MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA.

(1)

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR …………..………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….…...… iii

PERNYATAAN ……….……… v

DAFTAR ISI ……….………. vi

DAFTAR TABEL ………...……….……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………...………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah …….……….………...……….. 8

C. Tujuan Penelitian ……… 8

D. Manfaat Penelitian ……….. 9

E. Definisi Operasional ………... 10

F. Hipotesis Penelitian ……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemecahan Masalah dalam Matematika ………...……. 13

B. Berpikir Kritis ………...………. 19

C. Berpikir Kreatif ………...……….. 25

D. Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Matematika ………... 29

E. Kaitan antara Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan Pemecahan Masalah . 30 F. Pembelajaran Konvensional …...……… 31

G. Teori Belajar yang Mendukung ………. 32

a. Teori Kostruktivisme ………. 33

b. Teori Jerome S. Bruner ………...…….. 34


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ……… 39

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………...………….. 40

C. Variabel Penelitian ………...……….. 42

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ……...……….. 42

1. Tes Hasil Belajar ……… 43

a. Tes Kemampuan Berpikir Kritis ……….... 43

b. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ………... 46

c. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ………. 48

1. Uji Validitas ………...……… 48

2. Uji Reliabilitas ……… 52

3. Analisis Tingkat Kesukaran ………...…… 54

4. Analisis Daya Pembeda ……….. 57

2. Skala Sikap ………. 59

3. Lembar Observasi ………...……… 60

4. Kuesioner ………...………. 61

5. Jurnal …..……… 61

6. Wawancara ………. 62

E. Teknik Pengumpulan Data ……….... 62

F. Teknik Pengolahan Data ………...……… 63

G. Bahan Ajar ………. 64

H. Kegiatan Pembelajaran ……….. 65

I. Prosedur Penelitian ………. 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………...……… 72


(3)

c. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ………... 78

2. Kemampuan Berpikir Kreatif ………. 80

a. Kemampuan Awal ……….. 81

b. Kemampuan Akhir ………. 83

c. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif ………...…….…. 85

3. Aktivitas Guru dan Peserta Didik selama Proses Pembelajaran ……… 88

4. Sikap Peserta Didik terhadap Pembelajaran Matematika ………….….. 91

a. Sikap Peserta Didik terhadap Pelajaran Matematika ………….……. 92 b. Sikap Peserta Didik terhadap Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah ………...………….………… 95

c. Sikap Peserta Didik terhadap Soal-Soal Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Berpikir Kreatif ……….……..……. 100

5. Hasil Wawancara ………... 102

6. Hasil Jurnal ……… 103

7. Hasil Kuesioner ………. 105

B. Pembahasan ………... 106

1. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematika ………... 106

2. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika ……….……… 110

3. Sikap dan Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah……….……..…… 115

4. Keterbatasan pada Penelitian ……… 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 119

B. Saran ……….. 122


(4)

PHOTO KEGIATAN PENELITIAN ……… 394 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(5)

Tabel Halaman

3.1 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ……….…. 44 3.2 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ……….……... 47 3.3 Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis (Pretes) …………... 49 3.4 Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis (Postes) ….……….. 50 3.5 Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Pretes) …….…… 51 3.6 Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Postes) .………… 51 3.7 Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas Soal Tes Kemampuan

Berpikir Kritis ……….……… 53 3.8 Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas Soal Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif……… 53 3.9 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kritis (Pretes) ………...………. 55

3.10 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kritis (Postes) ……… 55

3.11 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif (Pretes)………... 56

3.12 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif (Postes) ………. 56

3.13 Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir

Kritis (Pretes) ……….………. 57

3.14 Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir

Kritis (Postes) ………. 58

3.15 Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif (Pretes) ……… ……….…………. 58

3.16 Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif (Postes) ……… ………. 59

4.1 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis……… 73 4.2 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ………... 74


(6)

4.5 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis .……….. 77 4.6 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis …….…… 77 4.7 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ………….. 78 4.8 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ……….. 79 4.9 Uji Beda Rerata Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis .……….. 80 4.10 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif …..……… 81 4.11 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif………... 82 4.12 Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif ….……. 83 4.13 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif …….….. 84 4.14 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif ……….. 84 4.15 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif ……..… 85 4.16 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ………... 86 4.17 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ..……. 87 4.18 Uji –t Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif …….…...……….. 87 4.19 Hasil Perhitungan Data Observasi Tiap Pertemuan ……… 90 4.20 Sikap Peserta Didik terhadap Pelajaran Matematika ……….. 92 4.21 Sikap Peserta Didik terhadap Pembelajaran Matematika dengan

Pendekatan Pemecahan Masalah ….………..…………. 96

4.22 Sikap Peserta Didik terhadap Soal-Soal Kemampuan Berpikir


(7)

Gambar Halaman

4.1 - 4.2 Guru Memberikan Bimbingan pada Proses Pembelajaran …….. 89 4.3 – 4.4 Peserta Didik Tekun Mengikuti Kegiatan Pembelajaran ………. 93 4.5 – 4.6 Peserta Didik Asyik Belajar dalam Kelompok ……….. 97 4.7 – 4.8 Peserta Didik Berdiskusi dalam Kelompok ……… 99 4.9 – 4.10 Peserta Didik Berinteraksi dalam Kelompok ………. 116


(8)

LAMPIRAN A : ALAT PENGUMPUL DATA Halaman

A.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan

Berpikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah Matematika ……...…. 130

A.2 Soal Pretes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematik …...…... 134

A.3 Soal Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematik ...…... 137

A.4 Soal Postes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematik ...….. 140

A.5 Soal Postes Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematik ...….. 143

A.6 Kemungkinan Jawaban Pretes Kemampuan Berpikir kritis …...….. 146

A.7 Kemungkinan Jawaban Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif …….. 152

A.8 Kemungkinan Jawaban Postes Kemampuan Berpikir Kritis ……… 158 A.9 Kemungkinan Jawaban Postes Kemampuan Berpikir Kreatif …….. 163

A.10 Kisi-Kisi Skala Sikap ……… 169

A.11 Tes Skala Sikap ……….………. 170

A.12 Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik ….………... 173

A.13 Lembar Observasi Aktivitas Guru ….………...………. 176

A.14 Lembar Kuesioner untuk Guru ……….……...…….. 179

A.15 Pedoman Wawancara Siswa ……….……...……….. 181

A.16 Pedoman Wawancara dengan Guru ………182

A.17 Jurnal Kesan Siswa ………...………. 183

A.18 RPP Kelas Eksperimen………...…………... 184

A.19 LKPD Kelas Eksperimen ………223

A.20 Kemungkinan Jawaban LKPD ………..………...…………..257

LAMPIRAN B : DATA UJI COBA INSTRUMEN B.1 Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis (Pretes)...… 266

B.2 Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis (Pretes) ……. 268

B.3 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Tes Kemampuan Berpikir Kritis (Pretes) ………...……….. 271


(9)

B.6 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda (Postes)……… 282 B.7 Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Pretes)… 288 B.8 Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Pretes) …... 290 B.9 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Tes

Kemampuan Berpikir Kreatif (Pretes) ………...………… 293

B.10 Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Postes)... 299 B.11 Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Postes) ……….. 301 B.12 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Tes

Kemampuan Berpikir Kreatif (Postes) ………...…... 304

B.13 Uji Coba Angket Skala Sikap ………...……. 310

LAMPIRAN C : ANALISIS DATA PENELITIAN

C.1 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Tinggi…. 312 C.2 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Sedang ... 313 C.3 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Rendah .. 314 C.4 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Kontrol Level Tinggi ……... 315 C.5 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Kontrol Level Sedang ……. 316 C.6 Skor Pretes Berpikir Kritis Kelompok Kontrol Level Rendah ……. 317 C.7 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Tinggi .. 318 C.8 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Sedang ..319 C.9 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Rendah ..320 C.10 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Tinggi….…. 321 C.11 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Sedang ….. 322 C.12 Skor Pretes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Rendah …… 323 C.13 Skor Postes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Tinggi … 324 C.14 Skor Postes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Sedang….325 C.15 Skor Postes Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen Level Rendah …326 C.16 Skor Postes Berpikir Kritis Kelompok Kontrol Level Tinggi…...…. 327


