PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN.

(1)

i

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP

AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh :

KIRANA KRISTINA MULYONO

13307144012

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kirana Kristina Mulyono

NIM : 13307144012

Program Studi : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Judul Penelitian : Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin

Menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil pekerjaan saya yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi atau data yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan atau diterima sebagai persyaratan studi pada universitas atau institut lain, kecuali pada bagian-bagian yang telah dinyatakan dalam teks.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 14 Maret 2017 Yang Menyatakan,

Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012


(4)

(5)

v

MOTTO

Where there is a will, there is a way

Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang

lamban akan menderita lapar.

(Amsal 19:15)

Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus,

sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!

(Mazmur 34:10)

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak

akan hilang


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Bapak Heri Mulyono dan Ibu Tri Handayani

Atas doa dan kasih sayang yang tak pernah putus. terima kasih atas semua yang telah diberikan. Semoga Ibu dan Bapak bisa bangga denganku.

Adikku, Thimotius Dwijan Z. M. dan Christian Abiel E. M. Terima kasih atas kasih sayang dan dukungannya untuk kakakmu ini.

Nadia, Hana, Lintang, Ayu, Era, Hitz ( Ida, Igi, Maya dan Puspa) terima kasih atas dukungan dan waktunya

Mbak Titik, Mufti, dan Nurul atas kerja samanya menyelesaikan penelitian ini.

Yulis, Riska dan teman-teman KKN 52 ND, Sarah, Catur dan teman-teman DPM 2015-2016, serta teman-teman Kimia E 2013, terima kasih untuk pertemanan yang mengesankan selama masa perkuliahan.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Penulis menyadari bahwa dari masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ibu Eddy Sulistyowati, Apt., MS. selaku dosen pembimbing skripsi, dan ketua penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran.

4. Ibu Dr. Das Salirawati, M.Si selaku penguji utama, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan.

5. Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan.

6. Seluruh Dosen, Staff dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.

7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara moral maupun material dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.


(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan almamater.

Yogyakarta, Maret 2017


(9)

ix

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

TRIPSIN Oleh:

Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012

Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin. Sebelumnya dilakukan penentuan kondisi optimum enzim tripsin meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.

Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein dilakukan dengan menggunakan metode Anson. Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh. Variasi konsentrasi senyawa ZnSO4 yang ditambahkan adalah 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dalam satuan mg/mL per menit pada suhu 37°C. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada kondisi optimum yang telah diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum enzim tripsin pada pH 8, suhu 37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat 10 mg/mL. Aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum yaitu 0,00153 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Untuk aktivitas enzim tripsin dengan penambahan ZnSO4 pada konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M berturut-turut sebesar 0,00157; 0,00158; 0,00165; 0,00158; dan 0,00163 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut, penambahan ZnSO4 bersifat aktivator terhadap aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum, tetapi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas enzim tripsin.


(10)

x

THE EFFECT OF ZnSO4 ADDITION ON TRYPSIN’S ACTIVITY Oleh:

Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012

Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRACT

This research aimed to determine the effect of ZnSO4 compound against trypsin's activity. Determination of optimum condition of trypsin including the pH, temperature, incubation period and substrate's concentration had been undergone before the conduction.

Determination of trypsin's activity with casein substrate was undergone by Anson's Method. Trypsin's actvity determined with and without adding the ZnSO4 compound, were conducted in optimum condition which had been collected. The variations of ZnSO4 concentration which were added are 0.0010 M; 0.0015 M; 0,0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M. The data collected in this research is trypsin’s activity. The data analysis used is Descriptive-Qualitative, comparing trypsin’s activity with and without ZnSO4 addition in optimum condition that had been collected.

The results of research show the optimum condition of trypsin's activity is in pH 8; 37°C; 20 minutes of incubation period and 10 mg/mL as the concentration of substrate. The trypsin’s activity in optimum condition is 0.00153 mg/mL per minute at the 37°C temperature. On the trypsin’s activity with addition of ZnSO4 compound with 0.0010 M; 0.0015 M; 0.0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M in a row as the concentrations are 0.00157; 0.00158; 0.00165; 0.00158; and 0.00163 mg/mL per minute at the 37°C temperature. Based on the data, ZnSO4 has the quality as an activator against trypsin’s activity in optimum condition, but does not give big effect on trypsin’s activity.


(11)

xi

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ...Error! Boo kma rk not defin ed. Motto ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ... C. Pembatasan Masalah ... D. Perumusan Masalah ... E. Tujuan Penelitian ... F. Manfaat Penelitian ... 1 3 4 5 5 5 BABII.KAJIANPUSTAKA ... 6


(12)

xii

B. Enzim dan Substrat ... C. Enzim Tripsin ... D. Kasein ... E. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry ... F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson... G. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ... H. Senyawa ZnSO4 ... I. Penelitian yang Relevan ... J. Kerangka Berpikir ...

7 8 9 10 11 12 17 17 19 BABIII.METODEPENELITIAN ... 20

A. Subyek dan Obyek Penelitian ... B. Variabel Penelitian ... C. Alat dan Bahan ... D. Prosedur Penelitian ... E. Teknik Analisa Data ...

20 20 20 23 29 BABIV.HASILDANPEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... B. Pembahasan ...

31 37 BABV.KESIMPULANDANSARAN ... 55

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

55 55 DAFTARPUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ... 59


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin... 32 Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 33 Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi ... 34 Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Sub-

strat ... 34 Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum ... 35 Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Se-


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Rumus Umum Asam Amino ... 7

Gambar 2. Struktur Enzim Tripsin ... 9

Gambar 3. Struktur Makromolekul Kasein ... 10

Gambar 4. Reaksi Cu2+ dengan Ikatan Peptida ... 10

Gambar 5. Reaksi Oksidasi Tirosin ... 11

Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat ... 11

Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim ... 13

Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim ... 14

Gambar 9. Pengaruh Konsentrasi Enzim terhadap Aktivitas Enzim ... 14

Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim ... 15

Gambar 11. Bagan Prosedur Penentuan Kadar Protein ... 23

Gambar 12. Bagan Prosedur Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson ... 25

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein .. 37

Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein ... 38

Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 40

Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 42

Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin... 43

Gambar 18. Grafik Hubungan Konsentrasi Substrat dengan Aktivitas En-zim Tripsin... 44

Gambar 19. Reaksi Hidrolisis Polipeptida oleh Enzim Tripsin ... 47

Gambar 20. Hubungan Penambahan ZnSO4 Berbagai Konsentrasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 52

Gambar 21. Interaksi Ion Logam Zn2+ dengan Empat Asam Amino pada Enzim Tripsin ... 53


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kasein ... 59 Lampiran 2. Penentuan Kurva Standar Protein ... 60 Lampiran 3. Penentuan Kadar Protein Tripsin ... 61 Lampiran 4. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

Termodifikasi ... 62 Lampiran 5. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan

ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 63 Lampiran 6. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan

Kurva Standar Protein Kasein ... 64 Lampiran 7. Data Hasil Penentuan Kadar Protein Enzim Tripsin ... 65 Lampiran 8. Data Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim

Tripsin ... 66 Lampiran 9. Data Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim

Tripsin ... 69 Lampiran 10. Data Hasil Penentuan Waktu Inkubasi Optimum untuk

Ak-tivitas Enzim Tripsin ... 73 Lampiran 11. Data Hasil Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum un-

tuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 77 Lampiran 12. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondi-

si Optimum ... 81 Lampiran 13. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap

Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 83 Lampiran 14. Dokumentasi ... 87


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Enzim merupakan kelompok protein yang bersifat katalis dan mengatur perubahan senyawa kimia dalam sistem biologis. Setiap enzim bekerja pada substrat tertentu. Enzim dapat dihasilkan oleh hewan, tumbuhan, dan mikro-organisme. Enzim telah banyak digunakan dalam berbagai proses kimiawi, baik dalam bidang industri maupun dalam bidang bioteknologi. Seiring dengan peningkatan penggunaan enzim, berbagai eksplorasi penelitian tentang enzim telah banyak dilakukan.

Enzim proteolitik atau protease atau proteinase merupakan salah satu jenis enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Menurut Poliana dan MacCabe (2007) dalam Pengaruh Penambahan MnCl2 terhadap Produksi Enzim Protease dari Bacillus licheniformis HSA3-1a,

enzim proteolitik atau dapat disebut juga protease berperan penting dalam semua makhluk hidup, karena bersifat esensial dalam proses metabolisme protein. Aktivitas proteolitik suatu enzim sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan ionik, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator, dan buffer (Dongoran, 2004). Enzim trispsin merupakan salah satu contoh enzim proteolitik. Tripsin diproduksi dalam pankreas dan memiliki fungsi untuk memecah protein dengan menghidrolisis ikatan-ikatan peptidanya menjadi senyawa yang lebih sederhana.


