pemahaman Bacaan memiliki option pengecoh yang termasuk pada kategori efektif dan bermasalah.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui tes, lembaran observasi dan angket untuk guru. Data yang berkaitan dengan kemampuan membaca pemahaman siswa dikumpulkan melalui pre-tes dan pos-tes, sedangkan data yang berkaitan dengan aktivitas siswa dan aktivitas guru siswa dalam pembelajaran membaca sebagai akibat model pembelajaran berbasis masalah dikumpulkan melalui angket untuk guru dan lembaran observasi.

H. Teknik Pengolahan Data

Alur pengolahan data pretes dan posttes dari dua kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut:

Pre-test/Post-test

Normalitas

Uji 1

Uji - t Homoganitas


(51)

Data yang terkumpul pada penelitian ini berupa data kuantitatif yang diolah dengan teknik perhitungan statistik SPSS versi 19 dan Microsoft Office Excel 2007, selanjutnya data tersebut yang akan menjadi bahan rujukan pengambil keputusan hipotesis penelitian. Hasil observasi aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran serta angket untuk guru adalah sebagai pendukung mendeskrisikan hasil penelitian. Data yang diolah berupa skor tes awal dan skor tes akhir untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman siswa antara yang belajar membaca menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan belajar membaca menggunakan model pembelajaran konvensional. Perbedaan yang terjadi antara kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Pengolahan data hasil tes, selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.


(52)

2) Membuat tabel yang berisikan skor tes hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Menghitung rerata skor tes setiap kelas berdasarkan pada pendapat Ruseffendi (1993:102) yang menyatakan dengan rumus:

= =

4) Ruseffendi (1993:358) menyatakan untuk menghitung deviasi baku skor tes untuk mengetahui penyebaran kelompok dengan menggunakan rumus:

�= ( − )

=

5) Ruseffendi (1993:358) mengemukakan bahwa untuk melakukan uji normalitas dari setiap kelompok dengan uji chi kuadrat untuk mengetahui kenormalan data. Kriteria pengujiannya adalah bila X2hitung < X2tabel maka data berdistribusi normal dan bila X2hitung > X2tabel maka data berdistribusi tidak normal:

� = −

= � � �


(53)

6) Ruseffendi (1993:378) menyatakan untuk melakukan uji homogenitas varians kedua kelompok dengan uji F untuk mengetahui varians kedua kelompok, sama ataukah berbeda.

Uji F menggunakan rumus: � = �

Hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : 12 =

2 2 

Ha : 12 2 2  Keterangan: 2 1

: Varians skor kelas eksperimen

2 2

: Varians skor kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah menerima H0 bila Fhitung < Ftabel dan menolak H0 bila Fhitung > Ftabel.

7) Menurut Ruseffendi (1993:398) menyatakan bahwa untuk menguji kesamaan dua rata-rata skor tes awal dan skor tes akhir dengan uji t, jika sebaran data normal dan homogeny. Dan menggunakan rumus berikut:

=

− � − ( + )

=

( − ) + ( − ) ( + − )

=

− � +( − )� ( + − )

Hipotesisnya yang akan diuji adalah:


(54)

Ha : 1 > 2 Keterangan:

1: ratan skor kelas eksperimen

2: rataan skor kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah menerima H0 bila thitung < ttabel dan menolak H0 bila thitung > ttabel.

8) Russefendi (1993:503) mengemukakan bahwa apabila data tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik untuk dua sampel yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney

=

�−

( + + )/

9) Mencari Gain Ternomalisasi dari Meltzer (2002:1260), dengan rumus:

pretes skor

maksimum skor

pretes skor postes

skor g

  

Kriteria indeks gains (g) berpedoman pada standar dari Hake (1998:3) yaitu:

g > 0.7 : tinggi 0.3 < g  0.7 : sedang


(55)

Menghitung Mean, Standar Deviasi, Uji normalitas, Uji Perbedaan Rerata dan Uji Regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19 untuk kecepatan dan ketepatan hasil yang diperoleh.

