Tingkat efikasi diri meraih prestasi non akademik siswa SMP (studi deskritif pada siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016 2017)

(1)

TINGKAT EFIKASI DIRI

MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK SISWA SMP

(Studi Deskritif pada Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2016-2017)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Yohanes Surya Adi Prasetya NIM: 121114038

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FALKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

HALAMAN MOTTO

“mampu tertawa ketika segala sesuatu dalam dirimu terluka,

adalah salah satu bukti seberapa kuat kamu dalam menjalani


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan bagi

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberkati, memberikan petunjuk dan rahmat-Nya kepada saya.

Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi saya.

Kakak dan Adik yang selalu mendukung dan memberi masukkan .


(6)

(7)

(8)

TINGKAT EFIKASI DIRI

MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK SISWA SMP

(Studi Deskritif pada Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI Yogyakarta

Tahun Ajaran 2016-2017)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat efikasi diri (self-efficacy) siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 dalam meraih prestasi non-akademik dan mengetahui butir instrumen efikasi diri yang teridentifikasi perolehan skornya rendah, untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi.

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah 94 siswa. Instrument penelitian ini berupa Kuesioner Efikasi Diri Siswa dalam Meraih Prestasi Non-Akademik yang terdiri dari 44 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan penyusunan skala model Likert. Nilai koefisien reliabitas instrumen yaitu 0.910. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskripsi kategorisasi yang terdiri dari lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat efikasi diri (self-efficacy) siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 dalam meraih prestasi non-akademik yang termasuk kategori sangat tinggi sebanyak 13 siswa (13,82%), kategori tinggi berjumlah 46 siswa (48,93%), kategori sedang berjumlah 32 siswa (34,04%), kategori rendah berjumlah 3 siswa (3,19%), dan tidak ada seorang pun (0%) yang masuk dalam kategori sangat rendah. Berdasarkan analisis butir-butir kuesioner Efikasi Diri Meraih Prestasi Non-Akademik, diperoleh item yang masuk dalam kategori sedang yang digunakan sebagai dasar perumusan usulan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademik siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Topik-topik bimbingan tersebut: 1) Saya percaya pada kemampuan diri saya untuk meraih sukses, 2) Siap hadapi tantangan, kesuksesan pasti digenggam, 3) Usaha keras tidak akan menghianati proses, dan 4) Menjadi pribadi kreatif untuk meraih prestasi.


(9)

JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS’ SELF-EFFICACY LEVEL IN ACHIEVING NON-ACADEMIC ACHIEVEMENTS

(A Descriptive Study on Class VIII Students of SMP BOPKRI Yogyakarta

Batch 2016-2017)

ABSTRACT

This is a descriptive study that aims to determine how high the level of self-efficacy of the class VIII students of SMP Yogyakarta BOPKRI 1 batch 2016/2017 in achieving the non-academic achievements and to identify the self-efficacy instrument items with low scores to be used as the basis for formulating personal guidance topics.

The subjects were 94 class VIII students of SMP Yogyakarta BOPKRI 1 Batch 2016/2017. Instrument of this study was Students' Self-Efficacy Questionnaire in Achieving Non-Academic Achievement consisting of 44 items developed based on the arrangement of Likert scale models. The reliability coefficient value of the instrument was 0.910. Data analysis technique used was the categorization description consisting of five categories: very high, high, moderate, low and very low.

The results of the study show that as many as 13 class VIII students (13.82%) of SMP Yogyakarta BOPKRI 1 batch 2016/2017 have very high self-efficacy level in achieving non-academic achievement, 46 students are in the high category (48.93%), 32 students (34.04%) are included in the moderate category, 3 students are in the low category (3.19%), and none (0%) is included in the very low category. Based on the analysis of questionnaire items on the Self-Efficacy in Achieving Non-Academic Achievement, items that fall into the category of moderate are used as the basis for the formulation of the proposed guidance topics to increase self-efficacy in achieving non-academic achievement for the class VIII students of SMP BOPKRI 1 Yogyakarta batch 2016/2017. The guidance topics are: 1) I believe in my ability to achieve success, 2) Ready to face the challenge, success is at hand, 3) Great efforts will not betray the process, and 4) Be a creative person to get an achievement.

Keywords : Self-Efficacy, Non- Academic Performance, Junior High School Students.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5


(12)

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Hakikat Efikasi Diri ... 8

1. Pengertian Efikasi Diri ... 9

2. Komponen Efikasi Diri ... 12

3. Sumber-sumber Efikasi Diri ... 13

4. Sumber-sumber Penaksiran Kemampuan Diri ... 16

5. Hal-hal yang Mempengaruhi Efikasi Diri ... 18

6. Aspek-aspek Efikasi Diri ... 21

7. Strategi-strategi yangf dapat meningkatkan efikasi Diri ... 23

B. Hakikat Prestasi Non-Akademik ... 24

1. Perilaku dan Motivasi Berprestasi... 24

2. Derajat atau Tingkat Motivasi Berprestasi ... 27

3. Karakteristik Individu pemilik Motivasi Berprestasi ... 28

4. Motivasi Berprestasi Rendah ... 28

5. Sikap yang Mendukung dalam Prestasi ... 30

C. Hakikat Remaja ... 31

1. Pengertian dan Makna Masa Remaja ... 31

a. Batasan Masa Remaja ... 31

b. Makna Masa Remaja ... 32

2. Gambaran Umum Profil Perilaku dan Pribadi Remaja ... 33

3. Perkembangan Remaja Secara Umum ... 35

4. Tugas-tugas Perkembangnan Dalam Rentang Kehidupan pada Masa Remaja ... 36

5. Ciri-ciri Remaja ... 37


(13)

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Subjek Penelitian ... 43

D. Variabel Penelitian ... 43

E. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Data ... 44

F. Validitas dan Reliabilitas ... 47

G. Reliabiitas ... 51

H. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Kelemahan ... 67


(14)

DAFTAR TABEL

TABLE 3.1 SUJEK PENELITIAN... 43

TABLE 3.2 KISI-KISI KUESIONER EFIKASI DIRI SISWA MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK (SEBELUM UJI COBA) ... 46

TABLE 3.3 HASIL UJI COBA VALIDITASI KUESIONER EFIKASI DIRI SISWA MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK (SETELAH UJI COBA)..………..49

TABLE 3.4 KUALIFIKASI RELIABILITAS ... 52

TABLE 3.5 RELIABILITY STATISTICS ... 52

TABLE 3.6 KATEGORISASI SKOR SUBJEK ... 53

TABLE 3.7 KATEGORISASI SKOR ITEM ... 54

TABLE 4.1 TINGKAT EFIKASI DIRI SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 1 YOGYAKARTA MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK ... 55

TABLE 4.2 KATEGORISASI CAPAI SKOR BUTIR INSTRUMEN EFIKASI DIRI DALAM MERAIH PRESTASI NON-AKADEMIK ... 57

TABLE 4.3 SEPULUH ITEM YANG MASUK DALAM KATEGORI SEDANG ... 58

TABLE 4.4 USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN PENINGKATAN EFIKASI DIRI ... 60


(15)

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 4.1 TINGKAT EFIKASI DIRI SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 1 YOGYAKARTA MERAIH PRESTASI


(16)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Untuk mewujudkan tercapainya keberhasilan dalam proses belajar mengajar, banyak faktor yang memengaruhinya, seperti bakat dan minat, dukungan orang tua, tenaga pengajar, motivasi, fasilitas belajar mengajar, efikasi diri, dan sebagainya. Menurut Bandura ( Indi, 2010:20) “ efikasi diri (self-efficacy) adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan diperoleh dari hasil kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku”. Efikasi diri merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karena jika seorang peserta didik memiliki efikasi diri yang tinggi maka apa yang ia inginkan dapat tercapai.

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor kognitif memainkan peran penting. Faktor kognitif yang paling ditekankan dalam beberapa tahun terakhir adalah efikasi diri, yaitu keyakinan bahwa seseorang dapat meguasai situasi dan dapat menguasai hasil positif.


(17)

Pencapaian prestasi dalam hal non-akademik yang diiginkan siswa SMP sebaiknya perlu mengetahui beberapa hal yang memengaruhi prestasi non-akademik itu sendiri. Secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi prestasi dalam hal non-akademik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi faktor psikis seperti, self-efficacy, motivasi untuk berlatih, sikap, minat, locus of control, dan kebiasaan berlatih yang baik. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor lingkungan alam, faktor sosio-ekonomi, pembimbing atau pelatih, metode dalam pelatihan, sarana dan prasarana.

Salah satu faktor yang memengaruhi prestasi non-akademik adalah Self-Efficacy.