(17)

2

Salah satu karakteristik aktivitas enzim adalah adanya efektor, yaitu molekul lain yang dapat mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Aktivitas enzim tripsin dapat ditingkatkan dengan penambahan aktivator atau dihambat dengan penambahan inhibitor yang disebut sebagai efektor. Efektor berupa molekul anorganik misalnya ion logam.

Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu K, Cu, dan Zn. Mineral nonesensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.

Logam Zn dibutuhkan manusia dalam jumlah yang sangat sedikit. Kebutuhan Zn dalam tubuh orang dewasa sebesar 15 mg/hari dengan asumsi daya serap usus sebesar 25%. Selain itu Zn, juga terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi yang sangat kecil.

Menurut Sus Derthi Widhyari (2012, 142 - 143), penyerapan Zn terjadi di duodenum, ileum, dan jejunum dan hanya sedikit terjadi di kolon ataupun lambung. Di dalam darah transpor Zn diatur oleh albumin, antiprotease, dan α2 makroglobulin untuk dibawa ke seluruh jaringan tubuh. Zn yang dibawa ke dalam


(18)

3

pankreas digunakan untuk membuat enzim protease dan dikeluarkan ke saluran pencernaan jika diperlukan.

Umumnya Zn dapat ditemukan dalam bahan makanan hewani yang dikonsumsi sehari-hari, seperti dalam daging, ati, dan tiram. Selain itu, Zn sering ditambahkan ke dalam susu untuk menambah nilai gizi dari susu tersebut. Pada susu terdapat protein kasein. Oleh karena sumber Zn dapat berasal dari makanan dan cairan pankreas, maka pada penelitian ini akan dicoba bagaimana pengaruh penambahan ion Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein

pada kondisi optimum.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:

1. Ada berbagai macam enzim protease yang digunakan dalam bidang medis, yaitu enzim tripsin, enzim papain, dan sebagainya.

2. Ada berbagai substrat yang dapat digunakan pada enzim tertentu yaitu albumin, kasein, bovin serum albumin (BSA), benzoil-n-arginin etil ester (BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan asetil-L-tirosin etil ester (ATEE). 3. Aktivitas proteolitik suatu enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan ionik,

konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator, dan buffer.

4. Penambahan ion logam, seperti Ag+, Cu2+, Zn2+, dan Al3+ dapat mempengaruhi


(19)

4

5. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui kadar protein, antara lain metode Biuret, metode Lowry, dan metode Kjeldhal.

6. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim tripsin antara lain metode Anson dan metode Kunitz .

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka diperlukan pembatasan masalah yaitu:

1. Enzim tripsin yang digunakan dalam penelitian adalah enzim tripsin komersial dengan merk dagang E-Merck.

2. Jenis substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasein.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tripsin yang akan diteliti adalah pH, suhu, waktu inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan senyawa ZnSO4.

4. Ion logam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ion logam Zn2+ dalam

bentuk senyawa ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M (Zhang, et. al., 2014).

5. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kadar protein adalah metode Lowry.

6. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui aktivitas enzim tripsin adalah metode Anson.


(20)

5

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi optimum aktivitas enzim tripsin?

2. Bagaimana pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin?

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. menentukan kondisi optimum aktivitas enzim tripsin.

2. mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin.

F.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa, dapat menambah wawasan baru dalam mengimplementasi-kan khazanah ilmu pengetahuan di bidang biologi dan kimia.

2. Bagi peneliti, dapat mengetahui pengaruh penambahan berbagai variasi konsentrasi Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin.

3. Bagi masyarakat, dapat mengetahui pengaruh kosumsi Zn terhadap aktivitas enzim tripsin.


(21)

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N. Selain itu, molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, besi atau tembaga (Chayati, I. dan A., Andian Ari, 2008). Protein merupakan komponen dalam tubuh dan memiliki fungsi, yaitu sebagai zat pembangun (membentuk jaringan baru, mengganti jaringan yang rusak, dan mempertahankan jaringan yang telah ada), zat pengatur (mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah), dan sumber bahan bakar apabila kebutuhan sumber bahan bakar tidak dapat dipenuhi karbohidrat dan lemak. Selain itu, dapat pula berperan sebagai protein aktif, seperti enzim yang dapat mengatalisis segala proses biokimia dalam sel, hormon, dan lain-lain.

Protein merupakan suatu makromolekul karena memiliki berat molekul yang besar yaitu ribuan sampai jutaan. Protein umumnya reaktif dan spesifik sebab terdapat gugus samping yang reaktif dan susunan khas dari makromolekul protein. Struktur protein tidak stabil terhadap beberapa faktor, seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik, dan detergen (Wirahadikusumah, M., 1989: 8 - 9).

Protein pada umumnya terdiri atas 20 macam asam amino yang berikatan secara kovalen satu sama lain dalam variasi urutan yang bermacam-macam, membentuk suatu rantai polipeptida. Apabila suatu protein dihidrolisis dengan enzim, asam atau alkali, maka akan menghasilkan campuran asam amino. Sebuah


(22)

7

asam amino terdiri atom karbon (C) yang mengikat gugus amino (NH2), gugus

karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan rantai cabang (gugus R). Rumus umum asam amino adalah:

Gambar 1. Rumus Umum Asam Amino

B.Enzim dan Substrat

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Selain meningkatkan kecepatan reaksi, enzim mengatur kecepatan reaksi dalam jalur metabolik tubuh (Williams, 1996 dalam R., Irwan, dkk., 2014). Menurut Muhamad Wirahadikusumah (1989), klasifikasi enzim secara internasional meliputi nama golongan, nomor kode, dan macam reaksi yang dikatalisisnya. Setiap golongan utama terbagi lagi menjadi kelompok-kelompok enzim berdasarkan gugus substrat yang diserangnya, seperti:

1. Oksido-reduktase: berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi 2. Transferase: berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu 3. Hidrolase: berperan dalam reaksi hidrolisis

4. Liase: mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua 5. Isomerase: mengkatalisis reaksi isomerisasi

6. Ligase: mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan bantuan pemecah ikatan dalam ATP


(23)

8

Senyawa yang dikatalisis oleh suatu enzim disebut substrat enzim. Selain itu, substrat suatu senyawa enzim dapat berupa senyawa organik ataupun senyawa anorganik. Struktur kimia substrat dapat sederhana, tetapi juga dapat kompleks. Setiap enzim mempunyai substrat tertentu (Sumardjo, 2006 dalam R., Irwan, dkk., 2014). Beberapa contoh substrat seperti albumin, kasein, bovin serum albumin (BSA), benzoil-n-arginin etil ester (BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan asetil-L-tirosin etil ester (ATEE)

Reaksi antara substrat (S) misalnya protein kasein dan enzim (E) contohnya enzim tripsin membentuk komplek enzim substrat (ES) dan akhirnya menghasilkan produk (P) berupa asam amino dengan melepaskan enzim kembali dapat digambarkan sebagai berikut:

S + E

⃗⃗⃗

[ES]

P + E

Kasein+ Tripsin⃗⃗⃗ Kompleks Kasein-Tripsin ⃗⃗⃗ asam amino + tripsin

C.Enzim Tripsin

Enzim proteolitik, protease atau proteinase merupakan salah satu jenis enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Enzim yang termasuk dalam golongan enzim proteolitik diantaranya enzim tripsin, enzim pepsin, dan enzim papain.

Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi aktifnya, sehingga termasuk dalam golongan enzim proteolitik atau protease serin, yaitu enzim yang berfungsi memecah protein. Enzim trispsin memiliki residu asam amino 224 diantaranya terdapat tirosin. Enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan protein dengan menghidrolisis ikatan peptidanya menjadi senyawa-senyawa yang


(24)

9

lebih sederhana. Tripsin diproduksi dalam pankreas dalam bentuk zymogen, tripsinogen inaktif, kemudian disembunyikan dalam usus kecil, dimana enzim etirokinase mengaktifkannya ke dalam tripsin dengan pembelahan proteolitik (Siswati, 2007). Berikut struktur enzim tripsin (Goodsell, D., 2003) :

Gambar 2. Struktur Enzim Tripsin

D.Kasein

Kasein terdapat dalam susu dan merupakan protein tidak homogen yang dapat dipisahkan dengan cara elektroforesis menjadi tiga komponen, disebut kasein-α , kasein- , dan kasein- , menurut daya gerak yang menurun (deMan, J. M., 1997: 138). Kasein mengandung fosfor sebesar 0,86 % dan terdapat secara khusus dalam bentuk ester monofosfat dengan gugus hidroksil serin dan treonin. Kasein mengandung semua asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh. Kasein baik dalam susu maupun dalam produk olahan susu merupakan komponen penting. Tirosin dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju. Berikut gambar struktur makromolekul kasein:


(25)

10

Gambar 3. Struktur Makromolekul Kasein

Kasein merupakan salah satu contoh substrat. Kasein secara khusus dan terbatas dapat dihidrolisis dengan enzim proteolitik menghasilkan sejumlah poli-peptida besar yang tidak dapat dihidrolisis lebih lanjut. Kasein dapat dihidrolisis oleh enzim tripsin yang merupakan enzim proteolitik.

