Hubungan antara sibling rivalry dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal.

(1)

i

HUBUNGANBANTARAB DENGANBJARAKBUSIABB KELAHIRANB DANB JUMLAHB SAUDARAB KANDUNGB PADAB

REMAJABAWALB

SKRIPSIB

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

B B B

Oleh :

BirgittaBDyahBPramushintaB NIMB:BB069114060B B

PROGRAMBSTUDIBPSIKOLOGIB JURUSANBPSIKOLOGIB FAKULTASBPSIKOLOGIBB UNIVERSITASBSANATABDHARMAB

YOGYAKARTAB 2012


(2)

ii

B


(3)

iii

HALAMANBPENGESAHANBPENGUJIB

B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B


(4)

iv

MOTTOBB B

B B

B B B B B

PENELITIANBINI,BAKUBPERSEMBAHKANBUNTUKB:B B

B

TUHANBYESUSByangBmembuatBsegalanyaBmenjadiBmudahBdanBmungkin....B KELUARGAKUByangBselaluBpercayaBdanBmenyemangatiku...B SAHABAT,BTEMAN,BDANBSEMUABORANGByangBtelahBhadirBdalamBhidupku...B KECERIAANBANAK5ANAK,BsumberBinspirasi...B B B B B


(5)

v


(6)

vi

HUBUNGANBANTARAB DENGANBJARAKBUSIABB

KELAHIRANB DANB JUMLAHB SAUDARAB KANDUNGB PADAB REMAJABAWALB

B B ABSTRAKB

B

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Subjek dalam penelitian ini adalah 116 siswa SMP N 16 Yogyakarta dan SMP PGRI Kasihan dengan rata(rata usia 12 sampai 14 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa Skala yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek(aspek dari teori Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008). Skala tersebut terdiri dari 38 item dengan reliabilitas sebesar 0.922. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi parsial dengan bantuan versi 16 . Berdasarkan analisis korelasi parsial diketahui bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung, ditunjukkan dengan koefisien korelasi antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01), serta dan jumlah saudara kandung sebesar (0.290 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01). Artinya, semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi dan semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

Kata kunci: jarak usia kelahiran, dan jumlah saudara kandung

B B

B B


(7)

vii

THEBRELATIONBBETWEENBSIBLINGBRIVALRYBWITHBTHEBSPACEBOFB BIRTHBBAGEBBANDBBNUMBERBOFBSIBLINGSBBONBBTHEBBBEGINNINGBBOFBB

TEENAGERB

B

!!" # $ !" %

# & ' ( !) !*

+ % , # )--./ 0.

- 1)) 2

!" 3

2

- "0* - -- + 4- -!/

- ).! - -- + 4- -!/ '

5

Key words : sibling rivalry, the space of birth age, and number of siblings

B B B B B B


(8)

viii


(9)

ix

KATABPENGANTARB B

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara

dengan Jarak Usia dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal”. Tanpa bimbingan(Nya, tentu skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

Penulis juga menyadari banyak pihak yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, informasi, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar( besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi beserta Bapak C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Psi selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Psi., selaku Kaprodi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan kritik serta nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak Drs. Wahyudi, M.Si. dan Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi nasihat dan semangat selama penulis menyelesaikan studi ini.

5. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., M.Psi., selaku dosen penguji II yang telah bersedia memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.


(10)

x

6. Ibu Debri Pristinella, S.Psi., M.Si., selaku dosen penguji III yang telah bersedia memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah membagikan segala pengetahuan tentang dunia psikologi yang sangat bermanfaat dan menarik. Terima kasih atas bimbingan Bapak/ Ibu selama ini kepada penulis.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi: Mbak Nani, Mas Gandung, dan Pak Gi di sekretariat Fakultas Psikologi, serta Mas Mudji dan Mas Doni di Laboratorium Fakultas Psikologi yang telah memperlancar dan membantu proses studi penulis selama ini.

9. Ibu dan bapak tercinta yang telah memberikan kepercayaan dan semangat kepada penulis untuk bertanggungjawab dengan keputusan yang telah penulis pilih, serta Nanto kakak penulis atas diskusinya yang selalu menarik. 10. Teman(teman angkatan 2006 dan seperjuangan yang akan selalu penulis

kenang : Riana teman terbaikku atas kebersamaan dan diskusi selama studi, Lisol, Jojo, Fitria, Kris, Bruder Budi, Timmo, Guntur, Komenk, dan Aji teman seperjuangan mengurus surat perpanjangan studi; Ratri, Ance, Maria, Marcel, Cik Denis, Nur, Lingga, Yaya, Jina, Yupa, Lolita, Wayan, serta teman(teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya sehingga membuat kampus terasa seperti rumah dengan keluarga yang begitu besar. Semoga semua kenangan dan kebersamaan kita tetap terjalin dan menjadi kenangan yang indah bagi kita.


(11)

xi

11. Keluarga besar Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Paingan baik Mitra ataupun staf. Terima kasih telah mengizinkan penulis menjadi bagian dalam keluarga selama dua tahun ini.

12. Keluarga besar Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus (PSIBK) dan Pusat Kuliah Kerja Nyata (PKKN) Universitas Sanata Dharma yang sering melibatkan penulis dalam penting. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan di waktu luang penulis selama pengerjaan skripsi.

13. Keluarga besar Spy di Bantul : Galih yang telah menyediakan waktu dan tenaganya membantu penulis menyempurnakan kata(kata dalam pernyataan skala, Spy yang dengan senang hati mengajari penulis cara menghitung skala melalui SPSS, dan Bu Shanti yang berbaik hati membantu penulis ketika menyusun abstrak dalam Bahasa Inggris.

14. Teman(teman angkatan 2007 yang akan selalu penulis ingat : Oppie, Gallo, Erin, Nenis, Tina, Sari, serta Wiwid teman seperjuangan Mitra Perpustakaan Paingan; Susan, Nyak (Putri), Damar, dan Valle teman seperjuangan ketika harus antri lama menunggu giliran bimbingan dengan Bu Sylvi; serta teman( teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya sehingga membuat penulis lebih semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

15. Kepala sekolah, para guru, serta para siswa SMP N 3 Godean, SMP N 16 Yogyakarta, dan SMP PGRI Kasihan yang sudah membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.


(12)

xii

16. Keluarga besar KB dan TK Pedagogia FIP UNY serta TK Indriyasari Pugeran. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis bisa belajar mengenal dan memahami dunia anak(anak yang begitu menyenangkan.

17. Teman(teman penulis semasa sekolah dulu : Cecil (Nana), Savi, Febri, Asih, Ana, Dini, Dilla, serta teman(teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis supaya segera menyelesaikan penulisan skripsi.

18. Kepada semua pihak yang telah membantu dan teman(teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas kehadirannya dalam hidup penulis dan atas segala dukungan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan. Namun, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Yogyakarta, 29 Oktober 2012

Penulis

B B B


(13)

xiii

DAFTARBISIB

HALAMAN JUDUL ... ..i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

63 62 ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR SKEMA ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7


(14)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Saudara Kandung ( ) ... 8

1. Pengertian Saudara Kandung ( ) ... 8

2. Faktor(faktor yang Mempengaruhi Hubungan Antarsaudara ... Kandung ... 9

B. ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Aspek ... 14

3. Faktor(faktor yang Mempengaruhi ... 17

C. Remaja Awal ... 20

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja Awal ... 20

2. pada Remaja Awal ... 22

D. Jarak Usia Kelahiran ... 23

1. Pengertian Jarak Usia Kelahiran ... 23

2. Dampak Jarak Usia Kelahiran terhadap ... 24

E. Jumlah Saudara Kandung... 26

F. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung ... 27

G. Hubungan antara dengan Jarak Usia Kelahiran dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal ... 29

H. Hipotesis... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35


(15)

xv

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 35

C. Definisi Operasional... 35

1. ... 35

2. Jarak Usia Kelahiran ... 36

3. Jumlah Saudara Kandung... 36

4. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung ... 37

D. Subjek Penelitian... 37

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 38

F. Kredibilitas Alat Ukur... 40

1. Validitas ... 40

2. Seleksi Item ... 41

3. Reliabilitas ... 43

G. Metode Analisis Data... 43

H. Pelaksanaan 5 ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

B. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ... 45

C. Deskripsi Data Penelitian... 47

D. Hasil Penelitian ... 48

1. Uji Asumsi ... 48

2. Uji Hipotesis ... 50


(16)

xvi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

B B B B B B B B B B B B B B B B B


(17)

xvii

DAFTARBTABELB

Tabel 1 Skor Jawaban Subjek pada Skala ... 39

Tabel 2 3 Skala Sebelum Uji Coba... 40

Tabel 3 Spesifikasi Item Skala Setelah Uji Coba... 42

Tabel 4 Spesifikasi Item Skala Setelah Uji Coba dan untuk Penelitian... 42

Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 46

Tabel 6 Deskripsi Jumlah Saudara Kandung Subjek ... 46

Tabel 7 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek dan Saudara Kandung Berdasarkan Kedekatan Usia ... 46

Tabel 8 Deskripsi Kedekatan Jarak Usia Subjek dengan Saudara Kandungnya ... 47

Tabel 9 Deskripsif Data Penelitian... 47

Tabel 10 Ringkasan Uji Normalitas ... 49

Tabel 11 Ringkasan Uji Linearitas... 49

Tabel 12 Hasil Analisis Korelasi Parsial antara , Jarak Usia Kelahiran, dan Jumlah Saudara Kandung dengan Variabel Kontrol (Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung) ... 50


(18)

xviii

DAFTARBSKEMAB

Skema 1 Hubungan antara dengan Jarak Usia Kelahiran dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal ... 33

