OPINI PELAJAR KELAS XI TENTANG BERITA MENURUNNYA TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL SMA/MA SEDERAJAT 2010 DI MEDIA MASSA (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Opini Pelajar Kelas XI Di Kabupaten Manggarai Barat Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Uj

(1)

(Studi Deskriptif Kuantitatif mengenai Opini Pelajar Kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional

SMA/MA Sederajat Tahun 2010 di Media Massa)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh:

VINSENSIA GERE

0643010331

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA


(2)

Manggarai Barat tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Tahun 2010 Di Media Massa)

Nama Mahasiswa : Vinsensia Gere

NPM : 0643010331

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah Dipertahankan Di Hadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JATIM Pada 2 September 2010

Pembimbing Utama

Dra. Herlina Suksmawati M.Si. NIP. 19941225 199309 2001

Tim Penguji 1. Ketua

Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199309 2 001 2. Sekretaris

Dra. Herlina Suksmawati M.S. NIP. 19941225 199309 2001  3. Anggota

Drs. Kusnarto, M.Si

NIP. 19580801 198402 1 001

Mengetahui DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718 198302 2001

ii   


(3)

KELULUSAN UJIAN NASIONAL SMA/MA SEDERAJAT DI MEDIA MASSA (Studi Deskriptif Kuantitatif mengenai Opini Pelajar Kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional

SMA/MA Sederajat Tahun 2010 Di Media Massa)

Nama Mahasiswa : Vinsensia Gere

NPM : 0643010331

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Herlina Suksmawati Msi. NIP. 19941225 199309 2001

DEKAN

Dra. Hj. Suparwati M.Si NIP. 195507181983022001  

iii   


(4)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat yang telah diberikan-Nya, sehingga masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “OPINI PELAJAR KELAS XI TENTANG BERITA MENURUNNYA TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL SMA/MA SEDERAJAT DI MEDIA MASSA” (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Opini Pelajar Kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat Tahun 2010 di Media Massa). Penulis mengakui bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis menghadapi berbagai permasalahan, dan penulis telah berusaha keras untuk dapat menyelesaikan semua permasalahan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, selesainya penulisan skripsi ini merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai bagi penulis.

Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan berbagai bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih yang sangat besar penulis haturkan kepada :

1. Tuhan Yesus yang telah melimpahkan roh kudus-Nya kepada penulis sehingga penulis masih diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua, Papa dan Mama, terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungan moril dan materiil yang telah diberikan selama ini.

iii   


(5)

4. Bapak Juwito S.Sos, Msi, selaku ketua Jurusan Ilmu Komunikasi.

5. Bapak Drs. Kusnarto, Msi, selaku dosen wali.

6. Ibu Dra. Herlina Suksmawati, Msi, selaku dosen pembimbing utama. Terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan karena telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan pengarahan dan masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan waktu, dorongan dan bimbingan serta ilmu bagi penulis.

8. Kepala dan staff Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Manggarai Barat yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

9. Kepala SMA K St. Ignatius Loyola, Kepala SMA N 1 Komodo dan pelajar kelas XI Kabupaten Manggarai Barat yang telah membantu kelancaran penelitian.

10. Buat teman-teman Komunikasi senasib seperjuangan, Dian, Siti, Ririn, Rahma, Woro, Anita, Ci Sherly, Aldila, dan semua teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih sudah menjadi teman-teman “gank idiot” yang selalu membantu dan memberikan banyak informasi seputar penyusunann skripsi ini.

iv   


(6)

event UNION dan event UKM, juga acara UKM Goes To Sempu yang paling mutakhir sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan pikiran yang tenang.

12. Orang rumah dan adik-adikku tercinta, Garda Marsiana Gere, Maria Fitriana Gere, Aloysius Fernando, Gracia Samantha De Valencia, ponakan-ponakan tersayang, Maria, Andrew, Nino, dan khusus buat Inang juga Mama Ochin, terima kasih atas dorongan moril sehingga penulis bersemangat mengerjakan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih, Tuhan memberkati Kalian. Ping sayang kalian.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna, masih banyak terjadi kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat diterima dengan lapang dada oleh penulis. Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai penutup penulis mengucapkan terima kasih, Tuhan memberkati.

Surabaya, Juni 2010

Vinsensia Gere

v   


(7)

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAKSI ...xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1...Lat ar Belakang Masalah ... 1

1.2...Per umusan Masalah ... 15

1.3...Tuj uan Penelitian ... 15

1.4...Keg unaan Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1...Lan dasan Teori ... 16

vi   


(8)

2.1.2... Media Massa Sebagai Alat Komunikasi ... 18

2.1.3... Pengertian Berita ... 22

2.1.4... Pelajar Sebagai Khalayak Media Massa ... 24

2.1.5... Berita menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di Media Massa ... 30

2.1.6... Konsep Tingkat Kelulusan ... 32

2.1.7... Standar Nilai Kelulusan Ujian Nasional Tingkat SMA Sederajat Tahun Ajaran 2010 ... 34

2.1.8... Opini ... 35

2.1.8.1...P engertian Opini ... 35

vii   


(9)

2.1.8.3...B atasan Opini ... 38

2.1.8.4...P engukuran Opini ... 38

2.1.8.5...P roses Pembentukan Opini ... 39

2.1.9... Teori Jarum Hipodermik ... 42

2.2...Ker angka Berpikir ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 44 3.1...Def inisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 44

3.1.1... Definisi Operasional ... 44

3.1.2... Pengukuran Variabel ... 45

3.1.3... Opini ... 49

viii   


(10)

3.2.1... Populasi ... 50

3.2.2... Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.3...Tek nik Pengumpulan Data ... 53

3.4...Met ode Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1...Ga mbaran Umum Obyek Penelitian ... 55

4.1.1...Ga mbaran Umum Kabupaten Manggarai Barat ... 55

4.1.2...Pela jar Kelas XI ... 59

4.1.3...Pela jar Kelas XI Di Kabupaten Manggarai Barat ... 60

ix   


(11)

Komodo Tahun Ajaran 2009-2010 ... 61

4.1.5...B erita menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Di Media Massa ... 62

4.2...Pen yajian Data ... 65

4.2.1...Ide ntitas Responden ... 65

4.2.1.1...Kar akteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

4.2.1.2...Usi a Responden ... 66

4.2.1.3...Kar akteristik Berdasarkan Sekolah ... 66

4.2.2...Pen ggunaan Media ... 67

4.2.3...O pini Pelajar Kelas XI Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional Di Media Massa ... 70

x   


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1...Kes impulan ... 94

5.2...Sar an ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN ... 99

xi   


(13)

Tabel 3.1. Jumlah Pelajar Kelas XI Tahun Ajaran 2009-2010 di Kabupaten

Manggarai Barat ... 50

Tabel 4.1 Jumlah Pelajar Kelas XI Tahun Ajaran 2009-2010 ... 59

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Sekolah ... 67

Tabel 4.5 Media Yang Digunakan Oleh Responden Untuk Mengetahui Masalah Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat ... 68

Tabel 4.6 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Di Media Massa Mampu Memacu Semangat Anda Untuk Lebih Baik Lagi Menghadapi Ujian Nasional Tahun 2011... 71

Tabel 4.7 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Di Media Massa Memberikan Pelajaran Berharga Kepada Calon Peserta Ujian Nasional 2011 Untuk Lebih Baik Mempersiapkan Diri Menghadapi Ujian Nasional ... 73

Tabel 4.8 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Di Media Massa Memberi Informasi Positif Kepada Calon Peserta Ujian Nasional 2011... 75

Tabel 4.9 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Sederajat Di Media Massa Memberikan Pelajaran Positif Kepada Calon Peserta Ujian Nasional 2011 ... 76

xii   


(14)

Kelangsungan Ujian Nasional 2011 ... 78 Tabel 4.11 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA

Sederajat Di Media Massa Lebih Banyak Memberikan Dampak Positif Daripada Dampak Negatif... 79 Tabel 4.12 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA

Sederajat Di Media Massa Adalah Hal Yang Tidak Perlu Dikhawatirkan ... 81 Tabel 4.13 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA

Sederajat Di Media Massa Adalah Berita Yang Lebih Banyak Di Eskpose Daripada Berita Lainnya ... 83 Tabel 4.14 Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA

Sederajat Di Media Massa Memberikan Lebih Banyak Informasi Positif Daripada Informasi Negatif ... 85 Tabel 4.15 Media Massa Lebih Efektif Dalam Memberitakan Masalah

Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional 2010 ... 87 Tabel 4.16 Hasil Keseluruhan Jawaban ... 89 Tabel 4.17 Arah Opini Pelajar Kelas XI Tentang Menurunnya Tingkat

Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa ... 91

xiii   


(15)

xiv   

Gambar 2.1. Media Massa Cetak ... 20

Gambar 2.2. Hubungan Persepsi – Sikap – Opini ... 37

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Opini ... 41

Gambar 2.4. Model Jarum Hipodermik ... 42

Gambar 2.5. Kerangka Berpikir ... 43


(16)

VINSENSIA GERE. OPINI PELAJAR KELAS XI TENTANG BERITA MENURUNNYA TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL SMA/MA SEDERAJAT 2010 DI MEDIA MASSA (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Opini Pelajar Kelas XI Di Kabupaten Manggarai Barat Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA Dan Sederajat 2010 Di Media Massa).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya masalah menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat yang berkembang pada pemberitaan di media massa sejak awal April 2010. Berawal dari hasil Ujian Nasional yang menurunnya sebanyak 4% dari tahun sebelumnya yakni dari 93,74% menjadi 89,88. Kementrian Pendidikan Indonesia (Kemdiknas), menurut Nuh (Menteri Pendidikan), juga merilis beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia masih menjadi yang terbanyak ketidaklulusan siswa SMA dan MA. Provinsi tersebut diantaranya Gorontalo (53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Maluku Utara (41 persen), Sulawesi Tenggara/Sultra (35 persen), Kalimantan Timur/Kaltim (30 persen) dan Kalimantan Tengah/Kalteng (39 persen).