E.Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry

Metode Lowry dikembangkan pada tahun 1951 dengan menggunakan reagen pendeteksi Folin-Ciocalteau. Reagen ini biasa digunakan untuk mendeteksi gugus-gugus fenolik. Dalam keadaan basa, ion tembaga divalent (Cu2+) dengan

ikatan peptida yang mereduksi Cu2+ menjadi tembaga monovalen (Cu+).

Gambar 4. Reaksi Cu2+ dengan Ikatan Peptida

Dalam analisa protein reagen Folin-Ciocalteau dapat mendeteksi residu oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen tersebut menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna


(26)

11

biru. Hasil reduksi ini dapat dianalisa lebih lanjut dengan melihat puncak absorpsi yang lebar pada daerah panjang gelombang sinar tampak (600 - 800 nm).

Gambar 5. Reaksi Oksidasi Tirosin

Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat

Kadar protein dapat ditentukan dengan membaca kurva standar, dibuat dengan larutan protein murni yang telah diketahui kadar proteinnya misalnya BSA (Bouvine Serum Albumin) yang memiliki rentang konsentrasi tertentu dimana konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang tersebut dengan konsentrasi yang semakin naik. Penentuan kadar protein menggunakan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum (Atun, S., 2016: 14).

F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson

Pada penentuan kadar dalam pengukuran secara kuantitatif aktivitas enzim, jumlah yang sangat kecil menimbulkan masalah. Oleh karena itu, untuk enzim yang ditentukan bukan kadarnya tetapi aktivitas katalitiknya yang sensitif dan spesifik. Berdasarkan “The Commission on Enzymes of the International Union of


(27)

12

Biochemistry” satu satuan enzim adalah jumlah enzim yang dapat mengatalisis perubahan satu g/L substrat per menit pada keadaan tertentu. Aktivitas spesifik didefinisikan sebagai jumlah  mol substrat yang diubah per menit per mg protein enzim. Untuk aktivitas total adalah jumlah mol substrat yang diubah oleh enzim tersebut per menit per gram atau jumlah berat tertentu bahan yang digunakan untuk enzim (sampel enzim) (Martoharsono, S. dan Kuswanto, K. R., 1976).

Metode pengujian aktivitas enzim tripsin menggunakan kasein sebagai substrat disebut metode kaseinolitik. Sampel enzim direaksikan dengan substrat kasein pada suhu, pH, dan lama waktu tertentu. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan larutan TCA (trikloroasetat) sehingga enzim dan sisa substrat terdenaturasi, kecuali produk-produk peptida. Produk-produk peptida yang larut dalam campuran reaksi tadi dipisahkan dengan cara disentrifugasi menggunakan alat sentrifuge klinis dan ditentukan serapannya dengan menggunakan metode -metode pengukuran serapan protein. Salah satu -metode pengukuran serapan protein, yaitu metode Anson dimana digunakan reagen Folin-Ciocalteau sebagai reagen warna.

G.Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Menurut Situmorang (2014), aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, dan kofaktor dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim.


(28)

13 1. Efek suhu terhadap aktivitas enzim

Aktivitas enzim akan bertambah dengan naiknya suhu sampai tercapainya aktivitas optimum. Kenaikan suhu lebih lanjut akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim dan pada akhirnya merusak enzim.

Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)

2. Efek pH terhadap aktivitas enzim

Perubahan pH akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim, karena berubahnya derajat ionisasi gugus asam dan basa dari enzim. Sebagian besar enzim, mempunyai rentang pH optimum aktivitas enzim dan mempunyai tingkat stabilitas yang tinggi. Sebagian besar enzim mempunyai pH optimum yang mendekati netral, sebagian kecil lainnya mempunyai pH optimum yang sangat rendah (sekitar 2,0) atau sangat tinggi (sekitar 9,0).


(29)

14

Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)

3. Efek konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim

Pada enzim-enzim dengan derajat kemurniannya tinggi, terdapat suatu hubungan linear antara jumlah enzim dan taraf aktivitas pada batas-batas tertentu. Konsentrasi enzim pada umumnya sangat kecil, bila dibandingkan dengan konsentrasi substrat. Saat konsentrasi enzim meningkat, maka aktivitas enzim juga bertambah.

Gambar 9. Pengaruh Konsentrasi Enzim terhadap Aktivitas Enzim (Indah, M., 2004)


(30)

15

4. Efek konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim

Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim juga sangat rendah. Sebaliknya, kecepatan reaksi akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai tercapai titik tertentu, yaitu titik batas kecepatan reaksi maksimum. Setelah titik batas, enzim menjadi jenuh oleh substratnya, sehingga tidak dapat berfungsi lebih cepat. Pembatas kecepatan enzimatis ini adalah kecepatan penguraian kompleks enzim-substrat menjadi produk dan enzim bebas.

Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim (Indah, M., 2004)

5. Efek aktivator dan inhibitor serta kofaktor terhadap aktivitas enzim

Aktifitas katalitik enzim dapat dipengaruhi oleh aktivator (bahan-bahan yang meningkatkan aktivitas enzim) dan inhibitor (bahan-bahan yang menurunkan aktivitas enzim). Baik inhibitor maupun aktivator, keduanya biasa disebut dengan efektor. Beberapa enzim mempunyai “allosterik” atau sisi spesifik lain di samping sisi aktif. Pengikatan efektor alosterik dapat merubah bentuk enzim. Perubahan konformasi diterjemahkan ke dalam sisi aktif, yang akan mempengaruhi laju


(31)

16

reaksi enzimatik. Efektor dapat meningkatkan aktivitas katalitik enzim (efektor positif) dan menurunkan atau menghambat aktivitas katalitik enzim (efektor negatif).

Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor, yaitu komponen lain yang berfungsi sebagai katalis. Kofaktor ini dapat berupa senyawa organik yang disebut koenzim atau senyawa non organik (aktivator) seperti ion logam Fe2+, Mn2+, Zn2+,

dan Ca2+. Ion logam berperan dalam proses katalitik dengan berfungsi sebagai

elektrofil. Kemampuan logam tertentu untuk berikatan dengan banyak ligan dalam bidang koordinasi logam menyebabkan logam dapat ikut serta dalam pengikatan substrat atau koenzim ke enzim dan menimbulkan polarisasi gugus reaktif pada sisi aktif.

Inhibitor adalah senyawa yang menurunkan kecepatan reaksi enzimatik. Berdasarkan sifat kinetiknya inhibitor dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu inhibitor kompetitif, non-kompetitif reversible, dan non-kompetitif irreversible. Inhibitor kompetitif terikat secara reversible, biasanya senyawanya menyerupai substrat dan berkompetisi untuk terikat pada sisi aktif enzim. Inhibitor non-kompetitif reversible mempunyai sifat dapat berikatan dengan enzim bebas ataupun kompleks enzim, bisa menurunkan kadar enzim aktif, terikat pada tempat yang berbeda dari pengikat substrat. Contohnya ialah Ag+ dan Pb2+. Sedangkan

inhibitor non-kompetitif irreversible membuat enzim menjadi inaktif dengan cara mengubah konformasi sisi aktif enzim contohnya Hg2+, Ag+, dan Ba2+.


(32)

17

H. Senyawa ZnSO4

Zink merupakan zat gizi mikro esensial yang memiliki fungsi dan kegunaan penting bagi tubuh. Kebutuhan akan Zn ditentukan oleh proses fisiologis kebutuhan jaringan, banyaknya Zn yang dikeluarkan dari tubuh, dan karakteristik diet seseorang (Hidayat, A., 1999: 23). Dalam semua senyawa sederhana, zink mempunyai tingkat oksidasi +2 dan memiliki sifat yang lunak serta reaktif. Zink dapat dijumpai dalam bentuk organik seperti Zink lisinat dan Zink metionat dan bentuk anorganik seperti Zink oksida (ZnO), Zink karbonat (ZnCO3), dan Zink sulfat (ZnSO4H2O).

Garam zink dalam bentuk padatan anorganik seperti zink sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O) sebagian besar larut dalam air dan larutannya mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink (II), [Zn(H2O)6]2+ (Sugiyarto, K. H. dan

Suyanti, R. D., 2010: 317, 318). Struktur zink sulfat heptahidrat adalah [Zn(H2O)6]2+[SO4.H2O]2-. Zink sulfat dapat dimanfaatkan untuk preparat oral.