Self-Efficacy merupakan keyakinan dan harapan mengenai kemampuan individu

untuk mengahadapi tugasnya atau tantangan yang dilewati. Efikasi diri (self-efficacy) sangat mempengaruhi kepercayaan diri, sedangkan kepercayaan diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia, yang terbentuk melalui proses belajar dalam interaksi dengan lingkungan. Efikasi diri (

self-efficacy) juga besar pengaruhnya dalam mencapai sebuah kesuksesan atau prestasi.

Dengan adanya efikasi diri (self-efficacy) yang tinggi pada siswa maka ia yakin terhadap kesuksesan atau prestasi yang akan dicapai, sehingga siswa berusaha mempengaruhi dirinya dengan cara berperilaku atau bertindak. Dengan kata lain, siswa yang memiliki efikasi diri tinggi akan mempersiapkan dirinya untuk belajar atau berlatih dengan baik, agar dapat memperoleh prestasi yang baik.


(18)

Faktor lain yang memengaruhi prestasi adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Motivasi berprestasi mendorong seseorang untuk meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Tiga Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu manusia.

Pengembangan motivasi akan membawa perubahan energi di setiap aspek psikologis yang ada pada diri manusia. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau

feeling dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Motivasi akan

dirangsang dengan adanya tujuan, jadi dalam hal ini motivasi sebernanya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan.

Sekolah yang memiliki efikasi diri tinggi diliputi pengharapan dan standar tinggi untuk berprestasi. Maka sekolah perlu mengadakan aktivitas non-akademik yang bisa mendukung perkembangan siswa untuk berprestasi yang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri siswa tersebut, Selain dari itu juga bisa meningkatkan efikasi diri siswa.

Berdasarkan pengamatan yang diperoleh peneliti pada pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling di SMP BOPKRI 1 Yogyakarta, tampak perilaku yang mengindikasikan bahwa sebagian siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta memiliki efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademik yang kurang. Misalnya, ada salah satu siswa yang bercerita pada saya bahwa ia memiliki rasa kurang percaya diri untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan


(19)

kepadanya. Itu semua dikarenakan suatu pengalaman kegagalan yang pernah dialaminya di masa lalu. Selain dari itu, ia juga merasa kurangnya dukungan, baik dari keluarga dan juga sekolah.

Mengingat pentingnya peran efikasi diri bagi siswa maka guru atau pembimbing diharapkan dapat meningkatkan atau membangkitkan efikasi diri siswa untuk berprestasi, jadi dengan adanya efikasi diri berprestasi pada siswa, maka siswa akan terdorong untuk lebih giat lagi dalam belajarnya dan mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui gambaran tingkat efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademik siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka diidentifikasi sejumlah masalah sebagai berikut :

1. Siswa merasa kurang percaya diri untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Itu semua dikarenanakan suatu pengalaman kegagalan yang pernah dialaminya di masa lalu.

2. Siswa merasa tak memiliki kelebihan atau bakat pribadi dalam diri. Itu dikarenakan pengaruh pengalaman yang tak menyenangkan atau kegagalan. 3. Ada siswa yang merasa kurang dukungan baik dari keluarga maupun dari


(20)

4. Ada siswa yang masih merasa bahwa dirinya memiliki efikasi diri yang rendah.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu meluas dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah : "Tingkat Efikasi Diri meraih Prestasi Non-Akademik siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Seberapa tinggi tingkat efikasi diri (self-efficacy) siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 dalam meraih prestasi non-akademik?

2. Butir pengukuran efikasi diri mana saja yang teridentifikasi perolehan skornya rendah untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi & belajar?


(21)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengukur tingkat efikasi diri (self-efficacy) siswa kelas VIII SMP Bopkri 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 dalam meraih prestasi non-akademik. 2. Mengidentifikasi butir pengukur efikasi diri yang teridentifikasi perolehan skornya rendah, untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi & belajar.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yakni:

1. Manfaat secara Teoritis

Hasil peneliti ini dapat menambahkan informasi baru tentang efikasi diri siswa SMP dalam meraih prestasi non-akademik sebagai dasar program BK di sekolah.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini memberikan informasi akan manfaat dari efikasi diri (self- efficacy) dalam kehidupan ini, sehingga siswa atau target menjadi memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi.


(22)

b. Bagi Guru/Sekolah

Sebagai bahan bagi Sekolah guna meningkatkan berprestasi dengan memacu pada efikasi diri (self- efficacy) yang dapat meraih prestasi di bidang non-akademik.

c. Bagi Peneliti

Sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya bagi pembaca yang mengadakan penelitian lebih lanjut.

G. Definisi Istilah

1. Efikasi diri (Self-efficacy) adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan berbagai hasil positif.

2. Prestasi non-akademik adalah suatu prestasi yang tidak dapat diukur dan dinilai menggunakan angka, biasanya dalam hal olahraga, pramuka, PMR, atau, kesenian semisal drum band, melukis, dan lain-lain

3. Remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dipaparkan hakikat efikasi diri, hakikat prestasi non-akademik, dan hakikat remaja

A. Hakikat Efikasi Diri

Saat mengatur tingkah laku diri sendiri, kita sebenarnya sedang terlibat di dalam pengobservasian diri. Kita mengevaluasi performa yang sedang kita lakukan menurut standar dan tujuan kita. Pada momen lain, kita merefleksikan kemampuan-kemampuan umum kita itu, mencapai kesimpulan-kesimpulan seperti ”aku bagus di

aljabar” atau aku perenang yang payah. Bandura (Crain, 2007: 316) menyebut penilaian umum seperti ini sebagai penaksiran atas kemampuan diri (self- efficacy ap-praisssals).

Bandura (Crain, 2007: 316) percaya kalau penaksiran atas kemampuan diri memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi tingkat motivasi kita. Jika kita percaya bahwa kita dapat berhasil di dalam tugas-tugas tertentu, maka kita mengerjakan tugas-tugas itu dengan keras dan tetap bertahan di dalamnya meski naik turun. Namun jika meragukan kemampuan diri sendiri, maka kita tidak akan selalu bersemangat untuk mengerjakannya dan lebih mudah menyerah jika menghadapi kesulitan-kesulitan.


(24)

Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, seperti perilaku memainkan peran penting dalam belajar. Faktor kognitif mungkin melibatkan harapan siswa untuk sukses.

Albert Bandura adalah arsitek utama teori kognitif sosial. Ia mengatakan bahwa ketika siswa belajar, mereka dapat secara kognitif mewakili atau mengubah pengalaman mereka. Dalam pengkondisian operan, koneksi hanya terjadi antara pengalaman lingkungan dan perilaku (Santrock, 2009: 266).

Cara seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu bergantung pada resiprokal antara lingkungan dan kondisi kognitif, khususnya yang berkaitan dengan keyakinannya bahwa ia mampu atau tidak untuk melakukan tindakan yang memuaskan. Menurut Alwisol efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, sesuai atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, (Jaenudin. 2015: 86).

1. Pengertian Efikasi Diri dari Konsep Bandura

Setiap orang memiliki keyakinan dalam kemampuan untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura beranggap bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia. Setiap manusia yang yakin bahwa mereka mampu melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk


(25)

bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses dari pada manusia yang memiliki efikasi diri (self-eficacy) yang rendah.

Efikasi Diri (self-eficacy) menurut Bandura (Suseno, 2012:114) adalah keyakinan diri seseorang akan kemampuan-kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hal. Efikasi diri (self-eficacy) merupakan penilaian terhadap kemampuan diri seseorang. Schunk (1991), Bandura (1997), Pajares dan Miller (2001), dan Felman (1997) (Suseno, 2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri mengacu pada harapan yang dipelajari seseorang bahwa dirinya mampu melaksanakan suatu perikaku ataupun menghasilkan sesuatu yang diharapkan dalam suatu situasi tertentu.

Bandura, (Suseno, 2012: 115) mengatakan bahwa keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh dengan tekanan. Percaya pada keyakinan diri atau efikasi diri (

self-eficacy) merupakan faktor kunci dalam perantara hidup. Menurut Bandura

(Suseno, 2012: 145), jika seseorang percaya bahwa tidak memiliki kekuatan untuk memproduksi suatu hasil, maka orang tersebut tidak akan berusaha untuk membuat sesuatu terjadi. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi tinggi diyakini sebagai orang yang mampu berperilaku tetentu untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan, selain itu mereka juga lebih giat lebih tekun dalam berusaha.