Penelitian ini menggunakan teori jarum hipodermik, dimana teori dalam ini memiliki asumsi bahwa media sangat ampuh dalam mengkomunikasikan pesan yang dikehendaki oleh komunikator. Masalah menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat dianggap sebagai sesuatu yang dapat disuntikkan langsung kepada pikiran masyarakat, dalam hal ini lebih dikhususkan kepada pelajar kelas XI. Deskripsi opini yang diinginkan mempunyai 3 arah, yaitu opini positif, opini negatif dan opini netral.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan mengambil populasi pelajar kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Metode pengumpulan data dilakukan melalui dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Sedangkan metode analisis yang dipakai dengan membuat tabel frekuensi untuk memudahkan dalam interpretasi data.

Hasil dari penelitian ini adalah diketahui bahwa pelajar kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat mempunyai opini yang netral tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa. Opini tersebut diperoleh berdasarkan jawaban responden dari pernyataan dalam bentuk kuisioner yang meliputi pernyataan seputar berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa. Stasiun televisi TV One turut membentuk arah opini pelajar kelas XI karena stasiun televisi TV One adalah stasiun yang lebih dalam meng-ekspose masalah menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional tahun 2010 secara lebih mendalam.

xii   


(17)

xiii   

menganggap bahwa masalah menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional yang berkembang di media massa, baik untuk dijadikan pelajaran berharga yang dapat memacu semangat pelajar untuk belajar dari kegagalan yang terjadi sebelumnya dan bisa lebih maksimal mempersiapkan diri dalam menghadapi Ujian Nasional tahun 2011 mendatang.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kegiatan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi tidak hanya dilakukan secara tatap muka, namun ada juga yang menggunakan alat bantu media untuk menyampaikan pesan. Media yang menyediakan jasa untuk menyampaikan pesan pada khalayak disebut media massa. (Effendi, 2002:50)

Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan menggunakan sarana tertentu guna mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi Massa adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa (communicating with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan sarana media. Media massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi massa.

Massa sendiri artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang” – kelompok, kerumunan, publik. Menurut Bittner: Mass communication is messages communicated throught a massa medium to a large number of people. William R. Rivers dkk. membedakan antara communication dan communications. Komunikasi adalah proses berkomunikasi. Komunikasi adalah perangkat teknis yang digunakan dalam proses komunikasi, seperti genderang, asap, butir batu, telegram, telepon, materi cetak, siaran, dan film.


(19)

Edward Sapir: Komunikasi = proses primer, terdiri dari bahasa, gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial. Communications = teknik-teknik sekunder, instrumen dan sistem yang mendukung proses komunikasi, e.g. kode morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, pemancar siaran radio/TV.

Menurut William R. Rivers : Komunikasi Massa dapat diartikan dalam dua cara: komunikasi oleh media dan komunikasi untuk massa. Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun memilih-milih media. ( http://id.shvoong.com/social-sciences/1877099-definisi-komunikasi-massa/ diakses 19/05/2010 14:22 PM)

Media massa merupakan sarana untuk menyampaikan isi pesan yang bersifat umum kepada sejumlah orang yang jumlahnya relatif besar, tinggalnya tersebar, heterogen, anonym, melembaga, memiliki perhatian yang berpusat pada isi pesan yang sama, dengan tidak memberikan arus balik secara langsung pada saat itu. Menurut jenisnya media massa dibagi menjadi dua yaitu media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari majalah, tabloid dan surat kabar, sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi dan radio, yang masing-masing media tersebut memiliki sifat, karakter, daya tarik dan ciri khas sendiri-sendiri. (Bungin, 1991:50-51)

Media massa berkembang sesuai dengan perkembangan manusia. Penyiaran berfungsi sebagai komunikasi massa. Penyiaran adalah keterampilan


(20)

manusia ketika berada pada posisi tidak mampu untuk menciptakan dan menggunakan pesan secara efektif untuk berkomunikasi.

Dalam teori media dan masyarakat massa, dikatakan bahwa media memiliki asumsi untuk membentuk masyarakat yakni :

 Media massa memiliki efek yang berbahaya bagi masyarakat. Tahun 1920-an di Eropa penyiaran dikendalikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak buruk di Jerman karena digunakan untuk propaganda Nazi.

 Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pola pikir audiensnya.

 Rata-rata orang terpengaruh oleh media dikarenakan mengalami keterputusan dengan institusi sosial yang sebelumnya melindungi dari efek negatif media. John Dewey berkata bahwa efek nengatif media masih dapat disaring melalui pendidikan.

Sejak tahun 20.000 SM, manusia menggunakan media untuk berkomunikasi dalam bentuk pahatan di dinding gua atau asap api. Tahun 1500 Masehi, Johannes Gutenberg memperkenalkan mesin cetak. Di Indonesia, radio merupakan alat komunikasi penting sejak berdirinya negara ini. Radio digunakan secara luas di bidang pendidikan terutama pendidikan politik seperti mempersiapkan para calon pemilih untuk pemilu pertama pada tahun 1955. Pada masa orde baru, terdapat 39 stasiun RRI di seluruh Indonesia.

Sen & Hill mengatakan bahwa radio juga signifikan dalam melegitimasi kenaikan Soeharto ke tumpuk kekuasaan tahun 1965. Pada masa itu, banyak


(21)

orang mengoperasikan radio dari rumah secara pribadi. Sebagian diantaranya menjadi lebih bersifat politik setelah Insiden 1 Oktober 1965 dan memiliki staf yang terdiri dari sekelompok aktivis mahasiswa yang menentang Presiden Soekarno.

Yang paling terkenal adalah Radio Ampera yang didirikan para aktivis mahasiswa termasuk kakak beradik Soe Hok Gie dan Arif Budiman. Mereka siaran dari rumah Mashuri, tetangga dan orang terpercaya Soeharto.

Dengan demikian, media memperluas komunikasi manusia dalam hal (1) produksi dan distribusi pesan (2) menerima, menyimpan dan menggunakan kembali informasi.

Produksi meliputi penciptaan pesan menggunakan media komunkasi, sedangkan distribusi meliputi (1) transmisi, yakni memindahkan pesan (2) reproduksi yang diikuti amplifikasi (penjelasan) pesan (3) display, membuat pesan tampak nyata secara fisik ketika sampai ke tujuan.

Studi tentang penyiaran sebagai komunikasi massa mesti pula melihat berbagai teori tentang efek komunikasi massa. Diantara teori yang menjelaskan hal tersebut adalah teori stimulus-respons, teori two step flow dan teori difusi inovasi.

Perkembangan radio Perkembangan radio dimulai dari penemuan phonograph (gramofon), yang juga bisa digunakan memainkan rekaman, oleh Edison thn 1877. Marconi, orang yang mengembangkan sistem komunikasi melalui gelombang radio tahun 1896. Baru berhasil pada tahap mengirimkan gelombang radio secara on and off sehingga baru bisa menyiarkan kode


(22)

telegraf. Lee De Frost menemukan vacuum tube tahun 1906. Mampu menangkap signal radio sekalipun lemah. Reginald Fessenden menciptakan penyiaran pertama dengan menggunakan telepon sebagai mikrofon tahun 1906.

Siaran radio secara reguler dimulai tahun 1912 oleh Charles Herrold. Tahun 1919 Frank Conrad menyiarkan produk-produk sebuah department store di AS. Akibatnya angka penjualan radio meningkat tajam hingga 500 ribu buah tahun 1923. Tahun 1922 dilakukan penayangan iklan pada saat siaran oleh stasiun AT&T, di AS dengan memakai sistem operasi telepon. Semua pengiklan dikenai sejumlah tarif siaran yang disebut toll broadcasting. AT&T juga mengembangkan sayap bisnis penyiaran radio secara barjaringan (networking).

Tahun 1926, RCA membuat jaringan NBC (the National Broadcasting Corporation). RCA lalu membuat 2 buah jaringan siaran yakni NBC dan NBC Blue. Sistem jaringan bertahan hingga masa Perang Dunia II, bahkan siaran radio mampu mengalahkan media cetak dalam hal perolehan iklan. Sebelum perang Dunia II, radio memasuki masa keemasan. Radio dijadikan wahana informasi, hiburan sekaligus teman. Banyak stasiun memiliki staf orkestra untuk memainkan jaz.

Dalam melakukan penyiaran, kru siaran memakai tuxedo, dan semuanya dilakukan serba formal. Gaya siaran formal masih berlanjut hingga akhir 1940. Awal 1960 dikembangkan teknologi siaran menggunakan frekuensi FM. Sebenarnya teknologi FM telah ditemukan tahun 1930. Walaupun daya jangkau lebih rendah, namun dibanding AM siaran FM menghasilkan suara


(23)

yang lebih jernih dengan efek suara stereo. Puncak kesuksesan siaran FM telihat tahun 1993 yang dipublikasikan oeh Straubhaard yang mengatakan bahwa 77% pendengar musik berada di wilayah siaran FM.

Perkembangan teknologi FM diikuti booming pendirian stasiun baru radio. Sejarah mencatat bahwa tahun 1962 FCC merevisi peraturan penggunaan ranah FM utk siaran komersial. Revisi tersebut mendorong lahirnya 3.000 stasiun baru di seluruh AS thn 1963. Perkembangan stasiun radio FM juga terjadi melalui perpindahan kepemilikan. Tahun 1996 tak kurang dari 4400 stasiun radio AS berpindah kepemilikan, dimana 700 diantaranya adalah pemindahtanganan dari pemilik lokal ke jaringan stasiun radio.

(http://www.google.co.id/#hl=id&q=sejarah+radio&aq=f&aqi=g10&aql=&oq= &gs_rfai=&fp=bbc639879c40d683 diakses 17/07/2010 10:08 AM)

Sejarah media cetak merupakan sebuah siklus inovasi teknologi yang terus-menerus. Teknologi memfasilitasi penerbitan dan mempengaruhi format-format apa yang mungkin di media, tetapi tidak mendefinisikan isi media. Perkembangan alat yang digunakan dalam pencetakan juga mempengaruhi jumlah halaman yang dihasilkan surat kabar serta jumlah sirkulasinya.