(10)

C.19 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Tinggi... 330 C.20 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Sedang. 331 C.21 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen Level Rendah..332 C.22 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Tinggi… …. 333 C.23 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Sedang ….. 334 C.24 Skor Postes Berpikir Kreatif Kelompok Kontrol Level Rendah …... 335 C. 25 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok

Kontrol ………... 336

C.26 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok

Eksperimen ……….…...………… 339

C.27 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok

Kontrol ………...………… 342

C.28 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok

Eksperimen ……… 345

C.29 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ………….. 348 C.30 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ……….. 349 C.31 Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ………… 350 C.32 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis …………. 351 C.33 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis ……….. 352 C.34 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis ……...… 353 C.35 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ………… 355 C.36 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ………. 356 C.37 Uji Beda Rerata Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ………. 357 C.38 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif …...…… 359 C.39 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif …….. 361 C.40 Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif ….…… 362 C.41 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif………… 364 C.42 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif ……. 365 C.43 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif ……… 366


(11)

C.46 Uji –t Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ………...………. 371

C.47 Presentase Respon Peserta Didik terhadap Setiap Pernyataan dalam Angket Skala Sikap ……….373

C.48 Hasil Observasi Kegiatan Peserta Didik Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Tinggi ……… 376

C.49 Hasil Observasi Kegiatan Peserta Didik Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Sedang ……….. 377

C.50 Hasil Observasi Kegiatan Peserta Didik Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah……….. 378

C.51 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Tinggi ……… 379

C.52 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Sedang ……….. 381

C.53 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah ……….. 383

C.54 Rangkuman Kuesioner Guru ………. 385

C.55 Rangkuman Wawancara dengan Siswa ……… 389


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat dengan mudah menerima informasi dari berbagai belahan dunia yang sangat besar dampaknya tehadap gaya hidup, perubahan tata nilai, dan persaingan hidup. Keterbukaan masyarakat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dibendung lagi sejalan dengan derasnya arus globalisasi yang melanda kehidupan manusia dewasa ini.

Dalam menghadapi kemajuan teknologi dan informasi tersebut masyarakat Indonesia harus cerdas dalam menilai, mengakomodasi, dan menyaring perkembangan teknologi dan informasi sehingga dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Untuk itu masyarakat harus memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia menjadi lebih fleksibel secara mental, terbuka dan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan keadaan. Hassoubah (2004 : 13) menyatakan bahwa dengan berpikir kritis dan kreatif masyarakat dapat mengembangkan diri mereka dalam membuat keputusan, penilaian, serta menyelesaikan masalah.

Untuk mengembangkan kemampuan daya pikir manusia maka dunia pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Dunia pendidikan secara


(13)

konsisten dan komprehensif membantu mengembangkan peserta didik sejak dini melalui pengembangan keterampilan, pembinaan sikap, serta pembinaan kemampuan akademik melalui berbagai mata pelajaran. Pengembangan kemampuan peserta didik secara optimal pada saat ini sangat diperlukan karena kita sadari bahwa tantangan ke depan akan semakin berat untuk dapat hidup dengan layak. Untuk menghadapi tantangan yang berat tersebut dituntut sumber daya yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan ketrampilan tinggi melalui cara berpikir sistematis, logis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerjasama secara efektif. Supriadi (2001 : 18) mengatakan bahwa pendidikan harus mampu berperan dalam menyiapkan peserta didik dalam konstelasi masyarakat global.

Pada dasarnya manusia sejak masih kanak-kanak sudah cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kecenderungan tersebut dapat kita temukan pada seorang anak kecil yang memandang berbagai benda di sekitarnya dan mencoba memanipulasi apa yang ia lihat tersebut. Takwin (2006 : 2) menyatakan bahwa dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar mereka yang makin tinggi, pendidikan berpikir kritis dan kreatif secara bertahap hendaknya sudah diberikan pada anak sejak masih sangat muda. Selain untuk mempersiapkan mereka di masa dewasa

Pembentukan daya pikir yang kritis, kreatif, sistematis, dan logis ini dapat dikembangkan melalui mata pelajaran matematika. Sebagaimana dikatakan dalam Depdiknas (2007) bahwa, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai


(14)

disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Lebih lanjut dikatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mampu bekerjasama. Kompetensi itu diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup dalam keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran manusia, matematika yang diajarkan di sekolah diharapkan dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk berlatih berpikir kritis dan kreatif. Karena menurut Ibrahim (2007), dengan berpikir kritis dan kreatif memungkinkanpeserta didik untuk mempelajari suatu masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang penyelesaian dengan cara-cara yang dianggap baru.

Perlu untuk disadari bahwa zaman modern sekarang ini sering terjadi perubahan-perubahan yang tak terduga disertai dengan banyak persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan dengan cara atau teknik baru, yang diperoleh dari pemikiran-pemikiran kritis dan kreatif. Sementara itu, tidak sedikit sumber daya manusia yang ada tidak berdaya untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut.

Tetapi sangat disayangkan bahwa secara umum dalam dunia pendidikan, keterampilan berpikir kritis dan kreatif jarang dilatih, dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain (Ibrahim, 2007).


(15)

Pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan melalui pembelajaran matematika jarang mendapat perhatian dari para guru di sekolah dasar. Pada umumnya pembelajaran matematika di sekolah masih menekankan pada hafalan dan mencari jawaban dari soal-soal yang sifatnya rutin dan prosedural. Peserta didik belajar dengan cara menghafal rumus-rumus atau prosedur-prosedur rutin yang kurang bermakna. Sehingga kenyataannya di lapangan daya serap peserta didik terhadap mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Menurut Trianto (2007 : 1) hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Hal lain disebabkan karena proses pembelajaran hingga dewasa ini masih didominasi guru dan kurang memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui kegiatan belajar yang mengutamakan penemuan konsep. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Takwin, (2006 : 2) bahwa dunia pendidikan masih menganut cara ortodoks yang menuntut para peserta didikr hanya menelan apa yang disampaikan guru atau orang tua kepadanya. Mereka cenderung tampil sebagai individu yang otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan orang lain. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik tidak berkembang secara optimal.

Suryadi dan Herman (2008) mengemukakan, “hasil studi internasional dalam bidang matematika dan IPA (TIMSS) memperlihatkan bukti dengan jelas bahwa soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel peserta didik Indonesia”. Hal ini berarti kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta


(16)

didik yang diantaranya kemampuan bepikir kritis dan kreatif dalam matematika perlu mendapat perhatian utama.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika maka usaha-usaha untuk mencari penyelesaian terbaik guna mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik dalam matematika perlu terus dilakukan. Untuk itu sudah sepatutnya seorang guru dalam pembelajaran matematika membiasakan menggunakan pendekatan pembelajaran yang membawa kearah tarap berpikir kritis dan kreatif. Lebih lanjut Marzano (Harsanto, 2005) menyarankan bahwa peserta didik seharusnya sejak dini

dibiasakan untuk bertanya“mengapa” atau diberi pertanyaan “mengapa” karena

kebiasaan ini menjadi sarana efektif untuk menuju kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

Dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terjadi perubahan paradigma dalam proses pembelajaran. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada peserta didik. Metode pembelajaran yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori. Pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.

KTSP juga menghendaki materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu diperlukan suatu pembelajaran yang lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.


(17)

Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik secara optimal, penulis akan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dalam penelitian ini. Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk membimbing peserta didik menemukan suatu konsep untuk memecahkan suatu permasalahan sehingga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik tersebut untuk berinovasi dengan ide-ide dan cara-cara yang berbeda. Di dalam pendekatan ini guru berperan sebagai pembimbing peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya secara aktif.