Setiap mg elemen zink setara dengan 4,4 mg ZnSO4.7H2O. Pada dosis 225-440 mg elemen zink dapat menimbulkan muntah-muntah dan gejala keracunan. Gejala keracunan zink pada saluran pencernaan adalah rasa mual, muntah-muntah, nyeri perut, diare, dan demam.

I. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang “Studi Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Berbagai Macam Protein Nabati Jenis Umbi-Umbian” (Sandie, A., β011) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum kasein pH 7,5, suhu 32,5, dan waktu inkubasi 25 menit enzim tripsin memiliki aktivitas rata-rata 0,0017 mg/mL per menit. Pada penelitian tersebut digunakan metode Anson dan metode Lowry.


(33)

18

Berdasarkan penelitian Wieninger-Rustemeyer, R., et. al. (1980), dengan enzim tripsin dan menggunakan substrat Nα-benzoil-L-arginin-p-nitroanilida (L-BAPA) dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas rata-rata tripsin lebih besar pada konsentrasi Zn2+ 5x10-6 mol Zn2+/L kemudian menurun pada konsentrasi 10-5

mol Zn2+/L. Ketika konsentrasi ditingkatkan lebih jauh lagi, aktivitas pada kontrol

percobaan dapat tercapai lagi.

Naz, S., et. al. (2001) menyatakan bahwa penambahan Zn (II) tidak memberikan pengaruh besar pada aktivitas proteolitik baik dengan pemanasan (80°C) dan tanpa pemanasan kasein (37°C), tetapi meningkatkan aktivitas enzim tripsin pada variasi penambahan Zn (II) sebesar 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; dan 0,005 mg/mL. Penelitian tersebut dilakukan dengan substrat kasein dan enzim tripsin menggunakan buffer fosfat 0,01 M pH 7,5 serta waktu inkubasi 20 menit.

Berdasarkan penelitian Zhang, et. al. (2014) tentang interaksi ion Cu2+,

Pb2+, Zn2+ dengan tripsin dimana benzoil-n-arginin etil ester (BAEE) digunakan

sebagai substrat pada penelitian dan diperoleh hasil bahwa Zn2+ tidak memberikan

efek yang besar pada aktivitas dan struktur enzim tripsin. Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0,0002 M; 0,0003M; 0,0010 M; 0,0015 M; dan 0,0020 M.

Pada penelitian ini digunakan metode Anson dan metode Lowry seperti pada penelitian Sandie (2011). Penelitian dari Wieninger-Rustemeyer, Naz, dan Zhang menunjukkan bagaimana pengaruh dari penambahan ion Zn2+ terhadap

aktivitas enzim tripsin. Penelitian Naz, S., et. al. (2001) memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian ini, yaitu substrat kasein, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit. Variasi konsentrasi Zn2+ yang digunakan mengacu pada


(34)

19

penelitian Zhang dengan sedikit perubahan menjadi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

J. Kerangka Berpikir

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia dan mengatur kecepatan reaksi dalam jalur metabolik tubuh. Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi aktifnya dan berfungsi untuk memecah protein.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH, suhu, waktu inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan inhibitor atau aktivator. Inhibitor atau aktivator dapat berupa molekul anorganik seperti ion logam. Logam Zn merupakan mineral mikro esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Peran logam Zn dalam proses biokimia merupakan komponen dari metalloenzymes untuk mempertahankan kelangsungan berbagai proses metabolisme dan stabilitas membran sel. Garam ZnSO4 sering dimanfaatkan sebagai preparat oral bagi

penderita defisiensi Zn.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh penambahan variasi konsentrasi ion Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin.

Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi secara empirik peran ion logam terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau inhibitor.


(35)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah enzim tripsin.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan penambahan dan tanpa penambahan ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M yang dilakukan pada kondisi optimum.

B.Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi ZnSO4,

yaitu 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan penambahan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada berbagai variasi konsentrasi.

3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali dari penelitian ini adalah kondisi optimum dari enzim tripsin yang meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.

C.Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat-alat Penelitian

Dalam penelitian digunakan alat-alat sebagai berikut: a. Seperangkat alat gelas


(36)

21 b. Seperangkat alat spektronik-20

c. Neraca analitik d. Sentrifuge

e. Inkubator f. pH-meter g. Stopwatch

2. Bahan-bahan Penelitian

a. Larutan 0,1 M Buffer Fosfat pH 7,0; 8,0; 9,0

Larutan dibuat dengan menimbang 2,4 gram NaH2PO4, kemudian dilarutkan ke dalam kira-kira 200 mL akuades. pH dibuat sesuai keinginan (pH 7,0; 8,0; dan 9,0) secara tepat dengan menambahkan NaOH 0,5 M tetes demi tetes sambil diaduk dan diukur pH-nya menggunakan pH-meter. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL, kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan.

b. Larutan 10% TCA (asam trikloroasetat) 500 mL

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 50 gram TCA ke dalam 500 mL akuades. c. Larutan Tripsin

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 8 mg tripsin ke dalam 20 mL buffer fosfat 0,1 M (pH 7,0; 8,0; dan 9,0).

d. Regaen Folin-Ciocalteau 1 N 200 mL

Larutan ini dibuat dengan menambahkan 100 mL akuades pada 100 mL larutan induk Folin-Ciocalteau menggunakan perbandingan 1 : 1, kemudian dihomo-genkan.


(37)

22 e. Larutan NaOH 0,5 M 100 mL

Larutan ini dibuat dengan menimbang 2 gram kristal NaOH, kemudian dilarutkan dengan sedikit akuades menggunakan gelas beker dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Tambahkan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan.

f. Perekasi Lowry 1) Reagen A

Reagen ini dibuat dengan 2% Na2CO3 dalam 0,1 M NaOH. Untuk 75 mL

2% Na2CO3 diperlukan 1,5 gram Na2CO3 untuk dilarutkan dalam 75 mL 0,1 M NaOH.

2) Reagen B

Reagen ini dengan 0,5% CuSO4.5H2O dalam 1% Kalium Natrium Tatrat. Untuk 10 mL 0,5% CuSO4.5H2O diperlukan 0,05 gram untuk dilarutkan

dalam 10 mL 1% Kalium Natrium Tatrat (1 gram Kalium Natrium Tatrat dilarutkan dengan 10 mL akuades).

3) Reagen C

Reagen ini dibuat dari campuran antara Reagen A 75 mL dan Reagen B 1,5 mL, sehingga dari campuran ini diperoleh Reagen C sebanyak 76,5 mL. 4) Reagen E

Reagen E merupakan reagen Folin-Ciocalteau 1 N. g. Larutan kasein 1%

Larutan ini dibuat dengan menimbang 1 gram kasein yang kemudian dipindahkan ke dalam gelas beker serta ditambahkan beberapa tetes NaOH 0,5M agar terbentuk gel. Gel yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam 100


(38)

23

mL 0,1 M buffer fosfat (pH 7,0; 8,0; dan 9,0) dengan cara dipanaskan ± 20 menit sambil diaduk perlahan. Untuk menjaga agar konsentrasi tetap ditambahkan 10 mL akuades sebagai pengganti air yang menguap.

h. ZnSO4 (variasi konsentrasi: 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M yang dibuat dari larutan induk 0,01 M)

Larutan induk ZnSO4 0,01 M dibuat dengan melarutkan 0,163 gram ZnSO4

dalam 100 mL akuades. i. Akuades

D.Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Lowry untuk menentukan konsentrasi protein dan penentuan aktivitas enzim tripsin dengan metode Anson. Prosedur kerja dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Penentuan Kadar Protein Baku (Kasein) dengan Metode Lowry

Kadar protein baku (kasein) diukur dengan metode Lowry (Lowry, O. H., et al., 1951). Prosedur pengukuran kadar protein sebagai berikut:

Gambar 11. Bagan Prosedur Penentuan Kadar Protein 0,2 mL

Larutan sampel protein 5-100

µg

Ditambah 1 mL Reagen C Dikocok Diamkan 10 menit pada suhu kamar Ditambah 0,1 mL Reagen E Dikocok Diamkan 30 menit pada suhu kamar Ukur absorbansi pada panjang

gelombang tertentu


(39)

24

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Pengukuran panjang gelombang maksimum menggunakan larutan kasein 1 mg/mL yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 8. Pengamatan panjang gelom-bang maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi pada λ 650-750 nm. Penelitian dilakukan dengan mengacu pada prosedur Lowry dengan sedikit perubahan. Pada penelitian digunakan 1 mL larutan sampel kasein 1 mg/mL, 5 mL reagen C, dan 0,5 mL reagen E. Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 1.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan prosedur yang sama seperti lampiran 1. Hasil panjang gelombang maksimum digunakan untuk mengukur absorbansi dari variasi konsentrasi sampel, yaitu kasein: 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 2.