Pada tahun 1960, komputerisasi mulai memimpin berbagai perubahan di dalam lingkungan media cetak. Pada awalnya, komputer hanya digunakan sebagai asisten kerja bagi seorang pengetik. Pada tahun 1970an, komputer menggantikan mesin tik. Pada komputer, teks atau tulisan ditransformasikan secara langsung menjadi film fotografi yang ditransfer kedalam piringan


(24)

logam. Komputerisasi membuat fotografi bersifat digital, sehingga foto tersebut dapat diedit dan ditempatkan secara elektronik.

Saat ini teknologi fotokopi sempat membuat teknologi percetakan seakan tak berarti, paling tidak dalam level aplikasi yang rendah. Pada percetakan, seseorang harus mencetak beberapa lembar naskah yang berarti bahwa ia harus mengeluarkan biaya percetakan, sedangkan dengan mesin fotokopi, hanya dengan mengkopi naskah, seseorang dapat menghemat biaya. Inovasi dalam era informasi lainnya adalah custom publishing, yang bermanfaat pada fleksibilitas publikasi berbasis komputer untuk mencetak bagian dari sebuah buku yang hendak dicetak dengan tujuan tertentu. Custom publishing saat ini telah berkembang menjadi teknologi print-on-demand, yaitu usaha mencetak seluruh isi buku yang telah dipesan oleh pelanggan.

Efek perkembangan teknologi komputer dalam penerbitan literatur adalah dapat menghemat waktu dan tenaga dengan perangkat lunaknya. Salah satunya dalah internet, internet digunakan sebagai saran untuk transaksi perdagangan atau yang dikenal dengan nama e-commerce. Perkembangan ini pun kemudian dilirik oleh berbagai penerbit sebagai sistem distribusi tambahan bagi penjualan buku-buku mereka. Kenal dengan situs amazon.com, situs semacam inilah yang kemudian membantu para penerbit untuk menjula buku-buku mereka. Selain penerbit, konsumen pun diuntungkan karena dengan adanya internet mereka tidak perlu repot-repot pergi ke toko buku. Tinggal klik situsnya, cari bukunya, pesan, transfer uangnya dan buku pun sampai di tangan.


(25)

Dalam mencari berita, seorang jurnalis mengumpulkan berbagai macam sumber berita melalui berbagai macam alat komunikasi yang mungkin. Pada awalnya, jurnalis mendapat dan mengirim berita dengan menggunakan pony express, kemudian ditemukan telegraf yang membuat berita menjadi lebih cepat disajikan. Telegraf kemudian berkembang digunakan dan akhirnya menghasilkan sistem pengumpulan berita dengan nama newswire dengan prinsip kerja seperti berita online sekarang. Sampai dengan saat ini, pengumpulan berita menggunakan hampir semua media yang memungkinkan seperti radio, televisi, kabel, e-mail, dan internet dengan berbagai macam fasilitas yaitu chat room, newsgroup sampai blog pribadi.

Dengan munculnya berbagai macam media dan teknologi yang mendukung pekerjaan seorang jurnalis, munculah bentuk baru dari jurnalisme yaitu backpack journalism. Backpack journalism dikenal juga sebagai pelaporan multimedia (multimedia reporting). Seorang jurnalis dalam membuat suatu liputan membawa mini DV, tape recorder dalam satu paket.

Saat ini banyak media pemberitaan baik cetak maupun siar yang mulai menggunakan dunia maya sebagai salah satu media saluran pemberitaannya. Kita pasti akrab dengan situs kcm.com, tempointeraktif.com, liputan6.com dll. Situs-situs semacam ini merupakan perpanjangan tangan dari media berita cetak dan siar. Selain berita, pada media online ini juga dilengkapi dengan beragam fitur yang mungkin tidak kita dapatkan pada media pemberitaan cetak atau siar biasanya. Salah satunya adalah kita bisa mencari arsip berita yang kita inginkan, tentang topik tertentu dan pada tanggal tertentu. Kita juga dapat


(26)

melakukan kontak dengan redaksi dan bergabung dengan forum yang ada didalamnya. Melihat berbagai klip audio-video sebuah berita.

Media massa yang sering dipergunakan oleh masyarakat pada umumnya adalah televisi. Menurut Effendi (2002:60), kelebihan televisi dari media massa lainnya adalah mampu menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, informasi, maupun pendidikan dengan sangat memuaskan sehingga pesan yang disampaikan oleh televisi bersifat audio visual, dapat dilihat dan didengar. Televisi adalah satu diantara sekian banyak media massa yang tengah berkembang, dan perkembangannya terus menerus dan cepat. Hal ini terbukti dari makin banyaknya stasiun televisi swasta yang bermunculan seperti RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro TV, TV One, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, stasiun-stasiun televisi tersebut bersaing dengan menampilkan berbagai macam acara yang menarik seperti acara hiburan maupun acara yang bersifat informatif yang dimaksudkan untuk dapat menarik perhatian pemirsa.

Pemirsa (television watcher, television viewer) adalah sasaran komunikasi melalui siaran televisi yang karena heterogen, masing-masing mempunyai kerangka acuan (frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda bukan saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayaan, sehingga pada gilirannya berbeda pekerjaan, pandangan hidup, agama dan kepercayaan, cita-cita, keinginan, kesenangan dan lain sebagainya. Kegiatan pemirsa dalam menonton televisi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik kebutuhan berupa informasi, maupun hiburan. (Effendi, 1993:8)


(27)

Opini masing-masing individu berbeda, tergantung dari bagaimana seseorang menanggapi peristiwa tersebut. Opini juga tak bisa dilepaskan dari kepercayaan, nilai dan pengharapan seseorang, sedang nilai berkaitan dengan rasa suka atau tidak suka seseorang dalam menilai sesuatu, sedangkan unsur pengharapan berkaitan dengan harapan seseorang terhadap suatu obyek yang dilandasi pada masa lalu, dan keadaan sekarang.

Dalam bulan April 2010 ini, masyarakat dihebohkan dengan berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat yang berkembang di media massa. Tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat menurun 4 persen dari tahun lalu. Angka kelulusan yang semula 93,74 persen kini merosot menjadi 89,88 persen. Berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan, terdapat 154.079 siswa yang mengulang dari total peserta 1.522.162 siswa. Bagi siswa yang gagal dalam Ujian Nasional 2010 kali ini akan diberikan kesempatan mengikuti ujian ulang pada bulan Mei 2010. (http://www.metrotvnews.com diakses 10/05/2010 11:26 AM)

Total peserta Ujian Nasional 2010 tingkat SMA/MA ini sebanyak 1.522.162 siswa, terdapat 154.079 (10,12 persen) siswa yang mengulang. Sementara jumlah siswa yang tidak mengulang yakni 1.368.083 (89,88 persen). Menurut Mendiknas, hal tersebut juga dapat dilihat dari analisis serta jumlah pengaduan yang diterima di posko UN (Ujian Nasional) jumlahnya jauh berkurang tahun ini. Lagi menurutnya, angka sebesar 89,88 persen adalah kelulusan Ujian Nasional bukan angka kelulusan siswa. Karena siswa juga bisa dinyatakan tidak lulus sekolah, meski nilai Ujian Nasionalnya lulus, tetapi akhlak dan budi pekertinya tidak baik.


(28)

Menurunnya angka kelulusan Ujian Nasional SMA/MA tahun ini, menurut Mendiknas, salah satu faktor penyebabnya adalah pengawasan Ujian Nasional yang lebih ketat. Sehingga siswa mengerjakan soal sesuai dengan kemampuan diri. Selain itu, pemerintah daerah juga tidak memiliku target kelulusan tertentu, sehingga pelaksanaan Ujian Nasional berlangsung lebih jujur. Contohnya, Pemda Gorontalo yang angka kelulusan atau mengulang Ujian Nasionalnya cukup tinggi mencapai 46,22 persen dibanding tahun lalu yang hanya sebesar 1 persen. Hal ini menunjukkan komitmen Pemda Gorontalo dalam menjalankan Pakta Kejujuran dan Integritas.

Dikatakan Nuh (Mendiknas), pengawasan ketat dan tingkat kejujuran tinggi yang terjadi tahun ini, bukan lantas diartikan tahun lalu pengawasan kendor. Menurut Nuh, tahun-tahun sebelumnya pengawasan sudah maksimal.

Mendiknas mengatakan, dari 154.079 siswa yang harus mengulang Ujian Nasional, sebanyak 99.433 siswa (69,55 persen) hanya mengulang satu mata pelajaran, 25.277 siswa yang mengulang dua mata pelajaran, 10.034 siswa mengulang tiga pelajaran (6,5 persen), 4.878 siswa mengulang empat mata pelajaran (3,2 persen), 2.548 siswa (1,7 persen) mengulang 5 mata pelajaran dan 930 siswa (0,6 persen) mengulang 6 mata pelajaran.

Kementrian Pendidikan Indonesia (Kemdiknas), kata Nuh, juga merilis beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia masih menjadi yang terbanyak ketidaklulusan siswa SMA dan MA. Provinsi tersebut diantaranya Gorontalo (53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Maluku Utara (41


(29)

persen), Sulawesi Tenggara/Sultra (35 persen), Kalimantan Timur/Kaltim (30 persen) dan Kalimantan Tengah/Kalteng (39 persen).

Lebih lanjut, Muhammad Nuh mengatakan keprihatinannya terkait pres-tasi siswa SMA dan MA di provinsi DIY Yogyakarta karena prespres-tasi siswa di provinsi ini jauh menurun dibanding tahun lalu. Tahun 2009 siswa SMA dan MA di Yogyakarta lulus 93 persen, tahun ini mereka hanya lulus 76,3 persen.

Ditambahkan Mendiknas, Ujian Nasional yang selama ini dilakukan memberikan gambaran kondisi pendidikan di Indonesia secara lebih baik. Ia lantas mencontohkan untuk sekolah-sekolah di kawasan Timur Indonesia yang biasanya mempunyai tingkat ketidaklulusan, sudah dan akan terus diberikan penangan secara khusus.