(26)

Bandura (King, 2010: 152) telah memperlihatkan bahwa Efikasi diri (

self-efficacy) terkait dengan sejumlah perkembangan positf dalam kehidupan

seseorang termasuk pemecahan masalah, menjadi lebih mudah bergaul, memulai program olahraga. (King, 2010: 152) Efikasi diri (Self efficacy) mempengaruhi apakah orang-orang berusaha untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan sehat dan juga seberapa banyak usaha yang mereka curahkan dalam melakukan coping terhadap stress, berapa lama mereka bertahan dalam hambatan, dan seberapa banyak stress dan rasa sakit yang mereka alami. Longo, Lent, & Brown, 1992 (King 2010: 152) Efikasi diri

(Self efficacy) juga berkaitan dengan apakah orang-orang memulai psikotrapi

untuk menangani permasalahan mereka dan apakah berhasil. Efikasi Diri (Self

efficacy), membantu orang-orang dalam berbagai situasi ang tidak memuaskan

dengan mendorong mereka untuk meyakini bahwa mereka dapat berhasil. Efikasi diri (Self efficacy) adalah kepercayaan individu bahwa ia dapat menguasai sebuah situasi dan menghasilkan keluaran yang positif. Albert Bandura (King, 2010: 412) menunjukkan bahwa self-efficacy mempegaruhi perilaku seseorang di banyak area kehidupan, mulai dari memecahkan masalah pribadi.

Menurut Friedman dan Schustack (Jaenudin,.2015: 86), Efikasi Diri (

self-efficacy) adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh

seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu.


(27)

melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Efikasi Diri (self-efficacy) (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku.

Bandura (Jaenudin, 2015; 86), menyatakan bahwa Efikasi Diri

(self-efficacy) menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat

apa kita dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan cara kesuksesan atau kegagalan dalan suatu tugas tertentu mempengaruhi perilaku kita pada masa depan.

2. Komponen Efikasi Diri

Menurut Bandura (Suseno 2012: 116) terdapat tiga komponen yang

memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri (Self efficacy), yaitu : a. Outcome Expectancy (Pengharapan Hasil), yaitu adanya harapan

terhadap kemungkinan hasil dari perilaku. Harapan ini dalam bentuk prakiraan kognitif tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh dan kemungkinan tercapainya tujuan.

b. Efficacy Expectancy (pengharapan efikasi), yaitu harapan atas munculnya perilaku yang dipengaruhi oleh persepsi seseorang pada kemampuan kinerjanya yang berkaitan dengan hasil. Jika sesorang mengalami kegagalan pada suatu tugas tertentu maka ia cenderung memiliki efikasi yang rendah pada tugas tersebut dan sebaliknya jika menemukan keberhasilan dalam melakukan tugas tertentu maka ia akan mempunyai Efikasi Diri yang tinggi pada tugas tersebut.


(28)

c. Outcome Value (Nilai Hasil), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang diperoleh sesorang. Nilai hasil yang sangat berarti akan memberikan pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali.

Bandura (Suseno 2012: 117) mengatakan individu yang mempunyai

efikasi diri (Self efficacy) tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula dan akan mengejar target yang lebih tinggi bila target sebelumnya telah mampu ia capai. Individu dengan kondisi efikasi diri (Self efficacy) rendah akan menetapkan target awal sekaligus membuat estimasi pencapaian hasil yang renah. Individu tersebut akan mengurangi atau justru membatalkan target yang telah ditetapkan apabila menghadapi beberapa rintangan dan pada tugas berikutnya akan cenderung menetapkan target yang lebih rendah.

3. Sumber-sumber Informasi Efikasi Diri

Efikasi diri (Self efficacy) dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi. Sumber-sumber informasi tersebut akan mempengaruhi terbentuknya dan berkembangnya Efikasi Diri (Self efficacy)

dalam diri individu. Bandura (Suseno, 2012: 119) mengungkapkan bahwa

efikasi diri memilki empat sumber informasi yaitu : a. Pencapaian Hasil (Enactive Attainment)

Sumber informasi ini adalah yang paling penting, karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang secara langsung dialami oleh individu. Apabila individu pernah berhasil mencapai suatu prestasi tertentu, maka


(29)

hal ini dapat meningkatkan penilaian akan efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan juga dapat mengurangi kegagalan, khususnya bila kegagalan tersebut timbul disaat awal terjadinya suatu peristiwa. Kegagalan tersebut juga tidak akan mengurangi usaha yang sedang dilakukan sesorang dalam menghadapi dunia luar.

b. Pengalaman orang lain (Vicarious Experience)

Sumber informasi dari efikasi diri juga dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Dengan melihat keberhasilan orang lain dalam melakukan aktivitas atau tugas tertentu maka akan meningkatkan efikasi dirinya terutama jika seseorang merasa memiliki kemampuan yang sebanding dengan orang tersebut, dan mempunyai usaha yang tekun serta ulet. Dengan cara melihat keberhasilan pengalaman orang lain, maka seseorang akan cenderung merasa mampu melakukan hal yang sama apabila dengan ditunjang kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan yang dimilikinya. Pengamatan terhadap pengalaman orang lain tergantung pada beberapa hal antara lain karakteristik model, kesamaan antara individu dengan model, tingkat kesulitan tugas, keadaan situasional, dan keanekaragaman hasil yang mampu dicapai oleh model. c. Persuasi Verbal (Verbal Persuation)

Sumber informasi ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk diarahkan dengan saran, nasehat, dan bimbingan orang lain sehingga mampu untuk meningkatkan keyakinan dirinya bahwa ia memiliki


(30)

kemampua-kemapuan yang dapat membantu dirinya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Persuasi Verbal ini mengarahkan agar seseorang lebih giat dan berusaha dengan keras lagi untuk dapat memperoleh tujuan yang dinginkan dan mencapai kesuksesan. Cara ini paling banyak digunakan untuk mempengaruhi perilaku seseorang karena mudah dan praktis. Namun demikian pengaruh dari efikasi diri yang ditumbuhkan melalui persuasi verbal ini paling lemah dan tidak bertahan lama, karena memberikan pengalaman yang tidak bisa langsung dialami atau diamati oleh seseorang.

d. Kondisi Fisiologis (Physiological State)

Merupakan sumber informasi berdasarkan kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh seseorang. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami seseorang memberikan suatu isyarat akan terjadinya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Misalnya saat menghadapi peserta pelatihan yang membuat masalah, tiba-tiba merasa kepalanya sakit, dari kondisi fisiologis ini seseorang akan menganggap bahwa manajemen kelas dalam pelatihan telah gagal dilakukan sehingga membuatnya merasa tidak mampu untuk mengendalikan pelatihan tersebut. Dalam hal ini berarti bahwa informasi dari keadaan fisik sesorang akan mempengaruhi pandangan mengenai kekuatan dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas.


(31)

Menurut Friedman dan Schustack (Jaenudin,.2015: 86), keyakinan tentang self-eficacy adalah hasil dari empat jenis informasi yaitu : (1) pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau perilaku yang serupa (kesuksesan dan kegagalan pada masa lalu; (2) melihat orang lain melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience); (3) persuasi verbal (bukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa); dan (4) perasaan kita tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosioal).

4. Sumber-sumber Penaksiran Kemampuan Diri

Sumber-sumber penaksiran kemampuan diri, Bandura (Crain, 2007: 317) menyatakan bahwa penaksiran kemampuan diri berdasarkan kepada empat sumber informasi sebagai berikut :

a. Sumber pengetahuan yang paling berpengaruh adalah performa actual kita. Jika kita berhasil berulang kali dalam mengerjakan tugas-tugas yang ada, rasa kemampuan diri meningkat. Sebaliknya, jika berulang kali gagal, rasa kemampuan diri jatuh. Sekali kita sanggup mengembangkan rasa kemampuan diri yang besar di suatu bidang, kita kita tidak akan begitu terganggu oleh benturan-benturan yang membuat kita mundur sebentar. Kita akan menganggap kegagalan itu sebagai kurang kerasnya upaya kita, atau kurang jitunya taktik kita, mendorong kita ingin


(32)

mencobanya lagi. Jika kita berhasil, rasa kemampuan diri itu naik bahkan lebih tinggi daripada sebelumnya.

b. Penaksiran kemampuan diri juga dipengaruhi oleh vicarious experiences (pengalaman lewat pengamatan, seolah-olah kita sendiri yang mengalaminya). Jika kita melihat orang lain berhasil dalam sebuah tugas, kita menyimpulkan bahwa kita bisa juga melakukannya. Khususnya yang setara dengan kita.

c. Sumber yang lain adalah persuasi verbal, yaitu percakapan yang penuh semangat (pep talks). Jika seseorang meyakini kita bahwa kita bisa melakukan sebuah tugas, biasanya kita dapat mengerjakan tugas dengan lebih baik. Dukungan semangat memang bisa membantu kita menyelesakan tugas, namun keberhasilan biasanya lebih tergantung kepada upaya keras kita menyelesaikannya daripada kemampuan inheren apa pun yang kita miliki.

d. Akhirnya, kita menilai kemampuan kita sebagian di atas dasar isyarat-isyarat fisiologis.