2. Penentuan Kadar Protein Tripsin

Tripsin sebanyak 8 mg dilarutkan ke dalam 20 mL larutan buffer fosfat (pH = 8) untuk menentukan kadar protein perlakuannya sama seperti Lampiran 1, tetapi larutan kasein diganti dengan larutan tripsin sebanyak 1 mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 3.


(40)

25 5 mL substrat

Ditambah 1 mL enzim

Diaduk

Setelah 10 menit, ditambah 10 mL 0,3 N

TCA

Dikocok

Suspensi disaring Setelah 30 menit

5 mL Filtrat TCA

Ditambah 10 mL 0,5 N NaOH

Ditambah 3 mL reagen fenol

Baca serapan Setelah 2 - 10 menit

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan metode Anson. Menurut M. L. Anson (1938), prosedur penentuan aktivitas enzim tripsin dari metode Anson sebagai berikut:

Standar Sampel Blanko

Gambar 12. Bagan Prosedur Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

1 mL enzim

Ditambah 10 mL 0,3N TCA

Diaduk

Ditambah 5 mL substrat, 1 mL air, 1

mL tirosin

Dikocok

Suspensi disaring Setelah 30 menit

5 mL Filtrat TCA

Ditambah 10 mL 0,5 N NaOH

Ditambah 3 mL reagen fenol

Baca serapan Setelah 5 menit

5 mL tirosin

Ditambah 10 mL 0,5 N NaOH

Ditambah 3 mL reagen fenol

Baca serapan Setelah 5 menit


(41)

26

Prosedur tersebut dilakukan untuk menghitung unit aktivitas enzim tripsin dari nilai warna filtrat pencernaan pada miliekivalen tirosin. Substrat yang diguna-kan adalah campuran hemoglobin dan buffer fosfat pH 7,5 serta reagen yang lain. Pada standar dan blanko menggunakan 0,0008 miliekuivalen tirosin (dalam 5 mL 0,2 N asam klorida dan 0,5% formaldehid sebagai pengawet).

Pada penelitian ini prosedur metode Anson tersebut digunakan untuk menentukan aktivitas dari enzim tripsin dengan melakukan beberapa modifikasi. Prosedur metode Anson termodifikasi yang digunakan mengacu pada prosedur modifikasi dari Togu Gultom dan Eddy Sulistyowati (2012: 42 - 43) dengan digunakan TCA 10% yang dapat dilihat pada bagan di Lampiran 4.

a. Penentuan pH Optimum

Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sam-pel, kontrol, dan blanko. Pada penentuan pH optimum digunakan buffer fosfat 0,1 M dengan variasi pH 7; 8; dan 9. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran 4, tetapi pada tabung sampel dan tabung kontrol digunakan substrat kasein 1% dengan variasi pH 7; 8; dan 9.

b. Penentuan Suhu Optimum

Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sampel, kontrol dan blanko. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran 4. Penentuan suhu optimum dilakukan pada berbagai suhu inkubasi, yaitu 31°C; 33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Waktu inkubasi yang digunakan selama 20 menit dan pH optimum yang diperoleh dari prosedur sebelumnya.


(42)

27

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Menentukan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan menentukan aktivitas enzim pada berbagai waktu inkubasi, yaitu 10 menit; 15 menit; 20 menit; 25 menit; dan 30 menit. Penentuan ini dilakukan pada pH dan suhu optimum dari prosedur sebelumnya. Prosedur yang dilakukan sama seperti Lampiran 4 dengan menggunakan variasi waktu inkubasi.

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Menentukan konsentrasi substrat yang sesuai dengan enzim tripsin dilakukan dengan variasi konsentrasi 2 mg/mL; 4 mg/mL; 6 mg/mL; 8 mg/mL dan 10 mg/mL. Penentuan ini dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum. Prosedur yang dilakukan sama seperti lampiran 4 dengan menggunakan variasi konsentrasi substrat.

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin Pada Kondisi Optimum

Prosedur yang dilakukan dalam menentukan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum yaitu sama dengan Lampiran 4. Penentuan ini dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum yang telah diketahui pada prosedur sebelumnya.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

1) Tabung Ts (sampel)

Memasukkan 5 mL larutan kasein 1% ke dalam 5 tabung reaksi yang berbeda kemudian melakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC.


(43)

28

0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M pada masing-masing tabung sebanyak 1 mL dan 1 mL larutan tripsin serta diaduk hingga homogen. Setelah itu, melakukan inkubasi selama waktu inkubasi optimum dan pada suhu optimum yang telah diperoleh pada prosedur sebelumnya. Setelah diinkubasi tambahkan 3 mL larutan TCA 10% dan mengaduknya dengan kuat untuk menghentikan reaksi. Mendiamkan 20 menit dalam air es. Semua tabung disentrifugasi klinis selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Mengambil 2 mL filtrat yang telah disentrifugasi.

2) Tabung B (Blangko)

Memasukkan 2 mL buffer fosfat 0,1 M ke dalam tabung reaksi. 3) Tabung To (Kontrol)

Memasukkan 1 mL larutan tripsin kedalam 5 tabung reaksi berbeda. Kemudian memasukan 3,0 mL TCA 10% dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya, menambahkan secara bervariasi ZnSO4 pada masing-masing tabung sebanyak 1 mL dan memasukkan 5 mL larutan kasein 1% yang telah dilakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC ke dalam 5 tabung

reaksi yang berbeda serta mengaduknya dengan kuat. Selanjutnya, didiam-kan 20 menit dalam air es. Semua tabung disentrifugasi klinis selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian, diambil 2 mL filtrat yang telah disentrifugasi.

Filtrat diuji dengan metoda Anson yaitu dengan mencampurkan 2 mL TCA-filtrat dengan 4 mL 0,5 M NaOH. Lalu, ditambahkan 1 mL reagen Folin-Ciocalteau dan mendiamkan selama 10 menit kemudian mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 650 nm. Untuk blanko langsung dilakukan penambahan


(44)

29

4 mL 0,5 M NaOH dan 1 mL reagen Folin-Ciocalteau. Ringkasan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 5.

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh adalah aktivitas enzim tripsin yang dihitung dengan mencari selisih serapan antara tabung sampel dengan kontrol per menit. Data aktivitas enzim tripsin dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan ZnSO4 pada kondisi optimum.

1. Perhitungan Aktivitas Enzim tripsin

Rumus yang digunakan untuk perhitungan aktivitas enzim tripsin yaitu:

Akt= At - Ao t

Akt = aktivitas enzim tripsin

At = absorbansi pada waktu t menit Ao = absorbansi pada waktu 0 menit t = waktu inkubasi (menit)

Rumus tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan ZnSO4 (AktN) dan menghitung aktivitas enzim tripsin dengan pe-nambahan ZnSO4 (AktZn) pada kondisi optimum.

2. Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan data aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan ZnSO4 pada kondisi optimum dapat dibuat grafik hubungan antara aktivitas enzim


(45)

30

tripsin (sebagai sumbu y) dengan variasi konsentrasi ZnSO4 yang ditambahkan

(sebagai sumbu x) pada kondisi optimum, sehingga dapat dilihat pengaruh dari penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau


(46)

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Sampel yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang maksimum adalah kasein 1 mg/mL. Panjang gelombang yang dipilih adalah 720 nm dimana panjang gelombang tersebut memberikan absorbansi terbesar, yaitu 1,096 pada rentang panjang gelombang 650 - 750 nm. Data hasil absorbansi penentuan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang digunakan untuk penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer fosfat pH 8.

Data hasil absorbansi penentuan kurva standar protein dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan variasi konsentrasi kasein dan absorbansi yang


(47)

dihasil-32

kan dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi kasein dan absorbansi, sehingga diperoleh persamaan regresi linear (y = ax + b), yaitu y = 1,1042x + 0,0092 dengan nilai r2 sebesar 0, 9958 dan nilai r sebesar 0, 9979.

2. Penentuan Kadar Protein Tripsin

Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720 nm. Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan padatan tripsin ke dalam larutan buffer pH 8. Absorbansi rata-rata yang diperoleh dari pengukuran kadar protein enzim tripsin adalah 0, 091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan kadar protein dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam persamaan garis linear kurva baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga diperoleh kadar protein enzim tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar protein dalam tripsin dapat dilihat pada Lampiran 7.