Ia menjelaskan, karena Ujian Nasional pula, Kemendiknas mempunyai data detail pemetaan pendidikan di tanah air. Mulai dari daerah kabupaten/kota mana saja yang tertinggal, sekolah yang perlu dibantu hingga pada mata pelajaran dan bab apa yang sekolah itu jauh tertinggal dengan sekolah lain. (http://iptek.tvone.co.id/berita/view/37386/2010/04/24/mendiknas_tingkat_kel ulusan_un_sma_ma_2010_turun_4_persen/ diakses 10/05/2010 12:53 PM).

Jumat 14 Mei 2010 lalu merupakan hari terakhir pelaksanaan Ujian Nasional Ulangan SMA/MA sederajat tahun ajaran 2009-2010, diselenggara-kan serentak di seluruh Indonesia. Ujian Nasional merupadiselenggara-kan parameter tingkat keberhasilan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, dan harus tetap berjalan. Menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat ini menimbulkan polemik seputar dilaksanakan atau tidaknya Ujian Nasional.


(30)

(http://www.pro3rri.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10

898%3Akadisdik-jember-un-harus-tetap-ada&catid=35%3Aberita-foto&Itemid=97 diakses 19/05/2010 07:13 PM)

Karena polemik yang berkaitan dengan berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat itulah, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana opini pelajar tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa.

Opini pemirsa televisi tersebut nantinya dapat bersifat positif, netral dan negatif sebab opini masyarakat terhadap suatu obyek mempunyai arah positif, netral dan negatif, (Effendi, 1990:85). Opini positif berarti, masyarakat memberikan tanggapan positif tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa. Opini negatif berarti masyarakat memberikan tanggapan negatif tentang berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA/MA sederajat pada pemberitaan di media massa. Sedangkan opini netral apabila masyarakat ragu-ragu dan tidak memberikan tanggapan yang pasti tentang berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA/MA di media massa, apakah masalah tersebut merupakan hal yang positif atau negatif.

Pasca kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat, secara otomatis kelas X setelah mengikuti ujian kenaikan kelas akan naik tingkat menjadi kelas XI. Secara keseluruhan kelas XI dipersiapkan secara matang untuk mengikuti Ujian Nasional tahun berikutnya. Mengingat tingkat kelulusan Ujian Nasional merosot setiap tahunnya dikarenakan nilai standar kelulusan yang terus


(31)

meningkat, maka kelas XI yang naik telah duduk di kelas XII tersebut dipersiapkan secara matang dan maksimal agar bisa mengikuti ujian nasional dengan baik dan hasilnya diharapkan bisa lebih baik dari hasil Ujian Nasional tahun sebelumnya.

Sedangkan kelas X yang pasca kelulusan Ujian Nasional tersebut, setelah ujian nasional naik tingkat ke kelas XI, tidak begitu maksimal persiapannya untuk mengikuti Ujian Nasional di tahun yang sudah ditentukan, hal ini disebabkan jangka waktu bagi mereka untuk mencapai masa tersebut (Ujian Nasional), masih terbilang lama yakni 2 tahun, tidak seperti kelas XI yang telah duduk di kelas XII yang hanya memiliki masa 1 tahun untuk mempersiapkan diri mengikuti Ujian Nasional. Karena itu sekolah mempersiapkan kelas XI (yang telah duduk di kelas XII) semaksimal mungkin, dengan tujuan bahwa hasilnya ujian nasional mereka kelak bisa lebih baik dibandingkan hasil Ujian Nasional tahun sebelumnya. (Hasil wawancara langsung dengan Bapak Anton Lalang, staff pengajar di SMAN 1 Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.)

Itulah sebabnya dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah pelajar kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Manggarai Barat ditentukan sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Manggarai Barat merupakan bagian dari wilayah Nusa Tenggara Timur yang tahun 2010 memiliki tingkat kelulusan terendah yakni sebanyak 52,8 persen setelah tingkat tertinggi yaitu daerah Gorontalo (53 persen).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori jarum hipodermik. Alasan digunakan teori jarum hipordermik ini adalah karena teori ini


(32)

memandang bahwa sebuah berita di media massa seakan-akan disuntikkan langsung ke dalam diri komunikan sebagai khalayak media massa tersebut (Effendi, 1993:84). Dalam hal ini materi berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional 2010 tingkat SMA/MA sederajat di media massa ini akan menjadi stimulus bagi pelajar dan respon yang ada dapat dilihat dari opini mereka akan berita tersebut. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA di media massa tersebut seakan-akan disuntikkan secara langsung kepada pelajar, sehingga pelajar seolah-olah percaya atas semua materi isi berita pada berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa tersebut.


(33)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Opini Pelajar Kelas XI Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat Di Media Massa?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Opini Pelajar Kelas XI Tentang Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di Media Massa.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi khususnya mengenai opini masyarakat tentang suatu permasalahan yang berkembang di media massa.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen media massa Indonesia tentang tanggapan masyarakat khususnya pelajar terhadap menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA yang


(34)

berkembang di media massa, dan juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dengan adanya masalah tersebut, baik dari Dinas Pendidikan maupun bagi pelajar itu sendiri.


(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Komunikasi Massa

Joseph A. Devito (Effendi) dalam bukunya, “Communicology : An Introduction To The Study of Communication”, menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca, atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti khalayak itu besar pada umumnya agak sukar untuk diidentifikasikan.

2. Komunikasi Massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan visual. Komunikasi akan lebih mudah dan logis bila didefinisikan menurut bentuknya, televisi, radio, surat kabar, film, buku dan pita.

Komunikasi itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa. Maka ciri-ciri komunikasi massa adalah :

1. Komunikator massa bersifat melembaga, berarti bahwa komunikatornya bertindak atas nama lembaga. Contoh komunikator media massa adalah wartawan, penyiar radio, reporter televisi, sutradara, film, karena media


(36)

yang dipergunakan adalah suatu lembaga dan dalam menyebar luaskannya pun atas nama lembaga.

2. Pesan yang disampaikan media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum yang mengenai kepentingan umum.

3. Proses komunikasi massa bersifat satu arah yang berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan terhadap komunikator. Dengan lain perkataan penyiar televisi atau wartawan tidak mengetahui khalayak yang dijadikan sasaran. Yang dimaksud dengan tidak mengetahui dalam keterangan diatas adalah tidak mengetahui proses komunikasi itu berlangsung.

4. Komunikan komunikasi massa yang heterogen, beragam dalam jenis usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, status sosial, status ekonomi, hobi, dan sebagainya. Selain komunikan, komunikasi massa juga bersifat anonim, tidak dikenal oleh komunikator.

5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan berarti pendengar radio atau pemirsa televisi secara serempak bersama-sama dan serentak pada saat yang sama memperhatikan acara yang sama. (Effendi, 1990:23).

Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri, komunikasi metitikberatkan pada penyampaian pesan melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Menurut McQuail, pesan yang disampaikan melalui media massa merupakan suatu produk yang komoditas yang memiliki nilai tukar secara umum simbolik yang mengandung nilai kegunaan. Jadi setiap pesan yang ditayangkan oleh


(37)

stasiun televisi berada dalam posisi sebagai produk yang ditawarkan dalam rangka mencapai salah satu tujuan yaitu dikonsumsi khalayak.

Selanjutnya, McQuail (1991:53) mengatakan bahwa media massa berperan sebagai :

1. Pengalaman yang meluaskan pandangan kita dan memungkinkan kita mampu memahami apa yang terjadi disekitar kita, tanpa campur tangan pihak lain atau sikap memihak.

2. Juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisah dan kurang jelas.

3. Pembawa atau penghantar informasi atau pendapat.

4. Jaringan interaktif yang mennghubungkan pengirim dengan penerima melalui berbagai macam umpan balik.

5. Papan penunjuk jalan yang secara aktif menunjukkan arah, memberikan bimbingan atau instruksi.

6. Penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberikan perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman yang lainnya.

7. Cermin yang memantulkan citra masyarakat itu sendiri.

8. Tirai dan penutup yang menutupi kebenaran demi mencapai tujuan propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.


(38)

Sehingga tanpa disadari, media massa kemudian turut berperan juga dalam hampir seluruh kehidupan khalayak secara langsung ataupun secara tidak langsung.

2.1.2. Media Massa Sebagai Alat Komunikasi

Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah tabloid) dan media elektronik (radio, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD). Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku masyarakat.

Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat mengarahkan masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.

Penayangan berkesinambungan mengenai laporan perang seperti laporan Perang Teluk, di Somalia dan Sudan, penayangan film-film seri yang menonjolkan kekerasan dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku agresif pada anak-anak yang melihatnya. Demikian juga penayangan adegan-adegan yang berbau pornografi dan pornoaksi dilayar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralisasi serta peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.

Media massa dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet telah melalui suatu


(39)

saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment) hingga pendidikan). Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak

dapat dipungkiri lagi bahwa

pada massa kini pertemuan orang

dengan media massa sudah tidak

lagi dapat dielakkan. Tidaklah

berlebihan kiranya jika pada

abad 21 disebut sebagai alat

komunikasi massa. Pesatnya

perkembangan media informasi dan

komunikasi, baik perangkat keras (hardware), maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan peranan sebagai penyampai pesan/informasi.


(40)

Gambar 2.1. Media Massa Cetak

Faktor-faktor yang menyebabkan pemilihan media massa sebagai media sosialisasi antara lain :

a. Media massa, khususnya televisi telah begitu memasyarakat. b. Media massa berpengaruh terhadap proses sosialialisasi.

c. Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada orang lain.

d. Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri maupun bersama-sama dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan dampak positifnya.

Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai media sosialisasi di tingkat persekolahan, terdapat paling tidak 4 buah efek pemanfaatan media massa yaitu :

a. Efek kehadiran media massa yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik.

b. Efek kognitif yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, dipahami at au dipersepsi siswa.

c. Efek efektif yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci siswa.

d. Efek behavioral yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati mencakup pola-pola tindakan kegiatan atau kebiasaan berprilaku siswa. Media massa adalah wahana terpenting dalam penyebarluasan informasi. Keterlambatan media siaran dalam memberikan respon terhadap peristiwa-peristiwa penting seperti bencana, agak sulit diterima. Dalam daat-saat genting


(41)

seperti itu, hanya media siaranlah yang menjadi andalan utama masyarakat karena media cetak dan media online memiliki keterbatasan dari segi waktu dan aksesbilitas.