Pemecahan masalah dalam matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses pemecahan masalah matematik daripada kegiatan rutin. Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah langkah-langkah dari Polya yang disebut heuristic. Langkah-langkah pemecahan masalah tersebut adalah memahami masalah, membuat rencana pemecahan, melaksanakan rencana atau melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Ada beberapa ciri dari strategi pembelajaran heuristik berdasarkan Sanjaya (2008 : 196) : Pertama, strategi heuristik menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Kedua, seluruh aktivitas peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan. Dengan demikian maka guru ditempatkan sebagai fasilitator dan motivator belajar peserta didik. Ketiga, tujuan dari strategi heuristik adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, kritis, logis, dan kreatif.


(18)

Pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan daya pikir tingkat tinggi bagi peserta didik. NCTM (Riedesel, 2005 : 85) mengemu- kakan, “problem solving is a major vehicle for developing high order thinking skills”. Senada dengan pernyataan ini, Lidinillah, (2010) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah dalam matematika ini merupakan kemampuan kognitif tingkat tinggi.

NCTM (Riedesel, 2005) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemecahan masalah adalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik sebelumnya (knowledge) ke dalam situasi yang baru atau tidak dikenal. Pemecahan masalah juga merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena tujuan belajar yang harus dicapai ke dalam pemecahan masalah dan proses pemecahan masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian NCTM (2000) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan aktivitas dalam menyelesaikan suatu tugas (masalah) yang mana cara penyelesaian belum diketahui sebelumnya dengan pasti.

Berdasarkan seluruh uraian yang dikemukakan di atas, penulis bermaksud meneliti penggunaan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik peserta didik sekolah dasar.


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dan agar penelitian ini lebih terarah serta memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang diteliti, rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1. Apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif pada peserta didik sekolah dasar?

2. Seberapa besar perbedaan kemampuan berpikir kritis antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

3. Seberapa besar perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

4. Bagaimana sikap dan aktivitas peserta didik dan guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(20)

1. Untuk mengkaji apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif pada peserta didik sekolah dasar.

2. Untuk mengkaji besarnya perbedaan kemampuan berpikir kritis antara peserta didik yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

3. Untuk mengkaji besarnya perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara peserta didik yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

4. Untuk mengetahui aktivitas peserta didik dan guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa. Masukan-masukan tersebut diantaranya:

1. Dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik. 2. Mengetahui sikap dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran


(21)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dan juga untuk memudahkan peneliti dalam menjelaskan apa yang sedang dibicarakan, sehingga dapat bekerja lebih terarah, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional. Istilah-istilah tersebut adalah:

1. Kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam matematika adalah: mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, menggeneralisasi, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah.

a. Mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep adalah kemampuan peserta didik untuk menghubungkan suatu konsep matematika yang sedang dipelajari dengan konsep lainnya yang pernah diperolehnya atau membandingkan konsep matematika yang dipelajari dengan konsep yang lain yang mendukung pada penyelesaian masalah.

b. Menggeneralisasi adalah kemampuan peserta didik untuk melengkapi data atau informasi yang mendukung untuk menyelesaikan suatu masalah, dan menemukan aturan umum berdasarkan data yang teramati.

c. Menganalisis algoritma adalah kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi langkah-langkah yang diperlukan dalam penyelesaian suatu masalah secara runtut dan tepat

d. Memecahkan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan memeriksa kecukupan unsur yang diperlukan dalam soal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya; serta memeriksa kebenarannya.


(22)

2. Kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam matematika adalah kemampuan berpikir peserta didik yang ditandai dengan adanya keaslian, kelancaran, kelenturan, dan keterperincian respon peserta didik dalam menggunakan konsep-konsep matematika.

a. Keaslian adalah kemampuan peserta didik untuk menyusun dan menghasilkan sesuatu ide baru yaitu ide yang tidak biasa yang berbeda dari ide-ide yang dihasilkan dari kebanyakan orang.

b. Kelancaran adalah kemampuan peserta didik untuk membangun berbagai ide yang relevan dalam memecahkan suatu masalah dan lancar mengungkapkannya.

c. Kelenturan adalah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan menggunakan cara yang beragam atau bervariasi.

d. Keterperincian adalah kemampuan peserta didik untuk mengembangkan dan menjelaskan ide-ide yang dikemukakan secara lebih detil dan lebih rinci.

3. Pendekatan pemecahan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan kepada pandangan problem solving sebagai proses, yaitu suatu kegiatan yang mengutamakan prosedur pemecahan masalah matematika dari pada kegiatan rutin. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah langkah-langkah pemecahan masalah dari Polya, yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan perhitungan, memeriksa kembali proses dan hasil perhitungan.


(23)

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif pada peserta didik sekolah dasar.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional.

Untuk kepentingan penelitian ini, ketiga hipotesis tersebut selanjutnya diuji dan dianalisis menggunakan statistik. Berdasarkan inferensi dan deskriptif statistik, selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan lebih lanjut, sehingga diperoleh hasil penelitian yang rinci dan bermakna.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen, karena mengujicobakan perlakuan pendekatan dalam pembelajaran matematika di dalam kelas. Dalam penelitian ini unsur manipulasi perlakuan yaitu pembelajaran menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dilakukan peneliti untuk mengetahui seberapa jauh hubungan sebab akibat pendekatan pemecahan masalah dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif peserta didik.

Dalam penelitian ini diambil dua kelompok peserta didik dengan pembelajaran yang berbeda. Kelompok yang satu merupakan kelompok eksperimen, yaitu kelompok peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah. Sedangkan kelompok lain adalah kelompok kontrol, yaitu kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Pengelompokkan subjek dilakukan secara acak. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

kelompok kontrol pretes-postes. Desain penelitian tersebut berbentuk:

(Sugiyono, 2009)

Keterangan:

R = pemilihan sampel secara random ( acak ) R O1 X O2


(25)

X = perlakuan pembelajaran pemecahan masalah

O1 = pengukuran ( pretes pada kelompok eksperimen dan kontrol)

O2 = pengukuran ( postes pada kelompok eksperimen dan kontrol)

Pada desain ini setiap kelompok diberi tes awal (O1), dan setelah diberi

perlakuan diukur dengan tes akhir (O2). Hal ini dilakukan untuk mengetahui

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik sekolah dasar di Kabupaten Garut Kecamatan Cigedug. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak berstrata (stratifikasi random) (Sudjana:2007), yaitu sekolah yang memiliki perbedaan-perbedaan atau karakteristik yang tidak sama. Dalam penelitian ini dipilih sekolah yang memiliki perbedaan dalam katagori sebagai sekolah berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah dilihat dari kemampuan akademik peserta didiknyanya. Dari data yang tersedia di Kantor UPTD Pendidikan Dasar Kecamatan Cigedug memiliki 17 Sekolah Dasar. Untuk menentukan seberapa besar jumlah sekolah yang berada pada kelompok atas, berapa besar sekolah yang berada pada kelompok sedang dan rendah, maka dapat kita pedomani Arikunto (2007), yang membuat besarnya kelompok atas adalah 27% dari urutan peringkat sekolah teratas disebut kelompok baik, sedangkan besarnya kelompok bawah 27% dari urutan peringkat sekolah terbawah disebut kelompok kurang, dan sisanya merupakan kelompok cukup. Sehingga diperoleh


(26)

sekolah dengan peringkat baik sebanyak 5 sekolah, peringkat sedang 7 sekolah dan kelompok dengan peringkat rendah sebanyak 5 sekolah. Sedangkan pertimbangan urutan peringkat sekolah berdasarkan hasil UASBN dan UKK Tahun Pelajaran 2010/2011 pada Kecamatan Cigedug.

Alasan dipilihnya sekolah pada strata-strata ini dikarenakan pada level ini kemampuan akademik peserta didiknya relatif seimbang untuk masing-masing level. Menurut Darhim ( 2004 ) sekolah yang berasal dari level tinggi (baik) cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik tetapi baiknya itu bisa disebabkan oleh faktor lain diluar faktor edukatif, bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan. Demikian juga halnya dengan sekolah pada level rendah, cenderung hasil belajarnya akan kurang dan itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan.