B B B B


(19)

xix

DAFTARBLAMPIRANB

Lampiran 1 Format Skala untuk Uji Coba ... 64

Lampiran 2 Uji Reliabilitas dan Seleksi Item (Uji Coba) ... 72

Lampiran 3 Format Skala untuk Penelitian... 80

Lampiran 4 Uji Asumsi... 84

Lampiran 5 Uji Hipotesis (Korelasi Parsial)... 86

Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 3 Godean ... 87

Lampiran 7 Surat Izin Pemerintah Kota Yogyakarta ... 88

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 16 Yogyakarta... 89

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian dari SMP PGRI Kasihan... 90

B

B

B

B B B B B B B B


(20)

1

BABBIB PENDAHULUANB

A.BBLatarBBelakangBMasalah

Saudara kandung adalah orang yang paling penting dalam kehidupan anak setelah orang tua. Bersama saudaranya, anak bisa bermain bersama, belajar untuk saling menolong, berbagi, dan mengajari. Selain itu, saudara kandung juga bisa bertindak sebagai dukungan emosional dan mitra komunikasi bagi saudaranya yang lain (Carlson dalam Santrock, 2007). Akan tetapi, hubungan antarsaudara kandung tidak selalu berjalan dengan baik. Adakalanya, perkelahian atau persaingan bisa saja terjadi (Carlson dalam Santrock, 2007), bahkan berlanjut ke hubungan yang agresif dan kasar (Noller, 2005; Volling, 2002; Zukow(Goldring, 2002, dalam Santrock, 2007).

Menurut Susilowati (2006), persaingan antarsaudara merupakan hal wajar pada anak yang sedang menyesuaikan dengan kondisi baru. Biasanya persaingan muncul ketika ada kelahiran anak kedua, dan anak pertama belum dipersiapkan terlebih dahulu bahwa dia akan memiliki adik. Selama ini, anak pertama atau anak sulung selalu mendapat kasih sayang dan perhatian penuh dari orang tuanya. Namun, sejak kehadiran saudara baru, perhatian dan waktu orang tua akan lebih tersita olehnya. Bisa dipastikan dengan perubahan itu, anak sulung merasa iri dan tersaingi (Priatna & Yulia, 2006).

Kondisi tersebut sesuai dengan pendapat Getlieb dan Mendelson (dalam Kail, 2001) yang mengemukakan bahwa lahirnya adik baru menimbulkan


(21)

suatu permasalahan bagi anak sulung, dimana anak sulung harus berbagi cinta, kasih sayang, dan perhatian orang tua kepada adiknya. Keadaan inilah yang kemudian memicu timbulnya perasaan permusuhan dan iri terhadap saudara kandung, dimana saudara dianggap sebagai saingan atau lebih dikenal sebagai (Cholid, 2004).

Menurut Dwiputri (2010), bisa berlangsung dari usia anak(anak sampai remaja bahkan dewasa. Konsep tersebut sejalan dengan pendapat Priatna dan Yulia (2006) yang mengungkapkan bahwa

yang terus dipupuk sejak anak(anak bisa membuat mereka akan terus bersaing dan mendengki saat beranjak dewasa. Akan tetapi, dibandingkan dengan usia tahapan lainnya, tingkat konflik antarsaudara kandung pada masa remaja termasuk sangat tinggi (Buhrmester & Furman, 1990, dalam Santrock, 2003). Remaja adalah usia yang rentan dimana kemampuan analisis serta kontrol emosinya masih rendah. Selain itu, konsep dirinya juga belum matang dan masih terlalu mudah meniru perilaku dari idola. Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Di satu sisi remaja ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, tetapi di sisi lain remaja masih tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang tuanya. Salah satunya remaja ingin dimengerti oleh orang tua bahwa dia dan saudara kandungnya adalah individu berbeda.

Hal ini terkait dengan tahap perkembangan remaja yang sedang berusaha mengembangkan identitas berbeda untuk dirinya sendiri (Woolfson, 2004). Pada tahap ini, remaja sudah mampu melihat bahwa ada perbedaan antara


(22)

dirinya dengan saudaranya dalam hal nilai akademis, bakat, selera atau ketertarikan terhadap bidang(bidang tertentu, misalnya selera musik, berpakaian, buku bacaan, dan ketertarikan pada seni rupa, bermusik, atau teater. Terkadang, remaja mengagumi dan ingin meniru saudaranya, tetapi perbedaan karakter tersebut juga dapat memunculkan rasa iri hati dan perasaan tersaingi hingga akhirnya timbul (Apter dalam Kartika, 2010).

Bomb (dalam Binotiana, 2008) berpendapat bahwa bisa membawa dampak positif bagi hubungan antarsaudara kandung, terutama terlihat dari penyelesaian pertengkaran pada pasangan saudara kandung. Pertengkaran pada pasangan saudara kandung akan melatih anak untuk belajar bernegosiasi, berkompromi, dan menyelesaikan konflik dengan saudara kandungnya. Namun, tidak semua anak siap untuk bersaing dengan saudara kandungnya (Steinberg 2003, dalam Binotiana, 2008). Anak bisa menjadi tertekan, rendah diri, dan mungkin bisa memicu tindakan yang menyakiti saudaranya karena tidak siap bersaing dengan saudaranya (Cholid, 2004). Menurut Gultom (2011), dampak yang paling nyata akibat

bagi remaja adalah rasa minder atau rendah diri jika berhadapan dengan orang lain. Selain rendah diri, dampak lain yang bisa ditimbulkan akibat antara lain , merasa diabaikan, labil, merasa tidak nyaman, mudah stres, serta kurang sensitif dengan lingkungan.

Hal ini tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Feinberg dan Hetherinton (2000) terhadap 720 pasangan saudara kandung berusia


(23)

remaja. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pasangan saudara kandung yang mengalami konflik cenderung menunjukkan perilaku antisosial dan tanggung jawab sosial yang rendah. Di Indonesia sendiri,

termasuk alasan yang paling sering mendasari individu melakukan sesuatu di luar dugaan terhadap keluarganya sendiri (Gultom, 2010). Misalnya saja, kasus Ical yang tega membunuh orang tua dan adik(adiknya beberapa tahun yang lalu karena telah lama memendam perasaan ‘dianaktirikan’ (Gultom, 2010). Kasus Ical tersebut menjadi bukti bahwa perasaan cemburu dan teracuhkan yang dialami ketika masih anak(anak bisa terbawa atau bahkan muncul ketika seseorang sudah dewasa. Menurut Gultom (2010), sebagai seorang remaja yang memiliki emosi labil, Ical seperti menyimpan bom waktu yang bisa meledak suatu waktu atau pada situasi tertentu karena terus menerus menekan perasaan ‘dianaktirikan’. Itu sebabnya banyak fenomena yang terjadi, seorang remaja secara tidak terduga tega membunuh orang tua atau saudaranya sendiri. Padahal dalam kesehariannya, orang tersebut dikenal baik dan sopan terhadap keluarganya.

tidak selalu hanya dialami oleh anak pertama atau saudara yang lebih tua. Seiring dengan bertambahnya usia, saudara yang berusia lebih muda juga bisa memiliki perasaan iri terhadap kakaknya. Si adik merasa bahwa kakaknya diberi lebih banyak kebebasan oleh orang tua mereka (Woolfson, 2004). Hal ini dapat dilihat dari pengalaman pribadi Linda Ziskind yang dimuat dalam buku ( karangan Terri Apter (Zizkind dalam Kartika, 2010). Menurut cerita Linda, dia merasa tersaingi


(24)

dan benci saat adiknya perempuannya lahir karena membuat orang(orang di sekelilingnya beralih memperhatikan adiknya. Bahkan, perasaan tersebut terus berlanjut sampai dia berusia remaja. Di sisi lain, adiknya yang mulai beranjak dewasa juga sering memprotes sikap orangtua karena mengizinkan Linda pulang lebih larut atau pergi ke luar kota dengan teman(temannya.

yang dialami oleh Linda Ziskind dan saudaranya di atas salah satunya dapat disebabkan karena jarak usia kelahiran mereka yang berdekatan. Kedekatan usia membuat potensi munculnya persaingan menjadi semakin hebat karena mereka memiliki kebutuhan yang serupa sehingga antara satu saudara dengan saudaranya yang lain saling bersaing untuk memperebutkan cinta dan perhatian yang sama dari orang tuanya (Faber & Mazlish, 1987; Freud, 1955; Ihinger, 1975, dalam Raffaelli, 1992). Hal tersebut didukung oleh Pope (2009) yang mengatakan bahwa jarak usia antara satu saudara dengan saudara kandung yang lain memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan emosi, tingkat agresivitas, dan juga hubungan saudara kandung. Semakin dekat jarak usia antarsaudara kandung, kemungkinan munculnya perilaku menyakiti saudara kandungnya secara fisik dan agresivitas akan semakin besar.

Puspitasari (2003) menambahkan bahwa anak yang berjenis kelamin sama dan memiliki jarak usia kelahiran yang berdekatan dengan saudara kandungnya seperti pengalaman pribadi Linda Ziskind tersebut akan cenderung lebih mudah merasa cemburu dan benci terhadap saudaranya. Hal itu didukung juga oleh beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pasangan


(25)

saudara berjenis kelamin sama dengan jarak usia yang berdekatan, serta kurangnya interaksi yang positif akan lebih banyak mengalami persaingan dan konflik (Dunn & Kendrick, 1981; Minnett, Vandell & Santrock, 1983).