Dampak positif media massa sebagai media sosialisasi : a. Memberi informasi secara luas,

 Masyarakat dapat memperoleh informasi secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima serentak dan sesaat dari berbagai sumber terutama dari media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi atau bahkan internet.

 Televisi mempunyai pengaruh positif seperti meransang interaksi, meransang eksperimen dan pertumbuhan mental sosial anak, serta memperluas cakrawala pengetahuan.

 Dibanyak negara termasuk Indonesia, televisi juga dimanfaatkan untuk menayangkan siaran-siaran pendidikan, seperti yang dilakukan oleh TVRI, TVI dan TVEdukasi (TVE).

b. Media massa berperan sebagai media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan media massa sebagai media sosialisasi antara lain :


(42)

 Meningkatkan kekerasan, semakin banyak tayangan mengandung kekerasan bisa berdampak pada meningkatnya jumlah tindakn kekerasan karena meniru adegan kekerasan yang sudah ada.

 Mengubah gaya hidup masyarakat.

 Perubahan moralisasi dan peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.

2.1.3. Pengertian Berita

Berita adalah fakta atau informasi yang ditulis oleh wartawan dan dimuat di media pers. Baik itu disurat kabar, majalah, radio maupun televisi. (Widodo, 1997:17). Banyak definisi tentang berita yang dapat dibaca diberbagai buku, namun ada satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Mithcel V. Charn dalam bukunya, Reporting yang berbunyi, “news is timely report of facts or opinion of either interest ofimportance, or both, to a considerable number of people”. Artinya, berita adalah liputan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik atau penting atau kedua-duannya bagi sejumlah besar penduduk. (Effendi, 1993: 67).

Ciri hakiki berita sebagai laporan yang dibandingkan dengan laporan lainnya bahwa berita merupakan laporan yang sangat cepat (timely) dan mengenai kepentingan umum (public interest). Secara umum kejadian dianggap mempunyai nilai berita atau layak disiarkan adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur (Djuroto, 2003:14-25), yaitu:


(43)

1. Aktual, sesuatu yang baru, peristiwa yang baru terjadi atau masih hangat dibicarakan.

2. Jarak, berita mengenai suatu kejadian tertentu akan dianggap lebih menarik oleh masyarakat sekitar lokasi peristiwa tersebut.

3. Terkenal, orang yang diberitakan sudah dikenal di masyarakat sehingga meraih banyak perhatian dan semakin tinggi nilai beritanya.

4. Keluarbiasaan, dianggap aneh atau unik dan jarang terjadi sehingga mampu mengagetkan masyarakat.

5. Akibat, manusia selalu memiliki sifat egosentris, yaitu mementingkan diri sendiri. Jadi suatu peristiwa yang mampu mempunyai pengaruh atau akibat selalu menarik karena dapat menggugah sifat egosentrisnya.

6. Heterogen, masyarakat cenderung antusias untuk melihat berita yang menegangkan.

7. Pertentangan, pertentangan yang terjadi dalam berbagai bentuk seperti perang akan semakin menarik bagi masyarakat penikmat berita.

8. Seks, berita seks mempunyai andil yang menarik dalam perhatian masyarakat.

9. Human interest, berita yang mengandung nilai kemanusiaan sangat baik untuk diangkat sehingga dapat menimbulkan keeratan di antara masyarakat.


(44)

10. Emosi, berita juga harus mengandung unsur perasaan seorang manusia. Emosi merupakan salah satu sifat manusia yang didahului dengan rasa simpati sehingga selalu menarik perhatian khalayak.

Faktor kedekatan media terhadap peristiwa yang sesuai dengan harapan yang dimiliki khalayak juga mendudung untuk terbentuknya suatu berita, sebab keinginan untuk melanjutkan peristiwa yang sudah terjadi, yang dipandang layak diberikan keinginannya diantara berbagai jenis berita. (McQuail, 1994:193).

2.1.4. Pelajar Sebagai Khalayak Media Massa

Setiap proses komunikasi selalu ditunjukkan kepada pihak tertentu sebagai penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Menurut Nasution (1993:20), dalam sosiologi komunikasi massa, penerima pesan adalah mereka yang menjadi khalayak tersebut diatas bersifat luas, heterogen dan anonim.

Sifat khalayak yang demikian menyulitkan komunikator dalam menyebarkan pesannya dalam media massa, setiap individu dari khalayak ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis tertentu, misalnya jenis agama, pendidikan, hobi dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka sejumlah acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasaran (target audience). Contoh, acara untuk khalayak sasaran adalah warta berita, sandiwara, film seri, musik dan lain-lain. Sedangkan untuk kelompok sasaran adalah acara untuk anak-anak, remaja, mahasiswa, petani, ABRI, pemeluk agama Islam dan lain-lain (Effendi, 1993:20). Dalam penelitian ini, pelajar


(45)

kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat dipilih untuk menjadi khalayak sasaran (target audience).

Sebutan “Pelajar” diberikan kepada peserta didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997).

Peserta didik dalam arti sempit inilah yang disebut sebagai pelajar. Dikatakan pelajar sebab mereka mengikuti pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan formal inilah pelajar diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Sosial, Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan masih banyak lagi. Diharapkan, selama mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa mampu mengembangkan dirinya baik secara sosial, emosi, intelektual, bahasa, moral dan kepribadian ke arah positif yang diinginkan semua orang. Perkembangan yang dialami pelajar berbeda-beda. Tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Tidak selamanya perkembangan pada diri pelajar menuju pada hal positif. Adakalanya beberapa pelajar justru menunjukkan perkembangan ke arah negatif, salah satunya aksi premanisme yang marak dilakukan oleh pelajar di berbagai daerah saat ini. Sangat disayangkan, sebab hakikat seorang pelajar adalah belajar dan menuntut ilmu.


(46)

Belajar adalah suatu aktivitas yang menuju ke arah tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan itu perlu adanya faktor-faktor yang perlu diperhatikan, misalnya saja faktor bimbingan. Masalah belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah. Sebab semua sekolah diperuntukkan bagi berhasilnya proses belajar bagi setiap siswa yang sedang studi di sekolah tersebut. Dengan bimbingan sekolah diartikan suatu proses bantuan kepada anak didik yang dilakukan secara terus-menerus supaya anak didika dapat memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertingkah laku yang wajar, sesuai tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. (Drs. Ny. Singgih D. Gunarsa, 1981:25).

Tujuan bimbingan dan penyuluhan bagi murid adalah untuk: 1. membantu dalam memahami tingkah laku orang lain.

2. membantu murid-murid supaya hidup dalam kehidupan yang seimbang antara aspek fisik, mental dan sosial.

3. membantu proses sosialisasi dan sikap sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

4. membantu murid untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, bakat, kecakapan belajar, dan kesempatan yang ada. 5. membantu murid-murid untuk mengembangkan motif-motif intrinsic

dalam belajar, sehingga dapat mencapai kemajuan yang berarti dan bertujuan.

6. memberikan dorongan dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.


(47)

7. mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri (self acceptance).

8. membantu murid-murid untuk memperoleh keputusan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimal terhadap masyarakat. (http://www.pdfqueen.com/pdf/pe/pengertian-pelajar/ diakses 14/05/2010 10:37 AM).

Seperti yang telah disebutkan pada teori komunikasi massa diatas, pesan komunikasi massa ditujukan pada khalayak yang sangat luas. Herbert Blumert menyatakan 4 karakteristik khalayak komunikasi massa:

1. Berasal dari berbagai strata sosial (berbeda usia, tingkat pendidikan, jabatan dan gaya hidup).

2. Merupakan kelompok anonim yang terdiri dari individu-individu yang tidak saling mengenal.

3. Karena secara fisik terpisah, hanya ada kemungkinan-kemungkinan untuk interaksi dan bertukar pengalaman sehingga kecil kemungkinan terjadi kontak fisik seperti pada crowd.

4. Tidak terorganisir sehingga tidak mungkin digerakkan untuk kepentingan tertentu.

Khalayak media massa tersebut mempunyai kecendrungan untuk memilih pesan mana yang diinginkan menurut Barelson, Steiner, dan Klapper dalalm buku taksonomi. Konsep komunikasi yang disusun oleh Blake dan Haroldson, kecendrungan memilih pesan dalam media massa diistilahkan sebagai selective preception, selective preception meliputi :


(48)

1. Selective exposure

Kecendrungan manusia membuka diri (expose) pada pesan komunikasi yang sama dan sesuai dengan kebutuhan dan pendapatnya, menghindarkan komunikasi yangtidak sesuai dengan kepentingan dan pendapatnya.

2. Selective attention

Kecendrungan manusia memperhatikan pesan yang sesuai dengan minat serta kebutuhannya.

3. Selective retention

Kecendrungan manusia untuk mengingat isi pesan yang menarik serta sesuai kebutuhan serta minatnya (Blake dan Haroldson, 2005:84).

DeFleur dan Ball-Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka teoritis, antara lain :

1. Perpektif perbedaan individual (individual differences theory).

2. Perspektif kategori sosial (social category theory).

3. Perspektif hubungan sosial.

Dalam perspektif perbedaan indivual (individual differences theory), memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu dalam menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan dan bagaimana memberi makna pada stimuli tersebut (Rakhmat, 2003:203-204). Atas dasar pengakuan bahwa individu tidak sama perhatiannya, kepentingan,


(49)

kepercayaan maupun nilai-nilai lainnya, maka dengan sendirinya selektifitas mereka terhadap komunikasi massa juga berbeda (Liliweri, 1991:106).

Mengacu pada pernyataan tersebut, individu memiliki kepribadian masing-masing yang berpengaruh pada prestasi mereka dalam menanggapi sesuatu. Khalayak lebih menyukai suatu program acara tertentu dibandingkan dengan yang lain jika dirasa program acara tersebut dapat mendukung berbagai kepentingan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut tersebut.