Menurut Bandura, (Jaenudin, 2015: 87), sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting apabila digabungkan dengan tujuan spesifik dan pemahaman akan menjadi penentu tingkah laku masa mendatang. Setiap individu memiliki efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, bergantung pada kemampuan yang dituntut oleh situasi yang yang


(33)

berbeda, kehadiran orang lain serta kondisi fisiologis dan emosional individu tersebut (Jaenudin,.2015: 86),

5. Hal-hal yang Memengaruhi Efikasi Diri

Efikasi personal didapatkan, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber, Bandura, (Feist 2010: 213): pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences), modeling sosial, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan emosional.

a. Pengalaman menguasai sesuatu

Sumber yang paling berpengaruh dari efikasi diri (Self efficacy) adalah pegalaman menguasai sesuatu, yaitu performa masa lalu, Bandura (Feist, 2010; 214). Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. Dari pernyataan ini memiliki enam dampak.

1) Performa yang berhasil akan meningkatkan efikasi diri secara proporsional dengan kesulitan dari tugas tersebut.

2) Tugas yang dapat diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada yang diselesaikan dengan bantuan dari orang lain.

3) Kegagalan sangat mungkin untuk menurunkan efikasi saat mereka tahu bahwa mereka telah memberikan usaha terbaik mereka.


(34)

Kegagalan yang terjadi ketika kita tidak sepenuhnya berusaha, tidak lebih mempengaruhi efikasi dibandingkan kegagalan saat kita memberikan usaha terbaik kita.

4) Kegagalan dalam kondisi rangsangan atau tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri dibandingkan kegagalan dalam kondisi maksimal.

5) Kegagalan sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada rasa efikasi diri daripada kegagalan setelahnya.

6) Kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap efikasi diri, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kesuksesan.

b. Modeling Sosial

Sumber kedua dari efikasi diri (Self efficacy) adalah modeling sosial,

yaitu vicarious experiences. Efikasi diri meningkat saat kita

mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara, namun akan berkurang saat kita melihat rekan sebaya kita gagal. Saat orang lain tersebut berbeda dari kita, modeling sosial akan memunyai efek yang sedikit dalam efikasi diri kita.

Secara umum dampak modeling sosial tidak sekuat dampak yang diberikan oleh performa pribadi dalam meningkatkan level efikasi diri (Self efficacy), tetapi dapat mempunyai dampak yang kuat saat


(35)

memperatikan penurunan efikasi diri. Dampak dari pengalaman tidak langsung ini. Bahkan mungkin dapat bertahan seumur hidup.

c. Persuasi sosial

Efikasi diri (Self efficacy) dapat juga diperoleh atau diperlemahkan melalui persuasi sosial, Bandura (Feist, 2010; 215) dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat, persuasi dari orang

lain yang dapat meningkatkan atau menurunkan efikasi diri. Kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya mempunyai daya

yang lebih efektif dibandingkan dengan hal yang sama dari sumber yang tidak dipercaya. Meningatkan efikasi diri (Self efficacy) melalui persuasi sosial, dapat menjadi efektif hanya bila kegiatan yang ingin didukung untuk dicoba berada dalam jangkauan perilaku seseorang. Sebanyak apapun persuasi verbal orang lain tidak dapat mengubah penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya. Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan dan apabila performa yang dilakukan sukses, baik pencapaian tersebut maupun penghargaan verbal yang mengikutinya akan meningkatkan efikasi di masa depan. d. Ekspektasi Kondisi Fisik dan Emosional

Sumber terakhir dari efikasi adalah kondisi fisiologis dan emosional dari seseorang, (Bandura. Feist, 2010: 215). Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa, saat seseorang mengalami ketakutan yang


(36)

kuat, kecemasaan kuat, atau tingkat stres yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai efikasi yang rendah.

Psikoterapis telah lama mengetahui bahwa penurunan kecemasan atau peningkatan rileksasi fisik dapat meningkatkan performa. Tingkat rangsangan biasanya semakin tinggi rangsangan, semakin rendah efikasi. Rangsangan emosional dapat memfasilitasi penyelesaian yang sukses dari tugas yang mudah dan sederhana, namun mungkin akan menggangu performa dalam melakukan kegiatan yang kompleks.

6. Aspek-Aspek Efikasi Diri (Self efficacy)

Dalam masing-masing dimensi efikasi diri memuat aspek-aspek efikasi diri (Self efficacy) (Suseno, 2012; 123) yakni :

a. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menghadapi situasi yang tidak

menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan.

Berhubungan dengan kesulitan suatu tugas, individu akan mencoba perilaku yang dia merasa mampu melakukannya dan akan menghindari situasi dan perilaku yang diluar batas kemampuan yang dirasakan. Jika seseorang dihadapkan pada tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan, maka efikasi diri akan diarahkan pada tugas yang mudah, sedang, atau sulit dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan masing-masing tingkatan kesulitan.


(37)

b. Keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil.

Merupakan dimensi yang berhubungan dengan luas bidang perilaku. Beberapa pengharapan terbatas pada bidang tingkah laku yang khusus dan beberapa pengharapan mungkin menyebar meliputi berbagai bidang

tingkah laku. Generality ialah sejauh mana individu yakin akan

kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas atau situasi tertentu hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi.

c. Keyakinan mencapai target yang telah ditetapkan.

kemantapan keyakinan adalah derajat kemampuan individu terhadap keyakinan atau pengharapannya.

d. Keyakinan terhadap kemampuan mengatasi masalah yang muncul, yaitu,

hambatan-hambatan atau gangguan yang nyata mucul saat ini.

Seseorang dengan efikasi diri yang lemah akan mudah menyerah pada pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. Sedangkan seseorang dengan efikasi diri tinggi akan mendorong individu untuk tetap bertahan dalam usahanya walaupun ditemukan pengalaman yang tidak menunjang atau menghambat.


(38)

7. Strategi-strategi Meningkatkan Efikasi Diri (self-efficacy)

Menurut Watson & Tharp 2007 (King, 2010: 153), strategi-strategi yang dapat meningkatkan efikasi diri (self-efficacy) yaitu :

a. Pilihlah sesuatu yang anda harapkan dapat dilakukan, bukan sesuatu yang ada harapkan gagal diraih. Seiring anda mengembangkan efikasi diri

(self-efficacy) anda dapat menangani proyek-proyek yang lebih

menantang.

b. Bedakan antara kinerja masa lalu dan proyek anda sekarang. Anda mungkin mengharapkan dari dari kegagalan masa lalu bahwa anda tidak dapat melakukan hal-hal tertentu. Namun, ingatkan diri anda sendiri bahwa kegagalan yang lalu adalah masa lalu dan bahwa sekarang anda memiliki perasaan percaya diri dan prestasi yang baru.

c. Perhatikan keberhasilan anda. Beberapa individu memiliki kecenderungan untuk mengingat kegagalan mereka daripada keberhasilannya.

d. Buatlah catatan-catatan tertentu sehingga anda akan sadar keberhasilan anda.

e. Buatlah daftar berbagai jenis situasi spesifik di mana anda menduga yang paling sulit dan tidak paling sulit. Mulailah dengan tugas-tugas yang lebih mudah dan atasilah yang lebih sulit setelah anda mengalami beberapa keberhasilan.


(39)

Pendekatan kognitif sosial bandura (King, 2010: 153) pada kepribadian telah berpengaruh dalam membentuk pemahaman peneliti terhadap perilaku prestasi dan telah meletakkan dasar bagi berbagai pendekatan praktis klinis.

Menurut Bandura, (Jaenudin, 2015: 87) individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi sanggat mudah dalam menghadapi tantangan. Ia tidak merasa ragu karena memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura, (Jaenudin,.2015: 87) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang dialaminya.

Dalam pandangan Bandura, perubahan tingkah perilaku merupakan perubahan ekspektasi efikasi. Efikasi ini dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yaitu pengalaman performasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius

(vicarious experience), persuasi sosial (social persuation), dan keadaan emosi

(emotional state).

B. Hakikat Prestasi Non-Akademik 1. Perilaku dan Motivasi Berprestasi

Perilaku berprestasi seseorang itu hakikatnya ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai suatu tujuan. White (Khairani 2014: 182) mengatakan bahwa individu bukan hanya wahana bagi seperangkat naluri. Ia juga adalah pengamat yang aktif dan peniru lingkungannya.


(40)

Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland (Khairani 2014: 182) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat.

Gellermen (Khairani 2014: 182) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Gallerman (Khairani 2014: 182) adalah sebagai suatu cara berpikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi. Komarudin (Khairani 2014: 182) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi :

a. Kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang dikehendaki.

b. Keterlibatan ego individu dalam suatu tugas.

c. Harapan suatu tugas yang terlibat oleh tanggapannya subjek.

d. Motif untuk mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan baik.