Menurut Ambarini (2006), kurangnya interaksi yang positif antarsaudara kandung disebabkan oleh jumlah saudara kandung di dalam sebuah keluarga. Semakin sedikit jumlah anak di dalam keluarga, kesempatan anak untuk berinteraksi dengan saudara kandungnya akan semakin kurang bervariasi (Ambarini, 2006). Hal tersebut membuat intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara yang lain menjadi tinggi sehingga kemungkinan munculnya akan lebih besar (Susilowati, 2011). Oleh Hurlock (2000), keluarga yang terdiri dari dua atau tiga orang anak disebut sebagai keluarga kecil. Artinya, anak yang tinggal di dalam keluarga kecil memiliki jumlah saudara yang sedikit pula. Padahal, hampir sebagian besar keluarga di Indonesia pada umumnya adalah keluarga kecil dimana anggota keluarganya hanya terdiri dari orang tua dan dua atau tiga orang anak saja (Survei Demografi dan Kesehatan, 2007, dalam Wahyuningsih, 2011).

Melihat pentingnya jarak usia dan jumlah saudara kandung bagi hubungan antarsaudara kandung tersebut, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara dengan jarak usia dan jumlah saudara kandung khususnya pada anak usia remaja awal.


(26)

B. TujuanBPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara

dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung khususnya pada usia remaja awal.

C. ManfaatBPenelitianB 1. B ManfaatBTeoritisB

Memberikan manfaat untuk menambah kajian ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu psikologi perkembangan mengenai

, jarak usia kelahiran, dan jumlah saudara kandung.

2. B ManfaatBPraktisB

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dalam memahami perkembangan remaja awal, terutama mengenai


(27)

8

BABBIIB

LANDASANBTEORIBB

A. SaudaraBkandungB( ) B

1. B PengertianBSaudaraBKandungB( )B

Saudara kandung ( ) adalah dua individu atau lebih yang memiliki orang tua biologis yang sama, baik itu saudara laki(laki ataupun perempuan (Reber & Reber, 2010). Selain itu, saudara kandung ( ) dapat juga diartikan sebagai suatu hubungan sedarah antara dua atau lebih kakak beradik di dalam keluarga inti (Corsini, 1994, dalam Permatasari, 2009). Keluarga inti yang dimaksud adalah keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak(anaknya, tidak termasuk orang(orang yang tinggal serumah seperti kakek, nenek, paman, bibi, atau pembantu (Corsini, 1994, dalam Permatasari, 2009). Kakak beradik yang terikat dalam hubungan saudara kandung biasanya tinggal bersama dengan orang tua dalam satu rumah. Kondisi ini jelas memberi kesempatan bagi saudara kandung untuk saling mempengaruhi satu sama lain dalam sebuah interaksi longitudinal dengan melibatkan kontak fisik dan emosional (Hapsari, 2001, dalam Ambarini, 2006).

Konsep di atas sesuai dengan pendapat Berkell (dalam Hurlock, 2000) yang mengatakan bahwa saudara kandung adalah suatu hubungan yang bertahan paling lama dan paling berpengaruh dalam kehidupan seorang anak. Menurut Patterson (dalam Susilowati, 2011), bagi sebagian


(28)

besar anak, saudara kandung yang lebih tua merupakan seseorang yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka, khususnya dalam memberi dukungan, kerja sama, dan petunjuk. Namun, saudara yang lebih tua juga bisa menjadi sumber konflik dan model peran yang negatif. Cicirelli (dalam Susilowati, 2011) menambahkan bahwa hubungan saudara kandung dapat mengarah pada perasaan positif, yaitu rasa kasih sayang, melindungi, dan membantu atau justru perasaan negatif yang dapat menimbulkan persaingan dan permusuhan seperti rasa iri, benci, dan marah. Ikatan emosional yang positif ataupun negatif selalu akan memunculkan reaksi perilaku yang berbeda terhadap saudara kandungnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saudara kandung ( ) merupakan hubungan sedarah antara dua atau lebih saudara laki(laki ataupun perempuan yang tinggal serumah di dalam keluarga inti sehingga memungkinkan bagi saudara sekandung untuk memiliki pengaruh yang amat besar bagi saudara yang lain.

2. B Faktor5faktorB yangB MempengaruhiB HubunganB AntarsaudaraB Kandung

Hurlock (2000) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung, antara lain :

a. Sikap Orang Tua

Tanpa disadari sebagian orang tua cenderung memberikan perhatian yang berbeda terhadap anak(anaknya. Menurut Hurlock (2000),


(29)

sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh perilaku dan usaha anak tersebut dalam memenuhi keinginan dan harapan orang tuanya. b. Urutan Kelahiran

Orang tua cenderung memberi peran anak menurut urutan kelahirannya. Anak yang lebih tua diharapkan dapat memberikan contoh yang baik, bertanggung jawab, bersikap dewasa, mengalah, dan membimbing adik(adiknya. Di sisi lain, anak yang lebih muda bisa merasa terintimidasi karena wewenang yang diberikan orang tua terhadap kakaknya tersebut (Zainal, 2003). Menurut Hurlock (2000), peran yang diberikan orang tua kepada anak bukanlah peran yang mereka pilih sendiri. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi perselisihan besar sekali jika anak tidak menyukai peran yang orang tua berikan kepadanya.

c. Jenis Kelamin Saudara Kandung

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kualitas hubungan antarsaudara kandung dalam hal kedekatan dan konflik. Menurut Leder (dalam Waluyo, 2010), ada tiga tipe pasangan antarsaudara kandung yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki(laki. Namun, diantara pasangan di atas, pasangan kakak dan adik perempuan cenderung memiliki hubungan yang dekat. Sebaliknya, persaingan akan lebih banyak terjadi pada pasangan kakak dan adik laki(laki.


(30)

d. Jarak Usia Antarsaudara Kandung

Berbanding terbalik dengan jarak usia kelahiran yang jauh, jarak usia yang dekat memiliki pengaruh negatif terhadap kedekatan antarsaudara kandung, tetapi berpengaruh positif dengan konflik dan persaingan (Susilowati, 2011).

e. Jumlah Saudara Kandung

Semakin sedikit jumlah anak dalam sebuah keluarga (dua sampai tiga orang anak), kesempatan untuk berinteraksi secara ekstensif antara orang tua dan anak semakin besar. Namun, kesempatan untuk interaksi yang bervariasi antara saudara kandung semakin sedikit (Ambarini, 2006). Kondisi ini membuat anak yang memiliki jumlah saudara relatif sedikit akan lebih banyak mengalami perselisihan dibanding mereka yang memiliki jumlah saudara yang banyak, yakni lebih dari lima orang saudara kandung (Hurlock, 2000).

f. Jenis Disiplin

Hubungan antarsaudara kandung tampak lebih rukun dalam keluarga yang menggunakan disiplin otoriter dibanding dengan keluarga yang menerapkan pola disiplin autoritatif atau permisif. Di sisi lain, keluarga yang menerapkan pola disiplin autoritatif dengan membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap anak(anaknya akan membuat hubungan antarsaudara kandung akan terjalin lebih terkendali dibanding pola disiplin permisif yang membiarkan anak bertindak sesuka hati (Hurlock, 1996).


(31)

g. Pengaruh Orang Lain

Menurut Hurlock (2000), kehadiran orang luar di rumah, tekanan orang luar pada anggota keluarga, atau perbandingan anak dengan saudara kandungnya oleh orang luar dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung. Pertama, faktor yang berkaitan dengan ciri(ciri saudara kandung itu sendiri, yaitu jarak usia antarsaudara kandung, urutan kelahiran, jumlah saudara kandung, dan jenis kelamin saudara kandung. Kedua, faktor yang lebih berkaitan dengan orang tua, seperti pola disiplin dan sikap orang tua, serta sikap sanak keluarga lainnya (pengaruh orang lain).

B. B

1. B PengertianB B

Menurut Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008),

adalah perasaan iri hati, kompetisi atau persaingan, dan kebencian yang timbul di antara dua atau lebih saudara kandung. Pendapat tersebut sejalan dengan Phelan (dalam Binotiana, 2008) yang mendefinisikan sebagai hubungan antarsaudara kandung yang negatif dimana di dalamnya terkandung unsur(unsur kompetisi, kecemburuan, kemarahan, dan kebencian.


(32)

biasa muncul ketika anak berusia antara satu sampai tiga tahun dan lebih terlihat ketika anak berusia tiga sampai lima tahun (Milman & Schaefer, 1989). Selanjutnya, akan terjadi lagi di usia 8 ( 12 tahun pada usia sekolah. Schacfhter (dalam Feinberg dan Hetherington, 2000) menambahkan bahwa anak di usia 6 ( 14 tahun pada usia sekolah juga bisa mengalami . Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brody, Stoneman, dan McCoy (dalam Feinberg & Hetherington, 2000) yang menyatakan bahwa biasa muncul pada masa kanak(kanak pertengahan sampai remaja awal.

dapat terjadi antara adik dan kakak laki(laki, adik dan kakak perempuan dengan kakak laki(laki ataupun sebaliknya (Chaplin, 2001). Namun, seringkali muncul saat si kakak memiliki saudara yang lebih muda (Milman & Schaefer, 1989). Menurut Shaffer (dalam Binotiana, 2008), tidak semata(mata timbul saat anak berusaha merebut perhatian orang tua karena kehadiran anggota keluarga baru, yaitu adik. Akan tetapi, di awali dengan kehadiran adik kemudian berkembang untuk merebut cinta, kasih sayang orang tua, serta penghargaan lain. Konsep Shaffer di atas sesuai dengan pendapat VandenBos (2007) yang mengungkapkan bahwa persaingan antara pasangan kakak adik tidak hanya memperebutkan kasih sayang dan perhatian orang tua, tetapi juga prestasi sekolah atau penghargaan( penghargaan lainnya di luar sekolah seperti olahraga, seni, dan lainnya.