Selanjutnya berdasarkan kategori perspektif kategori sosial (social category theory), dikatakan bahwa, “perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelas-kelas sosial, yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respon kepadanya dengan cara yang hampir sama pula.” (Rakhmat, 2003:204).

Penggolongan pendapatan, pendidikan, pemukiman atau pertalian yang bersifat religius, persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti pada media massa, pada perilaku yang seragam, (Effendi, 2003:267). Berdasarkan teori tersebut, terdapat golongan-golongan tertentu dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang sama dalam menanggapi satu bentuk komunikasi. Dan hal ini mempengaruhi pelajar dalam memilih serta menyimak suatu program acara.


(50)

2.1.5. Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di Media Massa Sejak diumumkan secara serempak, kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di sekolah masing-masing pada 26 April 2010, media massa secara serempak juga memberitakan masalah tersebut. Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengakui terjadi penurunan tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA sebesar empat persen dibanding tahun lalu. Ia menambahkan akan ada ujian ulang bagi para peserta yang tidak lulus pada 10 hingga 14 Mei 2010. (http://berita.liputan6.com/sosbud/201004/274285/Mendiknas.Tingkat.Kelulus an.Memang.Menurun diakses 14/05/2010 11:48 AM)

Tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat tahun 2010 menurun 4 persen dari tahun lalu. Angka kelulusan yang semula 93,74 persen kini merosot menjadi 89,88 persen. Berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan, terdapat 154.079 siswa yang mengulang dari total peserta 1.522.162 siswa. Bagi siswa yang gagal dalam Ujian Nasional 2010 kali ini akan diberikan kesempatan mengikuti ujian ulang pada bulan Mei 2010. (http://www.metrotvnews.com diakses 10/05/2010 11:26 AM)

Total peserta Ujian Nasional tingkat SMA sederajat 2010 ini sebanyak 1.522.162 siswa, terdapat 154.079 (10,12 persen) siswa yang mengulang. Sementara jumlah siswa yang tidak mengulang yakni 1.368.083 (89,88 persen). Menurut Mendiknas, hal tersebut juga dapat dilihat dari analisis serta jumlah pengaduan yang diterima di posko UN (Ujian Nasional) jumlahnya jauh berkurang tahun ini. Lagi menurutnya, angka sebesar 89,88 persen adalah kelulusan Ujian Nasional 2010 bukan angka kelulusan siswa. Karena siswa


(51)

juga bisa dinyatakan tidak lulus sekolah, meski nilai Ujian Nasionalnya lulus, tetapi akhlak dan budi pekertinya tidak baik.

Menurunnya angka kelulusan Ujian Nasional SMA sederajat tahun ini, menurut Mendiknas, salah satu gaktor penyebabnya adalah pengawasan Ujian Nasional yang lebih ketat. Sehingga siswa mengerjakan soal sesuai dengan kemampuan diri. Selain itu, pemerintah daerah juga tidak memiliki target kelulusan tertentu, sehingga pelaksanaan Ujian Nasional berlangsung lebih jujur. Contohnya, Pemda Gorontalo yang angka kelulusan atau mengulang Ujian Nasionalnya cukup tinggi mencapai 46,22 persen dibanding tahun lalu yang hanya sebesar 1 persen. Hal ini menunjukkan komitmen Pemda Gorontalo dalam menjalankan Pakta Kejujuran dan Integritas.

Dikatakan Nuh (Mendiknas), pengawasan ketat dan tingkat kejujuran tinggi yang terjadi tahun ini, bukan lantas diartikan tahun lalu pengawasan kendor. Menurut Nuh, tahun-tahun sebelumnya pengawasan sudah maksimal.

Mendiknas mengatakan, dari 154.079 siswa yang harus mengulang Ujian Nasional, sebanyak 99.433 siswa (69,55 persen) hanya mengulang satu mata pelajaran, 25.277 siswa yang mengulang dua mata pelajaran, 10.034 siswa mengulang tiga pelajaran (6,5 persen), 4.878 siswa mengulang empat mata pelajaran (3,2 persen), 2.548 siswa (1,7 persen) mengulang 5 mata pelajaran dan 930 siswa (0,6 persen) mengulang 6 mata pelajaran.

Kementrian Pendidikan Indonesia (Kemdiknas), kata Nuh, juga merilis beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia masih menjadi yang terbanyak ketidaklulusan siswa SMA/MA sederajat. Provinsi tersebut diantaranya


(52)

Gorontalo (53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Maluku Utara (41 persen), Sulawesi Tenggara/Sultra (35 persen), Kalimantan Timur/Kaltim (30 persen) dan Kalimantan Tengah/Kalteng (39 persen).

Lebih lanjut, Muhammad Nuh mengatakan keprihatinannya terkait prestasi siswa SMA dan MA di provinsi DIY Yogyakarta karena prestasi siswa di provinsi ini jauh menurun dibanding tahun lalu. Bila tahun 2009 siswa SMA dan MA di Yogyakarta lulus 93 persen, maka tahun ini mereka hanya lulus 76,3 persen. Ditambahkan Mendiknas, Ujian Nasional yang selama ini dilakukan memberikan gambaran kondisi pendidikan di Indonesia secara lebih baik. Ia lantas mencontohkan untuk sekolah-sekolah di kawasan Timur Indonesia yang biasanya mempunyai tingkat ketidaklulusan, sudah dan akan terus diberikan penangan secara khusus.

Ia menjelaskan, karena Ujian Nasional pula, Kemendiknas mempunyai data detail pemetaan pendidikan di tanah air. Mulai dari daerah kabupaten/kota mana saja yang tertinggal, sekolah yang perlu dibantu hingga pada mata pelajaran dan bab apa yang sekolah itu jauh tertinggal dengan sekolah lain. (http://iptek.tvone.co.id/berita/view/37386/2010/04/24/mendiknas_tingkat_kel ulusan_un_sma_ma_2010_turun_4_persen/ diakses 10/05/2010 12:53 PM)

2.1.6. Konsep Tingkat Kelulusan

Siswa SMA/MA sederajat yang akan mengikuti Ujian Nasional (UN) 2010 wajib belajar lebih giat. Soalnya, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kembali menaikkan standar kelulusan ujian nasional. Kalau Juli 2009


(53)

lalu siswa bisa lulus dengan nilai rata-rata 5,5, tahun depan siswa bisa lulus dengan nilai minimal 5,75. Ada kenaikan 0,25 daripada tahun sebelumnya.

Kenaikan standar tersebut memang belum dituangkan dalam SK (surat keputusan) BSNP. Namun, rencana kenaikan itu sudah matang dan sebelumnya menjadi pembahasan di BSNP. Termasuk pembahasan sosialisasi dan penyampaiannya kepada masing-masing dinas pendidikan kota/kabupaten. Selain kenaikan angka standar kelulusan, BSNP juga telah memutuskan memasukkan mata pelajaran agama dalam UN 2010. BSNP tidak jadi memasukkan mata pelajaran PKn dalam daftar mata pelajaran yang di-UN-kan.

Pengamat pendidikan Kota Malang Kamilun Muhtadin mengungkapkan, kabar dari rekan-rekan BSNP mengungkapkan ada kecenderungan kenaikan standar kelulusan menjadi 5,75. Sesuai program nasional pendidikan, memang angka standar kelulusan akan naik setiap tahun. Tahun-tahun sebelumnya, kenaikan juga di angka 0,25 poin. Untuk pembelajaran saat ini, semuanya diberikan secara normal. Pengajaran setiap mapel (mata pelajaran) sudah punya standar. Berapa jam dan apa saja materi yang diberikan. Begitu pula pelajaran agama, sudah ada standar yang menjadi petunjuk pengajaran. Yang berbeda adalah tambahan pelajaran. Biasanya, untuk materi-materi yang di-UN-kan, akan dilakukan penambahan jam pelajaran. Apabila agama masuk dalam mapel UN, akan ada tambahan pelajaran untuk agama. (http:/ sederajatlangraya.web.id/2009/10/02/standar-kelulusan-un-naik-jadi-575/


(54)

2.1.7. Standar Nilai Kelulusan Ujian Nasional Tingkat SMA/MA Sederajat Tahun Ajaran 2009-2010

Tahun 2010, pemerintah memajukan jadwal pelaksanaan Ujian Nasional. Untuk Ujian Nasional SMA sederajat, SMALB dan SMK dilaksanakan pada minggu ketiga Maret 2010. Biasanya Ujian Nasional untuk SMA sederajat dilaksanakan pertengahan April. Ujian Nasional SMP sederajat dimajukan pada minggu keempat Maret 2010. Sementara untuk Ujian Nasional susulan digelar satu minggu setelah jadwal Ujian Nasional.

Selain itu, pemerintah tidak menaikkan standar kelulusan ujian nasional (UN) pada 2010. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 75/2009 tentang UN SMP/Mts, SMPLB, SMA sederajat, SMALB dan SMK menetapkan standar kelulusan UJIAN NASIONAL nilai rata-rata 5,50 untuk semua mata pelajaran yang diujikan.

Standar itu memiliki kewajiban lulus dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran yang lain. Nilai itu berlaku untuk peserta Ujian Nasional tingkat SMP/Mts, SMPLB, SMA sederajat, SMALB dan SMK. Sementara khusus untuk SMK nilai mata pelajaran praktik kejuruan minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung

rata-rata Ujian Nasional. (http://b0cah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=948&Itemid


(55)

2.1.8. Opini

2.1.8.1. Pengertian Opini

“Opini adalah respon yang diberikan seseorang yaitu komunikan kepada komunikator yang sebelumnya telah memberi stimulus berupa pertanyaan” (Effendi, 1990:87). Sedangkan menurut William Albig dalam buku Public Relations, opini merupakan “expressed statement” yang bisa diucapkan dengan kata-kata, juga bisa dinyatakan dengan isyarat atau dengan cara-cara lain yang mengandung arti dan segera dapat dipahami maksudnya. Pendapat lain mengatakan bahwa “opini merupakan jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau issue ataupun jawaban yang dinyatakan berdasarkan kata-kata yang diajukan secara tertulis ataupun lisan” (Soenarjo, 1997:85).