(41)

Menurut McClelland (Surya, 2013: 57) pada dasarnya dalam diri setiap orang terdapat kebutuhan untuk melakukan perubahan dalam memperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan untuk berprestasi (need for

achievement) dan mendorong individu untuk melakukan perbuatan sebaik mungkin

sehingga menghasikan satu prestasi tertentu. Jadi, menurut teori ini perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk berprestasi sebaik mungkin dalam mencapai tujuan.

Dengan demikian, setiap manusia mempunyai kualitas tingkat motif berprestasi yang berbeda satu dengan lainnya. Ada yang bermotif tinggi dan ada yang bermotif rendah. Menurut McClelland (Surya, 2013: 57), orang yang tergolong bermotif tinggi ditandai dengan tiga ciri yaitu ; (1) menyenangi situasi yang menuntut tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikan masalah, (2) cenderung mengambil resiko yang moderat dibanding dengan resiko rendah atau tinggi, dan (3) selalu mengharapkan balikan nyata (concrete feedback) dari semua untuk kerja yang telah dilakukannya.

McClelland dan Atkinson (Khairani 2014: 182) menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai tiga motif yakni motif berprestasi (achievement motivation), motif bersahabat (affiliation motivation), dan motif berkuasa (power motivation). Sehingga, menurut McClelland dan Atkinson (Khairani 2014: 183) achievement motivation

should be characterized by high hopes of success rather than by fear of failure yang

artinya motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan daripada ketakutan atau kegagalan. Atkinson (Khairani


(42)

2014: 183) beranggapan motivasi berprestasi sebagai suatu disposisi usaha untuk sukses.

2. Derajat atau Tingkat Motivasi Berprestasi

Derajat motivasi berprestasi ini berbeda untuk setiap orang, hal ini tergantung pada motif dan sikap positifnya terhadap situasi berprestasi. Heckhausen (Khairani 2014: 184) menyatakan bahwa seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi mempunyai diposisi penilaian antara lain :

a. Jika motivasi berprestasi lebih kuat, perbedaan antara bayangan diri yang nyata dan yang ideal akan lebih besar.

b. Orang yang berorientasi sukses akan lebih mengharapkan kemungkinan sukses, dan yang berorientasi gagal akan lebih mengharapkan kemungkinan kegagalan dalam mencapai kegagalan.

c. Tingkat aspirasi yang berorientasi sukses biasanya hanya sedang, dan yang berorientasi gagal biasanya terlalu tinggi atau terlalu rendah.

d. Subjek yang dimotivasi sukses menganggap sukses sebagai akibat faktor yang mantap seperti kemampuan dan menganggap kegagalan bukan karena faktor tersebut, tetapi sebagai akibat kurangnya usaha yang momental.


(43)

3. Karakteristik Individu Pemilik Motivasi Berprestasi

Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik, antara lain :

a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi

b. Memiliki program kegiatan berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya.

c. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dihadapi-nya.

d. Melakukan kegiatan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan.

e. Mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang tertentu.

4. Motivasi Berprestasinya Rendah

Sebaliknya seseorang yang motivasi berprestasinya rendah, dicirikan oleh sejumlah hal berikut :

a. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan suatu aktivitas. b. Memiliki kegiatan tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang

realistik serta lemah melaksanakannya. c. Bersikap apatis dan tidak percaya diri. d. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan.


(44)

e. Tindakannya kurang terarah pada tujuan

Kesuksesan dan kegagalan usaha seseorang tergantung pada derajat motivasi berprestasi yang bersangkutan dan hal ini lebih mengacu pada faktor-faktor internal dan eksternal maupun situasional seperti pengertian motivasi itu sendiri yang merupakan inner driver. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataannya untuk mendapakan prestasi, tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh dengan perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Meski pencapaian prestasi itu penuh dengan rintangan atau tantangan yang harus dihadapi oleh seseorang, namun seseorang tidak akan menyerah untuk mencapainya, di sinilah persaingan yang sebenarnya dimulai.

Bahkan banyak sekali kegiatan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan prestasi, semuanya tergantung oleh kegiatan apa yang digeluti oleh individu beserta usaha agar mendapatkan sebuah prestasi di bidangnya. Dari semua kegiatan yang bisa dijadikan sebagai saran untuk mendapatkan prestasi, maka munculah berbagai pendapat dari para ahli mengenai pengertian prestasi. Sementara Nasrun Harahap memberikan batasan, bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.


(45)

Sekali pun banyak pendapat mengenai kata pretasi, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan oleh individu ataupun kelompok dengan usaha yang maksimal dalam bidang atau kegiatan tertentu. Prestasi dapat dicapai dengan mengandalkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual serta ketahanan diri dalam menghadapi situasi segala aspek kehidupan.

5. Sikap yang Mendukung dalam Prestasi diantaranya :

a. Berorientasi pada masa depan dan cita-cita. b. Berorientasi pada keberhasilan

c. Berani mengambil atau menghadapi resiko d. Rasa tanggung jawab yang besar

e. Menerima menggunakan kritik sebagai umpan balik

f. Memiliki sikap kreatif dan inovatif serta mampu memanajemen waktu

Prestasi non-akademik adalah suatu prestasi yang tidak dapat diukur dan dinilai menggunakan angka, biasanya dalam hal olahraga, pramuka, PMR, atau, kesenian semisal drum band, melukis, dan lain-lain. Prestasi ini biasa diraih oleh siswa yang memiliki bakat tertentu dibidangnya. Karena itu prestasi ini yang biasa dicapai oleh siswa sewaktu mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.

Kegiatan ekstrakurikuler adalah berbagai kegiatan sekolah yang dilakukan dalam rangka kesempatan kepada pesereta didik untuk dapat mengembangkan potensi, minat, bakat, dan hobi yang dimilikinya yang dilakukan di luar jam sekolah normal.


(46)

C. Hakikat Remaja

1. Pengertian dan Makna Masa Remaja a. Batasan Masa Remaja

Remaja menurut Harold Alberty (Makmun 2007 : 130) dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya. Secara tentatif pula para ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.

Dalam rentangan periode yang cukup panjang (6-7 tahun) itu ternyata terdapat beberapa indikator yang menunjukkan perbedaan yang berarti (meskipun bersifat gradual, baik secara kuantitatif maupun kualitantif) dalam karakteristik dari beberapa aspek perilaku dan pribadi pada tahun-tahun permulaan dan tahun-tahun-tahun-tahun terakhir pada masa remaja itu. Oleh karena itu, para ahli juga cenderung mengadakan pembagian lagi ke dalam masa remaja awal (early adolescent, puberty) dan remaja akhir

(late adolescent, adolescent) yang mempunyai rentang waktu antara

11-13 sampai 14-15 tahun dan 14-16 sampai 18-20 tahun. Charlotte Buhler (Makmun 2007 : 130) malah menambahkan suatu masa transisi ke periode ini ialah masa pre-puberteit (pra-remaja) yang berkisar sekitar 10-12 tahun dari kalender kelahiran yang bersangkutan.


(47)

b. Makna Masa Remaja

Fenomena perubahan-perubahan psikofisik yang menonjol terjadi dalam masa remaja, baik dibandingkan masa-masa sebelumnya maupun sesudahnya, mengundang banyak tafsiran. Sebagaimana lazimnya dalam dunia ilmu pengetahuan (sosial terutama) bahwa sifat tafsiran itu sangat bergantung pada dasar pandangan (assumption) dan konsep atau kerangka dasar teoretis (conceptual frame work) serta norma yang digunakan

(frame of references) oleh penafsir atau sarjana yang bersangkutan. Hal

ini tenyata berlaku pula bagi fenomena masa remaja seperti tampak pada beberapa contoh berikut ini :

1) Freud (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada seksual

libido; dorongan seksual), menaksirkan masa remaja sebagai suatu remaja mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif karena perpaduan (unifikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya

(polymorph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan).

2) Charlotte Buhler (yang membandingkan proses pedewasan pada hewan dan manusia), menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan is-mengisi. Idividu menjadi gelisah dalam kesunyiannya, lekas marah, dan bernafsu dan dengan ini tercipta syarat-syarat untuk kontak dengan individu lain.


(48)

3) Sparnger (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada sikap individu terhadap nilai-nilai), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kearah dan ke dalam berbagai lapangan hidup.

2. Gambaran Umum Profil Perilaku dan Pribadi Remaja

Profil karateristik perilaku dan pribadi yang merupakan transisi mulai dari awal sampai berakhirnya masa remaja, menurut (Makmun, 2007 : 132)

sebagai berikut.

a. Fisik dan perilaku psikomotorik

Laju perkembangan secara umum berlangsung sangat pesat. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan kurang seimbang (termasuk otot dan tulang-belulang). Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbuh bulu pada pubic

region, otot mengembang pada bagian-bagian tertentu), disertai mulai

aktifnya sekresi kelenjar jenis (menstruasi) pada wanita dan polusi pada pria pertama kali). Gerak-gerik tampak cangggung dan kurang terkoordinasikan. Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan yang dicobanya.