Sekolah dengan level baik terpilih kelas V SDN Sukahurip 01 sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN Cintanagara 01 sebagai kelas kontrol. Sekolah dengan level cukup terpilih kelas V SDN Cintanagara 02 sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN Sindangsari 01 sebagai kelas kontrol. Sedangkan sekolah dengan level kurang terpilih kelas V SDN Cigedug 03 sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN Sindangsari 04 sebagai kelas kontrol, karena hanya terdapat masing-masing satu rombongan belajar.

Alasan peneliti menentukan kelas V sebagai subjek dalam penelitian ini karena dengan asumsi bahwa pada tingkat ini, kondisi aktivitas peserta didik masih cukup stabil dan tidak terganggu oleh aktivitas ujian sekolah. Serta pada kelas ini peserta didik sudah memiliki prasyarat dalam melakukan pembelajaran.


(27)

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, dan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif.

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data yang representatif digunakan dua jenis instrumen, yaitu jenis tes dan non tes. Instrumen jenis tes adalah soal-soal kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif, sedangkan instrumen non tes yaitu lembar observasi selama proses pembelajaran untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik, angket skala sikap, wawancara, kuesioner, dan jurnal untuk mengetahui respon guru dan peserta didik terhadap pembelajaran pemecahan masalah.

Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap penyaringan dan tahap uji coba instrumen (untuk tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dan skala sikap). Sebelum soal diujicobakan, peneliti mendiskusikan terlebih dahulu dengan rekan-rekan S2 angkatan 2008, guru kelas V SD Sukarasa 3 dan 4 Bandung. Untuk mengetahui keterbacaan instrumen diujicobakan kepada peserta didik SDN Sukarasa 3 dan 4 Bandung. Tahap berikutnya dikonsultasikan kepada pembimbing. Setelah itu instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik serta skala sikap diujicobakan di SD Percontohan UPI Bandung.


(28)

Uji coba intrumen dilakukan untuk melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Selanjutnya data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis dengan menggunakan program excel. Masing-masing jenis instrumen tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, pada awal pembelajaran dilakukan pretes kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik yang terkait dengan bahan ajar. Materi yang dipakai dalam tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif berdasar kepada KTSP untuk kelas V pada semester I yaitu luas bangun datar dan volume bangun ruang.

Pada akhir pembelajaran dilakukan postes, dengan soal yang diujikan setara (memiliki kisi-kisi, jumlah soal, nomor soal, dan tingkat kesukaran yang sama) dengan soal pretes. Dalam hal ini, jika soalnya sama antara pretes dan postes dikhawatirkan peserta didik menjawab soal dengan benar disebabkan soalnya sudah hapal.

a. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis disajikan dalam bentuk tes uraian dengan maksud untuk mengukur kemampuan menganalisis argumen serta kemampuan melakukan dan mempertimbangkan induksi. Soal tes ini diberikan secara tertulis dalam bentuk uraian karena berkaitan juga dengan hasil belajar kategori tingkat tinggi yaitu kemampun berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam matematika (Ibrahim:2007).


(29)

Tes kemampuan berpikir kritis ini disusun oleh penulis dengan langkah-langkah pengembangan sebagai berikut: Menyusun kisi-kisi yang sesuai dengan bahan ajar kemampuan berpikir kritis, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, nomor soal. Langkah kedua menyusun soal tes berdasarkan kisi-kisi serta membuat alternatif kunci jawabannya. Langkah ketiga yaitu menilai validitas isi soal, validitas konstruk, dan kebenaran kunci jawaban. Langkah keempat mempertimbangkan keterbacaan soal, apakah soal-soal tersebut dapat dipahami atau tidak. Dan langkah terakhir mengujicobakan soal tes yang dilanjutkan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

Untuk memperoleh data yang autentik, maka diperlukan sistem penskoran yang proporsional untuk tiap item soal dari kedua tes. Soal yang diberikan berbentuk soal pemecahan masalah dan skor jawaban peserta didik disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.1 yang merupakan pengembangan dari Enis (1981) hasil modifikasi dari Mathematics General Rubric (Hudiono, 2007:38). Penjabaran kemampuan berpikir kritis didasarkan pada empat indikator yaitu: 1) Mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, 2) Menggeneralisasi 3) Menganalisis algoritma, 4) Memecahkan masalah,

Tabel 3.1

Rubrik Peskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan Kritis yang

Dinilai Reaksi terhadap soal/masalah Skor

Mengidentifikasi dan

menjastifikasi konsep

 Tidak memberikan konsep yang

diharapkan untuk memecahkan masalah

1


(30)

 Memberi konsep yang tidak

relevan dengan pemecahan

masalah

 Memberi konsep tetapi

penyelesaian salah

 Memberi konsep dan penyelesaian

benar

2

3

4

Menggeneralisasi  Tidak memberi jawaban

 Memberi jawaban yang tidak rinci

dan salah

 Memberi jawaban yang tidak rinci

tetapi hasil benar

 Memberi jawaban yang rinci tetapi

hasil salah

 Memberi jawaban yang rinci dan

hasil benar 0 1 2 3 4

Menganalisis Algoritma  Tidak ada penyelesaian

 Ada penyelesaian tetapi prosedur

tidak jelas

 Menggunakan satu prosedur dan

mengarah pada jawaban benar

 Menggunakan satu prosedur yang

benar tetapi salah menghitung

 Menggunakan satu prosedur dan

jawaban benar 0 1 2 3 4

Memecahkan Masalah  Tidak memahami masalah/tidak

ada jawab

 Tidak memperhatikan

syarat-syarat soal/interpretasi soal kurang tepat

 Merencanakan penyelesaian tetapi

konsep tidak tepat

 Memberi konsep tetapi

0

1

2


(31)

penyelesaian salah

 Merumuskan masalah/menyususn

model matematika dengan baik

3

4

b. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Tes kemampuan berpikir kreatif berupa tes uraian yang dikembangkan berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif: kelancaran (fluency); elaborasi (elaboration); keaslian (originality); dan keluwesan (flexibility).

Banyaknya soal untuk tes kemampuan berpikir kreatif ini tujuh item soal yang terdiri dari dua soal untuk mengukur kemampuan berpikir keaslian, dua item soal untuk mengukur berpikir kelancaran, dua item untuk mengukur kemampuan berpikir kelenturan, dan satu soal untuk mengkur kemampuan berpikir keterperincian. Tes kemampuan berpikir kreatif ini penulis susun dengan langkah-langkah pengembangannya sama seperti yang dilakukan pada penyusunan tes kemampuan berpikir kritis.

Soal untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif disusun dalam bentuk tes uraian. Soal yang diberikan berbentuk soal pemecahan masalah dan skor jawaban peserta didik disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.2 yang merupakan pengembangan dari Enis (1981) hasil modifikasi dari Mathematics General Rubric (Hudiono, 2007:38). Penjabaran kemampuan berpikir kreatif didasarkan pada empat indikator yaitu : 1)

Originality (keaslian), 2) Fluency (kelancaran), 3) Flexibility (kelenturan). 4) Keterperincian.


(32)

Tabel 3.2

Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan

Kreatif yang Dinilai Reaksi terhadap soal/masalah Skor

Originality (Keaslian)  Tidak menjawab

 Tidak menggambarkan gagasan/ide dalam

memberikan jawaban dan mengarah pada jawaban salah

 Tidak menggambarkan gagasan/ide dalam

memberikan jawaban tetapi mengarah pada jawaban benar

 Menggambarkan gagasan/ide dalam

memberikan jawaban tetapi mengarah pada jawaban salah

 Menggambarkan gagasan/ide dalam

memberikan jawaban dan jawaban benar

0 1 2 3 4

Fluency (Kelancaran)  Tidak memberikan ide yang diharapkan

untuk memecahkan masalah

 Memberi ide yang tidak relevan dengan

pemecahan masalah

 Memberi ide tetapi penyelesaian salah

 Memberi ide dan penyelesaian benar

1

2

3 4

Flexibility (Kelenturan)  Tidak menjawab

 Memberi jawaban yang tidak beragam

dan salah

 Memberi jawaban yang tidak beragam

tetapi benar

 Memberi jawaban yang beragam tetapi

salah

 Memberi jawaban yang beragam dan

benar 0 1 2 3 4

Keterperincian  Tidak memberi jawaban

 Memberi jawaban yang tidak rinci dan

0 1


(33)

salah

 Memberi jawaban yang tidak rinci tetapi

hasil benar

 Memberi jawaban yang rinci tetapi hasil

salah

 Memberi jawaban yang rinci dan hasil

benar

2

3

4

c. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen tes yang disusun untuk tes kemampuan berpikir kritis dan tes kemampuan berpikir kreatif masing-masing terdiri dari dua set soal, satu set untuk pretes dan satu set untuk postes. Setelah mendapatkan persetujuan dari pembimbing kemudian diujicobakan kepada peserta didik kelas VI di Sekolah Dasar Laboratorium-Percontohan UPI Bandung. Selanjutnya penulis menganalisis hasil uji coba tersebut untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal tersebut.