“Secara garis besar opini dapat didefinisikan sebagai apa yang dinyatakan oleh seseorang dalam menjawab suatu pertanyaan” (Ruslan, 2005:68). Pada awalnya opini yang terbentuk berasal dari personal opinion atau opini personal, yaitu penafsiran individual mengenai berbagai masalah dimana tidak terdapat suatu pandangan yang sama. Opini yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu bagan dari group opinion (opini kelompok) yang terdiri atas mayoritas opini dan minoritas opini. Dari situlah publik yang membentuk opini memiliki kepentingan-kepentingan umum yang mempersatukan anggota-anggotanya, menciptakan suatu kesamaan pandangan dan mengarah kepada kebulatan pendapat tentang persoalan, sehingga terbentuklah opini publik (public opinion) (Soenarjo, 1997).


(56)

2.1.8.2. Molekul Opini

Opini merupakan tanggapan aktif terhadap ransangan. Tanggapan disusul melalui interpretasi personal yang diturunkan dan akan menimbulkan perasaan pikiran dan kesudiannya terhadap sesuatu yang terjadi. Dalam mengetahui individu terhadap suatu obyek, dapat dilihat dari 3 unsur yaitu :

1. Kepercayaan

Kepercayaan berkaitan erat dengan unsur kognitif dan mengacu kepada sesuatu yang diterima khalayak, benar atau tidaknya berdasarkan pengalaman masa lalu, pengetahuan dan informasi sekarang dan persepsi yang berkembang.

2. Nilai

Melibatkan kesukaan-tidaksukaan, cinta dan kebencian, hasrat dan ketakutan, bagaimana orang menilai sesuatu dan intensitas penilaiannya apakah kuat, lemah, netral.

3. Pengharapan

Mengandung citra seseorang tentang apa keadaannya setelah tindakan. Pengharapan ditentukan dari pertimbangan terhadap sesuatu yang terjadi pada masa lalu, keadaan sekarang, dan sesuatu yang kira-kira akan terjadi jika dilakukan perbuatan tertentu (Willian dan Clave, 1994).

Dari ketiga unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa opini tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan, nilai dan pengharapan seseorang. Unsur


(57)

kepercayaan terkait dengan kognitif seseorang sedangkan nilai berkaitan dengan harapan seseorang terhadap suatu objek. Secara sederhana dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini :

Gambar 2.2. Hubungan Persepsi-Sikap dan Opini (Sunarjo, 1997:115)

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan ransangan dari lingkungan kita dan proses tersebut akan mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah proses kognitif psikologi dalam diri manusia yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan (Mulyana, 2001).

“Sikap adalah evaluasi berkelanjutan, perasaan dan kecendrungan perilaku individu terhadap suatu obyek atau gagasan” (Lee dan Johnson, 2004:116). “Sikap juga mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak terhadap suatu obyek” (Simmora, 2004:152). Dan sikap sendiri dibentuk dari 3 komponen yaitu yaitu kognitif, afektif dan konatif.

Berdasarkan bagan 2.2 maka dapat disimpulkan bahwa persepsi, sikap adalah dua faktor yang membentuk sebuah opini individu, karena apabila  Latar belakang budaya 

 Pengalaman masa lalu   Nilai‐nilai yang dianut 

persepsi  opini  konsensus  Opini  publik  sikap 

sikap  sikap  sikap 


(58)

persepsi masih ada dipikiran manusia, sedangkan sikap berakhir dengan kecendrungan berperilaku, dimana masing-masing proses yang melatarbelakangi pembentukannya, maka keduanya apabila diungkapkan akan menjadi opini.

2.1.8.3. Batasan Opini

Opini adalah respon yang diberikan seseorang yaitu komunikan kepada komunikator yang sebelumnya telah memberi stimulus berupa pertanyaan. Bila membahas opini seringkali mengaitkannya dengan opini publik. Opini dan opini publik adalah hal yang berbeda. Yang dimaksud dengan opini adalah pendapat seseorang atau opini individu. Selama opini merupakan opini sese-orang (individual opinion), tidak akan menimbulkan permasalahan. Permasa-lahan akan timbul apabila opini itu menjadi opini publik, menyangkut banyak orang karena berkaitan dengan kepentingan orang banyak (Effendi, 1990).

2.1.8.4. Pengukuran Opini

Opini itu sendiri tidak memiliki tingkatan atau strata, namun mempunyai arah (Effendi, 1990), antara lain :

1. Opini positif, jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit mendukung objek opini (individu memberikan pernyataan setuju).

2. Opini netral, apabila opini yang ditampilkan tidak memihak atau individu memberikan pernyataan ragu-ragu, apakah mendukung atau tidak.


(59)

3. Opini negatif, jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit menolak, mencela objek opini, individu memberi pernyataan tidak setuju. Menurut Dra. Djoenasih S. Sunarjo dalam bukunya opini publik menyatakan ada beberapa ciri dari sebuah opini yaitu :

1. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataannya.

2. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.

3. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar. (Ruslan, 2005)

Berdasarkan ciri-ciri diatas maka dapat disimpulkan bahwa opini memiliki sifat terbuka dan merupakan satu kesatuan dari pendapat umum serta mempunyai jumlah pendukung yang besar. Opini dapat juga dinyatakan secara aktif maupun pasif dan verbal secara terbuka melalui pilihan kata-kata yang tersamar dan tidak secara langsung, sehingga dapat diartikan sebagai konatif.

2.1.8.5. Proses Pembentukan Opini

Dalam bagan proses pembentukan opini, digambarkan bagaimana persepsi seseorang yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut, dan berita yang sedang berkembang. Pada akhirnya membentuk opini publik. Proses inilah yang akan melahirkan intepretasi atau pendirian seseorang dan pada akhirnya akan terbentuk opini opini publik, yang nantinya apakah bersifat mendukung, menentang atau berlawanan. Opini dari perorangan tersebut kemudian secara akumulatif dapat berkembang menjadi duatu konsensus (kesepakatan), dan terkristalisasi jika masyarakat dalam kelompok tertentu mempunyai kesamaan hingga nantinya


(60)

akan terbentuk opini publik (Ruslan, 2005). Dalam bukunya Becoming A Public Relations Writing : A Writing Process Workbook for The Profession 2nd, Ronald D Smith memaparkakn proses pembentukan opini yang akan dimulai dari beberapa tingkatan yaitu awareness, acceptance, dan action (Smith, 2003).

Berikut ini adalah proses pembentukan opini :

1. Awareness

Awareness merupakan tahap pertama dalam sebuah proses pembentukan opini dan juga komponen cognitif dari sebuah pesan. Tahap ini memfokuskan pada pemberian informasi yang ingin disampaikan kepada publik. Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang ingin disampaikan untuk diketahui, dipahami dan diingat oleh publik. Dalam tahap ini pula diperlihatkan siapakah yang menjadi khalayak yang bagaimana attention yang mereka munculkan, pengetahuian tentang informasi hingga berujung pada ingatan akan informasi tersebut.

2. Acceptance

Acceptance berkaitan dengan komponen affective atau “perasaan” dari penyampaian sebuah pesan. Tahap ini merupakan tahap dimana publik merespon secara emosional sebuah informasi yang mereka terima. Hal ini juga merujuk pada tingkat ketertarikan atau semacam sikap (positif atau negatif) dari pesan yang mereka terima. Sikap juga merupakan bagian dari komponen ini dimana sikap merupakan kecendrungan seseorang yang biasanya tercermin dari kepercayaan dan tergantung pada pengalaman yang dimiliki tiap-tiap individu dalam menerima informasi.


(61)

3. Action

Komponen ketiga dari proses opini adalah komponen aksi. Ketika pengetahuan dan ketertarikan terhadap informasi telah diterima, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana aksi akan dimunculkan mengenai suatu informasi. Aksi merupakan bagian dari komponen konatif dalam sebuah proses komunikasi. Aksi dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu :

a. Opinion : Adalah “verbal action expressing acceptance types of the message”.


(62)

b. Behavior : Adalah “physical action expressing that acceptance”. (Smith, 2003:68).

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Opini


(63)

2.1.9. Teori Jarum Hipodermik

Teori ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut jarum hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi disuntikkan ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan ke dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalalm sistem fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis. Teori ini juga sering disebut dengan bullet theory (teori peluru) karena komunikan dianggap secara pasif menerima berondongan pesan-pesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik, atau media yang benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita. Karena behaviorime amat mempengaruhi teori ini. DeFleur menyebutnya sebagai “the mechanistic S-R theory”.

Elihu Katz dalam Effendi (1993:84) menyebutkan bahwa teori jarum hipordermik terdiri dari :

1. Media yang sangat ampuh memasukkan ide pada benak komunikan dengan tidak berdaya.

2. Massa komunikan yang terpecah-pecah terhubungakan dengan media massa, tetapi sebaliknya komunikan tidak terhubung satu sama lain.

Variabel Komunikasi

R


(64)

Gambar 2.4. Model Jarum Hipodermik

(Rakhmat, 2007:62)

2.2. Kerangka Berpikir

Media massa diartikan sebagai media yang mampu menimbulkan kesempatan diantara khalayak yang sedang memperhatikan pesan-pesan yang sedang dilancarkan oleh media massa tersebut (Effendi, 1990:26).

Sejak 26 April 2010 hingga awal mei 2010, masyarakat dihebohkan dengan berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA sederajat di media massa.

Dalam proses komunikasi yang melibatkan media massa, pemirsa mempunyai peranan penting dalam menilai baik atau tidaknya suatu permasalahan yang ditampilkan di media. Untuk melihat tanggapan masyarakat terhadap suatu permasalahan dapat dilihat dari opininya. Adapun pengertian dari opini itu sendiri adalah pengekspresian sikap mengenai persoalan yang mengandung pertentangan. Opini masyarakat nantinya akan bersifat positif, nettral dan negatif. Seperti yang dikatakan Effensi (1990:85) bahwa opini masyarakat terhadap suatu obyek mempunyai arah positif, netral dan negatif.