(33)

Seiring dengan bertambahnya usia, tidak hanya terjadi pada anak yang lebih tua. Anak yang lebih muda juga dapat memiliki perasaan iri terhadap kakaknya, khususnya bila mereka menganggap kakaknya diberi lebih banyak kebebasan, boleh tidur lebih malam, atau mendapatkan lebih banyak pakaian baru (Woolfson, 2004).

Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan di atas dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud merupakan

kecenderungan persaingan antara individu dengan saudara kandungnya yang lebih tua ataupun muda baik itu berjenis kelamin sama maupun berbeda yang disertai perasaan negatif berupa iri hati dan benci terhadap saudara kandungnya tersebut.

2. AspekB B

Menurut Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008),

merupakan perasaan iri hati, kompetisi atau persaingan, dan kebencian yang timbul di antara dua atau lebih saudara kandung. Berdasarkan konsep tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa aspek(aspek

, meliputi : a. Aspek iri

Menurut Thompson (dalam Binotiana, 2008), iri dapat didefinisikan sebagai emosi atau perasaan negatif yang diikuti ancaman kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua karena adanya saingan ( ) yaitu saudara kandungnya. Biasanya, iri muncul ketika anak yang lebih tua merasa bahwa hubungan antara dirinya


(34)

dan orang tua mulai berubah dari pusat perhatian menjadi ‘salah satu anak’ karena kehadiran adik. Namun, perasaan iri tidak hanya terjadi pada anak yang lebih tua. Anak yang lebih muda juga dapat merasa iri dengan saudara tuanya ketika dia merasa kalah atau lebih rendah (rendah diri) melihat saudaranya lebih berkembang atau berprestasi (Wigley, 2000, dalam Faturochman, 2006). Ada tiga hal yang terdapat dalam iri, yaitu orang yang mengalami iri, atau orang lain yang menjadi saingannya, dan objek iri. Dalam , tersebut adalah saudara kandungnya dan objek iri dapat berupa kasih sayang dan perhatian dari orang tua (Dunn & Kendrick, 1981). b. Aspek bersaing

Bersaing dalam lingkup saudara kandung dapat diartikan sebagai usaha memperlihatkan keunggulan atau kelebihan diri sendiri untuk menunjukkan bahwa dia lebih baik dari saudara kandungnya dengan tujuan memperebutkan perhatian orang tua (VandenBos 2007). Menurut Anderson (dalam Binotiana, 2008), persaingan untuk memperebutkan perhatian orang tua merupakan manifestasi

yang dapat memunculkan reaksi emosi yang ekstrim pada pasangan kakak adik. Klagsburn (dalam Binotiana, 2008) menambahkan bahwa ada dua tipe , yaitu bersaing untuk cinta dan perhatian dari orang tua mereka dan bersaing untuk kekuatan dan penghargaan. Awalnya, kakak atau adik saling bersaing untuk merebut perhatian dari orang tua mereka. Akan


(35)

tetapi, seiring bertambahnya usia, persaingan mereka berkembang menjadi persaingan untuk kekuatan dan penghargaan seperti prestasi sekolah atau kejuaraan di bidang olahraga. Persaingan pada anak umumnya akan berlanjut selama usia prasekolah dan usia sekolah dimana anak yang lebih tua menjadi pihak yang mendominasi dan anak yang lebih muda menjadi pihak yang mengeluh (Abramovitch, Pelper, Corter & Stanhope, 1986, dalam Marvin & Stewart, 1984). c. Aspek benci

Dalam lingkup saudara kandung, benci adalah perasaan negatif berupa rasa sakit, kemarahan, dan permusuhan yang disertai dengan keinginan individu untuk melukai atau menyakiti saudara kandungnya tersebut (Reber & Reber, 2010). Menurut Freud (dalam Bank & Kahn, 1982), dalam hubungan saudara, seorang anak tidak sepenuhnya mencintai saudaranya. Mereka membenci saudaranya seperti musuh atau saingan karena dianggap sebagai ancaman atau penghalang untuk mendapatkan perhatian orang tua secara penuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (1992) yang mengungkapkan bahwa perilaku bisa membuat anak bersikap berpura(pura mencintai saudaranya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek

dalam penelitian ini adalah iri, bersaing, dan benci. Dalam konteks , orang yang menjadi saingan ( ) adalah saudara kandung dan perhatian orang tua merupakan objek yang


(36)

dipersaingkan. Sedangkan, dalam konteks persaingan lainnya, orang yang menjadi saingan bisa teman kuliah, teman kerja, sahabat, tetangga, atau pacar, tetapi jelas bukan saudara kandung. Selain itu, objek yang dipersaingkan juga lebih luas bisa dalam hal pengembangan pribadi, akademis, relasi sosial, cinta, atau materi.

3. B Faktor5faktorByangBMempengaruhiB

Menurut Priatna dan Yuliana (2006), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi , yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang anak, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari kesalahan orang tua dalam mendidik anak(anaknya.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi (Priatna & Yuliana, 2006), antara lain :

a. Faktor Internal 1). Temperamen

Temperamen dapat mempengaruhi reaksi anak akibat kehadiran adik dalam keluarga, serta mempengaruhi besarnya

yang terjadi pada anak tersebut. Misalnya, anak yang lebih aktif dan cenderung akan memiliki masalah tingkah laku yang berkaitan dengan kecemburuan, pertengkaran, dan konflik dengan saudara kandungnya (Dunn & Plomin, 1989, dalam Bonitiana, 2008).


(37)

2). Sikap Anak dalam Mencari Perhatian Orang Tua

Tanpa disadari sebagian orang tua cenderung memberikan perhatian yang berbeda pada anak(anaknya, khususnya pada anak yang memiliki masalah kesehatan atau berkebutuhan khusus. Perhatian orang tua akan terfokus pada anak yang mengalami masalah dan terkesan mengabaikan anak lain yang dianggap ‘normal’. Hal tersebut membuat anak yang dianggap ‘normal’ tersebut merasa iri dan berusaha untuk mencari perhatian orang tuanya baik dengan cara yang menyenangkan ataupun menjengkelkan (Priatna & Yulia, 2006).

3). Jarak Usia Kelahiran

Jarak usia kelahiran antara anak pertama, kedua, ataupun ketiga memiliki pengaruh yang penting dalam hubungan mereka. Semakin kecil jarak usia kelahiran mereka, kemungkinan terjadinya antara satu saudara dengan saudara yang lain cenderung semakin besar (Woolfson, 2004). Sebaliknya, semakin besar jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, hubungan mereka cenderung lebih ramah, kooperatif, dan saling mengasihi (Susilowati, 2011).

4). Jenis Kelamin

lebih sering terjadi pada pasangan anak yang berjenis kelamin sama (Millman & Schaefer, 1989). Namun, memiliki saudara kandung yang berbeda jenis kelaminnya juga


(38)

bisa membuat anak merasa dibedakan dalam hal pembagian tugas. Salah satu contohnya, kakak laki(laki selalu diminta tolong orang tua untuk membantu saudara perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah yang lebih berat (Priatna & Yulia, 2006). Di sisi lain, anak perempuan bisa membenci anak laki( laki karena mereka memiliki tugas(tugas rumah tangga lebih sedikit, dan mendapatkan keistimewaan untuk mengabaikannya (Hurlock, 1996).

5). Ambisi Anak untuk Mengalahkan Anak yang Lain

Untuk mendapatkan kembali perhatian orang tua yang pernah diperoleh sebelum kehadiran seorang adik, si kakak berusaha tampil menjadi anak yang terbaik dibanding saudaranya atau justru berusaha menjatuhkan adiknya dihadapan orang lain (Priatna & Yulia, 2006).

b. Faktor Eksternal

1). Sikap Orang Tua yang Membanding(bandingkan

Sikap membanding(bandingkan ataupun memberi pelabelan nama yang dilakukan orang tua kepada anak(anaknya dapat memupuk kemarahan, kebencian, dan iri hati anak kepada saudaranya (Sadarjoen, 2007). Hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya peningkatan .


(39)

2). Sikap Orang Tua yang Menganakemaskan Salah Satu Anak Menurut Kowal dan Kramer (dalam Kail, 2001), sikap orang tua yang mengistimewakan salah satu anak membuat saudara yang lain akan merasa tersisih sehingga bisa memunculkan

. akan semakin kuat jika orang tua benar( benar menunjukkan anak favoritnya, terlebih apabila ayah cenderung memilih salah satu anak sebagai anak kesayangan (Anderson, 2006, dalam Binotiana, 2008).

Berdasarkan uraian faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi adalah faktor internal seperti temperamen, sikap anak dalam mencari perhatian orang tua, jarak usia, jenis kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak lain, serta faktor eksternal yaitu sikap orang tua yang membanding(bandingkan anak dan adanya anak emas di antara anak yang lain.