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson a. Penentuan pH Optimum

Pada penentuan pH optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi dari variasi pH 7, 8, dan 9 pada panjang gelombang 650 nm. Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan pada suhu 35°C dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan pH optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin

Variasi pH Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 35°C

pH 7 0,00218

pH 8 0,00473


(48)

33

Penetuan pH optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan data dari Tabel 1, pH 8 memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan pH optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 8.

b. Penentuan Suhu Optimum

Pada penentuan suhu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi dari variasi suhu 31°C; 33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Penentuan aktivitas enzim tripsin dari variasi suhu optimum dilakukan pada pH optimum, yaitu 8 dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan suhu optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin

Variasi Suhu Aktivitas Enzim Tripsin (

31°C 0,00283

33°C 0,00433

35°C 0,00457

37°C 0,00478

39°C 0,00337

Penentuan suhu optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 2, suhu 37°C memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan suhu optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 9.

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Pada penentuan waktu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi dari variasi waktu inkubasi 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Penentuan aktivitas enzim tripsin dari variasi waktu optimum dilakukan pada pH dan suhu optimum


(49)

34

yaitu pH 8 dan suhu 37°C. Penentuan waktu inkubasi optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjuk-kan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi

Variasi Waktu Inkubasi Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 37°C

10 menit 0,00297

15 menit 0,00469

20 menit 0,00477

25 menit 0,00401

30 menit 0,00232

Penentuan waktu inkubasi optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 3, waktu inkubasi 20 menit memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan waktu inkubasi optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 10.

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Pada penentuan konsentrasi substrat maksimum dilakukan dengan pengu-kuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL. Penentuan aktivitas enzim tripsin dari variasi konsentrasi substrat maksimum dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum, yaitu pH 8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan konsentrasi substrat maksimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 4.

Penentuan konsentrasi substrat maksimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi substrat 10 mg/mL memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan konsentrasi substrat


(50)

35

maksimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Substrat

Variasi Konsentrasi Substrat Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 37°C

2 mg/mL 0,00133

4 mg/mL 0,00192

6 mg/mL 0,00252

8 mg/mL 0,00293

10 mg/mL 0,00295

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan substrat kasein pada pH, suhu, lama waktu, dan konsentrasi tertentu yaitu kondisi optimum yang sudah dilakukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi optimum yang digunakan yaitu pH 8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit dengan konsentrasi substrat kasein sebesar 10 mg/mL untuk menentukan aktivitas enzim tripsin. Penentuan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dilakukan sebanyak lima kali dengan hasil aktivitas enzim tripsin yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Pengukuran ke - Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 37°C

1 0,00125

2 0,00115

3 0,00140

4 0,00250

5 0,00135

Rerata 0,00153

Berdasarkan data Tabel 5, dapat dihitung aktivitas rata-rata enzim tripsin pada kondisi optimum dari kelima sampel yang bernilai 0,00153 mg/mL per menit


(51)

36

pada 37°C. Perhitungan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dapat dilihat pada Lampiran 12.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

Penentuan aktivitas enzim tripsin terhadap penambahan ZnSO4 dengan metode Anson modifikasi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pH 8, suhu 37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat kasein 10mg/mL. Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 dilakukan dengan variasi

konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

Senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi yang digunakan untuk penentuan

aktivitas enzim tripsin berasal dari kristal zink sulfat yang dilarutkan dalam akuades menjadi larutan induk ZnSO4 0,01 M. Larutan induk ZnSO4 0,01 M diencerkan menjadi berbagai konsentrasi.

Penambahan senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi untuk penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan mencampurkan senyawa ZnSO4 dan enzim tripsin yang selanjutnya ditambahkan pada substrat kasein. Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan penambahan senyawa ZnSO4 dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Senyawa ZnSO4

Konsentrasi Senyawa ZnSO4 Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 37°C

0.0010 M 0,00157

0.0015 M 0,00158

0.0020 M 0,00165

0.0025 M 0,00158


(52)

37

Berdasarkan Tabel 6, aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai konsentrasi ZnSO4 memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan senyawa ZnSO4 pada kondisi optimum.

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan senyawa ZnSO4 dengan konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M dapat meningkatkan aktivitas enzim tripsin, sehingga senyawa ZnSO4 bertindak sebagai aktivator.

Perhitungan aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai konsentrasi ZnSO4 dapat dilihat pada Lampiran 13.

B.Pembahasan

1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry a. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dengan sampel kasein 1 mg/mL dilakukan pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Panjang gelombang 720 nm memberikan absorbansi tertinggi dan dapat dilihat dari grafik hubungan panjang gelombang dan absorbansi pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein

1,060

1,071 1,076 1,078 1,084

1,090 1,095 1,096 1,093 1,087

1,079

1,040 1,050 1,060 1,070 1,080 1,090 1,100

650 660 670 680 690 700 710 720 730 740 750

Abso

rb

an

si


(53)

38

Berdasarkan grafik tersebut panjang gelombang maksimum dicapai pada λ 720 nm dengan absorbansi sebesar 1,096.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran absorbasnsi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang digunakan pada penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer fosfat pH 8. Kurva standar protein yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein

Pengukuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat kasein mengguna-kan spektrofotometer dimana prinsip penggunaan spektrum fotometer adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa konsentrasi larutan standar berbanding langsung dengan nilai serapan cahaya (Bintang, M., 2010: 191 - 192). Hal tersebut sesuai dengan kurva standar protein

0,120 0,221 0,350

0,470 0,554

0,658 0,744

0,929 1,023 1,096

y = 1,1042x + 0,0092 R² = 0,9958

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Abso

rb

an

si

Konsentrasi (mg/mL)


(54)

39

yang terbentuk dan diperoleh persamaan regresi linear y = 1,1042x + 0,0092 dengan nilai r sebesar 0, 9979.

2. Penetuan Kadar Protein Tripsin

Enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat sangat beragam dan spesifik. Karakterisasi terhadap tripsin diperlukan untuk mengetahui jumlah protein enzim yang terkandung di dalam tripsin, sehingga murni atau tidaknya tripsin yang digunakan dapat diketahui. Hasil kadar protein yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan pembagian antara unit total dan kadar protein. Pada penelitian ini tidak ditentukan aktivitas spesifiknya karena aktivitas yang digunakan sudah dapat digunakan untuk membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4.

Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan 8 mg padatan tripsin ke dalam 20 mL larutan buffer pH 8. Kemudian dilakukan pengukuran kadar protein menggunakan metode Lowry seperti pada penentuan kurva standar protein, tetapi mengganti sampel kasein dengan tripsin.

Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720 nm. Absorbansi yang diperoleh dari pengukuran kadar protein enzim tripsin adalah 0,092; 0,087; dan 0,093 dengan rata-rata absorbansi protein enzim sebesar 0,091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan kadar protein dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam persamaan garis linear kurva baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga diperoleh kadar protein enzim tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar protein dalam tripsin bisa dilihat pada Lampiran 7.


(55)

40

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson a. Penentuan pH Optimum

Enzim tripsin pada pH optimum memLiki kecepatan reaksi paling tinggi dan nilai pH ini stabil selama percobaan berlangsung. Adanya perubahan pada pH optimum menyebabkan penurunan aktivitas protein terionisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan pH optimum dari aktivitas enzim tripsin menggunakan buffer fosfat pada pH yang sesuai.

Enzim tripsin diproduksi oleh pankreas yang memiliki suasana basa. Suasana basa tersebut dijadikan acuan dalam penentuan variasi pH, sehingga pH yang digunakan dalam penentuan pH optimum yaitu pH 7, 8, dan 9. Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan suhu inkubasi 35°C dan waktu inkubasi 20 menit. Hasil penentuan pH optimum ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 15, dapat diketahui bahwa pada pH 8 enzim tripsin memiliki aktivitas paling tinggi sebesar 0,00473 mg/mL per menit pada suhu 35°C. Pada pH 8 tripsin bekerja dengan baik dalam hidrolisis protein dan dihasilkan lebih banyak produk. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tripsin yang bersumber dari pankreas memiliki pH optimum pada kisaran pH 8 - 11 dengan substrat yang

0,00218 0,00473 0,00325 0,00000 0,00100 0,00200 0,00300 0,00400 0,00500

7 8 9

Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it 35 ° C Variasi pH


(56)

41

digunakan adalah kasein (Poedjiadi, A., 2009: 163). Konformasi tripsin paling stabil pada pH 8 sesuai dengan keadaan alamiahnya yang memiliki suasana basa. Pada pH tinggi atau pH rendah dari pH optimum menyebabkan proses denaturasi yang mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim, sehingga pada pH 7 dan pH 9 aktivitas enzim tripsin lebih rendah dibandingkan pada pH 8.

b. Penentuan Suhu Optimum

Reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada setiap kenaikan suhu 10°C kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat dua kali lebih cepat. Protein enzim akan terdenaturasi pada kisaran suhu 40 - 70°C dan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim.