1. Uji Validitas

Untuk menentukan validitas isi soal tes kemampauan berpikir kritis dan kreatif yang dipakai pada penelitian ini, dilakukan atas pertimbangan dari ahli atau orang yang dianggap ahli dalam hal tersebut (Sugiyono, 2009). Untuk memperoleh item soal atau set soal yang memiliki validitas banding yang handal, digunakan perhitungan dengan menggunakan rumus produk momen dari Pearson (Arikunto, 2007:72). Koefisien korelasi hasil perhitungan kemudian diinterpretasikan, dengan klasifikasi menurut Arikunto (2007:75) adalah sebagai berikut : 0,00 < rxy ≤ 0,20 (validitas sangat rendah), 0,20 < rxy ≤ 0,40


(34)

(validitas rendah), 0,40 < rxy ≤ 0,60 (validitas sedang), 0,60 < rxy ≤ 0,80

(validitas tinggi), 0,80 < rxy ≤ 1,00 (validitas sangat tinggi).

Hasil perhitungan rxy di atas dibandingkan dengan rxy tabel dengan derajat

kebebasan (df) = (n-2) dan menggunakan taraf signifikansi 5 %. Perhitungan korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan bantuan program Excel. Untuk hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.1 halaman 266 dan B.4 halaman 277.

Hasil analisis validitas item soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis untuk Pretes dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.3

Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Pretes) Nomor soal rxy hitung Validitas Keterangan

1 0,741 tinggi dipakai

2 0,753 tinggi dipakai

3 0,753 tinggi dipakai

4 0,642 tinggi dipakai

5 0,846 sangat tinggi dipakai

6 0,910 sangat tinggi dipakai

7 0,906 sangat tinggi dipakai

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas, dapat diketahui bahwa item soal untuk Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis memiliki derajat validitas tinggi untuk soal nomor 1, 2, 3, 4, dan validitas sangat tinggi untuk soal nomor 5, 6, dan 7. Dengan demikian seluruh item soal tersebut dipakai dalam penelitian.

Sedangkan hasil analisis untuk item soal Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini.


(35)

Tabel 3.4

Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Postes) Nomor soal rxy hitung Validitas Keterangan

1 0,756 tinggi dipakai

2 0,767 tinggi dipakai

3 0,718 tinggi dipakai

4 0,597 sedang dipakai

5 0,828 sangat tinggi dipakai

6 0,870 sangat tinggi dipakai

7 0,913 sangat tinggi dipakai

Dari Tabel 3.4 di atas, diketahui bahwa item soal untuk Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis memiliki derajat validitas tinggi untuk soal nomor 1, 2, dan 3, validitas sedang untuk soal nomor 4, dan validitas sangat tinggi untuk soal nomor 5, 6, dan 7. Berdasarkan hal tersebut maka seluruh soal dapat dipakai dalam penelitian ini.

Sementara itu analisis uji validitas item soal untuk Pretes dan Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif hasil perhitungannya secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.7 halaman 288 dan B.10 halaman 299, dengan r tabel untuk n = 30 dengan taraf signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan (df) = (n-2) adalah 0, 361.

Hasil perhitungan validitas untuk item soal Pretes pada Kemampuan Berpikir Kreatif dapat dilihat pada Tabel 3.5 di bawah ini.


(36)

Tabel 3.5

Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Pretes) Nomor Soal rxy hitung Validitas Keterangan

1 0,835 sangat tinggi dipakai

2 0,861 sangat tinggi dipakai

3 0,746 tinggi dipakai

4 0,727 tinggi dipakai

5 0,809 sangat tinggi dipakai

6 0,903 sangat tinggi dipakai

7 0,919 sangat tinggi dipakai

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas, diketahui bahwa soal nomor 3 dan 4 memiliki validitas tinggi, dan soal nomor 1, 2, 5, 6, dan 7 memiliki validitas sangat tinggi. Dengan demikian keseluruhan soal tersebut bisa dipakai dalam penelitian.

Selanjutnya hasil perhitungan uji validitas soal Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6

Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Postes) Nomor Soal rxy hitung Validitas Keterangan

1 0,817 sangat tinggi dipakai

2 0,849 sangat tinggi dipakai

3 0,728 tinggi dipakai

4 0,470 sedang dipakai

5 0,825 sangat tinggi dipakai

6 0,892 sangat tinggi dipakai


(37)

Dari Tabel 3.6 di atas, nampak bahwa soal nomor 1, 2, 5, 6, dan 7 memiliki validitas sangat tinggi. Sedangkan soal nomor 3 validitasnya tinggi dan nomor 4 validitasnya sedang. Berdasarkan hal tersebut, seluruh soal dapat dipakai pada penelitian ini.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui keajegan hasil tes. Suatu tes dinyatakan mempunyai tarap kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2007:86)

Adapun cara menghitung koefisien reliabilitas yang digunakan adalah cara Cronbach Alpha. Hal ini berdasar pendapat Arikunto (2007:109) bahwa untuk menghitung koefisien reliabilitas pada bentuk soal yang memiliki jawaban beraneka ragam, seperti skala likert atau soal uraian menggunakan cara Cronbach Alpa.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan di interpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177), yaitu r ≤ 0,20 (sangat rendah ), 0,20 < r ≤ 0,40 (rendah ),

0,40 < r ≤ 0,60 (sedang), 0,60 < r ≤ 0,80 (tinggi), 0,80 < r ≤ 1,00 (sangat

tinggi).

Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan bantuan program excel. Perhitungan lengkap untuk tes kemampuan berpikir kritis ini disajikan dalam Lampiran B.2 halaman 268 dan B.5 halaman 279. Sedangkan perhitungan


(38)

koefisien reliabilitas untuk tes kemampuan berpikir kreatif disajikan pada Lampiran B.8 halaman 290 dan B.11 halaman 301.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas set soal untuk Pretes dan Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis disajikan dalam Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas

Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis untuk Pretes dan Postes Set Soal r11 rtabel Interpretasi

Pretes Kemampuan Berpikir Kritis 0,89 0,367 sangat tinggi Postes Kemampuan Berpikir Kritis 0,883 0,367 sangat tinggi

Berdasarkan Tabel 3.7 di atas, seluruh soal untuk pretes dan postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis memiliki koefisien yang sangat tinggi, dengan demikian soal ini dipakai pada penelitian.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas set soal untuk Pretes dan Postes pada Tes Kemampuan berpikir Kreatif disajikan dalam Tabel 3.8 berikut ini:

Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas

Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif untuk Pretes dan Postes Set Soal r11 rtabel Interpretasi

Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif 0,91 0,367 sangat tinggi Postes Kemampuan Berpikir Kreatif 0,879 0,367 sangat tinggi


(39)

Pada Tabel 3.8 di atas tampak bahwa set soal untuk Pretes dan Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif memiliki reliabilitas sangat tinggi. Dengan demikian set soal ini dipakai pada penelitian.

3. Analisis Tingkat Kesukaran

Bermutu atau tidaknya butir-butir soal pada instrumen dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir soal tersebut. Soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila soal-soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak dapat merangsang peserta didik untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik putus asa dan tidak bersemangat lagi untuk mencoba karena diluar jangkauannya (Arikunto, 2007:207).