C. RemajaBAwalB

1. B PengertianBdanBBatasanBUsiaBRemajaBAwalBB

Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja adalah masa peralihan ketika individu tumbuh dari masa kanak(kanak menjadi individu yang memiliki kematangan. Selama masa transisi dari masa kanak(kanak ke masa dewasa tersebut, remaja mengalami perubahan drastis hampir di semua aspek perkembangannya, seperti perkembangan


(40)

fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial. Berikut perkembangan yang terjadi pada remaja, yaitu :

a. Perkembangan Fisik

Remaja mengalami , yaitu pertumbuhan fisik yang sangat pesat yang ditandai oleh ciri(ciri perkembangan pada masa pubertas. Perubahan fisik khususnya bentuk badan merupakan suatu hal yang sangat mencemaskan bagi remaja.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 1995), sudut pandang dan pola pikir remaja masih berorientasi pada diri sendiri atau egosentrisme. Oleh karena itu, remaja sering bertengkar dengan saudara( saudaranya hanya karena berbeda pendapat. Bahkan, remaja juga sering bertengkar dengan orang tuanya karena merasa dirinya tidak diperlakukan adil dibanding saudaranya yang lain.

c. Perkembangan Sosial(Emosi

Menurut Santrock (1999), hubungan remaja mulai beralih ke teman sebayanya. Bagi remaja, teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalamannya. Di samping itu, teman sebaya juga berperan dalam proses pembentukan identitas diri remaja.

Menurut Hurlock (1996), perubahan perilaku, sikap, dan nilai(nilai yang terjadi di awal remaja berbeda dengan remaja akhir. Oleh karena itu, Monk (2004) membuat batasan usia remaja dimana masa remaja awal


(41)

berlangsung antara usia 12 ( 15 tahun, usia 15 ( 18 tahun untuk masa remaja pertengahan, dan usia 18 ( 21 tahun untuk masa remaja akhir.

Dari beberapa konsep yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja awal merupakan masa transisi dari masa kanak( kanak ke masa dewasa yang diikuti oleh perkembangan fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial yang terjadi di usia 12 ( 15 tahun.

2. B padaBRemajaBAwalBB

Masa remaja awal adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Menurut Erickson (dalam Santrock, 1999), karakteristik remaja awal yang sedang berproses untuk mencari identitas diri tersebut sering kali menimbulkan masalah pada diri remaja. Hal ini didukung oleh Shantz (dalam Raffaelli, 1992) yang mengungkapkan bahwa remaja awal sering mengalami perselisihan salah satunya dengan orang tua dan saudara kandungnya karena perbedaan paham yang remaja yakini sebagai proses pembentukan identitas diri.

Orang tua seringkali melakukan perbandingan terhadap anak( anaknya. Proses perbandingan tersebut biasanya terjadi pada masa kanak( kanak dan berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama bahkan sampai anak berusia remaja (Aini, 2011). Padahal, di usia remaja, mereka ingin dimengerti oleh orang tua bahwa dia dan saudara kandungnya adalah individu berbeda. Hal tersebut terkait dengan tahap perkembangan remaja yang sudah mampu melihat adanya perbedaan antara dia dengan saudaranya dalam hal nilai akademis, bakat, selera atau


(42)

ketertarikan terhadap bidang(bidang tertentu, misalnya selera musik, berpakaian, buku bacaan, dan ketertarikan pada seni rupa, bermusik, atau teater. Terkadang, remaja mengagumi dan ingin meniru saudaranya, tetapi perbedaan tersebut juga dapat memunculkan rasa iri hati dan perasaan tersaingi hingga akhirnya timbul (Apter dalam Kartika, 2010).

Awalnya, muncul karena antara satu saudara dengan saudara yang lain ingin mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua yang sama. Namun, ketika mereka telah tumbuh dewasa, para orang tua justru semakin tidak mampu memberikan perhatian yang seimbang kepada anak(anaknya (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982). Kondisi ini membuat berkembang dari keinginan untuk mendapatkan perhatian orang tua menjadi keinginan untuk mendapatkan prestasi sekolah atau penghargaan(penghargaan lainnya di luar sekolah seperti olahraga, seni, dan lainnya.

D. JarakBUsiaBKelahiranB

1. B PengertianBJarakBUsiaBKelahiranB

Menurut VandenBos (2007), jarak usia ( ) adalah panjangnya waktu mulai sejak kelahiran sampai saat ini. Sementara itu, Woolfson (2004) mendefinisikan jarak usia dalam lingkup hubungan saudara kandung sebagai perbedaan usia kelahiran seorang anak dengan saudara kandung sebelum atau sesudahnya di sebuah dalam keluarga.


(43)

Menurut Zajonc (dalam Buckles & Munnich, 2011), jarak usia kelahiran antara anak pertama dengan saudaranya yang lain bisa mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung itu sendiri. Semakin muda usia anak ketika adiknya lahir akan semakin besar pula kemungkinan anak tersebut mengalami . Oleh karena itu, orang tua yang merencanakan jarak usia kelahiran yang tidak begitu dekat antara anak pertama dengan anak selanjutnya membuat anak pertama cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang (Zajonc, 1976, dalam Buckles & Munnich, 2011). Di samping itu, saudara yang lebih muda juga akan mudah menerima nasihat dari saudara kandungnya yang lebih tua empat tahun dibanding yang berusia dua tahun (Cicirelli, 1973, dalam Buckles & Munnich, 2011)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jarak usia kelahiran adalah perbedaan usia kelahiran antara seorang anak dengan saudara kandung lainnya yang berpengaruh terhadap hubungan antarsaudara kandung.

2. B DampakBJarakBUsiaBKelahiranBterhadapB B

Menurut Hurlock (1992), jarak usia kelahiran antarsaudara kandung merupakan salah satu kondisi yang dapat menentukan kualitas hubungan antarsaudara kandung. Berikut kelebihan dan kekurangan dari masing( masing jarak usia kelahiran antarsaudara kandung bagi anak, antara lain :


(44)

a. Jarak Usia Kelahiran Antarsaudara Kandung Dekat

Jarak usia kelahiran yang relatif sedikit membuat kakak dan adik memiliki peluang untuk bisa menjadi sahabat yang sangat dekat (Woolfson, 2004). Dalam banyak hal, mereka bisa memiliki teman( teman yang sama atau bisa pergi keluar bersama. Akan tetapi, jarak usia kelahiran yang dekat antara satu sampai empat tahun cenderung membuat potensi menjadi semakin tinggi (Cicirelli, 1996, dalam Susilowati, 2011). Menurut penelitian Gottlieb dan Mendelson (dalam Kail, 2001) terhadap anak usia di bawah empat tahun yang memiliki adik diketahui bahwa sebanyak 93% ibu melaporkan anaknya mengalami regresi. Hal tersebut dapat terjadi karena anak berusia di bawah empat tahun masih cenderung egosentrik sehingga tidak dapat menerima adanya pembagian perhatian dan kasih sayang orang tua. Akibatnya, anak menjadi tidak bersemangat dan stres karena tiba(tiba harus berubah dari pusat perhatian menjadi ‘hanya salah satu anak’ di rumah.

b. Jarak Usia Kelahiran Antarsaudara Kandung Jauh

Jarak usia kelahiran antarsaudara kandung dapat dikatakan besar jika jarak usia mereka di atas empat tahun. Salah satu kelebihan dari jarak usia kelahiran yang berjauhan (besar) adalah tidak adanya untuk memperebutkan perhatian orang tua karena tahapan perkembangan antarsaudara kandung begitu jauh terpisah. Sebaliknya, hubungan mereka ditandai dengan kepedulian dan minat


(45)

yang sungguh(sungguh terhadap satu sama lain (Woolfson, 2004). Menurut Borden (2003), jarak usia kelahiran yang cukup jauh membuat anak pertama lebih dapat memahami kebutuhan adiknya sehingga dapat diandalkan untuk mengasuh dan menjaganya. Namun, jarak usia kelahiran yang begitu jauh membuat mereka tidak dapat membangun suatu persahabatan yang dekat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin kecil jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka kemungkinan

yang terjadi akan semakin besar. Sebaliknya, semakin besar jarak usia kelahiran antara seorang anak dengan saudaranya, maka kecil

kemungkinan akan terjadi.

E. JumlahBSaudaraBKandungB

Jumlah saudara kandung adalah banyaknya saudara kandung yang dimiliki seorang anak di dalam sebuah keluarga. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007 diketahui bahwa perempuan usia subur di Indonesia rata(rata memiliki anak dua sampai tiga selama hidupnya (dalam Wahyuningsih, 2011). Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa hampir sebagian besar keluarga di Indonesia memiliki lebih dari satu orang anak.

Menurut Hurlock (2000), keluarga yang terdiri dari dua atau tiga orang anak disebut juga sebagai keluarga kecil. Artinya, anak yang tinggal di dalam keluarga kecil memiliki jumlah saudara yang sedikit. Sejalan dengan semakin


(46)

sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga, kesempatan anak untuk berinteraksi dengan saudara kandungnya juga semakin kurang bervariasi (Ambarini, 2006). Tingginya intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara yang lain tersebut membuat anak yang memiliki jumlah saudara relatif sedikit akan lebih banyak mengalami perselisihan dibanding mereka yang memiliki jumlah saudara yang banyak (Susilowati, 2011).

Di sisi lain, Pope (2009) mengatakan bahwa jumlah saudara yang banyak juga dapat memicu munculnya perselisihan dan persaingan terhadap saudara(saudaranya. Berdasarkan hasil penelitiannya, perselisihan dan persaingan tersebut muncul karena anak merasa saudaranya lebih disayang oleh orang tua mereka. Di dalam keluarga besar, orang tua cenderung tidak dapat berinteraksi dengan anak(anak mereka sedekat orang tua dalam keluarga kecil karena mereka disibukkan oleh aktivitas sehari(hari yang menyita waktu dan tenaga yang cukup banyak. Hal ini membuat orang tua cenderung memilih salah seorang anak saja sebagai anak kesayangan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah saudara kandung adalah banyaknya saudara kandung yang dimiliki seseorang di dalam sebuah keluarga.