(49)

b. Bahasa dan perilaku kognitif

Berkembang penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing. Menggemari literatur yang bernapaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estentik. Pengamatan dan tanggapannya masih bersifat realisme kritis. Proses berpikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) dalam term yang bersifat abstrak (meskipun relatif terbatas). Kecakapan dasar intelektual umumnya (general intelligence) menjalani laju perkembangan yang terpesat (terutama yang bagi belajar di sekolah). Kecakapan dasar khusus (bakat-bakat) atau aptitudes mulai menunjukkan kecenderungan secara lebih jelas.

c. Perilaku sosial, moralitas, dan religious

Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer. Adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua. Dengan sikapnya dan cara berpikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya (orang dewasa). Mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya. Mengenai eksistensi (keberadaan)


(50)

dan sifat kemurahan dan keadilan dan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin didasarkan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidupnya.

d. Perilaku afektif, konatif, dan kepribadian

Lima kebutuhan dasar (fisik, rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan, perwujudan diri) mulai menunjukkan arah kecenderungan-kecenderungannya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira, atau kesedihannya mungkin masih dapat berubah-ubah silih berganti, dalam tempo yang cepat. Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoretis, ekonomis, estetis, sosial. Politis, dan religius) meskipun masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi kritis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya yang akan membentuk kepribadiannya.

3. Perkembangan Remaja Secara Umum

Masa remaja merupakan salah satu masa perkembangan yang dialami manusia dalam hidupnya dan masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Beberapa ahli mempunyai pendapat yang berbeda mengenai kapan masa remaja itu berlangsung, karena memang perkembangan manusia itu bersifat individual, ada perkembangan yang cepat,


(51)

dan ada pula yang lambat. Dengan demikian, batasan umur bersifat fleksibel, artinya dapat maju atau mundur sesuai dengan kecepatan perkembangan masing-masing individu.

Mengacu pada usia perkembangan, pada umumnya remaja masih berada dibangku SMP, SMA, dan sebagian sebagai mahasiswa. Proses perkembangan manusia tidak lepas dari pengaruh lingkungan sehingga perkembangan remaja yang duduk dibangku SMP akan berbeda dengan remaja di SMA, ataupun di perguruan tinggi, walaupun sebenarnya kehidupan manusia pasti tidak akan lepas dari masa sebelumnya dan masa yang akan datang.

Remaja yang duduk di SLTP dan SLTA, berumur sekitar 13-19 tahun, mencakup kategori masa remaja awal, pertengahan, dan mendekati masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami mencakup aspek fisik, psikis, dan sosial yang prinsipnya ketiga aspek perkembangan tersebut akan mencapai kematangan pada masa remaja. Jadi, anak-anak diharapkan sudah menunjukan sikap dewasa pada akhir masa remaja.

4. Tugas-tugas Perkembangan dalam Rentang Kehidupan pada Masa Remaja

Sesuai dengan konsep tugas perkembangan dan tahapan perkembangan berikut ini dikemukakan tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst (Surya, 2013 : 31) berikut ini :


(52)

a. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peran sebagai laki-laki atau perempuan.

b. Membangun hubugan baru dengan teman seusia baik dengan laki-laki maupun perempuan.

c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

d. Mencapai jaminan kebebasan ekonomi. e. Memilih dan mepersiapkan suatu perkerjaan.

f. Mengembangkan keterampilan-keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlakukan sebagai warga Negara yang baik.

g. Berkeinginan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara sosial.

h. Mempersiapkan untuk kehidupan pernikahan dan berkeluarga.

i. Membangun nilai-nilai yang disadari dan harmonis dengan lingkungan.

5. Ciri-ciri Remaja :

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.

Tumbuhnya kelihatan sudah “dewasa” akan tetapi bila diperlakukan seperti

orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaaannya. Pengalamannya mengenai alam dewasa masih belum banyak karena itu sering melihat pada mereka adanya :

a. Kegelisahan, keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat dipenihi. Di


(53)

satu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku.

b. Pertentangan : Pertentangan -Pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dan orangtua.

c. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang diakukan dalam berbagai bidang. Mereka ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa.

d. Keinginan mencoba sering pula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Keinginan mencoba ini tidak hanya dalam bidang penggunaan obat-obatan akan tetapi meliputi juga segala hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi ketubuhannya.

e. Keinginan menjelajah ke alam sekitar, pada remaja lebih luas. Bukan hanya lingkungan dekatnya saja yang ingin diselidiki, bahkan lingkungan yang lebih luas lagi. Keinginan menjelajah dan menyelidiki ini dapat disalurkan dengan baik ke penyelidikan yang bermanfaat. Keinginan mereka menyelidiki tidak selalu berarti membuang tenaga dengan percuma.

f. Mengkhayal dan Berfantasi pada remaja putera banyak berkisar mengenai prestasi dan tangga karier. Pada remaja puteri terlebih banyak terlihat


(54)

lebih banyak bersifat perasa sehingga lebih banyak berintikan romatika hidup. Khayalan dan fantasi dapat bersifat positif, sebagai suatu penghemat untuk daya kreatifitasnya, yang tidak memerlukan biaya. g. Aktifitas berkelompok, hal ini jelas tidak dapat dibiarkan sehingga perlu

usaha mencari jalan ke luar dari keadaan seperti ini kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dengan berkumpul-kumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan penjelajahan secara berkelompok. Keinginan berkelompok ini tumbuh sedemikian besarnya dan dapat dikatakan merupakan ciri umum masa remaja.

6. Efikasi Diri dalam Remaja

a. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menghadapi situasi yang tidak

menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan.

Piaget (Santrock 2007 : 53 ) berpendapat bahwa ada empat tahap yang kita lalui ketika memahami dunia. setiap tahap yang berkait dengan usia ini mengandung cara berpikir yang berbeda. Pada usia remaja masuk

tahap operasional formal (formal operational stage), dalam tahap ini

individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Remaja mengembangkan gambaran mengenai keadaan yang ideal, mereka mulai mempersiapkan kemungkinan di masa depan dan


(55)

terkagum-kagum terhadap hal-hal yang dapat mereka lakukan. Dalam memecahkan masalah remaja dapat berkerja secara lebih sistematis.

b. Keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan

kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil.

Menurut teori Piaget remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengonstruksikan dunia kognitifnya sendiri, dengan demikian informasi-informasi dari lingkungan tidak hanya sekedar dituangkan ke

dalam pikiran mereka. Agar dunia dapat dipahami, remaja

mengorganisasikan pengalaman-pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan itu satu sama lain. Mereka juga mengadaptasikan pemikiran mereka yang melibatkan gagasan-gagasan baru karena informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman mereka.

Ketika mengonstruksikan dunianya, remaja menggunakan skema.

Skema (schema) adalah sebuah konsep atau kerangka kerja mental yang

diperlukan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi. Piaget menemukan bahwa anak-anak dan remaja menggunakan dan mengadaptasikan skema-skema mereka melalui dua proses yaitu asimilasi

dan akomodasi. Asimilasi (assimilation) adalah memasukkan

informasi-informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Dalam asimilasi skema yang sudah ada tidak mengalami perubahan. Akomodasi


(56)

(accommodation) adalah menyesuaikan sebuah skema yang sudah ada terhadap masuknya informasi baru.

c. Keyakinan mencapai target yang telah ditetapkan

Masa remaja adalah masa dimana pengambilan keputusan meningkat, mengenai masa depan, teman yang akan dipilih, apakah akan melanjuti ke perguruan tinggi, dan lain-lain. Remaja yang lebih tua dalam pengambil keputusan lebih kompeten dibanding remaja awal.

Sebagian besar individu mengambil keputusan yang lebih baik ketika mereka tenang dibandingkan ketika sedang emosional. Di mana remaja mempunyai kecenderungan menjadi lebih emosional, Jadi remaja yang membuat keputusan yang tidak bijaksana ketika emosional. Oleh karena itu, dalam situasi panas emosi remaja dapat menjadi faktor utama yang mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan keputusan mereka.

d. Keyakinan terhadap kemampuan mengatasi masalah yang muncul, yaitu,

hambatan-hambatan atau gangguan yang nyata mucul saat ini.

Di masa remaja, pemahaman diri melibatkan pengenalan yang lebih besar bahwa diri meliputi kompoten-kompoten yang tidak disadari maupun yang disadari. Di antara remaja perasaan bingung dan konflik yang dipicu oleh upaya memahami dirinya sering kali disertai dengan kebutuhan untuk melindungi diri. Dalam melindungi diri, remaja cenderung menyangkal karakteristik-karakteristiknya yang negatif.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrument pengumpulan data, validitas dan realiabitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, Menurut Kountur (2003) penelitian deskriptif (descriptive research) yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif berusaha mendiskripsikan suatu peristiwa atau kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan tujuan menemukan tingkat efikasi diri terhadap prestasi non-akademik siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016-2017.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian di SMP Bopkri 1 yang beralamat di Jalan Mas Suharto No. 48 Yogyakarta

2. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2016 - Januari 2017, dengan waktu pengambilan data bulan September 2016.