10)Pengolahan data lembar observasi.

I. Agenda Jadwal Kegiatan Penelitian

N

o Kegiatan

Des Jan Feb Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penyusunan

Proposal 2. Seminar proposal 3. Revisi

proposal 4. Penyusunan

rencana pembelajar an

5. Pembuatan

instrumen

N

o Kegiatan

Des Jan Feb Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 6. Uji

Validitas instrumen 7. Perbaikan Instrumen 8. Pelaksanaa n penelitian 9. Pengolahan

data

10. Penyusunan laporan penelitian


(56)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Pada bab V ini akan menguraikan bahasan tentang kesimpulan dan rekomendasi. Melalui simpulan ini diharapkan dapat diketahui secara garis besar hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian untuk melihat hal-hal yang memungkinkan dapat dilakukan pada masa berikutnya, maka perlu dicantumkan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan patokan dalam kegiatan selanjutnya. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat dibuat kesimpulan seperti berikut ini:

a) Peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa yang mem- peroleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pem- belajaran konvensional.

Berdasarkan hasil deskripsi yang dilakukan peneliti, peningkatan kemampuan pemahaman bacaan siswa secara keseluruhan yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan konvensional.

b) Kemampuan Membaca Siswa dengan Menggunakan Model Pem- belajaran Berbasis Masalah

Kemampuan membaca awal siswa rendah sebelum dilakukan pembelajaran, hal ini terlihat dari hasil pre-test dan kemudian setelah diadakan pembelajaran membaca dengan model pembelajaran berbasis masalah hasil post-test menunjukan cukup baik. Kemampuan membaca ini


(57)

sebagaimana terlihat pada tabel 4.1, kemampuan pemahaman bacaan terlihat bahwa hasil rata-rata skor kemampuan pemahaman bacaan siswa kelompok eksperimen sebelum pembelajaran lebih besar dibandingkan rata-rata skor kemampuan pemahaman bacaan siswa kelompok kontrol, perbedaannya sekitar 0,636. Hal ini menunjukkan perbedaan yang kecil, sedangkan setelah pembelajaran dilaksanakan terjadi perbedaan rata-rata skor kemampuan pemahaman bacaan siswa antara kelompok eksperimen dan kontrol sekitar 1,955.

c) Perbedaan Peningkatkan Kemampuan Membaca antara Siswa yang Belajar Membaca Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Terdapat perbedaan peningkatan yang sangat signifikan antara kemampuan membaca kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan kemampuan membaca kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan ini terlihat dari uji normalitas gain ternormalisasi pemahaman bacaan bahwa nilai Sig, untuk kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan, artinya data gain ternormalisasi untuk aspek kemampuan pemahaman bacaan berdistribusi normal, sedangkan nilai Sig, untuk kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran konvensional lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan artinya data gain untuk aspek kemampuan pemahaman bacaan yang tidak memenuhi syarat normalitas.


(58)

Berdasarkan temuan penelitian ini, peneliti mengemukakan atau mengajukan beberapa implikasi seperti di bawah ini:

1) Model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan dalam pengajaran pemahaman bacaan di Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan penerapan model pembelajaran berbasis masalah ini dalam pengajaran membaca memberi pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa, baik pada siswa yang mempunyai pengetahuan awal rendah maupun siswa yang mempunyai pengetahuan awal tinggi. Oleh sebab itu model pembelajaran berbasis masalah sangat efektif diterapkan dalam pengajaran, terutama pengajaran pemahaman bacaan. Pendekatan model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa-siswa. Dalam model pemelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

2) Model pembelajaran berbasis masalah dapat melatih siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah,


(59)

sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah sehingga dapat berfikir lebih kreatif. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan di atas pandangan konstruktivis-kognitif. Pandangan ini banyak didasarkan teori Bern dan Erickson, 2001 (dalam Komalasari, 2011:59) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

3) Model pembelajaran berbasis masalah bila dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berpikir atau kognitif seseorang maka tahap perkembangan yang dialami oleh sebagian besar siswa kelas V Sekolah Dasar yaitu usia rata-rata 11 tahun, sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis. Pada tahap ini seseorang bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi. Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan. Oleh karena itu pembelajaran sudah dapat disesuaikan dengan perkembangan usia, kemampuan fisik, intelektual dan emosional agar mencapai hasil belajar yang memuaskan.