Secara sederhana, proses terjadinya opini masyarakat pada berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA sederajat 2010 pada pemberitaan di media massa dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Stimulus :

Pemberitaan Mengenai

Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat Di Media Massa.

Respon :

Opini Pelajar Kelas XI Yang Mengetahui Berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional

SMA/MA Di Media Massa.

Positif

Negatif Netral


(65)

(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan indikator-indikator dari variabel penelitian. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitif yang bertujuan untuk menggeneralisasikan suatu gejala sosial atau variabel sosial dengan populasi yang lebih besar (Bungin, 2001:48).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Pada penelitian ini tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga tidak ada pengukuran x dan y. Penelitian difokuskan pada opini pelejar kelas di kabupaten Manggarai Barat pada berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA/MA sederajat di media massa, sehingga penelitian ini menggunakan metode survey dengan tipe analisis deskriptif untuk menggambarkan dan opini masyarakat tersebut.

Sejak 26 April 2010 hingga awal mei 2010, masyarakat dihebohkan dengan berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA sederajat di media massa. Dalam penayangannya, berita mengenai menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA sederajat tersebut telah menuai kontroversi. Ada lapisan masyarakat serta berbagai macam profesi yang mengemukakan pendapatnya (berkomentar), baik itu bersifat positif maupun negatif. Hal ini


(67)

karena tiap individu mempunyai pandangan yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

Dalam proses komunikasi yang melibatkan media massa, pemirsa mempunyai peranan penting dalam menilai baik atau tidaknya suatu permasalahan yang ditampilkan di media. Untuk melihat tanggapan masyarakat terhadap suatu permasalahan dapat dilihat dari opininya. Adapun pengertian dari opini itu sendiri adalah pengekspresian sikap mengenai persoalan yang mengandung pertentangan. Opini masyarakat nantinya akan bersifat positif, nettral dan negatif. Seperti yang dikatakan Effendi (1990:85) bahwa opini masyarakat terhadap suatu obyek mempunyai arah positif, netral dan negatif.

Untuk mempermudah dalam penyampaian opini tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA sederajat di media massa. Maka dapat dilihat berdasarkan materi isi tentang pemberitaan pada berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA sederajat yang telah diketahui oleh masyarakat.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Opini disini diwujudkan sebagai suatu penilaian atau suatu bentuk anggapan individu terhadap obyek penelitian yaitu pemberitaan televisi pada berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA sederajat.

Opini pelajar Kabupaten Manggarai Barat terhadap pemberitaan televisi pada berita menurunnya tingkat kelulusanUjian Nasional SMA sederajat yaitu :


(68)

1. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa mampu memacu semangat anda untuk lebih baik lagi menghadapi Ujian Nasional tahun 2011.

2. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa adalah masalah perlu dikhawatirkan.

3. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA di media massa disebabkan oleh standar nilai kelulusan yang terlalu tinggi.

4. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa disebabkan oleh persiapan pelajar yang kurang saat menghadapi Ujian Nasional.

5. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederaja di media massa memberi pelajaran berharga kepada pelajar kelas XI untuk lebih baik lagi menghadapi Ujian Nasional tahun 2011.

6. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa berakibat pada menurunnya standar kelulusan Ujian Nasional 2011.

7. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa berakibat pada meningkatnya standar kelulusan Ujian Nasional 2011.

8. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa lebih banyak memberikan dampak positif daripada dampak negatif kepada pelajar kelas XI.

9. Pemerintah bertanggung jawab akan menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat yang berkembang di media massa.


(69)

10. Berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa disebabkan faktor psikologi pelajar yang stress menghadapi Ujian Nasional.

Pengukuran opini pelajar kelas XI tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa dapatditunjukkan melalui total skor dari keseleuruhan jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner. Asumsi pembagian 4 macam jawaban untuk tiap-tiap pertanyaan yang diajukan adalah :

1. Sangat setuju jika seluruh materi dinyatakan sebagai hal yang sangat benar.

2. Setuju jika seluruh materi dinyatakan sebagai hal yang benar.

3. Tidak setuju jika seluruh materi dinyatakan sebagai hal yang tidak benar. 4. Sangat tidak setuju jika seluruh materi dinyatakakn sebagai hal yang

sangat tidak benar.

Setelah melakukan kategori pilihan jawaban dari pertanyaan yang ada dalam kuisioner dengan nilai masing-masing jawaban sebagai berikut:

Sangat Setuju (SS) : mempunyai skor 4

Setuju (S) : mempunyai skor 3

Tidak Setuju (TS) : mempunyai skor 2 Sangat Tidak Setuju (STs) : mempunyai skor 1

Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari tiap item dari masing-masing angket, sehingga diperoleh skor total dari tiap pertanyaan tersebut untuk masing-masing individu. Selanjutnya tiap-tiap indikator untuk


(1)

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pelajar kelas XI memiliki perhatian, pengertian dan penerimaan atau positif terhadap masalah menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat pada pemberitaan di media massa. Jawaban netral atau tidak mempermasalahkan dipilih dengan alasan bahwa masalah tersebut adalah masalah yang terjadi pasca kelulusan Ujian Nasional, jadi tidak perlu disikapi secara berlebihan. Sedangkan untuk jawaban negatif atau tidak memiliki perhatian, pengertian atau pun penerimaan terhadap masalah tersebut dengan alasan merasa khawatir jika berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa dapat mempengaruhi persiapannya menghadapi Ujian Nasional di tahun 2011 hingga hasilnya pun tidak maksimal seperti yang diharapkan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan data yang telah diuraikan pada bab 4 maka diperoleh kesimpulan bahwa pelajar kelas XI di kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur memiliki arah opini yang netral terhadap masalah berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional di media massa tahun 2010. Opini netral tersebut diperoleh berdasarkan pernyataan responden mengenai berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa. Dapat disimpulkan bahwa berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa adalah masalah yang sama yang terjadi selama 2 tahun terakhir. Persiapan pelajar yang kurang maksimal, sistem pengawasan yang mengakibatan pelajar stress dijadikan sebagi faktor penyebab menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat tahun 2010 yang berkembang di media massa. Masalah ini patut diberitakan kepada khalayak ramai karena masyarakat seharusnya tahu apa yang menjadi penyebab dari masalah tersebut sehingga bisa memperbaikinya di kemudian hari. Dalam hal ini masyarakat yang dimaksud adalah pelajar kelas XI yang tengah mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional SMA/MA sederajat di tahun 2011 mendatang. Dalam satu tahun kedepan pelajar kelas XI tahun ajaran 2009-2010 yang kini telah duduk di kelas XII tahun ajaran 2010-2011 mempersiapkan diri secara maksimal serta belajar dari kesalahan yang dibuat oleh peserta Ujian Nasional tahun sebelumnya kemudian memperbaikinya agar


(3)

bisa lebih baik menghadapi Ujian Nasional tahun 2011 mendatang. Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa teori jarun hipodermik mampu memberikan efek berupa respon netral dari audience dalam membentuk opini mengenai berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa.

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian pada objek penelitian, maka peneliti mempunyai saran, yaitu :

1. Bagi Peneliti Berikutnya

Penelitian ini merupakan saran dalam mempraktekkan ilmu yang didapat selama di bangku perkuliahan sehingga menjadi salah satu sumber informasi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi peneliti berikutnya tentang opini pelajar kelas XI tentang berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di media massa.

2. Bagi Pelajar Kelas XI

Disaranan agar pelajar kelas XI bisa mengambil hikmah dari berita menurunnya tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat tahun 2010 dan menjadikan hal itu sebagai pelajaran untuk bisa mempersiapkan diri jauh lebih baik demi menghadapi Ujian Nasional tahun 2011 mendatang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ardiyanto, Erdinaya, 2004, Komunikasi Massa, Bandung : Remaja Rosdakarya. Bimo, Walgito, 2003, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta.

Blake Reed H dan Haroldsen, Edwin O, 2005, Taksonomi Konsep Komunikasi, Penerbit Papyrus, Surabaya.

Bungin, Burhan. Prof. Dr. H.M. S.Sos. M.Si, 2006, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana Prenada Media.

Bungin, Burhan, Dr, S.Sos, Msi, 2001, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya : Airlangga University Press.

Djuroto, Totok, Tekhnik Mencari dan Menulis Berita, Semarang : Dahara Prize. Effendy, Onong Uchjana, 2003, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Hamidah, Siti, 2006, Pengantar Ilmu Jurnalistik, Diktat, Surabaya.

Liliweri Alo, 2001, Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat, CV Citra Aditya, Bandung.

McQuail, Dennis, 2003, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

McQuail, Dennis dan Windahl, Sven, 2005, Model-Model Komunikasi, Alih Bahasa Putu Laxman S, Pendit, HSIP, Jakarta.

Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.


(5)

Rakhmat, Jalaluddin, 2002, Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rakhmat, Jalaluddin, 2003, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Rivers, William L & Cleve Matthews, 2004, Etika Media Massa & Kecendrungan

Untuk Menjaganya, Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Hoetomo, M.A. 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya : Offset Indah.

Nazir, Mohammad. 2003, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Wahyudi, J.B. 2001, Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.


(6)

Non-Buku :

http://id.shvoong.com/social-sciences/1877099-definisi-komunikasi-massa/ http://www.metrotvnews.com

http://iptek.tvone.co.id/berita/view/37386/2010/04/24/mendiknas_tingkat_kelulusan_un _sma_ma_2010_turun_4_persen/

http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2010/01/27/brk,20100127-221792,id.html

http://www.pdfqueen.com/pdf/pe/pengertian-pelajar/

http://berita.liputan6.com/sosbud/201004/274285/Mendiknas.Tingkat.Kelulusan.Mema ng.Menurun

http:/sederajatlangraya.web.id/2009/10/02/standar-kelulusan-un-naik-jadi-575/ http://b0cah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=948&Itemid=1  http://nttprov.go.id/provntt/index.php?option=com_content&task=view&id=71&Itemid

=69 

http://www.wisatanesia.com/2010/06/wisata-manggarai-barat.html