(58)

C. Subjek Penelitian

Populasi menurut Sugiyono (2010), adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek/objek. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta, Tahun Ajaran 2016-2017. Dengan demikian, subjek penlitian ini adalah siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta, Tahun Ajaran 2016/2017.

Table 3.1 Subjek Penelitian

Subjek L P

Siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta, Tahun Ajaran 2016-2017

57 37

Jumlah 94

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono: 2009: 60). Jadi yang dimaksud dengan variabel penelitian dalam penelitian ini adalah tingkat


(59)

efikasi diri siswa dalam prestasi non-akademik yang ditetapkan dan dipelajari sehingga memperoleh informasi untuk menarik kesimpulan.

Variabel penelitian ini adalah efikasi diri (self- efficacy) menurut Bandura yang dikutip dari suseno yang terdiri beberapa aspek yaitu : 1) Keyakinan terhadap kemampuan dalam menghadapi situasi yang tidak menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan. 2) Keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil. 3) Keyakinan mencapai target yang telah ditetapkan. 4) Keyakinan terhadap kemampuan mengatasi masalah yang muncul, yaitu, hambatan-hambatan atau gangguan yang nyata mucul saat ini.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang berupa kuesioner, yaitu menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan oleh subjek. Kusioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik. Menurut Arikunto (2006: 160) instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik.

Variabel efikasi diri siswa dalam meraih prestasi non-akademik diukur dengan menggunakan skala Likert dengan gradasi yaitu Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS. ) diberi skor 1, Item Favonrabel Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1,


(60)

Sesuai (S) diberi skor 2, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4, ini untuk item unfavonrabel.

Efikasi diri siswa dalam meraih prestasi non-akademik diukur dengan menggunakan indikator:

a. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menghadapi situasi yang tidak

menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan.

b. Keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan

kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil.

c. Keyakinan mencapai target yang telah ditetapkan.

d. Keyakinan terhadap kemampuan mengatasi masalah yang muncul, yaitu,

hambatan-hambatan atau gangguan yang nyata mucul saat ini.

Berdasarkan empat aspek di atas, peneliti menyusun item-item pernyataan tetang efikasi diri siswa sebanyak 44 item. Metode penyusunan skala berdasarkan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Rating) dari Likert. Metode rating yang dijumlahkan merupakan metode penskalaan pernyataan yang menggunakan distribusi sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2002). Berikut ini adalah kisi-kisi Kuesioer Efikasi Diri Meraih Prestasi Non- Akademik.


(61)

Tabel 3.2

Kisi- kisi Kuesioner Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik

(sebelum uji coba )

No Aspek Indikator Item Jumlah + -

1 Keyakinan diri saya untuk meraih pretasi non-akademik dalam situasi, yang tidak menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan.

a. Yakin akan kemampuan diri dalam meraih prestasi non-akademik disegala situasi. 7,8,10, 13, 14,15 3,4,5, 6,9, 11,12 13 22 b. Keyakinan untuk

meraih prestasi non-akademik dengan segala situasi yang tidak bisa diprediksi.

2,20 1,19 4

c. Yakin mampu meraih prestasi non-akademik walaupun dengan tekanan situasi. 23,24, 18

16,17 5

2 kemampuan diri untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk meraih prestasi non akademik. a. Keyakinan menggerakkan diri dalam motivasi untuk meraih prestasi non-akademik. 21,22, 25 27,28 ,30 6 15 b. Selalu yakin untuk

mengerakkan kemampuan kognitif. 26,35, 31 29,33 , 5

c. Mengerti akan tindakan yang diperlukan untuk meraih prestasi non-akademik.

32,34 38,42 4

3 Yakin mencapai prestasi non-akademik dengan target yang telah ditetapkan.

a. Memiliki target-target yang akan dicapai dalam meraih prestasi

non-akademik .

36,39 37,41 4

8 b. Yakin akan bisa

meracang dan memiliki intruksi agar bisa mencapai


(62)

prestasi non-akademik. 4 Percaya

menghadapi masalah, keyakinan terhadap kemampuan untuk meraih prestasi non-akademik.

a. Keyakinan diri untuk mengatasi masalah yang tiba-tiba muncul dalam meraih prestasi

non-akademik

47,50 46,49 4

6 b. Keyakinan mengatasi

masalah-masalah muncul seperti, hambatan atau gangguan yang nyata muncul.

51 48 2

Jumlah 26 25 51

F. Validitas dan Realibilitas Instrumen

1. Validitas

Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto,2009: 122). Instrumen yang valid berarti alat ukur dapat digunakan untuk memperoleh data yang valid. Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2009: 173).

Validtas yang digunakan untuk kuesioner Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang mengukur terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara

professional judgement (Azwar, 2012:132). Dalam penelitian ini, instrument

penelitian dikontruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya di konsultasikan kepada ahli (dosen pembimbing).


(63)

Menurut Arikunto (2002), suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Selanjutnya Arikunto (2002:160) menjelaskan bahwa untuk menguji tingkat validitas dari

kuesioner dengan taraf signifikan (α = 5%) digunakan rumus koefisien

korelasi product moment sebagai berikut :

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= korelasi produk moment

= nilai setiap butir

= nilai dari jumlah butir

= jumlah responden

Koefisien korelasi validitas item diukur menggunakan SPSS versi16.0 agar perhitungan jadi lebih cepat dan mudah. Menurut Azwar (2012: 95), item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memuaskan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa item yang valid adalah item yang memiliki nilai korelasi ≥ 0,30. Sementara itu, suatu item dikatakan tidak valid jika memiliki nilai korelasi < 0,30.


(64)

Dari hasil uji validitas yang dilakukan oleh peneliti, maka didapatkan 44 item Tingkat Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik yang valid dan 7 item yang tidak valid. Kisi-kisi Instrumen Penelitian setelah uji validitas dapat dilihat pada table 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3

Hasil Uji Coba Validitasi Kuesioner Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik

(setelah uji coba)

No Aspek Indikator Item Jumlah

Valid Tidak valid 1 Keyakinan diri

saya untuk meraih pretasi non-akademik dalam situasi, yang tidak menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksi, dan penuh tekanan.

a. Yakin akan kemampuan diri dalam meraih prestasi non-akademik disegala situasi. 3,6,7,8,9, 11,12, 13,14,15

4,5,10 13

22 b. Keyakinan untuk meraih prestasi non-akademik dengan segala situasi yang tidak bisa diprediksi.

1,2,19,20 - 4

c. Yakin mampu meraih prestasi non-akademik walaupun dengan

tekanan situasi.

16,17,18,23,24 - 5

2 kemampuan diri untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan a. Keyakinan menggerakkan diri dalam motivasi untuk meraih prestasi non-akademik. 21,22,25,27, 28,30

- 6


(65)

tindakan yang diperlukan untuk meraih prestasi non akademik.

b. Selalu yakin untuk mengerakkan kemampuan kognitif.

26,29,31,33,35 - 5

c. Mengerti akan tindakan yang diperlukan untuk meraih prestasi non-akademik.

32,34,38,42 - 4

3 Yakin mencapai prestasi non-akademik dengan target yang telah ditetapkan. a. Memiliki target-target yang akan dicapai dalam meraih prestasi non-akademik .

36,37,41 39 4

8 b. Yakin akan

bisa meracang dan memiliki intruksi agar bisa mencapai prestasi non-akademik.

40,43,44,45 - 4

4 Percaya menghadapi masalah, keyakinan terhadap kemampuan untuk meraih prestasi non-akademik.

a. Keyakinan diri untuk mengatasi masalah yang tiba-tiba muncul dalam meraih prestasi non-akademik

47,50 46,49 4

6 b. Keyakinan mengatasi masalah-masalah muncul seperti, hambatan atau gangguan yang nyata muncul.

51 48 2


(66)

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran (Azwar, 2007). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel (Azwar, 2007:176).

Menurut Azwar (2011:4) konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah eror pengukuran (error of measurement), sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur erat berkaitan dengan eror dalam pengambilan sampel (sampling error) yang mengacu pada konsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda.