B

F. JenisBKelaminBAntarsaudaraBKandungB

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), jenis kelamin adalah sifat atau keadaan individu yang membedakan dirinya antara laki(laki atau perempuan. Jenis kelamin juga bisa diartikan sebagai identitas yang dimiliki


(47)

oleh seseorang berdasarkan pertimbangan alat kelamin (Aspuah, 2008). Berkaitan dengan hubungan antarsaudara kandung, jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap munculnya

pada diri seorang anak (Hurlock, 1999).

Leder (dalam Waluyo, 2010) mengatakan bahwa ada tiga tipe pasangan antarsaudara kandung yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki(laki. Binotiana (2008) menambahkan bahwa kemungkinan munculnya akan lebih tinggi pada pasangan kakak atau adik berjenis kelamin sama dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin berbeda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Minnet, Vandell, dan Santrock (1983) yang menyatakan bahwa agresivitas dan dominasi akan lebih banyak muncul dalam hubungan antarsaudara kandung yang memiliki jenis kelamin yang sama. Selain itu, Stewart (dalam Bonitiana, 2008) juga berpendapat bahwa kemungkinan munculnya

cenderung tinggi pada pasangan saudara kandung yang berjenis kelamin laki(laki karena faktor budaya yang lebih memacu anak laki(laki untuk bersaing. Namun, Milman dan Schaefer (1989) justru menyatakan bahwa lebih sering terjadi pada pasangan saudara kandung dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan kakak dan adik yang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki sifat emosional dan sensitif.

Pembahasan mengenai jenis kelamin saudara kandung menjadi penting karena jenis kelamin saudara kandung ikut mempengaruhi hubungan jarak usia dan jumlah saudara kandung terhadap . Menurut


(48)

Puspitasari (2003), anak yang berjenis kelamin sama dan memiliki jarak usia yang berdekatan dengan saudara kandungnya lebih mudah merasa cemburu dan benci terhadap saudaranya tersebut. Hal tersebut didukung oleh beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pasangan saudara berjenis kelamin sama dengan jarak usia yang berdekatan, serta kurangnya interaksi yang positif akan lebih banyak mengalami persaingan dan konflik (Dunn & Kendrick, 1981; Minnett, Vandell & Santrock, 1983).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan munculnya tidak hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin saudara kandung saja, tetapi juga dipengaruhi oleh jenis kelamin antara satu saudara dengan satu saudara kandungnya yang lain dimana akan lebih tinggi pada pasangan saudara kandung yang memiliki jenis kelamin sama dibandingkan dengan pasangan saudara kandung yang memiliki jenis kelamin berbeda. Oleh karena itu, jenis kelamin antarsaudara kandung dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai identitas yang didasarkan atas pertimbangan alat kelamin antara pasangan saudara kandung, yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki( laki atau sebaliknya.

G. HubunganB antaraB denganB JarakB UsiaB KelahiranB danB JumlahBSaudaraBKandungBpadaBRemajaBAwalBB

Masa remaja sering juga dikenal sebagai masa badai dan tekanan ( ). Menurut Arnett (dalam Gunarsa, 2004), ada tiga elemen kunci


(49)

yang termasuk dalam konsep masa badai dan tekanan pada masa remaja awal, yaitu konflik dengan keluarga, gangguan suasana hati, dan kecenderungan terjadinya tingkah laku yang berisiko.

Salah satu konflik keluarga yang sering dialami oleh remaja awal adalah konflik dengan saudara kandungnya. Menurut Thompson (dalam Binotiana, 2008), merupakan penyebab utama terjadinya konflik antara anak dengan saudara kandungnya. memang wajar terjadi di dalam sebuah keluarga yang memiliki anak lebih dari satu orang, termasuk di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007 yang menyebutkan bahwa perempuan usia subur di Indonesia rata(rata memiliki anak dua sampai tiga selama hidupnya (dalam Wahyuningsih, 2011). Oleh Hurlock (2000), keluarga yang terdiri dari dua atau tiga orang anak disebut sebagai keluarga kecil. Artinya, anak yang tinggal di dalam keluarga kecil memiliki jumlah saudara yang sedikit pula. Namun, semakin sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga kemungkinan munculnya perselisihan justru semakin besar karena intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara kandung yang lain menjadi sangat tinggi (Susilowati, 2011).

Menurut Buhrmester dan Furman (dalam Santrock, 2003), jika dibandingkan dengan usia tahap lainnya, tingkat konflik antarsaudara kandung pada masa remaja sangat tinggi. Hal ini dikarenakan remaja lebih sering mengalami gangguan suasana hati yang negatif dibandingkan pada saat masa kanak(kanak. Suasana hati negatif yang sering dialami oleh remaja


(50)

diantaranya adalah perasaan diabaikan atau kurang diperhatikan (Larson & Richards, dalam Arnett, 1999, dalam Gunarsa, 2004).

Remaja yang sedang dalam masa transisi dari masa kanak(kanak menuju dewasa sangat membutuhkan perhatian dan kesiapan orang tua untuk membantu, mendengarkan dan berusaha mengerti mereka sebagai seorang remaja (Newman dalam Rice, 1999, dalam Gunarsa, 2004). Akan tetapi, ketika seorang anak tumbuh dewasa, para orang tua justru semakin tidak mampu memberikan perhatian yang seimbang kepada seluruh anak(anaknya (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982). Orang tua cenderung memilih mengabaikan perasaan salah satu anaknya yang mengatakan bahwa dia diperlakukan dengan tidak adil atau tidak sama dibanding dengan saudaranya (Woolfson, 2004). Jika jarak usia kelahiran antarsaudara cukup besar, maka remaja bisa memenuhi kebutuhan akan perhatian tersebut pada diri saudaranya, dimana saudara yang lebih tua dapat berperan sebagai seseorang yang dapat dipercaya dan sumber dari dukungan emosional (Cicirelli, 1976, dalam Minnett, Vandell & Santrock, 1983). Jarak usia kelahiran yang begitu jauh membuat potensi munculnya persaingan antarsaudara sangat kecil karena tahap perkembangan mereka begitu jauh terpisah. Hal ini membuat hubungan mereka lebih ramah, kooperatif, dan saling mengasihi (Susilowati, 2011).

Di sisi lain, jika jarak usia kelahiran antara seorang anak dengan saudaranya cukup dekat, maka kemungkinan munculnya justru akan semakin besar. Kedekatan usia membuat potensi munculnya persaingan menjadi semakin hebat karena mereka memiliki kebutuhan yang serupa


(51)

sehingga antara satu saudara dengan saudaranya yang lain saling bersaing untuk memperebutkan cinta dan perhatian yang sama dari orang tuanya (Faber & Mazlish, 1987; Freud, 1955; Ihinger, 1975, dalam Raffaelli, 1992). Kebutuhan remaja akan perhatian dari orang tua yang tidak terpenuhi tersebut cenderung membuat remaja selalu ingin memenangkan persaingan dengan saudara mereka (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982).

VandenBos (2007) menambahkan bahwa persaingan antara pasangan kakak adik tidak hanya memperebutkan kasih sayang dan perhatian orang tua, tetapi juga prestasi sekolah atau penghargaan(penghargaan lain di luar sekolah seperti olahraga, seni, dan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan konsep Ross dan Milgran (dalam Bank & Kahn, 1982) yang menyatakan bahwa saudara kandung yang menginjak usia remaja bisa menggunakan kekuatannya untuk menyakiti saudaranya yang lain dalam tiga area pribadi mereka, yaitu prestasi dan sukses, seksual dan kecantikan, hubungan sosial dengan teman( teman, orang lain, dan saudara lainnya.

Lebih lanjut, jika terus berlanjut maka bisa berdampak pada hubungan saudara kandung itu sendiri. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan adalah anak bisa mengalami gangguan perilaku antisosial, tanda(tanda depresi atau kecemasan ( 7 ) karena tidak siap berkompetisi dengan saudaranya tersebut (Steinberg 2003, dalam Binotiana, 2008). Di sisi lain, bisa berdampak positif karena melatih anak untuk belajar bernegosiasi, berkompromi, dan menyelesaikan konflik dengan saudara kandungnya (Bomb, 2005, dalam Binotiana, 2008).


(52)

Berikut bagan hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung:

B B B B B B B B

SkemaB1B HubunganBantaraB denganBJarakBUsiaBKelahiranB danBJumlahBSaudaraBKandungBpadaBRemajaBAwalB

B B

B

!

"

" " "

" "

!

# $ % &

%

# ' % & !


(53)

H. HipotesisB

Berdasarkan kerangka kajian teori yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Semakin dekat jarak usia antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi. Kemudian, semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat

nya juga semakin tinggi.


(54)

35

BABBIIIB

METODOLOGIBPENELITIANB

A. JenisBPenelitianBB

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal.

B. IdentifikasiBVariabelBPenelitianBB

Variabel(variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel tergantung :

2. Variabel bebas : Jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung 3. Variabel kontrolB : Jenis kelamin saudara kandung

C. DefinisiBOperasionalBB

1. B

merupakan kecenderungan persaingan antara individu dengan saudara kandungnya yang lebih tua ataupun muda baik itu berjenis kelamin sama maupun berbeda yang disertai perasaan negatif berupa iri hati dan benci terhadap saudara kandungnya tersebut.

dalam penelitian ini akan diukur dengan skala yang disusun berdasarkan aspek(aspek yang diungkapkan oleh


(55)

Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008), yaitu iri, bersaing, dan benci. Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa yang dialami subjek cenderung tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor jawaban subjek maka semakin rendah pula yang dialami oleh subjek.