Suhu optimum adalah suhu pada saat laju reaksi enzim paling tinggi meng-ubah substrat. Selain itu, suhu optimum merupakan hasil kesetimbangan antara laju kenaikan dan laju perusakan enzim. Suhu optimum diperoleh bila aktivitas enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah dalam jangka waktu tertentu pada suhu yang berbeda. Temperatur optimum enzim pada umumnya berada pada kisaran suhu 30 - 40°C. Pada hewan berdarah panas dan manusia enzim bekerja paling efisien pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut, digunakan variasi suhu enzim tripsin sebesar 31°C, 33°C, 35°C, 37°C, dan 39°C untuk menentukan suhu optimum dari enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH optimum yang diperoleh dari penentuan pH optimum sebelumnya, yaitu pH 8. Sedangkan waktu inkubasi tabung sampel dilakukan dalam waktu 20 menit. Hasil penentuan suhu optimum ditunjukkan pada Gambar 16.


(57)

42

Berdasarkan Gambar 16, dapat diketahui bahwa enzim tripsin memiliki suhu optimum 37°C karena memiliki aktivitas yang paling besar yaitu 0,00478 mg/mL per menit. Aktivitas yang besar menghasilkan lebih banyak produk. Selain itu, konformasi enzim stabil dan reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan paling besar pada suhu optimum.

Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Di bawah suhu optimum yaitu 37°C, aktivitas enzim tripsin lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedang-kan pada suhu tinggi berlangsung lebih cepat. Penurunan aktivitas tripsin kembali terjadi pada suhu 39°C yang disebabkan oleh proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun (Poedjiadi, A., 2009: 161).

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Waktu inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan enzim tripsin untuk memecah protein kasein menjadi asam amino. Semakin lama waktu inkubasi pada suhu inkubasi yang sesuai, semakin efektif kinerja suatu enzim. Pada waktu

0,00283

0,00433 0,00457

0,00478 0,00337 0,00000 0,00100 0,00200 0,00300 0,00400 0,00500 0,00600

31 33 35 37 39

Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it


(58)

43

inkubasi optimum, enzim tripsin dapat memecah protein kasein menjadi produk secara maksimal sehingga dihasilkan lebih banyak produk. Oleh karena itu, waktu inkubasi berpengaruh terhadap penentuan aktivitas enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH dan suhu optimum yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada penentuan waktu inkubasi optimum adalah pH 8 dan suhu 37°C. Variasi waktu inkubasi yang digunakan adalah 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil penentuan waktu inkubasi optimum ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 17, aktivitas enzim tripsin terbesar berada pada waktu inkubasi 20 menit. Dapat disimpulkan waktu inkubasi 20 menit adalah waktu inkubasi optimum dengan aktivitas 0,00477 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Aktivitas enzim tripsin meningkat dari waktu inkubasi 10 menit sampai waktu inkubasi optimum 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu inkubasi 10 menit dan 15 menit proses hidrolisis protein kasein belum maksimal dan mencapai produk yang maksimal pada waktu inkubasi optimum 20 menit. Apabila waktu inkubasi melampaui waktu inkubasi optimum, aktivitas enzim tripsin mengalami penurunan.

0,00297

0,00469 0,00477 0,00401

0,00232 0,00000

0,00200 0,00400 0,00600

10 15 20 25 30

Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it 37 ° C Waktu (menit)


(59)

44

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi substrat selain dipengaruhi oleh pH, suhu, dan waktu inkubasi. Bila konsentrasi substrat dinaikkan, semakin banyak enzim yang bergabung dengan substrat membentuk kompleks. Semakin banyak kompleks enzim substrat yang terbentuk, maka kecepatan reaksinya akan semakin meningkat. Pada batas konsentrasi tertentu, semua bagian aktif enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga dengan bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambahnya kompleks enzim substrat.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada penentuan konsentrasi substrat maksimum adalah pH 8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit. Variasi konsentrasi substrat yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL. Hasil penentuan konsentrasi substrat maksimum ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik Hubungan Konsentrasi Substrat dengan Aktivitas Enzim Tripsin (konsentrasi enzim tripsin: 0,074 mg/mL)

Berdasarkan Gambar 18, dapat diketahui pada konsentrasi substrat kasein 10 mg/mL merupakan konsentrasi substrat maksimum karena aktivitas enzim

0,00133

0,00192

0,00252 0,00293 0,00295 0,00000

0,00100 0,00200 0,00300 0,00400

2 4 6 8 10

Aktivi tas En zim T rip sin m g/m l p er m en it 37 ° C


(60)

45

tripsin konstan. Pada konsentrasi tersebut kecepatan reaksi tidak dipengaruhi lagi oleh pertambahan konsentrasi. Northrop, J. M. (1924) menyatakan bahwa konsen-trasi kasein diatas 10 mg/mL yaitu 13,6 mg/mL dan 17,5 mg/mL memiliki kecepatan hidrolisis kasein yang lebih rendah dibanding konsentrasi kasein 6,8 mg/mL dan 8,7 mg/mL pada eksperimen I dan eksperimen II. Hal tersebut membuktikan bahwa pada konsentrasi substrat 10 mg/mL enzim tripsin telah jenuh dengan substrat.

Konsentrasi substrat 2, 4, 6, dan 8 mg/mL menunjukkan aktivitas enzim tripsin yang meningkat pada konsentrasi enzim 0,074 mg/mL. Pada konsentrasi enzim yang tetap, maka penambahan konsentrasi substrat menaikkan kecepatan reaksi (Poedjiadi, A., 2009: 159). Akan tetapi, peningkatan aktivitas enzim tripsin akan konstan pada batas konsentrasi tertentu yaitu pada konsentrasi 10 mg/mL. Aktivitas enzim tripsin pada konsentrasi 10 mg/mL menunjukkan bahwa semua bagian aktif dari enzim telah dipenuhi oleh substrat, sehingga tidak memungkin-kan untuk mengikat substrat yang berlebih jika konsentrasi substrat diperbesar.

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Penentuan aktivitas enzim dilakukan pada konsdisi optimum. Kondisi optimum yang digunakan adalah pH 8, suhu 37°C, dan konsentrasi substrat maksimum sebesar 10 mg/mL terhadap tabung sampel dan tabung kontrol. Waktu inkubasi yang digunakan untuk tabung sampel adalah 20 menit sesuai waktu inkubasi optimum. Penentuan aktivitas enzim tripsin ditentukan dengan menggu-nakan metode Anson modifikasi.

Pada penentuan aktivitas enzim tripsin dengan metode Anson modifikasi, digunakan tiga tabung yang berbeda. Tiga tabung tersebut terdiri dari tabung


(61)

46

sampel, tabung kontrol, dan tabung blanko. Tabung sampel berisi substrat kasein, enzim tripsin, buffer fosfat pH 8, dan reagen-reagen lain yang digunakan untuk penentuan aktivitas enzim tripsin. Tabung kontrol berisi enzim tripsin yang sudah dimatikan, substrat kasein, dan buffer fosfat pH 8 serta reagen lain. Tabung blanko berisi buffer fosfat pH 8 dan reagen lain. Fungsi dari tabung blanko adalah sebagai pengeliminasi antara tabung sampel atau tabung kontrol dengan reagen lain yang ditambahkan. Dengan adanya tabung blanko, pada pengukuran absor-bansi sampel atau kontrol langsung diperoleh nilai absorabsor-bansi dari asam amino sebagai produk. Absorbansi dari asam amino tersebut menunjukkan adanya aktivitas dari enzim tripsin.

Pada tabung sampel dimasukkan 5 mL susbstrat kasein 1% pH 8 yang telah diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C. Kasein sebelum digunakan biasa disimpan dalam lemari es pada suhu rendah. Prainkubasi dilakukan untuk menye-suaikan substrat kasein dengan suhu inkubasi dimana pada suhu 37°C enzim dapat bekerja optimum.

Tahapan selanjutnya adalah menambahkan 1 mL buffer fosfat 0,1M pH 8 dan 1 mL enzim tripsin pH 8 serta mengaduknya sampai homogen. Penggunaan buffer fosfat 0,1 M pH 8 sebagai larutan penyangga agar pH larutan yang diuji tetap berada pada pH 8. Campuran enzim tripsin, kasein, dan buffer fosfat pH 8 diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37°C. Selama proses inkubasi terjadi reaksi hidrolisis oleh enzim tripsin. Reaksi hirolisis polipeptida oleh enzim tripsin sebagai berikut:


(62)

47

Gambar 19. Reaksi Hidrolisis Polipeptida oleh Enzim Tripsin

Setelah waktu inkubasi 20 menit, ditambahkan 3 mL TCA 10% dan diaduk kuat. Larutan TCA berfungsi untuk mematikan enzim tripsin, sehingga rekasi hidrolisis kasein oleh enzim tripsin dapat terhenti. Larutan TCA bersifat sangat asam dan mampu mengendapkan protein termasuk enzim tripsin dan kasein. Endapan yang terbentuk setelah penambahan TCA, kemudian dipisahkan dengan cara disentriuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Larutan filtrat-TCA tersebut diambil sebanyak 2 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi.