Setelah diperoleh nilai tingkat kesukaran atau indeks kesukaran soal, selanjutnya diinterpretasikan dengan mengacu pada ketentuan yang diajukan Suherman dan Sukjaya (1990:213)

Perhitungan indeks kesukaran dilakukan dengan menggunakan program Excel. Perhitungan lengkap untuk tes kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Lampiran B.3 halaman 271 dan Lampiran B.6 halaman 282. Sedangkan perhitungan lengkap indeks kesukaran untuk tes kemampuan berpikir kreatif disajikan dalam Lampiran B.9 halaman 293 dan Lampiran B.12 halaman 304.

Hasil perhitungan indeks kesukaran item soal Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis disajikan dalam Tabel 3.9 berikut ini:


(40)

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Pretes) Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,313 sedang

2 0,359 sedang

3 0,281 sukar

4 0,328 sedang

5 0,422 sedang

6 0,563 sedang

7 0,453 sedang

Dari Tabel 3.9 di atas diperoleh tingkat kesukaran untuk soal nomor 3 tergolong sukar, sedangkan soal lainnya tingkat kesukarannya sedang. Dengan demikian seluruh soal ini dapat dipakai dalam penelitian.

Hasil perhitungan indeks kesukaran item soal Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis disajikan dalam Tabel 3.10 berikut ini:

Tabel 3.10

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Postes) Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,484 sedang

2 0,406 sedang

3 0,250 sukar

4 0,343 sedang

5 0,359 sedang

6 0,453 sedang

7 0,469 sedang

Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, diperoleh tingkat kesukarannya soal-soal tersebut berderajat sedang, kecuali untuk soal nomor 3 tergolong sukar. Dengan demikian seluruh soal ini dapat dipakai dalam penelitian.


(41)

Selanjutnya hasil perhitungan indeks kesukaran item soal Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif disajikan dalam Tabel 3.11 berikut ini:

Tabel 3.11

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Pretes) Nomor

Soal

Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,359 sedang

2 0,328 sedang

3 0,359 sedang

4 0,234 sukar

5 0,422 sedang

6 0,531 sedang

7 0,500 sedang

Dari data pada Tabel 3.11 di atas, diperoleh informasi bahwa enam soal tingkat kesukarannya sedang, satu soal tingkat kesukarannya berderajat sukar. Dengan demikian dalam penelitian ini seluruh soal dapat dipakai.

Berikutnya hasil perhitungan indeks kesukaran item soal Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif disajikan dalam Tabel 3.12 berikut ini:

Tabel 3.12

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Postes) Nomor

Soal

Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,391 sedang

2 0,391 sedang

3 0,391 sedang

4 0,297 sukar

5 0,434 sedang

6 0,500 sedang


(42)

Berdasarkan Tabel 3.12 di atas, diperoleh informasi bahwa hanya soal nomor 4 yang sukar, sedangkan yang lainnya tingkat kesukarannya sedang. Oleh karena itu soal-soal ini dipakai pada penelitian.

4. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara peserta didik berkemampuan tinggi dengan peserta didik berkemampuan rendah (Arikunto, 2007:211). Perhitungan daya pembeda dilakukan dengan menggunakan program Excel. Perhitungan lengkap Daya Pembeda ini disajikan dalam Lampiran B.3 halaman 271 , B.6 halaman 282, B.9 halaman 293, dan B.12 halaman 304.

Hasil perhitungan Daya Pembeda untuk soal Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis disajikan dalam Tabel 3.13 berikut ini.

Tabel 3.13

Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Pretes) Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,500 baik

2 0,531 baik

3 0,313 cukup

4 0,406 cukup

5 0,500 baik

6 0,750 baik

7 0,719 baik

Dengan memperhatikan Tabel 3.13 di atas, soal-soal untuk Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis memiliki Daya Pembeda yang termasuk pada kategori baik.


(43)

Hasil perhitungan Daya Pembeda item soal Postes untuk Tes Kemampuan Berpikir Kritis dapat dilihat pada Tabel 3.14 di bawah ini.

Tabel 3.14

Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis (untuk Postes) Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,469 baik

2 0,563 baik

3 0,250 cukup

4 0,375 cukup

5 0,594 baik

6 0,906 sangat baik

7 0,938 sangat baik

Berdasarkan Tabel 3.14 di atas, soal-soal untuk Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis memiliki Daya Pembeda yang termasuk pada kategori baik. Untuk soal nomor 6 dan 7 berkategori sangat baik.

Hasil perhitungan Daya Pembeda untuk item soal Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif disajikan dalam Tabel 3.15 berikut ini.

Tabel 3.15

Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Pretes) Nomor

Soal

Daya Pembeda Interpretasi

1 0,594 baik

2 0,469 baik

3 0,469 baik

4 0,406 baik

5 0,281 cukup

6 0,625 baik


(44)

Berdasarkan Tabel 3.15 di atas, soal-soal untuk Pretes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif memiliki Daya Pembeda yang termasuk pada kategori baik.

Untuk hasil perhitungan Daya Pembeda item soal Postes pada Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dapat dilihat pada Tabel 3.16 di bawah ini.

Tabel 3.16

Perhitungan Daya Pembeda Item Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (untuk Postes) Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,594 baik

2 0,594 baik

3 0,531 baik

4 0,406 baik

5 0,563 baik

6 0,688 baik

7 0,719 sangat baik

Dari Tabel 3.16 di atas diketahui bahwa seluruh item soal memiliki daya pembeda berkategori baik. Sedangkan untuk soal nomor 7 berkategori sangat baik.

2. Skala Sikap Peserta Didik

Skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik terhadap pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah. Dalam hal ini peserta didik diminta kesediaannya untuk memberikan pendapat atau sikap terhadap pernyataan-pernyataan baik itu positif ataupun negatif.

Skala sikap ini memiliki pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (SS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Instrumen skala sikap ini


(45)

diberikan kepada peserta didik setelah keseluruhan proses pembelajaran dan postes selesai dan diberikan pada kelas eksperimen saja.

Pembuatan skala sikap ini mengacu kepada ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif. Selanjutnya skala sikap ini dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk meminta pertimbangan mengenai validitas isi skala sikap tersebut. Skala sikap dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jawaban responden (Mulyana, 2005)

Hasil ujicoba angket skala sikap dianalisis menggunakan program Excel dengan uji Alpha-Cronbach. Dari 28 item pernyataan yang diberikan kepada 30 responden, didapatkan hasil bahwa ke 28 pernyataan tersebut valid dan reliabel maka semuanya dapat dipakai dalam penelitian ini. Selanjutnya mengenai pemberian skor dan perhitungan lengkap disajikan dalam Lampiran B.13 halaman 310.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur aktivitas peserta didik dan guru selama proses pembelajaran berlangsung, interaksi antara peserta didik dan guru, serta interaksi peserta didik dengan peserta didik dalam pembelajaran pemecahan masalah. Lembar observasi terdiri dari dua bagian yaitu lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi bagi peserta didik. Guru bertindak sebagai pelaksana langsung model pembelajaran pemecahan masalah di kelas Eksprimen. Sedangkan pengamatan terhadap aktivitas peserta didik dilakukan oleh peneliti dan 1 orang guru di sekolah tersebut sebagai observer. Pengamatan


(46)

dilakukan selama tujuh kali pertemuan dan hasilnya dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan. Sedangkan daftar isian adalah daftar pertanyaan bagi guru pengamat yang telah mengamati proses pembelajaran. Lembar observasi untuk peserta didik dan guru berturut-turut disajikan dalam Lampiran A.12 halaman 173 dan Lampiran A.13 halaman 176 . Sementara itu hasil analisis observasi peserta didik dan guru berturut-turut disajikan dalam Lampiran C.48-C.50 halaman 376-378 dan Lampiran C. 51-C.53 halaman 379-383.

4. Kuesioner

Kuessioner ini diberikan kepada guru-guru di sekolah tempat penelitian. Dalam kuessioner ini diberikan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam hal ini para guru diharapkan untuk melengkapi daftar isian sebagai informasi atau pendapatnya. Lembar kuesioner untuk guru disajikan dalam Lampiran A.14 halaman 179.