2. JarakBUsiaBKelahiran

Jarak usia kelahiran adalah perbedaan usia kelahiran antara seorang anak dengan saudara kandung lainnya yang berpengaruh terhadap hubungan antarsaudara kandung. Untuk mendapatkan keterangan mengenai jarak usia, pada skala terdapat bagian identitas saudara kandung yang meminta subjek untuk mengisi usia saudara kandungnya saat ini. Jarak usia kelahiran diperoleh dari selisih usia subjek dengan usia saudara kandungnya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil jarak usia saudara kandung yang memiliki kedekatan usia (usianya paling dekat) dengan subjek untuk dijadikan acuan apakah subjek mengalami atau tidak.

3. JumlahBSaudaraBKandung

Jumlah saudara kandung adalah banyaknya saudara kandung yang dimiliki seseorang di dalam sebuah keluarga. Peneliti menyadari bahwa subjek dapat memiliki lebih dari satu orang saudara kandung. Hal ini didasarkan atas Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007 yang menunjukkan bahwa perempuan usia subur di Indonesia rata( rata memiliki anak dua sampai tiga selama hidupnya (dalam


(56)

Wahyuningsih, 2011). Oleh karena itu, subjek diminta untuk menyebutkan jumlah saudara terlebih dahulu, sebelum subjek melengkapi identitas saudara(saudaranya seperti usia dan jenis kelamin.

4. JenisBKelaminBAntarsaudaraBKandung

Jenis kelamin antarsaudara kandung adalah identitas yang didasarkan atas pertimbangan alat kelamin antara pasangan saudara kandung, yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki(laki atau sebaliknya. Sejalan dengan jarak usia kelahiran, peneliti hanya mencantumkan jenis kelamin saudara kandung subjek yang memiliki kedekatan usia (paling dekat usianya) dengan subjek.

D. SubjekBPenelitianBB

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja awal dengan batasan sebagai berikut :

1. Usia antara 12 sampai 15 tahun.

Individu remaja awal adalah individu yang berusia 12 hingga 15 tahun (Monks, 2004). Namun, peneliti hanya memilih subjek yang berusia 12 sampai 14 tahun saja. Hal ini didasarkan atas konsep Schacfhter (dalam Feinberg dan Hetherington, 2000) yang mengungkapkan bahwa

akan terjadi lagi di usia 6 ( 14 tahun pada usia sekolah. 2. Memiliki saudara kandung.


(57)

3. Masih tinggal dengan orang tua dan saudara kandungnya.

Kemungkinan munculnya perselisihan antarsaudara kandung akan lebih besar jika subjek masih tinggal bersama dengan orang tua dan saudara kandungnya (Montemayor & Hanson, 1985; Youniss & Smollar, 1985, dalam Raffaelli, 1992).

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan metode , yaitu cara pengambilan sampel yang didasarkan atas ciri( ciri atau sifat(sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri(ciri atau sifat(sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

E. MetodeBdanBAlatBPengumpulanBDataB

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibagikan langsung pada subjek penelitian untuk diisi. Peneliti akan melakukan uji coba ( ) terlebih dahulu, dimana alat ukur akan diberikan pada subjek uji coba. Hasil yang diperoleh dari uji coba tersebut akan dianalisis, kemudian item yang tersisa akan diteskan lagi pada subjek penelitian. Hasil dari subjek penelitian inilah yang akan dijadikan sumber data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tiga aspek yang diungkapkan Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008), yaitu iri, bersaing, dan benci. Skala tersebut menggunakan metode


(58)

dari Likert yang memiliki empat alternatif pilihan jawaban mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan jawaban netral sengaja ditiadakan peneliti dengan alasan untuk menghindari subjek memilih jawaban yang memiliki konotasi ragu(ragu tersebut. Skor penilaian untuk jawaban subjek pada tiap item skala

dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

! " # $ % &

ResponB ' ! ( ) !

SS (Sangat Setuju) 4 1

S (Setuju) 3 2

TS (Tidak Setuju) 2 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

Skor untuk tiap(tiap item pada skala akan dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa yang dialami subjek cenderung tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor total maka semakin rendah pula yang dialami oleh subjek.

Skala tersebut terdiri dari 60 butir pertanyaan yang berisi 30 pernyataan dan 30 pernyataan . Berikut


(59)

*

($ !

NoBItemB NoB AspekB

' ! ( ) ! JumlahB PresentaseB

1. Iri 1, 7, 9, 11, 24, 28, 42, 49, 52, 57

4, 8, 14, 20, 21,

23, 26, 30, 46, 50 20 33.33 % 2. Bersaing 19, 22, 37, 44, 59 5, 13, 15, 16, 18, 39, 40, 48, 51, 58 2, 10, 17, 33, 35, 20 33.33 % 3. Benci 3, 27, 31, 32, 41,

43, 47, 53, 54, 55

6, 12, 25, 29, 34,

36, 38, 45, 56, 60 20 33.33 %

Total 30 30 60 99.99 %

B

F. KredibilitasBAlatBUkurBB 1. B ValiditasBB

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2007). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi ( /. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analis rasional atau dalam proses telaah soal, yaitu mengadakan evaluasi guna memeriksa kualitas item sebagai dasar untuk seleksi (Azwar, 2007). Analisis rasional pada alat ukur ini dilakukan oleh peneliti dan dikoreksi oleh dosen pembimbing skripsi untuk melihat kesesuaian antara item(item dalam suatu skala dengan aspek(aspek yang


(60)

bersangkutan. Validitas isi akan tercapai apabila item(item pada suatu alat ukur telah dianggap mampu mengukur aspek yang relevan.

2. SeleksiBItem

Dalam proses penyusunan tes perlu dilakukan adanya seleksi item sehingga item yang tidak memenuhi syarat kualitas tidak boleh diikutkan menjadi bagian tes. Kesahihan butir item akan diuji dengan mengkorelasikan skor masing(masing item dengan skor total keseluruhan item. Item dengan korelasi yang baik adalah item yang memiliki korelasi mendekati angka 1.00 (Azwar, 2005). Namun, dalam estimasi validitas tidak dapat dituntut koefisien yang tinggi sekali sehingga cara menentukan kesahihan butir dalam skala pada penelitian ini mengacu pada kriteria dari item total, yaitu item yang sahih memiliki korelasi > 0.3, sedangkan item yang bernilai < 0.3 digugurkan (Azwar, 2007).

Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total dipergunakan batasan 0.30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 daya bedanya memuaskan, sedangkan item dengan koefisien korelasi dibawah 0.30 diinterprestasikan sebagai item dengan daya diskriminasi rendah sehingga dianggap gugur dan tidak diikutsertakan sebagai alat ukur penelitian. Tabel 3 merupakan hasil pengujian koefisien korelasi item total.


(61)

+

% ) ($ !

NoBItemB

NoB AspekB

' ! ( ) ! JumlahB

1. Iri 28, 42, 52, 57 1, 7, 9, 24, 8, 30 10 2. Bersaing 19, 22, 37, 44, 59 5, 13, 15, 16, 18, 2, 10, 48 13 3. Benci 3, 27, 31, 32, 41, 43, 47, 53, 55 45, 56, 60 6, 12, 38, 15

Total 27 11 38

, % )

($ ! &

NoBItemB

NoB AspekB

' ! ( ) ! JumlahB

1. Iri 25, 27, 28, 36 1, 8, 17,18, 2, 22 10 2. Bersaing 3, 4, 5, 6, 7, 9, 21, 23, 29, 31 15, 19, 26 13 3. Benci 10, 11, 12, 14, 20, 24, 32, 33, 37 13, 16, 30, 34, 35, 38 15

Total 27 11 38

Berdasarkan hasil uji coba, jumlah item dalam tiap aspek tidak lagi sama. Oleh karena itu, peneliti dengan persetujuan dosen pembimbing tetap mempertahankan item yang ada dengan asumsi bahwa 38 item yang terbaik masih mewakili setiap aspek yang hendak diukur dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat yang dialami oleh subjek penelitian.


(62)

3. ReliabilitasBB

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila skala digunakan mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya atau reliabel. Hal ini berarti bahwa hasil yang diperoleh relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama (Azwar, 2007).

Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi koefisien 6 2 . Pedoman yang digunakan adalah apabila angka r α (koefisien ) semakin mendekati angka 1.00 berarti skala tersebut semakin reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian, sebaliknya koefisien yang semakin mendekati angka 0.00 menunjukkan semakin rendahnya reliabilitas skala tersebut (Azwar, 2007).

Hasil uji coba estimasi reliabilitas skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki koefisien sebesar 0.922. Hal ini berarti skala memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan tingkat

yang dialami oleh subjek.

G. MetodeBAnalisisBDataBB

Metode analisis yang akan digunakan untuk uji hipotesis dalam penelitian ini adalah korelasi parsial dengan bantuan versi 16


(63)

. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan negatif antara dengan jarak usia dan jumlah saudara kandung.

H. PelaksanaanB - B

dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2012 di kelas VII D dan F SMP Negeri 3 Godean, Sleman. Alasan peneliti memilih siswa kelas VII D dan F sebagai subjek karena semua siswanya masih tinggal serumah dengan orang tua dan saudara kandungnya, serta sebagian besar dari para siswa tersebut memiliki saudara kandung. Sebelumnya, peneliti terlebih dahulu menemui kepala sekolah SMP Negeri 3 Godean beserta guru Bimbingan Konseling (BK) yang mengajar di kelas VII untuk meminta izin melaksanakan . dilaksanakan empat hari kemudian, setelah peneliti mendapatkan izin dari pihak sekolah. Berdasarkan pelaksanaan


(64)

45

BABBIVB

HASILBPENELITIANBDANBPEMBAHASANBB

A. PelaksanaanBPenelitianBB

Penelitian dilakukan selama dua hari di dua lokasi yang berbeda, yakni SMP Negeri 16 Yogyakarta dan SMP PGRI Kasihan. Penelitian pertama dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2012 di kelas VII A dan B SMP Negeri 16 Yogyakarta. Kemudian, penelitian kedua dilaksanakan di kelas VII A, B, dan D SMP PGRI Kasihan pada tanggal 25 Mei 2012. Sama halnya dengan pelaksaaan , peneliti memilih kelas yang semua siswanya masih tinggal serumah dengan orang tua dan saudara kandungnya, serta hampir sebagian besar dari para siswa tersebut memiliki saudara kandung.