(60)

4) Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor. Guru harus menerapkan dan memperhatikan konsep model pembelajaran berbasis masalah dalam pengajaran pemahaman bacaan dengan baik agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan guru adalah konstruktivisme, Jonassen dan Rergeluth, Ed, 1999 (dalam Yamin, 2011:147) mengemukakan bahwa kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, piranti kognitif, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontektual. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah: (1) Menciptakan pembelajaran yang bermakna, di mana peserta didik dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya, kemudian menerapkan dalam kehidupan nyata; (2) Dapat mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; dan (3)


(61)

Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

5) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang harus diperhatikan guru dalam strategi mengajar agar tiap anak dapat berkembang sepenuhnya serta menguasai bahan pelajaran secara tuntas (prinsip belajar tuntas atau mastery learning). Jika guru memahami persyaratan kognitif dan ciri-ciri sikap yang diperlukan oleh siswa dalam belajar diharapkan sebagian besar siswa akan dapat mencapai taraf penguasaan sampai 75% dari yang diajarkan. Oleh karena itu, hendaknya guru mampu menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual tanpa harus mengajar siswa secara individual. Pengajaran individual bukanlah semata-mata pengajaran yang hanya ditujukan kepada seorang saja, melainkan dapat saja ditujukan kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga pengajaran itu memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal.


(62)

pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan ini dapat meningkatkan motivasi kelompok siswa yang berpengetahuan awal rendah secara signifikan dengan kesempatan berkompetisi sesuai dengan kompetensinya. Pemberian penghargaan kepada siswa diharapkan dapat berdampak positif bagi siswa yang berpengetahuan awal tinggi.

3. Saran-Saran

Berdasarkan temuan penelitian ini, peneliti mengemukakan atau mengajukan beberapa saran seperti di bawah ini:

1. Diharapkan siswa Sekolah Dasar Negeri Nomor 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar selalu berusaha untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan kreativitas dalam mengikuti proses pembelajaran. 2. Diharapkan guru kelas V Sekolah Dasar Negeri Nomor 012 Lipatkain

Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar dapat memilih model pembelajaran yang lebih efektif dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara memilih model pembelajaran yang menantang dan menyenangkan. Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Model pembelajaran berbasis masalah yang proses pelaksanaannya menurut Mohamad Nur (2011:57) melalui lima langkah berikut: (1) Mengorientasikan siswa pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


(63)

serta memamerkannya; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Diharapkan kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri Nomor 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar mendukung dan membantu guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang lebih efektif. Upaya ini dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas, sarana, dan sumber pembelajaran di sekolah yang memadai, serta menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.

4. Diharapkan kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Kampar Kiri, sebagai pedoman dalam mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui hasil belajar. Upaya ini dapat dilakukan dengan mensosialisasikan model pembelajaran berbasis masalah ini melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) di Sekolah Dasar.

5. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan pilihan alternatif pembelajaran bagi wahana pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan, sebagai khasanah bacaan tentang keefektifan model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar dan sebagai bahan acuan di bidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut.


(1)

serta memamerkannya; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Diharapkan kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri Nomor 012 Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar mendukung dan membantu guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang lebih efektif. Upaya ini dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas, sarana, dan sumber pembelajaran di sekolah yang memadai, serta menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.

4. Diharapkan kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Kampar Kiri, sebagai pedoman dalam mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui hasil belajar. Upaya ini dapat dilakukan dengan mensosialisasikan model pembelajaran berbasis masalah ini melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) di Sekolah Dasar.

5. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan pilihan alternatif pembelajaran bagi wahana pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan, sebagai khasanah bacaan tentang keefektifan model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar dan sebagai bahan acuan di bidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut.