5. Jurnal

Jurnal berisi kesan peserta didik selama dilaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah. Pengisian jurnal oleh peserta didik untuk memperoleh gambaran mengenai tanggapan dan minat peserta didk terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Menganalisis jurnal kesan peserta didik dengan mengelompokan kesan atau komentar peserta didik dalam kelompok komentar positif, negatif, biasa, atau


(47)

tidak berkomentar kemudian dihitung persentasenya. Format Jurnal tercantum dalam Lampiran A. 17 halaman 183.

6. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui sikap dan kesan peserta didik secara langsung terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Wawancara berisi tanggapan peserta didik terhadap penyajian pembelajaran oleh guru, proses pembelajaran yang dialami, penyajian masalah, serta soal-soal pemecahan masalah yang tergolong soal-soal non rutin. Wawancara juga dilaksanakan dengan guru yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Wawancara dengan guru dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan pendapatnya terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Pedoman wawancara termuat dalam Lampiran A.15 dan A.16 halaman 181 dan 182.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ada enam cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu melalui tes, skala sikap, lembar observasi, kuesioner, jurnal dan wawancara. Tes dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran, sedangkan skala sikap, jurnal, kuesioner, dan wawancara dilakukan setelah selesai pembelajaran dan postes. Lembar observasi dilakukan selama pembelajaran berlangsung untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas pembelajaran siswa.


(48)

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1. Pengolahan Data Hasil Tes

a) Memberikan skor jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

b) Membuat tabel yang berisikan skor tes hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c) Menghitung rerata skor tes setiap kelas

d) Menghitung deviasi standar untuk mengetahui penyebaran kelompok e) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi

normal atau tidak dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

f) Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi populasi data tes dengan menggunakan uji Levene.

g. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-Gains) dengan rumus:

g =

e Maks

e Post

S S

S S

Pr Pr

 

(Hake dalam Nirmala, 2009)

h. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata ( uji-t) dengan menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Samples Test.


(49)

2. Pengolahan data skala sikap 3. Pengolahan data lembar observasi

4. Pendeskripsian tanggapan guru tentang pembelajaran dan tes yang diberikan yang diperoleh dari data kuesioner

5. Pendeskripsian tanggapan peserta didik tentang pembelajaran dan tes yang diberikan yang diperoleh dari data jurnal dan wawancara.

G. Bahan Ajar

Bahan ajar yang dikembangkan dalam studi ini dirancang sesuai dengan pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pemecahan masalah, dengan materi beradasarkan kurikulum KTSP untuk kelas V semester I. Dengan materi bahasan luas bangun datar dan volume bangun ruang. Selain itu, bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen didesain sesuai dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik dalam matematika, seperti: kemampuan menganalisis argumen, melakukan dan mempertimbangkan induksi, berpikir lancar, luwes, orisinil, dan elaborasi, dapat berkembang dengan baik.

Secara umum bahan ajar yang dikembangkan untuk pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah memiliki dua bentuk, yaitu bahan ajar yang dikemas dalam bentuk pemecahan masalah dan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk pengantar pada masalah. Bahan ajar yang dikemas dalam bentuk pengantar kepada masalah disampaikan secara langsung tanpa melalui pengolahan dalam aktivitas belajar. Dengan kata lain bahan ajar yang dikemas dalam bentuk pengantar pada masalah ini mempunyai sifat informatif. Hal ini sesuai dengan


(50)

yang dikemukakan Suryadi (2005) bahwa bahan ajar yang disampaikan secara langsung tanpa melalui pengolahan dalam aktivitas belajar disebut bahan ajar yang bersifat informatif. Sedangkan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk sajian masalah menuntut peserta didik untuk berpikir lebih dari biasa dan beraktivitas mengarah pada kemampuan berpikir kritis dan kreativitas peserta didik dalam matematika yang diharapkan. Secara lengkap bahan ajar termuat dalam Lampiran A.19 halaman 223.

H. Kegiatan Pembelajaran

Proses dan praktek pembelajaran akan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Kebanyakan proses dan praktek pembelajaran hanya membuat peserta didik malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran, penyebabnya adalah kurang berpartisipasinya peserta didik dalam pembelajaran di kelas, yang merupakan akibat dari pendekatan yang kurang tepat dalam mengaktifkan peserta didik dalam belajar. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar matematika peserta didik yang diharapkan, termasuk diantaranya permasalahan kurang berpartisipasinya peserta didik dalam pembelajaran tersebut.

Sesuai dengan desain penelitian yang dikemukakan di atas, di kelas kontrol pembelajaran dilakukan melaui pendekatan konvensional (biasa), sedangkan di kelas eksperimen pembelajaran dilakukan melalui pendekatan pembelajaran pemecahan masalah matematika.


(51)

Kegiatan pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan sebagaimana biasanya guru memulai pembelajarannya dengan membahas soal-soal yang diberikan waktu yang lalu, kemudian dilanjutkan dengan memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, dan berakhir dengan memberikan soal-soal rutin untuk latihan serta ditutup dengan memberikan pekerjaan rumah.

Sedangakan proses pembelajaran pada kelas eksperimen, aspek-aspek pembelajaran yang menyangkut bahan ajar dan pola interaksi di dalam kelas yang dijabarkan dalam bentuk skenario pembelajaran. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.18 halaman 184.

Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Awal (± 10 menit)

a. Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik untuk menggali kemampuan awal yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

b. Peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen terdiri dari 4-5 orang. Pengelompokan berdasarkan hasil pretes matematika peserta didik.

2. Kegiatan Inti (± 50 menit)

a. Peserta didik dihadapkan pada masalah:


(52)

 Guru membagikan bahan ajar pada setiap peserta didik, yang disajikan dalam bentuk soal-soal pemecahan masalah yang harus didiskusikan pada kelompok masing-masing.

 Guru mempersilahkan peserta didik untuk membaca dan memahami LKPD sebelum diskusi kelompok, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, barangkali ada bagian-bagian yang perlu dijelaskan.

b. Diskusi kelompok

 Peserta didik berdiskusi dengan teman satu kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

 Pada saat peserta didik berdiskusi, guru berkeliling pada setiap kelompok untuk memberikan bantuan pada kelompok yang mengalami kesulitan.

 Guru membantu kelompok yang mengalami kesulitan dengan menggunakan teknik scaffolding, artinya guru memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan secara lisan agar peserta didik sampai pada solusi. Guru memberikan bantuan kepada peserta didik secukupnya hanya pada saat peserta didik mengalami kesulitan saja.

c. Diskusi Kelas /menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas

 Setelah diskusi kelompok, guru mempersilakan peserta didik untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.

 Menyajikan hasil kelompok secara bergiliran. Kesempatan pertama diberikan kepada kelompok yang siap menyajikan hasil pekerjaannya,


(53)

tetapi seandainya tidak ada kelompok yang siap maju, guru menunjuk kelompok secara acak untuk menyajikannya di depan kelas.

 Pada saat satu kelompok menyajikan pekerjaanya di depan kelas (perwakilan), anggota kelompok lain mencermati, mengoreksi, terhadap pekerjaan yang disajikan.

 Kelompok lain memberikan tanggapan terhadap apa yang disajikan. Kelompok penyaji menanggapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik atau kelompok lain.

 Selama diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator dan moderator jalannya diskusi supaya peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuannya.

 Guru bersama-sama dengan peserta didik melakukan refleksi yaitu menganalisis kembali proses pemecahan masalah yang telah disajikan.

 Apabila proses pemecahan masalah sudah benar, maka guru bertanya kepada peserta didik mengenai alternatif pengerjaan yang lain.

d. Guru meminta peserta didik untuk memahami setiap cara pengerjaan yang disajikan oleh setiap kelompok dan bertanya apabila ada cara penyelesaian masalah yang diberikan tidak dipahami.