Total jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 125 orang. Setelah diseleksi, dari 125 ekslempar yang peneliti bagikan hanya 116 ekslempar yang layak dianalisis karena 9 ekslempar diisi oleh subjek yang berusia lebih dari 14 tahun.

B. DeskripsiBKarakteristikBSubjekBPenelitianB

Peneliti mendapatkan 125 orang subjek, tetapi yang memenuhi syarat untuk dijadikan subjek penelitian hanya 116 orang dimana 61 orang di antaranya laki(laki dan perempuan 55 orang. Selain itu, peneliti juga memperoleh data subjek mengenai usia, jumlah saudara, jenis kelamin, dan


(65)

usia saudara kandung subjek. Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

.

% ( $

UsiaB JumlahB PresentaseB

12 tahun 22 orang 18.96 %

13 tahun 71 orang 61.21 %

14 tahun 23 orang 19.83 %

Total 116 orang 100 %

/

% " & 0 & $

JumlahBSaudaraBKandungB JumlahB PresentaseB

1 orang 60 orang 51.7 %

2 orang 29 orang 25 %

3 orang 22 orang 19 %

4 orang 2 orang 1.72 %

5 orang 1 orang 0.86 %

6 orang 1 orang 0.86 %

7 orang 1 orang 0.86 %

Total 116 orang 100 %

1

% " 0 $ & & 0 & & 0 & (

JenisBKelaminBSubjekB SaudaraBKandungBJenisBKelaminB JumlahB PresentaseB

Laki(laki Laki(laki 41 orang 35.35 %

Perempuan Perempuan 30 orang 25.86 %

Laki(laki/ Perempuan Perempuan/Laki(laki 45 orang 38.79 %


(66)

2

% 0 & " ( 0 $ &

& 0 &

JarakBUsiaB JumlahB PresentaseB

1 tahun 9 orang 7.76 %

2 tahun 18 orang 15.52 %

3 tahun 21 orang 18.1 %

4 tahun 10 orang 8.62 %

5 tahun 17 orang 14.66 %

6 tahun 13 orang 11.21 %

7 tahun 10 orang 8.62 %

8 tahun 7 orang 6.03 %

9 tahun 4 orang 3.45 %

10 tahun 5 orang 4.31 %

12 tahun 2 orang 1.72 %

Total 116 orang 100 %

C. DeskripsiBDataBPenelitianB

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh deskripsi data penelitian yang dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

3 % )

VariabelB DataB SkorBminB SkorBmaksB MeanB SDB

Empiris 70 118 90.819 11.689

Teoritik 38 152 95 19

Skor minimal empiris yang diperoleh subjek pada sebesar 70 dan skor maksimal empiris yang diperoleh subjek sebesar 118. Mean empiris atau rata(rata skor subjek adalah 90.819 dengan standar deviasi sebesar 11.689. Kemudian, skor minimum teoritik diperoleh dengan cara


(67)

mengalikan jumlah seluruh soal dalam skala dengan skor terendah dalam skala, yaitu 38 x 1 = 38. Sedangkan, skor maksimal teoritik diperoleh dengan cara mengalikan jumlah seluruh soal dalam skala dengan skor tertinggi dalam skala, yaitu 38 x 4 = 152. Jika mean empiris diperoleh dari rata(rata data penelitian, maka mean teoritik diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian, yaitu (38 + 152) : 2 = 95. Selanjutnya, standar deviasi teoritik diperoleh dari selisih skor maksimum dengan skor minimum, kemudian dibagi dengan enam satuan deviasi standar berdasarkan distribusi norma, yaitu (152 ( 38) : 6 = 19.

Berdasarkan tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa mean empiris

lebih rendah daripada mean teoritiknya (90.819 < 95). Hal ini membuktikan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat yang rata(rata rendah.

D. HasilBPenelitian 1. B UjiBAsumsiB

a. NormalitasBB

Uji normalitas dilakukan dengan versi 16

dengan ( . Pengambilan keputusan

didasarkan pada besaran probabilitas (p). Apabila p > 0.05, maka dinyatakan normal. Sebaliknya apabila p < 0.05, maka distribusinya dinyatakan tidak normal. Hasil uji normalitas tercantum data tabel 10 di bawah ini :


(68)

4

($ !

VariabelB KS5TestB Asymp.BSigB(p)B SebaranB

1.099 0. 179 Normal

Berdasarkan tabel 10, diketahui bahwa uji normalitas

memiliki nilai ( sebesar 1.099

dengan probabilitas sebesar 0. 179. Nilai probabilitas (p) lebih besar dari 0.05, maka sebaran data pada variabel adalah normal.

b. UjiBLinearitasB

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data antara kedua variabel berupa garis lurus atau tidak. Dari uji linearitas dengan menggunakan SPSS 16 diperoleh data seperti pada tabel 11.

($

VariabelB dfB MeanBSquareB FB Sig.B

Jarak Usia Kelahiran 1 6492.823 118.143 0.000 Jumlah Saudara Kandung 1 1280.113 10.305 0.002

Hasil dari uji linearitas pada jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung terhadap diketahui bahwa antara variabel dan jarak usia kelahiran menunjukkan garis linear dengan signifikan 0.00 (p < 0.05) dan harga F linear sebesar 118.143. Kemudian, uji linearitas antara variabel dan jumlah saudara kandung juga menunjukkan garis linear dengan


(69)

signifikan 0.00 (p < 0.05) dan harga F linear sebesar 10.305. Dengan demikian, ada hubungan yang bersifat linear baik antara

dengan jarak usia kelahiran, maupun antara dengan jumlah saudara.

2. UjiBHipotesis

Peneliti menggunakan hipotesis satu ekor ( ) karena hipotesis dalam penelitian ini sudah mengarah, yaitu berarah negatif. Hasil uji hipotesis menggunakan teknik korelasi parsial dengan bantuan

versi 16 dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini : *

5 0! ,B " (

0 ,B& " & 0 & & 0! !

(" 0 & 0 & )B

VariabelB NB rB r²B Sig.B(15tailed)B

Jarak Usia Kelahiran 116 (0.631 0.398 0.000 Jumlah Saudara Kandung 116 (0.290 0.084 0.001

Dari tabel 12 di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jarak usia kelahiran. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.01).

b. Ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jumlah saudara kandung. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar (0.290 dengan signifikansi 0.001 (p < 0.01).


(70)

Hasil tersebut didukung juga dengan hasil uji linearitas yang telah dilakukan sebelumnya, dimana jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung menunjukkan hubungan yang linear. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima dimana ada hubungan negatif antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung. Semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya justru semakin tinggi. Kemudian, semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat

nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

Di samping itu, berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa koefisien determinasi (r²) antara variabel dan jarak usia kelahiran adalah 0.398, serta koefisien determinasi (r²) antara variabel

dan jumlah saudara kandung adalah 0.084. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian ini jarak usia kelahiran memiliki sumbangan efektif sebesar 39.8% dan jumlah saudara sebesar 8.4% terhadap . Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jarak usia kelahiran menyumbang sebesar 39.8% dan jumlah saudara kandung sebesar 8.4% terhadap , sedangkan 51.8% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain.


(1)

LampiranB6BBSuratBKeteranganBPenelitianBdariBSMPBNB3BGodeanB

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B


(2)

LampiranB7BBSuratBIzinBPemerintahBKotaBYogyakartaB

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B


(3)

LampiranB8BBSuratBKeteranganBPenelitianBdariBSMPBNB16BYogyakartaB

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B


(4)

(5)

vi

HUBUNGANBANTARAB

DENGANBJARAKBUSIAB

B

KELAHIRANB

DANB

JUMLAHB

SAUDARAB

KANDUNGB

PADAB

REMAJABAWALB

B

B

ABSTRAKB

B

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Subjek dalam penelitian ini adalah 116 siswa SMP N 16 Yogyakarta dan SMP PGRI Kasihan dengan rata(rata usia 12 sampai 14 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa Skala yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek(aspek dari teori Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008). Skala tersebut terdiri dari 38 item dengan reliabilitas sebesar 0.922. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi parsial dengan bantuan versi 16 . Berdasarkan analisis korelasi parsial diketahui bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung, ditunjukkan dengan koefisien korelasi antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01), serta dan jumlah saudara kandung sebesar (0.290 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01). Artinya, semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi dan semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

Kata kunci: jarak usia kelahiran, dan jumlah saudara kandung

B

B

B

B


(6)

vii

THEBRELATIONBBETWEENBSIBLINGBRIVALRYBWITHBTHEBSPACEBOFB

BIRTHBBAGEBBANDBBNUMBERBOFBSIBLINGSBBONBBTHEBBBEGINNINGBBOFBB

TEENAGERB

B

!!" # $ !" %

# & ' ( !) !*

+ % , # )--./ 0.

- 1)) 2

!" 3

2

- "0* - -- + 4- -!/

- ).! - -- + 4- -!/ '

5

Key words : sibling rivalry, the space of birth age, and number of siblings

B

B

B

B

B

B