6. Bagi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), sebagai masukan dalam upaya membina dan melatih guru-guru dalam memilih model


(2)

pembelajaran yang efektif. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan materi pelatihan atau penataran dan memberikan informasi kepada guru di Sekolah Dasar mengenai melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

7. Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya agar dapat lebih memperluas kajian tentang model-model pembelajaran yang lebih efektif dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dan fakta-fakta terkait yang tidak dibahas dalam penelitian ini dengan memilih objek dan aspek-aspek yang berbeda.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, Pramila dan Ahuja, G.C. (2010). Membaca Secara Efektif dan Efesien. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Amir, M. Taufiq. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problema Based Learning, Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anderson, Lorin. W dan Krathwohl, David. R (2001). A Taxoxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition Addison Wesley Longman, Inc

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

________________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cresswell, John W. (2009). Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. California: Osage PublicationsnThousand Oaks. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Panduan dan Petunjuk

Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum Standar Kompetensi SD dan MI. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S. B dan Zain, Aswan. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djiwandono, M. Soenardi. (2008). Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: Indeks.

Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.

Febicahyanti, Evi. M. dkk. (2010). Raka-Rajin dan Kreatif. Bandung: Indah Mulya Grafika.

Hake, R. (1998), Interactive Engagement vs. Traditional Method: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Tersedia: http://serc.carleton.edu/resources/1310.html (31-01-2012)


(4)

Hernawan. (2009). Peningkatan Kemampuan Membaca Bahasa Indonesia Menggunakan Model Pengalaman Berbahasa Terkonsentrasi (Concentrated Language Encounter). Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Imanudin. (2010). Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya dalam Mata pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Komalasari, Kokom. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Marnoto dan Mafrukhi. (2006). Super Bahasa Indonesia. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Meltzer,D.E, (2002) “The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible Hidden Variable” in diagnostic Pretest Scores, dalam American Journal of Phhysics, Vol.70, 1259-1268.

Mulyati. (2009). Efektivitas Hasil Belajar Pembelajaran Inkuiri dibandingkan Pembelajaran Konvensional. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nasution, S. (2011). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nur, Mohamad. (2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS. Unesa.

Nurhadi. (2004). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca Suatu Teknik Memahami Literatur Yang Efisien. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nursal. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rahim, Farida (2011). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: Allfabeta.

_______. (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: 143


(5)

Alfabeta.

Riyanto, Yatim. (2008). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

_____________. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksata Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Prefesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rusmidi. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Beroreantasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryaman, Usoy (2010). Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tampubolon. (2008). Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efesien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tayipnapis, Farida Yusuf. (2008). Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inofatif Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(6)

Wena, Made. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online]. Tersedia: http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu-psy/maaio0d2/Membaca-t-tes,pdf (31-01-2012)

Yamin, Martinis. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yuldi. (2010). Pendidikan Lingkungan hidup. Bogor: Yudhistira.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA: Studi Kuasi Eksperimen pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI SD Islam Terpadu Luqman Al Hakim Yogyakarta.

0 7 53

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Eksperimen Kuasi di Kelas V Sekolah Dasar Kecamatan Klari Kabupaten Karawang.

0 2 58

EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION: Studi Kuasi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Siswa Kelas VIII SMP Negeri 29 Bandung.

1 16 43

PENERAPAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMBACA PERMULAAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas 2 SD Negeri 1 Sinargalih, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta,

0 4 41

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO FORMAT DRAMA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYIMAK : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Isola 2 Kota Bandung pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

0 0 46

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FOTO TERHADAP KEMAMPUAN SISWA DALAM MENULIS PUISI : Studi Kuasi Eksperimen pada Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri 29 Bandung.

0 0 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE SQ3R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMBACA PEMAHAMAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA: Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas VII MTs Al Inayah Kota Bandung.

0 0 70

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

0 4 50

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN READING WORKSHOP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR.

9 50 37

Penerapan Model Pembelajaran Round Club Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Kelad V Sekolah Dasar Negeri 011 Desa Pulau Rambai Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar

0 0 9