Pada tabung kontrol dimasukkan 1 mL enzim tripsin pH 8 dan ditambah-kan 3 mL TCA 10% serta diaduk sampai homogen. Selanjutnya, ditambahditambah-kan 5 mL substrat kasein pH 8 dan buffer fosfat 0,1 M pH 8 serta diaduk kuat. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan melakukan sentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Larutan filtrat-TCA diambil sebanyak 2 mL dan dipindah-kan ke dalam tabung reaksi.

Tabung sampel dan tabung kontrol yang masing-masing berisi 2 mL filtrat-TCA serta tabung blanko yang berisi 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 8, ditambahkan 4 mL NaOH 0,5 M. Larutan NaOH 0,5 M berfungsi untuk menetralkan suasana asam dari TCA yang telah ditambahkan. Langkah selanjut-nya adalah menambahkan 1 mL reagen warna Folin-Ciocalteau. Larutan ditunggu


(63)

48

selama 10 menit untuk diukur absorbansinya menggunakan spektronik-20 pada panjang gelombang 650 nm.

Aktivitas enzim tripsin dapat dilihat banyaknya asam amino yang terben-tuk dari hidrolisis enzim tripsin. Absorbansi yang diperoleh berasal dari hasil hidrolisis protein yaitu asam amino. Tirosin adalah salah satu penyusun dari asam amino. Tirosin bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau sehingga terbentuk komplek warna biru akibat reaksi reduksi fosfotungsten dan fosfomolibdat. Reaksi yang terjadi pada penentuan aktivitas enzim tripsin antara tirosin dengan reagen Folin-Ciocalteau adalah:

Kasein+ Tripsin ⃗⃗⃗ Kompleks Kasein-Tripsin ⃗⃗⃗ asam amino + tripsin

(tirosin) Tirosin + reagen Folin-Ciocalteau komplek warna biru

a. Reaksi oksidasi yang terjadi

b. Reaksi reduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat reagen Folin-Ciocalteau karena adanya asam tirosin

Pada penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan satuan mg/mL per menit pada suhu 37°C. Penggunaan satuan berdasarkan rumus penentuan aktivitas enzim tripsin yaitu absorbansi tabung sampel dikurangi absorbansi tabung kontrol dibagi


(64)

49

waktu inkubasi (menit) dengan suhu inkubasi 37°C. Absorbansi tersebut diperoleh dengan pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer.

Penggunaan spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer. Menurut Susila Kristianingrum, dkk (2009: 21, 35), hukum Lambert-Beer

A= ε bc dimana:

A = Absorbansi (tanpa satuan)

ε = Koefisien ekstingsi molar (molar-1 .cm-1) b = Panjang jalan sinar (1 cm)

c = Konsentrasi (molar)

Berdasarkan hukum tersebut menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi akan mengubah absorbansi pada tiap λ dengan suatu faktor yang konstan. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui bahwa absorbansi dari tabung sampel dan tabung kontrol sebanding dengan konsentrasi dari asam amino yang telah dihidrolisis oleh enzim tripsin. Semakin besar absorbansi yang diperoleh, maka semakin besar pula konsentrasi asam amino yang telah dihidrolisis.

Dalam penelitian digunakan kasein dengan konsentrasi 10 mg/mL dan enzim tripsin sebanyak 8 mg/20 mL, sehingga konsentrasi asam amino yang dihidrolisis juga menggunakan satuan mg/mL. Konsentrasi dari asam amino yang sebanding dengan absorbansi menunjukkan besarnya aktivitas dari enzim tripsin dalam menghidrolisis kasein membentuk asam amino. Oleh karena itu, satuan mg/mL digunakan dalam satuan penentuan aktivitas enzim tripsin.

Data hasil penentuan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dapat dilihat pada Tabel 5. Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan lima kali


(65)

50

pengulangan karena enzim tripsin dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi besarnya aktivitas enzim tripsin, sehingga data aktivitas yang terlihat pada Tabel 5 memiliki nilai absorbansi yang berbeda. Berdasarkan kelima data aktivitas enzim tripsin, dapat diketahui rerata aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum sebesar 0,00153 mg/mL per menit pada 37°C.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

Enzim adalah protein, maka interaksi antara enzim dengan molekul lain ditentukan oleh asam-asam amino di permukaan yang berhubungan dengan medium (active site). Keberadaan molekul lain dapat mempengaruhi kecepatan reaksi suatu enzim. Molekul tersebut ada yang berperan sebagai pemicu (aktivator) dan ada pula yang berperan sebagai penghambat (inhibitor). Baik inhibitor maupun aktivator, keduanya biasa disebut dengan efektor.

Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi setiap sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga kesehatan secara optimal. Fungsi Zn sebagai kofaktor berbagai enzim, struktur dan integritas sel, sintesis DNA, penyimpanan dan pengeluaran hormonal, imunotransmisi, dan berperan dalam sistem tanggap kebal (Widhyari, S.D., 2012: 141). Enzim tripsin adalah salah satu enzim yang diproduksi tubuh (pankreas). Adanya penambahan Zn dalam bentuk ZnSO4 akan mempengaruhi aktivitas dari enzim tripsin.

Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 dilakukan dengan

variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M. Pembuatan variasi konsentrasi ZnSO4 dilakukan dengan pengenceran larutan


(66)

51

induk ZnSO4 0,01 M. Senyawa ZnSO4 yang digunakan untuk membuat larutan

induk berasal dari kristal ZnSO4 yang dilarutkan dalam akuades.

Penentuan aktivitas enzim tripsin terhadap penambahan ZnSO4 hampir

sama dengan prosedur penentuan kondisi optimum enzim tripsin. Perbedaan dari prosedur tersebut terletak pada larutan ZnSO4 menggantikan larutan buffer fosfat 0,1 M untuk tabung kontrol dan mereaksikannya terlebih dahulu dengan enzim tripsin untuk tabung sampel. Pada tabung sampel, campuran enzim tripsin dan larutan ZnSO4 diaduk sampai homogen sebelum ditambahkan ke dalam substrat

kasein.

Penentuan letak penambahan ZnSO4 dilakukan dengan percobaan tiga

variasi. Tiga variasi letak penambahan ZnSO4 adalah substrat + enzim + logam, substrat + logam + enzim, dan (enzim + logam) + substrat. Percobaan variasi ini dimaksudkan agar diketahui pengaruh penambahan ZnSO4 pada enzim, substrat

kasein, atau keduanya.

Berdasarkan hasil percobaan dipilih variasi letak penambahan yaitu (enzim + logam) + substrat. Pemilihan tersebut didasarkan pada besarnya aktivitas enzim tripsin yang menunjukkan nilai aktivitas enzim tripsin yang cenderung mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak berbeda jauh antar konsentrasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Le Bihan, E., et. al. (2004) dan Zhang, T., et. al. (2014), Zn tidak memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap aktivitas enzim tripsin dan struktur enzim tripsin.

Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 pada penentuan

aktivitas enzim tripsin meningkatkan kinerja enzim tripsin atau bertindak sebagai aktivator. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas pada saat penambahan


(1)

84 Perhitungan Konsentrasi ZnSO4 0,0010 M

Sampel 1 = 0,00155 Sampel 3 = 0,00165 Sampel 2 = 0,00150

Perhitungan Konsentrasi ZnSO4 0,0015 M

Sampel 1 = 0,00160 Sampel 3 = 0,00165 Sampel 2 = 0,00150


(2)

85 Perhitungan Konsentrasi ZnSO4 0,0020 M

Sampel 1 = 0,00205 Sampel 3 = 0,00120 Sampel 2 = 0,00170

Perhitungan Konsentrasi ZnSO4 0,0025 M

Sampel 1 = 0,00165 Sampel 3 = 0,00140 Sampel 2 = 0,00170


(3)

86 Perhitungan Konsentrasi ZnSO4 0,0030 M

Sampel 1

= 0,00180

Sampel 3

= 0,00135

Sampel 2


(4)

87 Lampiran 14 DOKUMENTASI

Pembuatan Reagen Lowry

Pembuatan Larutan

Kasein Larutan NaOH 0,5 M dan Reagen Folin-C

Larutan TCA 10% Larutan sampel


(5)

88

Larutan TCA-filtrat setelah penambahan larutan NaOH dan reagen Folin-C

Inkubator Merk Memmert


(6)

89