Peneliti melakukan uji hasil reliabilitas menggunakan program SPSS versi 16 dengan uji Cronbach’s Alpha. Rumus koefisien reliabilitas Alpha

Cronbach (α), (Azwar, 2007). adalah sebagai berikut:

α =2[1-

]

Keterangan rumus :

S12dan S22 : varianss korbelahan 1 dan varianss korbelahan 2 Sx2 : varian skor skala

Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995: 209) pada table di bawah ini

2 S

2 S + 2 S

x i x


(67)

Tabel 3.4

Kualifikasi Reliabilitas

KoefisienKorelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 SangatTinggi 0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Sedang 0,21 – 0,40 Rendah Negatif – 0,20 Sangatrendah

Perhitungan reliabilitas instrumen penelitian menggunakan

Cronbach’s Alpha memberikan hasil sebagai berikut:

Table 3.5 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.910 44

Berdasarkan tabel perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa, taraf reliabilitas Kuesioner Efikasi Diri Siswa Meraih Prestasi Non-Akademik kategori nilai reliabilitas skala memiliki taraf reliabilitas sangat tinggi. Dengan demikian Kuesioner Efikasi Diri Siwa Meraih Prestasi Non-Akademik reliabel digunakan sebagai intrumen penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atau realita mengenai tingkat efikasi diri siswa dalam


(68)

memperoleh prestasi non- akademik. Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis tingkat efikasi dalam meraih prestasi non-akademik melalui kategorisasi distribusi normal, yaitu mengelompokan tingkat minat subjek ke dalam empat kategori dengan mengacu pada pedoman Azwar (2009).

Kategorisasi dalam penelitian ini terdiri dari dua kategorisasi yaitu kategorisasi subjek penelitian dan kategorisasi item kuesioner. Kategorisasi skor subyek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menggolongkan subyek penelitian ke dalam kategori yang telah masuk norma lima (5) skalanya seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.6

Kategorisasi Skor Subyek

Norma Kategori Skor Rentang

Skor

Kategori

µ+1,5 σ < X ≥ 143 Sangat Tinggi

µ+0.,5 σ < X ≤ µ+ 1,5 σ 121 – 142 Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 99 – 120 Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ- 0,5 σ 77 – 98 Rendah

µ- 1,5 σ > X ≤ 76 Sangat Rendah

Keterangan :

X maksimum : 4x44= 176

X minium : 1x44= 44

luas jarak : 176-44=132 standar deviasi : 132:6=22 mean teoritik : (176+44):2=110


(69)

Kategorisasi yang kedua adalah kategori item. Kategorisasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi kategori perolehan skor item. Penentuan kategorisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini .

Tabel 3.7

Kategorisasi Skor Item

Norma Kategori Skor Rentang Skor Keterangan

µ+1,5 σ < X ≥ 305,5 Sangat Tinggi

µ+0.,5 σ < X ≤ µ+ 1,5 σ 258,5 – 305,5 Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 211,5 – 258,5 Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ- 0,5 σ 164,5 – 211,5 Rendah

µ- 1,5 σ > X ≤164,5 Sangat Rendah

Keterangan :

X maksimum teoritik : 4x 94 = 376 X minimum teoritik : 1x94= 94

Luas jarak : 376-94= 282

Standar deviasi : 282:6=47


(70)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan tingkat efikasi diri siswa dalam meraih prestasi non akademik siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta.

A. Hasil Penelitian

1. Deskriptif Tingkat Efikasi Diri Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa dalam meraih prestasi non-akademik yang dimiliki oleh para siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dan diolah diketahui tingkat efikasi diri siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta dalam meraih prestasi non-akademik Tahun Ajaran 2016/2017, seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1

Tingkat Efikasi Diri Siswa Kelas VIII

SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Meraih Prestasi Non-Akademik

Rentang Skor f % Kategori

≥ 143 13 13,82 % Sangat Tinggi

121 – 142 46 48,93 % Tinggi

99 – 120 32 34,04 % Sedang

77 – 98 3 3,19 % Rendah


(71)

Kategorisasi deskripsi tingkat efikasi diri siswa dalam meraih prestasi non-akademik siswa jika digambarkan dalam bentuk grafik dapat di lihat pada grafik di bawah sebagai berikut :

Grafik 4.1 :Tingkat Efikasi Diri Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta Meraih Prestasi Non-Akademik

Tabel dan diagram di atas menjelaskan bahwa:

a. Terdapat 13 siswa (13.82 %) yang tingkat efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademiknya masuk dalam kategori “Sangat Tinggi”. b. Terdapat 46 siswa (48.93 %) yang tingkat efikasi diri dalam meraih

prestasi non-akademiknya masuk dalam kategori “Tinggi”.

c. Terdapat 32 siswa (34.04 %) yang tingkat efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademiknya masuk dalam kategori “Sedang”.

d. Terdapat 3 siswa (3.19 %) yang tingkat efikasi diri dalam meraih prestasi non-akademiknya masuk dalam kategori “Rendah”

13

46

32

3

0 0

10 20 30 40 50

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah


(1)

8

pribadi saya menjadi ragu akan meraih

prestasi non-akademik.

28 Saya bisa merefleksikan akan kemampuan

saya dalam meraih prestasi non-akademik.

29 Saya mengerti kreativitas yang ada pada diri

saya sehingga yakin bisa meraih prestasi

non-akademik.

30 Saya masih memiliki pola pikir yang rendah

dalam tim sehingga saya pun ragu akan

meraih prestasi non-akademik.

31 Saya selalu paham akan penampilan diri yang

diperlukan untuk meraih prestasi

non-akademik.

32 Saya percaya pada kemampuan dalam

mengelolah pola pikir dalam sebuah tim

sehingga yakin bisa meraih prestasi terutama

non-akademik.

33 Saya tak akan menyianyiakan kesempatan

untuk meraih prestasi non-akademik yang

muncul.

34 Saya merasa kesulitan untuk menggali sebuah

peluang agar bisa mencapai prestasi


(2)

9

35 Saya sulit untuk menentukan penampilan diri

yang diperlukan sehingga merasa tak yakin

akan meraih prestasi non-akademik.

36 Saya selama menjalankan sebuah perlombaan untuk meraih prestasi non-akademik selalu

merasa kebingungan jika mengikuti intruksi

dari pembimbing.

37 Saya selalu menyianyiakan kesempatan yang

muncul dalam meraih prestasi non-akademik.

38 Saya memiliki kekurangan dalam hal

kreativitas yang ada pada diri sehingga

membuat saya tak percaya untuk meraih

prestasi non-akademik.

39 Saya selama meraih prestasi non-akademik selalu mengikuti intruksi dari pembimbing.

40 Saya memiliki sebuah rancangan yang bisa

membantu saya untuk meraih prestasi

non-akademik.

41 Jika saya mengikuti rancangan yang telah ada

membuat saya menjadi ragu untuk bisa meraih


(3)

10 42 Saat meraih prestasi non-akademik namun

menghadapi halangan saya pun mencoba

mengatasinya dengan pengetahuan/ilmu saya

untuk menghadapi itu semua.

43 Jika dalam meraih prestasi non-akademik saya

menghadapi masalah yang tiba-tiba muncul

maka saya akan menindak lanjutkan agar

prestasi non-akademik dapat terwujud dengan

baik.

44 Saya yakin mampu mengatasi

masalah-masalah yang muncul seperti hambatan atau


(4)

Lampiran 3


(5)

Lampiran 4


(6)

No. Kegiatan Ekstrakulikuler

1 Pramuka

2 Futsal

3 Band

4 Volly

5 Ansamble

6 Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)

7 Tonti


Dokumen yang terkait

Persepsi siswa smp terhadap kompetensi kepribadian guru BK (studi deskriptif pada siswa SMP Taman Dewasa Jetis Kelas VIII tahun ajaran 2016/2017).

0 1 117

Tingkat konsep diri siswa (studi deskriptif pada remaja kelas VII dan VIII SMP Saverius 1 Sragen tahun ajaran 2016/2017 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal untuk meningkatan konsep diri siswa).

1 10 114

Tingkat efikasi diri meraih prestasi non-akademik siswa SMP (studi deskritif pada siswa kelas VIII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016-2017).

0 0 101

Studi tentang konsep diri siswa kelas VII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan program pengembangan konsep diri.

0 0 105

Persepsi siswa smp terhadap kompetensi kepribadian guru BK (studi deskriptif pada siswa SMP Taman Dewasa Jetis Kelas VIII tahun ajaran 2016 2017)

0 1 115

Deskripsi konsep diri siswa kelas VII dan VIII SMP BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya pada usulan program bimbingan klasikal untuk pengembangan konsep diri siswa.

0 0 100

Persepsi siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 terhadap pola asuh orang tua.

0 2 140

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20092010

0 0 113

Tingkat kegiatan belajar mandiri para siswa kelas VIII SMP BOPKRI 2 Yogyakarta tahun 2009/2010 - USD Repository

0 0 111

DESKRIPSI KONSEP DIRI SISWA KELAS VII DAN VIII SMP BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20122013 DAN IMPLIKASINYA PADA USULAN PROGRAM BIMBINGAN KLASIKAL UNTUK PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA SKRIPSI

0 0 98