3. Kegiatan Akhir (± 10 menit)

 Guru mengulas kembali tentang konsep yang telah dipelajari, dan membimbing peserta didik untuk membuat rangkuman materi pembelajaran yang dianggap penting.


(54)

 Peserta didik diberi soal latihan secara individu sebagai tahapan mengaplikasikan konsep yang baru saja dipahami.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal

Guru menginformasikan materi dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran serta melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab.

b. Kegiatan Inti

 Guru menjelaskan materi pelajaran

 Guru memberikan latihan-latihan soal, peserta didik diminta menyelesaikan secara individu

 Guru meminta salah seorang peserta didik untuk mengerjakan di depan kelas

 Guru mengecek pemahaman peserta didik dengan memberi respon lanjutan dan meminta peserta didik lain untuk memberikan tanggapan terhadap pekerjaan peserta didik yang maju ke depan kelas.

 Guru memberikan kesempatan pada peserta didik yang belum memahami konsep untuk bertanya.

c. Kegiatan Akhir

 Guru membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari.


(55)

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah kegiatan berikut ini:

1. Sebagai langkah awal, peneliti berkonsultasi kepada Kepala UPTD Pendidikan Dasar Kecamatan Cigedug Kabupten Garut untuk mengumpulkan informasi mengenai keadaan Sekolah Dasar di wilayah tersebut.

2. Menentukan sampel penelitian, yang selanjutnya sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kotrol dengan kategori level sekolah tinggi, sedang dan kurang.

3. Mengadakan observasi terhadap sekolah yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian

4. Membuat kesepahaman dengan guru kelas V dan memberikan pelatihan penerapan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) agar penelitian bisa berjalan sesuai rencana yang sudah disiapkan.

5. Mengadakan pretes kepada masing-masing kelompok untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika yang terkait langsung dengan bahan ajar, yaitu konsep luas bangun datar dan volume bangun ruang di kelas V.

6. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah pada kelompok eksperimen, dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol selama 14 jam (7 kali pertemuan).

7. Memberikan tes pada akhir pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar siswa (2 jam pelajaran).


(56)

8. Memberikan data angket, kuessioner, jurnal, dan wawancara kepada peserta didik dan guru.

9. Mengolah dan menganalisis data.


(1)

c. Karena masalah yang disajikan berupa soal non-rutin itulah maka alokasi waktu hendaknya diperhatikan. Soal-soal non-rutin memerlukan waktu yang relatif lama bagi peserta didik untuk memahami dan memecahkan masalah tersebut.

d. Indikator-indikator dalam kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif yang dikembangkan sangat menuntut media pembelajaran yang bergam, maka bagi penelitian lanjut agar menjadi bahan pertimbangan.

e. Guru adalah penentu keberhasilan dalam penelitian, untuk penelitian lebih lanjut agar memperhatikan kalender pendidikan agar kegiatan guru memungkinkan untuk terlaksananya proses pembelajaran dengan baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, G.P.(2011). Keterampilan Berpikir Kritis. [ Online]. Tersedia: http://psb-psma.org/content/blog/3992. [ 16 Agustus 2011].

Ahmad. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan masalah

matematika siswa SLTP dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Baron, J. B. dan Sternberg, R. J. (1987). Teaching Thinking Skill: Theory

and Practise. New York: W.H. Freeman and Company.

Bay, J. (2000). Linking Problem Solving to Student Achievement in

Mathematics: Issues and outcome.

Online .

Tersedia: http://www.ncacasi.org/jsi/isi/2000V. problem solving.

6Desember2009

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual

terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar kelas awal dalam Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI : Tidak

Diterbitkan.

Diar. (2011). Apa Itu Berpikir Kritis (Critical Thinking. [ Online]. Tersedia: http://www.blogdiar.biz/2011/09/.html. [ 21 Oktober 2011].

Djamarah, S. B. dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Dwi, M. E. (2005). Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis

Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur – No.06/Th.V/Juni 2006.

Online Tersedia:

http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal59-68%20Peran%20Guru. Pdf

6Desember2009

.

Ennis, R. H. (1981). Critical Thinking. United States of America : Pretice-Hell, Inc.


(3)

Evan, J. R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management

Science. USA : South-Western Publishing Co.

Foshay, R. dan Kirkley. (2003). Principles for Teaching Problem Solving.

Online . Tersedia: www://http. Plato.com/download/paper/paper

_04. pdf.

26November2009

.

Glazer, E. (2004). Technology Enhanced Learning Environment that are

Conductive of Critical Thinking in Mathematics. Implication for

Reaserch about Critical Thinking on the World Wide Web.

Online . Tersedia:

http://:www.lonestar.texas,net/-mseifert/crit2. html.

6Desember2009

.

Harsanto, R. (2005). Melatih Anak Berpikir Analisis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta : Grasindo

Hasbullah, L. (2000). Penerapan Model Pengajaran Pemecahan Masalah

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Madrasyah Aliyah. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Hassoubah, I. J. (2004). Cara Berpikir Kreatif dan Kritis. Bandung: Nuansa.

Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa SLTP Melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil. (Tesis). Bandung: UPI

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi PPS UPI Bandung. Tidak di

Publikasikan.

Hudiono, B. (2007). Mengenal Pendekatan Open-Ended Problem Solving

Matematika. Pontianak: STAIN Pontianak Press.

Ibrahim. (2007). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended. Tesis pada SPs UPI.

Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Krulik dan Reys. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.


(4)

LaMoma. (2011). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika. [ Online]. Tersedia: http://p4mriunpat.wordpress.com/2011/11/14/ . [ 16 November 2011]

Mulyana, T. (2005). Upaya meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematik Siswa SMA Jurusan IPA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Deduktif Induktif. Tesis pada SPs UPI. Bandung:

Tidak Dipublikasikan.

Munandar, S .C. U. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Musbikin, I. (2006). Mendidik Anak Kreatif ala Einstein. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School

Mathematics. Virginia: NCTM Inc.

NCTM. (2000). Defining Problem Solving.

Online . Tersedia:

http://www.leaner.org/channel/courses/teachingmath/grades_2/sess ion 03/sectio 03 a.html.

20November2009

.

Nirmala,(2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematik. Tesis pada SPs UPI.

Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Patmawati, H. (2008). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan

Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. Tesis UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princenton University Press.

Riduwan. (2007). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Riedesel, C. A. (2005). Teaching Elementary School Mathematics. New

York: Prentice-Hall, Inc.

Rohaeti. (2008). Pembelajaran Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI.


(5)

Ruseffendi,E.T.(1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan

Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Sabandar, J. (2008). ’’Berpikir Reflektif ’’. Prodi Pendidikan Matematika SPs UPI, Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudiarta, I. G. P. (2007). ”Pengembangan Pembelajaran Pendekatan Tematik Berorientasi Pemecahan Masalah Matematika Terbuka untuk Mengembangkan Kompetensi Berpikir Divergen, Kritis, dan

Kreatif”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. (069), 1004-1023.

Sudjana, N. (2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sumarmo, U. (2000). Pengembanagan Model Pembelajaran Matematika

untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian

UPI.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, E. et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan

Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukasno. (2002). Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam

Pembelajaran Trigonometri. Tesis PPS-UPI Bandung: Tidak

Dipublikasikan.

Sukmadinata, N. S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(6)

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa,

dan Bagaimana Mengembangkan pada Peserta Didik. [ Online].

Tersedia: http://dc365.4shared.com/doc/ourBAi09/preview.html. [ 16 Agustus 2011].

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Supriadi, D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak

Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat tinggi Siswa SLTP. Desertasi UPI. Bandung:

Tidak Dipublikasikan.

Suryadi, D. dan Herman, T. (2008). Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

Suwangsih, E. (2004). Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis PPS-UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Suwardi, E. (2003). Pembelajaran Keterampilan Proses melalui Kerja

Kelompok pada Siswa Sekolah Dasar. (Tesis). Bandung: UPI.

Tidak dipublikasikan.

Takwin, B. (2006). Pendidikan Usia Dini (Mengajar Anak Berpikir

Kritis). Jakarta: Kompas Media.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita