ANALISIS FAKTOR EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INFLASI DI JAWA TIMUR.
Disusun oleh : M. Rizki Johansyah
0611010108
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 23 Juni 2010
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama ketua
Dra. Ec. Sri Muljaningsih, MP Drs. Ec. Marseto Ds, Msi Sekretaris
Drs. Ec. Wiwin Priana, MT Anggota
Dra. Ec. Titik Nurhidayati
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dr. H. Dhani ichsanuddin Nur, SE, MM NIP. 030 202 389
(2)
i
telah melimpahkan karunia dan kenikmatan yang tak terhingga
sehingga saya berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang
Perguruan Tinggi. Berkat karunianya pula memungkinkan saya untuk
menyeleseikan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR
EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INFLASI DI
JAWA TIMUR”.
Saya menyadari bahwa dalam menyeleseikan karya tulis ini
tidak lepas dari bimbingan Dra. Ec. Sri Muljaningsih, MP selaku
Dosen Pembimbing utama skripsi yang telah membimbing dan
membantu menyusun penelitian sampai akhir ujian dan bantuan
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
Bapak Prof. Dr. Teguh Sudarto. MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur. SE. MM, selaku Dekan
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “veteran”
Jawa Timur.
(3)
ii
Bapak Dr. Syamsul Huda. MM, selaku Dosen Wali yang telah
meluangkan waktu dan mendampingi peneliti selama menempuh
pendidikan didalam perkuliahan.
Ayah, Mama,kakak, dan Adik tercinta terima kasih yang telah
memberikan doanya penuh kesabaran terutama Ayah dam Mama
yang telah mendidik dan membesarkan penuh kasih sayang baik
moral, material, maupun spritual dan juga untuk Adik peneliti,
semua perhatianmu tidak akan pernah peneliti lupakan.
Akhirnya penulis menyadar bahwa masih banyak kekurangan
didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang.
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb
(4)
iii
DAFTAR ISI……….…….iii-v
DAFTAR GAMBAR………...vi
BAB I PENDAHULUAN………....1
1.1Latar Belakang………1-6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….………...…..…7
2.1 Penelitian Terdahulu…………...………...10
2.2 Landasan Teori………...………..11
2.2.1. Pengertian Inflasi………11
2.2.1.1. Penggolongan Inflasi………..….………….14
2.2.1.2. Penyebab Timbulya Inflasi………..……….15
2.2.1.3. Teori-teori Inflasi……….………….16
2.2.1.4. Efek-efek Inflasi………...………….…17
2.2.1.5. Cara Mencegah Inflasi……….……….…18
2.2.2. Pengertian Pengeluaran Pemerintah………...19
2.2.2.1. Ada 2 Pengeluaran Pemerintah………..…….….20
2.2.2.2. Pengeluaran Pemerintah dibagi 2 kelompok………22
2.2.2.3. Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Inflasi……….…………....22
(5)
iv
2.2.3.3. 4 macam system cadangan perbankan……….….26
2.2.3.4. Hubungan variabel Jumlah Uang Beredar dengan Inflasi………..…26
2.2.4. Kurs Valuta Asing……….………...27
2.2.4.1. Sistem Kurs Valuta Asing………...28
2.2.4.2. Pasar Valuta Asing………...………….29
2.2.4.3. Hubungan Kurs Valas Dengan Inflasi………..………….30
2.2.5. Tingkat suku bunga……….……….31
2.2.5.1. Ada 2 macam suku bunga riil dan nominal…………...…31
2.2.5.2. Perbedaan suku bunga………..……….32
2.2.5.3. Sebab akibat suku bunga………...33
2.2.5.4. Hubungan tingkat suku bunga dengan inflasi…………...33
2.3. Kerangka Pikir……….…………...……….35
2.4.Hipotesis………...……37
BAB III METODELOGI PENELITIAN………...38
3.1. Definisi Penelitian………...39
3.2. Teknik Penentuan Sampel………...………39
3.3. Jenis Data Dan Teknik Populasi Data……….………39
(6)
v
3.4.2. Uji Hipotesis………..………...46
3.5. Asumsi Analisis Regresi Linier Klasik………49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………....51
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian………..…….…...51
4.1.1. Kondisi Geografis di Jawa Timur………..…..51
4.1.2. Kondisi perkembangan inflasi di Jawa Timur……….….52
4.2. Deskripsi hasil Penelitian……….……….…..54
4.2.1. Perkembangan Tingkat Inflasi………...………..…55
4.2.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah……….….56
4.2.3. Perkembangan Jumlah Uang Beredar………...…...…56
4.2.4. Perkembangan Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank………...57
4.2.5. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Antar Bank………...….59
4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi………..…………..60
4.3.1. Uji Hipotesis Secara Simulta………65
4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial……….67
(7)
vi
LAPIRAN-LAMPIRAN
(8)
vii
Gambar 3 : Pengeluaran Pemerintah………..……22 Gambar 4 : Kerangka Pikir……….…………36
Gambar 5 : Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi F………44
Gambar 6 : Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi uji t dua sisi…………...…46
Gambar 7 : Distribusi daerah keputusan Autokorelasi……….……..48 Gambar 8 : Kurva Statistik Durbin Watson………….………..61 Gambar 9 : Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis secara Simultan
Atau Keseluruhan……….…………..66 Gambar 10 : Kurva distribusi hasil analisis secara parsial faktor pengeluaran
Pemerintah terhadap inflasi………68 Gambar 11 : Kurva distribusi hasil analisis secara pasial faktor Jumlah uang
Beredar terhadap inflasi………..………..69 Gambar 12 : Kurva distribusi hasil analisis secara parsial faktor
Kurs valuta asing………..….71 Gambar 13 : Kurva distribusi hasil analisis secara parsial faktor
(9)
viii
Tabel 3 : Perkembangan Jumlah Uang Beredar………...…57 Tabel 4 : Perkembangan Valas………..……….58 Tabel 5 : Perkembangan Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank……...…………..59 Tabel 6 : Tes Multikolonier………...62 Tabel 7 : Tes Heterokedastisitas……….63
(10)
M. RIZKI JOHANSYAH ABSTRAK
Dalam perekonomian perkembangan ekonomi sangat di pengaruhi oleh tingkat inflasi. Inflasi dapat mempengaruhi perekonomian, karena inflasi sering berubah-ubah tergantung dengan kondisi perekonomian itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi : Pengeluaran pemerintah, Jumlah Uang Beredar, Kurs Valas, Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dari keempat variabel ini, adapun Pengeluaran pemerintah yang paling mempengaruhi tingkat inflasi. Karena berhubungan langsng dengan kebijakan pemerintah. Sedangkan variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi berdasarkan analisa secara linier berganda selain pengeluaran pemerintah adalah jumlah uang beredar, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB), sedangkan kurs valas tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi. Secara makro pemerintah harus mengontrol tingkat inflasi jika ingin perekonomiannya stabil. Tujuan peneleitian ini untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, kurs valuta asing, tingkat suku bunga terhadap inflasi dan untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Jawa Timur.
Variabel yang digunakan adalah inflasi (Y), pengeluaran pemerintah (X1),
jumlah uang beredar (X2), Kurs rupiah terhadap US $ (X3), suku bunga pasar uang
antar bank (X4). Teknik analisis menggunakan regresi linier berganda dam untuk
mengujinya menggunakan uji F dan uji T.
Berdasarkan hasil analisis dan pemgujian hipotesis diperoleh hasil Fhitung
3,703 > Ftabel 3,48, sehingga secara simultan variabel bebas berpengaruh secara
signifikan terhadap inflasi di Jawa Timur. Sedangkan hasil uji t secara parsial variabel pengeluaran pemerintah (X1), jumlah uang beredar (X2), suku bunga
pasar uang antar bank (X4) berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi dengan
nilai masing-masing thitung 3,316 > ttabel 2,228, thitung 3,633 > ttabel 2,228 dan thitung
-3,379 > ttabel 2,228, sedangkan variabel kurs rupiah terhadap US $ (X3) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi dan nilai masing-masing thitung
2,182 < ttabel 2,228.
Kata kunci : Pengeluaran pemerintah, Jumlah uang beredar, Kurs valas, Suku bunga antar bank (PUAB).
(11)
1.1. Latar Belakang
Perekonomian merupakan suatu tulang punggung dalam kemajuan
suatu negara, tak terkendali di Indonesia, perkembangan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomi akan berjalan selaras sesuai dengan stabilitas situasi dan kondisi sosial, politik dan budaya di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi dapat di pengaruhi beberapa faktor, atau unsur-unsur yang dapat merubah tingkat perekonomian. Menurut Bonne, dalam Mulyono, (2002 :226) indikator atau faktor yang paling mempengaruhi perekonomian adalah tingkat inflasi. Sudah bukan hal baru lagi, jika sering kali masalah inflasi ini dapat mempengaruhi perekonomian di suatu negara. Inflasi sendiri dapat diartikan sebagai “kenaikan harga-harga barang secara umum pada suatu periode tertentu pada suatu negara . Inflasi dapat ,mempengaruhi sendi perekonomian, misalnya : naiknya harga BBM akan mempengaruhi kenaikan harga barang-barang kebutuhan yang lainnya, juga dapat menaikkan harga-harga bahan baku dll.
Perkembangan harga berbagai komoditas di Jawa Timur pada bulan April 2009 secara umum menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 10 kota di Jawa Timur, pada bulan April 2009 Jawa
Timur mengalami deflasi 0,47%, atau penurunan Indeks harga Konsumen
1
(12)
(IHK) dari 113,89 pada bulan Maret 2009 menjadi 113,35 pada bulan April 2009. Kondisi ini terlihat lebih berbeda dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 dan 2008 yang mengalami inflasi 0,88% dan 0,35%. Bulan April 2009 Jawa Timur sudah mengalami inflasi 0,61%, sedangkan nasional baru 0,04%. (Anonim,2009 :1)
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi di Jawa Timur meliputi :
Pengeluaran pemerintah adalah merupakan bagian dari Anggran Belanja Negara, akan tetapi tidak seluruh pengeluaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara merupakan pengeluaran pemerintah. (Boediono,1998: 36).
Pengeluaran pemerintah meliputi belanja pegawai dan belanja rutin . pengeluaran pemerintah setiap tahunnya dapat berubah sesuai dengan alokasi kebutuhan yang dialokasikan untuk kegiatan pemerintah yang sedang dijalankan oleh pemerintah.hal ini bisa dilihat dari pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai berdasarkan data yang di peroleh, Realisasi Tahun 2005 Sebesar Rp.54.254.200.000.sedangkan pada tahun 2006 sebesar Rp.73.252.300.000 atau meningkat 35% dari belanja pegawai sebelumnya. Kemudian di tahun 2007, meningkat kembali 23%, (atau) menjadi Rp.90.425.000.000,- lalu di APBN Realisasi tahun 2008 pun terus meningkat menjadi Rp.112.829.900.000 atau 25% dari tahun sebelumnya. (Taufik A, 2010 : 2)
(13)
Jumlah uang beredar (Money Supply) di Indonesia didefinisikan sebagai tagihan masyarakat terhadap sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral. (Gunawan, 1991 : 61)
Jumlah uang beredar pada tahun 2004 adalah sebesar Rp 1,033.53
Milyar, jumlah uang beredar mengalami kenaikan pada tahun 2005 adalah Rp 1,203.22 Milyar atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 16,4 %. jumlah uang beredar kembali mengalami kenaikan pada tahun 2006 sebesar Rp 1,382.07 Milyar, yang mengalami kenaikan sebesar 14,9 % dari tahun 2005. (Oktavia, 2005 : 6)
Pasar valuta asing adalah pertukaran kurs valas yang mempunyai fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional. Posisi nilai tukar suatu negara memiliki pengaruh terhadap sistem perekonomiannya. Masih segar dalam ingatan kita, kira-kira satu dasawarsa yang lalu, kita pernah mengalami keadaan ekonomi yang begitu berat di pertengahan tahun 1997, kita mengalami Krisis ekonomi yang berawal dari krisis moneter yang dipicu oleh pelemahan mata uang bath Thailand yang berangsur-angsur menularkan dampaknya ke mata uang Rupiah. Dampak krisis tersebut telah mengguncang kondisi perekonomian di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di tanah air, perkembangan kurs valas antara tahun 2006 sampai 2008 cenderung mengalami kecenderungan yang naik turun. Hal ini bisa dilihat dari data yang diperoleh pada tahun 2006 pada bulan Januari, Februari, Maret perkembangan valas berkisar pada nilai Rp 9.500 terhadap 1 US Dolar, sempat mengalami penurunan pada Mei
(14)
2006 menjadi Rp 9.000 terhadap 1 US Dolar, setelah itu pergerakan nilai valas rupiah terhadap US Dolar stabil pada nilai Rp 9.500 dari Juli 2006 sampai November 2006 . pada tahun 2007 perkembangan valas antara bulan Januari 2007 sampai Maret sebesar RP 9.500 atau tidak banyak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya.begitu juga bulan Mei 2007 sampai November 2007 pergerakan nilai valas tidak banyak mengalami perubahan seperti pada tahun 2006. begitu juga pada Januari 2008 sampai Juli 2008 valas tidak mengalami perubahan yang berarti atau berkisar antara RP 9.000 sampai Rp 9.500 terhadap 1 US Dolar. Kurs valas sempat mengalami kenaikan yang berarti pada September 2008 sampai November 2008 sebesar RP 12.000 terhadap 1 US Dolar. Tetapi kembali mengalami sedikit penurunan pada akhir tahun yaitu pada desember 2008 mengalami penurunan Rp 11.000 terhadap 1US Dolar. (Anonim, 2007 : 3)
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Tingkat suku bunga SBI dalam 3 tahun terakhir terlihat mengalami penurunan, dimana tingkat suku bunga SBI pada tahun Desember 2002 adalah sebesar 12,93%, yang menurun menjadi sebesar 8,31% di tahun 2003, dan kembali menurun sebesar 7,43%. Semakin menurunnya tingkat suku bunga SBI ini ada indikasi dipicu oleh tingginya aktivitas perdagangan valuta asing dalam hal ini dollar Amerika, sehingga ada kecenderungan banyak investor yang lebih memilih menginvestasikan
(15)
dananya di sektor perdagangan valuta asing. Nilai fluktuasi perdagangan valuta asing dalam hal ini rupiah dan dollar AS dalam tiga tahun terakhir terbukti menunjukkan fluktuasi yang sangat tinggi dimana pada bulan Januari 2002 nilai kurs rupiah terhadap Dollar AS adalah Rp. 10.320 dan ditutup pada akhir Desember 2002 adalah sebesar Rp. 8.940. Pada bulan Januari 2003 nilai kurs Rupiah adalah sebesar Rp. 8876 dan ditutup pada akhir Desember 2003 adalah sebesar Rp. 8456, dan pada tahun 2004 nilai kurs rupiah terhadap Dollar pada bulan Januari 2004 sebesar Rp. 8.841 dan ditutup pada Desember 2005 sebesar Rp. 9.290. (Anonim, 2007 : 6)
Dan apa yang saya simpulkan ini merupakan bagaimana mengetahui ke empat faktor ekonomi tersebut mempengaruhi Tingkat Inflasi di Jawa Timur.
Sesuai dengan data fakta yang terjabar di atas, maka penelitian ini menitik beratkan pada faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat inflasi di Jawa Timur, maka penelitian ini mengambil Judul “Analisis Faktor Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di Jawa Timur”.
1.1. Perumusan Masalah
Pada penelitian ini, perumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Apakah Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Uang Beredar, Kurs Valuta
Asing, Tingkat Suku Bunga berpengaruh terhadap inflasi di Jawa Timur.
2. Diantara variabel-variabel tersebut manakah yang paling berpengaruh
(16)
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Uang
Beredar, Kurs Valuta Asing, Tingkat Suku Bunga terhadap Tingkat Inflasi di Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap Tingkat
Inflasi di Jawa Timur.
1.3. Manfaat Penelitian
1. Menambah ilmu pendidikan serta digunakan acuan bagi peneliti
selanjutnya,khususnya tentang inflasi di Jawa Timur.
2. Sebagai bahan informasi kepada pengambil keputusan dalam hal yang
berhubungan dengan inflasi.
3. Sebagai bahan tambahan perbendaharaan di Fakultas Ekonomi
UPN’’Veteran’’Jawa Timur.
(17)
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang berkaitan dengan Analisis Faktor Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Jawa Timur, antara lain :
a. Purnomo (2000) Judul penelitian” Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Inflasi di Indonesia”, dengan variabel terikat (Y) adalah Inflasi. Sedangkan
variabel bebas meliputi Suku Bunga Tabungan (X1), Sertifikat Bank
Indonesia (X2), dan Kurs Valuta Asing (X3). Berdasarkan hasil
perhitungan yang diperoleh melalui uji F, maka terbukti secara simultan suku bunga tabungan, SBI dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dolar berpengaruh secara nyata terhadap tingkat Inflasi. Sedangkan hasil analisis dengan menggunakan uji t dari variabel suku bunga tabungan menunjukkan bahwa variabel suku bunga tabungan meningkat maka inflasi mengalami penurunan. Untuk variabel SBI menunjukkan bahwa SBI berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi. Sedangkan variabel nilai tukar terhadap US Dolar menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Karena nilai tukar rupiah terhadap dolar turun maka inflasi akan meningkat.
7
(18)
b. Irawan (2003) Judul penelitian” Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi
Laju Inflasi di Indonesia”, dengan variabel (Y) adalah Tingkat Inflasi.
Sedangkan variabel bebas meliputi Pengeluaran Pemerintah (X1), Jumlah
Uang Beredar (X2), Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3), dan Kurs Valuta
Asing (X4). Berdasarkan dari hasil penelitian dengan uji F bahwa terbukti
secara simultan bahwa hubungan antara variabel pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, kurs valuta asing, suku bunga SBI berpengaruh secara nyata terhadap inflasi. Sedangkan dari hasil analisis dengan uji-t dari variabel pengeluaran pemerintah menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi. Untuk variabel jumlah uang beredar berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi, sedangkan SBI menunjukkan berpengaruh secara negatif.
c. Saputra (2003) Judul penelitian” Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Inflasi Di Indonesia”, dengan variabel terikat (Y) adalah Inflasi.
Sedangkan variabel bebas meliputi pengeluaran pemerintah (X1), Jumlah
Uang Beredar (X2), Tingkat Suku Bunga SBI (X3). Hasil dari analisis
dengan menggunakan uji F terdapat pengaruh yang nyata antara variabel pengeluaran pemerintah. Jumlah uang beredar, dan tingkat suku bunga SBI terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Sedangkan hasil analisis menggunakan uji t dari variabel pengeluaran pemerintah menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh secara negatif terhadap laju inflasi karena pengeluaran pemerintah turun maupun naik tidak banyak mempengaruhi laju inflasi. Untuk variabel jumlah uang
(19)
beredar menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar berpengaruh secara positif terhadap laju inflasi karena jika jumlah uang beredar meningkat maka inflasi ikut meningkat. Sedangkan untuk suku bunga SBI menunjukkan variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara negatif terhadap tingkat inflasi. Maka naik turunnya tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap laju inflasi.
a. Muchtolifah (2003) Judul penelitian” Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
di Indonesia”, dengan variabel (Y) adalah Tingkat Inflasi. Sedangkan
variabel bebas meliputi Suku Bunga Kredit (X1), Sertifikat Bank
Indonesia (X2), Kurs Valuta Asing (X3).. Berdasarkan dari hasil penelitian
dengan uji F bahwa terbukti secara simultan bahwa hubungan antara variabel suku bunga kredit, SBI, kurs valuta asing berpengaruh terhadap inflasi. Sedangkan dari hasil analisis dengan uji t dari variabel suku bunga kredit menunjukkan variabel suku bunga kredit berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi. Karena suku bunga meningkat, makaterhadap inflasi ikut meningkat. Untuk variabel sertifikat bank indonesia berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi. Karena jika sertifikat bank indonesia naik, maka inflasi ikut meningkat. Sedangkan variabel tingkat suku bunga SBI menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara negatif = terhadap laju inflasi. Karena naik atau turunnya tingkat suku bunga (SBI) tidak banyak minflasi. Dan untuk variabel kurs valuta asing menunjukkan bahwa variabel kurs valuta asing berpengaruh secara
(20)
positif terhadap laju inflasi. Karena jika valuta asing tinggi maka inflasi turun.
b. Andrianus (2005) Jurnal dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi
Laju Inflasi di Indonesia dengan variabel terikat (Y) adalah Inflasi.
Sedangkan variabel bebas meliputi Tingtkat Suku Bunga (X1), Jumlah
Uang Beredar (X2), dan Kurs Valas (X3). Berdasarkan hasil dari penelitian
uji F. Hal ini berarti simultan ketiga variabel bebas berpengaruh terhadap laju inflasi. Sedangkan berdasarkan hasil uji t dari Tingkat Suku Bunga menunjukkan bahwa Tingkat Suku Bunga mempunyai pengaruh terhadap laju inflasi. Karena jika pengeluaran pemerintah naik, maka inflasi ikut meningkat. Untuk jumlah uang beredar menunjukkan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh secara negatif terhadap laju inflasi. Maka jumlah uang beredar naik turun tidak banyak mempengaruhi inflasi. Sedangkan untuk kurs valas berpengaruh secara negatif terhadap laju inflasi karena naik turun kurs valas tidak banyak mempengaruhi inflasi.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis Faktor Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Jawa Timur”, dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi (Y), sedangkan
(21)
variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran
pemerintah (X1), Jumlah Uang beredar (X2), Kurs Valuta Asing (X3),
Tingkat Suku Bunga (X4).
2.2. Landasan Teori
Pengertian teori atau tinjauan pustaka ini di maksudkan untuk
mengetahui dan menemukan dasar-dasar teoritis guna membantu memecahkan permasalahan.
2.2.1. Pengertian Inflasi
Pengertian inflasi ini adalah kenaikan harga-harga umum
barang-barang secara terus-menerus.
Definisi inflasi menurut beberapa ahli ekonomi pada dasarnya
sama dengan ulasan-ulasan yang beda, yaitu antara lain :
a. Menurut Triandaru (2000 : 133) inflasi adalah seluruh kenaikan dalam
harga produksi juga seluruh tingkat harga sangat bervariasi sepanjang waktu dan antar Negara.
b. Menurut Sukirno (2005 : 338) inflasi adalah kenaikan harga-harga yang
tinggi dan terus-menerus bukan saja menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi, tetapi juga kemakmuran individu dan masyarakat.
c. Menurut Mankiw (2007 : 75) inflasi adalah kenaikan terus-menerus
dalam tingkat harga suatu perekonomian akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah adanya kecenderunan (tendency) harga-harga untuk meningkat,
(22)
yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu naik dibandingkan dengan sebelumnya.
2.2.1.1. Penggolongan Inflasi
Berdasarkan kepada tingkat kelajuan harga-harga yang berlaku, Inflasi dapat dibedakan 3 golongan dan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita. (Munir, 2007 : 5)
a. Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi, ada beberapa
macam inflasi :
1. Inflasi ringan, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya kurang dari 10%
per tahun.
2. Inflasi sedang, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya antara 10%
sampai 30% per tahun.
3. Inflasi berat, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya antara 30%
sampai 100% per tahun.
4. Hiper inflasi, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya diatas 100% per
tahun.
b. Penggolongan inflasi berdasarkan atas penyebabnya :
1. Inflasi permintaan agregat (Demand Full Inflation)
Adalah inflasi yang terjadi karena kenaikan permintaan agregat barang-barang konsumsi dari masyarakat.
(23)
Gambar 1 : Terjadinya Demand Full Inflation
P AS
P4 Inflationary Gap P3 AD4
P2 AD3
P1 AD2
AD1
Q1 QFE Q
Sumber : Nopirn, 2000, Pengantar Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM,Yogyakarta, Halaman 29.
Keterangan :
Bermula dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan
permintaan total dari AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian
permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada.
Akibatnya , harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi QFE.
Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik
menjadi P3 sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini
disebabkan oleh adanya inflationary gap. Proses kenaikan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total terus naik
(misalnya menjadi AD4)
2. Inflasi penawaran agregat (Cost Push Infltion)
Adalah inflasi yang terjadi karena penurunan penawaran agregat akibat kenaikan produksi
(24)
Gambar 2 :Terjadinya Cost Push Inflation AS1 AS2 AS3 P
P3
P2
P1
AD
Q2 Q1 QFE
Sumber : Nopirin, 2000, Pengantar Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 31.
Keterangan :
Bermula pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya produksi
(disebabkan baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan
menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2.
Konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun menjadi
Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi
AS3, harga naik dan produksi turun menjadi Q2.
Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke
atas. Proses kenaikan harga ini (yang sering juga dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan cost-push inflation.
(25)
c. Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation).
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul, misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, panen yang gagal.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation).
Inflasi yang timbul karena harga-harga barang dari luar negeri.
2.2.1.2. Penyebab Timbulnya Inflasi
Menurut Sihombing (2009 : 2) ada 3 bentuk timbulnya inflasi :
1. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa, pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.
2. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi.
(26)
3. Inflasi Impor
Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor mengalami kenaikan hanya mempunyai peran yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan salah satu contoh yang nyata dalam hal ini adalah efek kenaikan harga minyak dalam tahun 1970-an. Kepada perekonomian Negara Barat dan negara pengimpor minyak lainnya.
Dari sudut lain dapat pula dikatakan bahwa inflasi tersebut
dapat ditimbulkan oleh 2 sektor lain, yaitu :
1. Sektor Pemerintah
Dapat menimbulkan inflasi bila pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimanya. Sehingga untuk membiayai pengeluaran yang besar tersebut terpaksa dikeluarkan uang baru baik dengan jalan mengadakan pinjaman pada Bank Indonesia atau Bank Dagang maupun juga dengan mengeluarkan uang kertas pemerintah yang baru yang akan menyebabkan inflasi, bila pertambahan uang baru tersebut tidak diimbangi oleh naikknya jumlah barang-barang.
2. Sektor Partikulir
Bila jumlah uang beredar dalam masyarakat akan bertambah bila bank-bank mengeluarkan kredit yang besar untuk memenuhi permintaan pinjaman sektor partikulir. Sehubungan dengan kegiatan-kegiatannya di bidang investasi dan non investasi. (Boediono,1998 :85)
(27)
2.2.1.3. Teori-teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dan bukan teri inflasi yang lengkap yang mencangkup semua aspek penting dari proses inflasi atau kenaikan harga ini. (Suparmono,2002 : 128)
Teori inflasi dibedakan menjadi :
1. Teori Kuantitas
Jumlah uang beredar yang berlebihan merupakan pendorong utama terjadinya inflasi, baik uang kartal maupun uang giral. Ada beberapa sebab terjadinya kelebihan JUB, diantaranya karena terjadinya defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dari mencetak uang. Semakin besar defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dari mencetak uang, maka inflasi yang terjadi semakin parah. (Suparmono,2002 : 135)
2. Teori Keynes
Pemerintah seperti yang telah dijelaskan pada inflasi menurut teori kuantitas, pemerintah dapat menyebabkan inflasi apabila defisit anggaran pemerintah dibiayai dengan cara mencetak uang baru. Akan semakin memperparah terjadinya inflasi. Pemerintah ingin memperoleh bagian yang lebih besar dari output masyarakat dengan cara menjalankan defisit anggaran yang dilakukan dengan meningkatkan anggaran pengeluaran pemerintah. (Suparmono,2002 :136)
(28)
3. Teori Strukturalis
Teori ini penekanannya pada aspek institusional. Teori ini bersifat jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena adanya sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan bahan makanan dan kalangan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain sehingga terjadi inflasi semacam itu tidak dapat diobati dengan misalnya mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus dengan perbaikan sektor bahan makanan oleh ekspor. (Boediono,1993: 170)
2.2.1.4. Efek-efek inflasi
Efek inflasi dalam hal ini dapat mempengaruhi beberapa faktor antara lain :
1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi, dengan demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.
(29)
2. Efek Trehadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang-barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi barang-barang tertentu.
3. Efek Terhadap Output (Out Effect)
Inflasi dapat menyebabkan kenaikan produksi. Alasannya keadaan inflasi biasa kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi dapat menyebabkan sebaliknya yaitu penurunan output. Inflasi dapat dibarengi dengan kenaikan output, tetapi juga dibarengi dengan penurunan output. (Nopirin,2000: 32)
2.2.1.5. Cara mencegah inflasi
Cara mencegah inflasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kebijakan Moneter
Sasaran kebijan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M). salah satu komponen jumlah uang adalah uang giral (demand deposit). Uang giral dapat terjadi melalui dua cara. Pertama, apabila seseorang memasukkan uang kebank dalam bentuk giro. Kedua, apabila seseorang memperoleh pinjaman dari bank tidak diterima kas tetapi dalam bentuk giro. Deposito yang timbul dengan cara kedua sifatnya lebih inflator dari cara yang pertama. Sebab yang
(30)
pertama hanyalah pengalihan bentuk saja, dari uang kas ke uang giral.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah, serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan. (Nopirin,2000: 34)
2.2.2. Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Menurut Boediono (1993: 50), Yang dimaksud dengan “Pengeluaran pemerintah di sini adalah mengenai pengertian “barang / jasa”. Yang dimaksudkan ke dalam G hanyalah pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang merupakan produksi tahun yang bersangkutan. Barang-barang (atau jasa-jasa) yang diproduksikan tahun lampau tetapi dibeli oleh pemerintah tahun ini bukanlah merupakan bagian dari G (pemerintah). Hal ini harus diteliti dahulu pos-posnya dan hanya pos-pos yang bersangkutan pembelian baran” (G) adalah semua pembelian barang / jasa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah. Satu catatan penting yang perlu diingat G dan jasa hasil produksi pada tahun bersangkutan.
(31)
Pemerintah menggunakan anggaran untuk mengendalikan dan mencatat masalah fiskalnya. Suatu anggaran menunjukkan rencana pengeluaran dan penerimaan yang akan dilakukan nantinya dalam satu tahun.
2.2.2.1. Ada 2 pengeluaran pemerintah lainnya diantaranya :
Pengeluaran investasi
Mempelajari bagaimana tingkat pendapatan nasional menyesuaikan dengan tingkat tetap dari investasi riil direncanakan, maka kita asumsikan bahwa perusahaan merencanakan untukmelakukan sejumlah investasi bisnis dalam jumlah konstan dalam bentuk pabrik dan mesin setiap tahunnya dan mereka merencanakan mengadakan sediaan yang juga konstan.
Pengeluaran pemerintah barang dan jasa
Pemerintah bermaksud untuk membelanjakan dan mencapai jumlah pembelanjaan hingga berjuta dolar pada barang dan jasa yang produksi sekarang. Kita akan mengeluarkan asumsi ini dan mempelajari bagaimana respon pendapatan nasional terhadap perubahan penegeluaran pemerintah yang diinginkan. (Maulana,2001: 67)
(32)
Rumus pengeluaran pemerintah :
Y = C + I + G (Suparmoko,2000 : 48)
Keterangan :
Y = Tingkat pendapatan nasional C = Pengeluaran konsumsi I = Investasi perusahaan G = Pengeluaran pemerintah
Gambar dibawah ini adalah permintaan agregat yang digunakan sebagai sumbu vertical dan pendapatan nasional sebagai sumbu horizontal :
Gambar 3 : Pengeluaran Pemerintah G
Go Go
O Y
Sumber : Suparmoko, Keuangan Negara : Dalam Teori dan Praktik, BPFE, Ypgyakarta,2000,Edisi Keempat, Halaman 49
Keterangan :
Pengeluaran pemerintah in kita beri symbol G dan sifatnya eksogen, yaitu tidak merupakan bagian aliran pendapatan nasional, dan tinggi rendahnya pengeluaran pemerintah itu di
(33)
kurva GoGo bahwa pengeluaran pemerintah tidak dipengaruhi
oleh besarnya pendapatan nasional.
2.2.2.2. Pengeluaran pemerintah di bagi dua kelompok yaitu antara lain :
1. Pengeluaran rutin
Pengeluaran rutin dalam anggaran adalah penegeluaran yang ditujukan pada kegiatan-kegiatan rutin Negara yang bersifat terus-menerus. Contohnya adalah untuk membayar gaji dan pensiun pegawai, belanja barang,dll.
2. Pengeluaran pembangunan
Yang dimaksud pengeluaran pembangunan adalah
pengeluaran pemerintah pada bidang-bidang tertentu, yang bertujuan untuk mengadakan pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana untuk kebutuhan masyarakat.
2.2.2.3. Hubungan pengeluaran pemerintah dengan inflasi
Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah semakin besar.
Tetapi apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang. Karena itu penerimaan pemerintah dari pajak
(34)
juga meningkat dengan cara menaikkan tarif pajak dan untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan inflasi menjadi naik atau harga barang dan jasa dipasar menjadi naik.
2.2.3. Jumlah uang beredar
Jumlah uang beredar (Money Supply) di Indonesia didefinisikan seluruh “uang kartal” dan uang giral” yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat.
Arti uang kartal adalah uang tunai (yang dikeluarkan oleh bank sentral) yang berada di bawah kekuasaan masyarakat (aman) untuk menggunakannya.
Sedangkan uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening Koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum. Saldo ini merupakan bagian dari “dimiliki yang beredar” karena sewaktu-waktu bisa digunakan oleh pemiliknya (masyarakat) untuk kebutuhannya. (Boediono,1993: 86)
Dibandingkan dengan teori permintaan dan penawaran uag merupakan hal yang baru berkembang dalam teori moneter. Jumlah uang (emas) bisa turun apabila dikirim keluar negeri untuk menutupi defisit neraca pembayaran.
Dalam sistem moneter seperti ; uang beredar benar-benar ditentukan oleh proses-proses, sedangkan pemerintah bank sentral ataupun perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya jumlah uang beredar. (Triandaru,2000 : 116)
(35)
Jumlah uang beredar (JUB) dianggap bisa ditentukan secara langsung oleh penguasa moneter tanpa mempersoalkan dengan uang inti. Perilaku seperti ini berlandaskan pada analisis penentuan jumlah uang beredar secara mekanis,dimana JUB dihubungkan dengan uang inti lewat angka penggandaan. Besarnya angka penggandaan ini ditentukan oleh rasio cadangan perbankan dan rasio antara uang kartal dan uang giral.
Namun pada kenyataannya bank sentral menentukan besarnya uang inti dan bank-bank umum menentukan volume kredit dan kekayaan lainnya serta masyarakat menentukan alokasi kekayaan likuid yang ingin mereka pegang.
Tindakan yang bisa dilakukan oleh bank sentral mempengaruhi besarnya uang inti yang kemudian akan mempengaruhi angka penggandaan yang merupakan hasil (bersih netto) dan perilaku masyarakat serta perbankan menentukan cadangan yang ingin mereka pegang.
2.2.3.1. Uang inti merupakan besaran penting yang berfungsi sebagai indikator bagi kebijaksanaa moneter terhadap perekonomian.
(Iswardono,2000: 113)
Pendapat diatas berdasarkan pada 2 hal yaitu :
1. Adanya teori moneter yang memasukkan uang inti sebagai suatu mata
rantai penghubung antara tindakan-tindakan penguasa moneter dengan dampak terakhirnya terhadap pendapatan, output dan harga.
2. Uang inti merupakan variabel yang relatif lebih bisa dikendalikan
(36)
2.2.3.2. Ada 3 konsep dalam menghitung besarnya uang inti yaitu :
a. Source base
b. Reserve adjustment c. Monetary base
Sorce base diperoleh dari Neraca Bank Sentral dan Kas Negara yang dikonsolidasikan, dimana dalam hal ini source base terdiri atas:
Aktiva luar negeri
Tagihan rekening Bank Sentral
Rekening pemerintah dan
Rekening-rekening lainnya dalam neraca Bank Sentral
Reserve adjustment memperhitungkan pengaruh dari berubahnya cadangan minimum yang diwajibkan dan perubahan proporsi kekayaan likuid yang dikenai peraturan tersebut.
Monetary base implikasi kebijaksanaannya, dimana penguasa moneter tidak dapat meramalkan dampak kebijaksanaan moneternya dengan tepat karena hubungan antara cadangan dan deposit perbankan akan dipengaruhi oleh harapan mereka tentang apa yang akan dilakukan oleh Bank Sentral
2.2.3.3. Ada 4 macam system perbankan dengan cadangan sebagian : (Reserve Ratio) Bagian dari deposito yang dipertahankan sebagai
(37)
(Reserve Banking) sebuah sistem perbankan dimana bank hanya
menempatkan sebagian simpanan yang diterimanya sebagai cadangan.
(Reserve requirement) menetapkan jumlah cadangan minimum
yang harus dipertahankan bank, yang dinamakan ketentuan cadangan minimum.
(Kelebihan cadangan) bank juga dapat mempertahankan cadangan
di atas jumlah minimum yang telah ditetapkan. (Mankiw,2003: 159)
2.2.3.4. Hubungan variabel jumlah uang beredar dengan inflasi
Terdapat pada pengaruh sektor pemerintah terhadap jumlah uang beredar yang melalui anggaran belanja karena pasar uang modal di negara berkembang belum maju, maka pinjaman pemerintah akan mempengaruhi jumlah uang beredar mengingat tidak mungkinnya pemerintah menjual surat utang kepada masyarakat sehingga pencairan/penggunaan dana ini oleh pemerintah akan menaikkan uang inti yang selanjutnya dapat menaikkan jumlah uang beredar dan juga dapat menaikkan permintaan serta penawaran uang sehingga berakibat secara langsung dapat menaikkan inflasi. (Iswardono,2000: 15)
2.2.4. Kurs valuta asing
Menurut Nopirin (2000: 163) definisi nilai tukar merupakan
harga didalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga
(38)
antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan Kurs Valuta Asing ( Exchange Rate).
Menurut Nopirin (2000: 164), perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal, antara lain :
Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta
asing. Selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para padagang.
Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu
pembayarannya. Di dalam pembayaran valas yang lebih cepat akan mempunyai kurs yang lebih tinggi.
Perbedaan kurs karena tingkat keamanan dalam penerimaan
pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran berasal dari bank asing yang sudah terkenal kursnya lebih tinggi daripada yang belum terkenal.
Jadi pasar valas tidaklah hanya menyangkut kurs / harga valas saja,
tetapi juga pihak-pihak yang melakukan transaksi. Pihak-pihak ini antara lain : eksportir-importir, bank,pedagang perantara dan bank sentral.
2.2.4.1. Sistem kurs valuta asing
Sifat kurs valas (valas) sangat tergantung dari sifat pasar, apabila transaksi jual-beli valas dapat dilakukan secara bebas maka kurs valas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawarannya.
(39)
Sistem kurs valas ada beberapa macam, antara lain : (Nopirin,2000 : 173)
1. Sistem kurs berubah-ubah
Banyak istilah digunakan untuk mengungkapkan sistem kurs berubah-ubah diantaranya yang paling popular ialah flexible exchange rate system akan tetapi istilah yang sekarang paling banyak dipergunakan ialah sistem kurs mengambang atau floating rate system. Dalam sistem ini kurs valas tidak ditentukan oleh pemerintah tetapi ditentukan oleh pasar.
2. Sistem kurs stabil
Istilah sistem kurs stabil lebih terkenal dengan istilah kurs tetap atau fixed exchange rates system. Sistem kurs tetap atau kurs stabil dipertahankan melalui intervensi pemerintah.
3. Sistem pengawasan devisa
Sistem devisa yang paling sedikit memperoleh perhatian para pemikir ekonomi ialah sistem pengawasan devisa atau exchange control system. Sistem pengawasan devisa merupakan sistem penjatahan valuta asing yang dipergunakan secara menyeluruh dan seluruh valuta asing yang diperoleh para penghasil valas harus diserahkan kepada pemerintah.
(40)
2.2.4.2. Pasar valuta asing
Pasar valuta asing adalah pertukaran kurs valas yang mempunyai fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional, antara lain : (Nopirin,2000 : 165)
1. Mempermudah pertukaran valas serta pemindahan dana dari suatu
Negara ke Negara lain (Clearing).
2. Memberikan kemudahan untuk dilaksanakan perjanjian atau kontrak
jual beli dengan kredit.
3. Mempermudah dilakukan “hedging” yaitu membantu pedagang yang
melakukan transaksi jual-beli valas di pasar yang berbeda, yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko akibat perbandingan kurs.
2.2.4.3. Hubungan antara kurs dengan inflasi
Makin tinggi tingkat kurs, makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta asing, kurs valas cenderung naik (harga mata uang sendiri turun).
Demikian inflasi, akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang mengakibatkan kurs valuta asing naik. Disamping faktor-faktor ekonomi, ada faktor non ekonomi misalnya faktor politis dan psikologi.
(41)
2.2.5 Tingkat suku bunga
Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang.
Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per-unit waktu yang disebut persentase dari jumlah yang dipinjamkan. (Mankiw,2003: 44)
Arti suku bunga yang lain adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu
pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. (Fair,2001:635)
Jadi dapatlah dikatakan bahwa para peminjam bersedia membayarkan
sejumlah tingkat bunga kepada pemilik uang karena adanya yang dipinjamkannya orang tersebut dapat menciptakan pendapatan secara singkat suku bunga harga dari pada uang (price of money)
2.2.5.1 Ada 2 macam suku bunga nominal (nominal interest rate) dan suku bunga riil (riil interest rate) :
Suku bunga nominal : tingkat suku bunga yang dibayarkan oleh bank
lazim.
Suku bunga riil : suku bunga yang telah dikoreksi terhadap inflasi.
Hubungan antara suku bunga nominal dan suku bunga riil, dan inflasi sebagai berikut :
Suku bunga riil = Suku bunga nominal – tingkat inflasi
Keterangan :
Suku bunga riil adalah selisih suku bunga nominal dan tingkat inflasi. Suku bunga nominal memberitahu anda seberapa cepat jumlah uang
(42)
anda di bank bertambah dalam periode tertentu, sedangkan suku bunga riil memberitahu anda seberapa cepat daya beli simpanan anda di bank itu meningkat dalam kurun waktu tertentu.
2.2.5.2. menurut masing-masing teori ada perbedaan pendapat suku bunga :
a. Teori klasik tentang tingkat suku bunga
Menurut para ahli ekonomi aliran klasik, bunga adalah harga
dari penggunaan dan yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund) ataupun dana yang digunakan untuk investasi pada pasar dana investasi. (Boediono,1998: 157)
Pasar dana investasi adalah pasar tempat bertemunya antara pihak yang kelebihan dan dengan membutuhkan dana. Pihak yang kelebihan dana adalah masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk memenuhi konsumsinya. Sedangkan pihak yang membutuhkan dana adalah masyarakat yang ingin berkonsumsi melebihi apa yang diterimanya atau bisa juga pihak yang ingin melakukan investasi dan memperluas usahanya.
b. Teori Keynes tentang tingkat suku bunga
Teori Keynes yang menyatakan bahwa suku bunga selalu bergerak menyesuaikan untuk menyeimbangkan jumlah uang beredar dan permintaan uang. Jhon Maynard Keynes menawarkan teori prefrensi likuiditas untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan suku bunga perekonomian. Teori ini, pada hakekatnya, hanya merupakan
(43)
aplikasi dari konsep penawaran dan permintaan. Menurut Keynes, suku bunga senantiasa bergerak menyesuaikan untuk menyeimbangkan jumlah uang beredar dan permintaan uang. (Mankiw,2003: 306)
2.2.5.3. Berikut ini ada beberapa sebab-akibat perubahan suku bunga :
Dampak kekayaan : tingkat harga yang lebih rendah akan
meningkatkan nilai riil dari uang tunai yang dipegang oleh rumah tangga, dan kesejahteraan yang lebih tinggi mendorong naikknya belanja konsumen.
Dampak suku bunga : tingkat harga yang lebih rendah akan
menurunkan suku bunga ketika masyarakat berupaya untuk meminjamkan kelebihan uang yang mereka pegang, dan suku bunga yang lebih rendah mendorong pengeluaran investasi.
Dampak nilai tukar : ketika tingkat harga yang lebih rendah
menurunkan suku bunga, para investor memindahkan sebagian dana mereka keluar negeri dan menyebabkan depresiasi mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing. (Mankiw,2003: 305)
2.2.5.4. Tingkat Suku Bunga (PUAB)
Pasar Uang antar Bank, adalah transaksi untuk
menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suatu Bank kepada Bank yang lain, di mana Bank yang menerima dana sedang kalah kliring. Kalah kliring artinya sebuah Bank yang kekurangan dana untuk
(44)
2.2.5.4.1. Fungsi Pasar Uang :
Mempermudah masyarakat memperoleh dana-dana jangka
pendek untuk membiayai modal kerja atau keperluan jangka pendek lainnya.
menunjang program pemerataan pendapatan bagi
masyarakat.
memberikan kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam
pembangunan dengan membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
2.2.5.4.2. Ada beberapa indikator Pasar uang :
Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (Rp)
Tingkat bunga yang dikenakan oleh bank terhadap bank lain dalam hal pinjam meminjam danadalam bentuk rupiah.
Volume transaksi Pasar Uang Antar Bank (Rp)
Jumlah transaksi antar bank dalam hal pinjam meminjam dalam bentuk rupiah.
Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (US$)
Tingkat bunga yang dikenakan oleh bank terhadap bank lain dalam hal pinjam meminjam danadalam bentuk US $.
2.2.5.5. Hubungan variabel tingkat suku bunga PUAB dengan inflasi
Dana yang digunakan oleh para investor/ masyarakat untuk menambah alat produksi (modal) yang diharapkan bisa menghasilkan penerimaan (tabungan) yang lebih besar dari pada
(45)
jumlah yang di investasikan, sehingga hal ini yang menyebabkan inflasi menjadi naik kerana masyarakat atau investor lebih banyak menginvestasikan ke produktivitas dari pada ke konsumsi. (Boediono,2000:81)
2.3. kerangka pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini membahas “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di Jawa Timur”, dalam pembahasan ini variabel yang mempengaruhi yaitu pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar , kurs valas dan suku bunga kredit. Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar variabel maka dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
1. Pengeluaran pemerintah (X1)
Menurut Boediono (1998 : 50), Yang dimaksud dengan “Pengeluaran pemerintah” (G) adalah semua pembelian barang / jasa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah. Satu catatan penting yang perlu diingat di sini adalah mengenai pengertian “barang / jasa”. Yang dimaksudkan ke dalam G hanyalah pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang merupakan produksi tahun yang bersangkutan. Barang-barang (atau jasa-jasa) yang diproduksikan tahun lampau tetapi dibeli oleh pemerintah tahun ini bukanlah merupakan bagian dari G (pemerintah). Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat permintaan akan barang dan jasa juga mengalami
(46)
peningkatan dan harga barang dan jasa naik, sehingga laju inflasi di Indonesia meningkat.
2. Jumlah uang beredar (X2)
Menurut Gunawan (1991 : 61), jumlah uang beredar (Money Supply) di Indonesia didefinisikan sebagai tagihan masyarakat terhadap sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral. Dengan meningkatnya jumlah uang beredar maka akan menyebabkan penawaran uang mengalami peningkatan dan mengakibatkan nilai uang menurun, sehingga laju inflasi di Indonesia ikut meningkat.
3. Kurs valuta asing (X3)
Menurut Nopirin (2000: 163) definisi nilai tukar merupakan harga didalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan Kurs Valuta Asing ( Exchange Rate). Dengan meningkatnya kurs valuta asing maka akan menyebabkan kenaikan biaya produksi untuk mendorong harga barang, sehingga mengakibatkan meningkatnya laju inflasi di Indonesia.
4. Tingkat suku bunga PUAB (X4)
Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per-unit waktu yang disebut persentase dari jumlah yang dipinjamkan. (Mankiw,2003: 44) Adapun contoh macam-macam dari suku bunga adalah pasar uang antar bank itu termasuk bagian dari suku bunga. Definisi pasar uang antar bank adalah transaksi untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suatu
(47)
Bank kepada Bank yang lain, di mana Bank yang menerima dana sedang kalah kliring. Kalah kliring artinya sebuah Bank yang kekurangan dana
untuk membayar kepada nasabahnya.(Pakarti, 2001 :20)
Apabila tingkat suku bunga pasar uang antar bank turun, maka jumlah nasabah akan turun karena orang akan memilih untuk membelanjakan uangnya dari pada untuk menabung sehingga jumlah uang beredar di masyarakat akan meningkat dan menyebabkan laju inflasi semakin tinggi.
Gambar 4 : Kerangka pikir
Pengeluaran
pemerintah (X1) Permintaan barang dan jasa
Penawaran uang Jumlah uang beredar
(X2)
Inflasi (Y)
Sumber : Penelitian Kurs valuta asing (X3)
Tingkat suku bunga pasar uang antar bank (PUAB)
( )
Biaya produksi
Jumlah nasabah tabungan deposito
(48)
2.4. Hipotesis
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori yang dikemukakan terdahulu, maka dapat ditarik suatu dugaan sementara atau hipotesis.
Adapun hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, kurs valuta
asing, suku bunga (PUAB) berpengaruh terhadap tingkat atau laju inflasi di Jawa Timur.
2. Diduga JUB adalah salah satu faktor ekonomi yang paling
mempengaruhi tingkat inflasi di Jawa Timur.
(49)
3.1 Definisi Operasional
Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah defisini yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan sifat operasional yang diperlikan untuk mengukur variabel tertentu.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a) Inflasi ( Y ) adalah kenaikan harga secara umum sebagai variabel terikat
(Y). Secara kumulatif bulanan pengukuran inflasi ini dinyatakan dalam satuan prosentase (%) dan data dari inflasi ini diambil berdasarkan tahunan.
b) Variabel bebas atau variabel berdiri sendiri (Independent variabel) yaitu :
1. Pengeluaran Pemerintah (X1)
Pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran pemerintah dalam periode tahun anggaran tertentu, pengeluaran tersebut tercantum dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Yang termasuk pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam milyar rupiah (Milyar Rp).
2. Jumlah Uang Beredar (X2)
Dalam arti sempit (M1), yaitu yang meliputi seluruh uang kartal dan
uang giral yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat. Uang kartal
39
(50)
dan uang kas atau uang tunai yang dipegang oleh masyarakat, sedangkan uang kertas dan uang logam yang disimpan oleh bank-bank umum atau bank-bank sentral tidak termasuk uang beredar. (Milyar Rp) 3. Kurs Valuta Asing (X3)
Kurs valuta asing adalah nilai tukar merupakan harga didalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Dan pengukuran kurs valuta asing ini dinyatakan dalam rupiah (Ribuan Rp)
4. Tingkat suku bunga pasar uang antar bank (X4)
Pasar Uang antar Bank, adalah transaksi untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suatu Bank kepada Bank yang lain, di mana Bank yang menerima dana sedang kalah kliring.
Variabel ini dinyatakan dalam satuan prosentase (Milyar %) 3.2. Teknik Penentuan Sampel
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series, yaitu data yang diurutkan berdasarkan urutan waktu. Teknik penentuan sampelnya non random sampling, untuk data yang diambil adalah data tahunan dalam jangka waktu lima belas tahun yaitu tahun 1994 sampai 2008
3.3 Jenis Data Dan Teknik Populasi Data 3.3.1. Jenis Data
(51)
1. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari instansi-instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Sumber data diantaranya diperoleh dari kantor Biro Pusat Statistik propinsi Jawa Timur.
2. Data yang di kumpulkan meliputi “
a. Inflasi di Jawa timur (Y) b. Pengeluaran pemerintah (X1) c. Jumlah uang beredar (X2) d. Kurs valuta asing (X3)
e. Suku bunga pasar uang antar bank (X4)
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) di Surabaya. Dan sumber data yang telah dikumpulkan dari instansi-instansi diambil berdasarkan data tahunan.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Studi keperpustakaan atau Library research data yang diperoleh
dengan membaca buku-buku, majalah serta tulisan laporan-laporan yang berkaitan dengan pembahasan ini.
(52)
2. Studi Lapangan
Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam penulisan skripsi.
Data diperoleh dengan mengambil laporan, catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada Badan Pusat Statistik Jawa Timur dan Bank Indonesia.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Untuk menaksir dan menganalisa pengaruh yang diajukan dalam
hipotesis beberapa variabel yang mempengaruhi laju inflasi di Jawa Timur akan dilakukan beberapa analisa yang mendukung tujuan dari penelitian ini. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis penelitian ini adalah :
Analisis regresi linier berganda dengan asumsi klasik BLUE (Best, Linear, Unbiassed, Estimator) yang bertujuan untuk menentukan arah dan kekuatan pengaruh dari masing-masing variabel. Adapun bentuk persamaan untuk menentukan hubungan variabel independent, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y =
f(X1,X2,X3,X4)……….(3.1)
Model fungsional tersebut diatas ditetapkan pada model regresi berganda baik r ma
(53)
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +
… … … )
an
g Beredar
β0 =
β1… β4 =
anggu yang merupakan wakil dari semua
i
dan untuk mengetahui sejauh mana keeratan dengan variabel
Jumlah Kuadrat Regresi
………...(3.3)
S : Ekonometrika, Edisi Kesatu, Penerbit
LPFE UI, Jakarta Halaman 256
U… …… … ………(3.2
Dim a :
Y = Inflasi
X1 = Pengeluaran Pemerintah
X2 = Jumlah Uan
X3 = Kurs Valuta Asing
X4 = Tingkat suku bunga (deposito)
Konstanta
Koefisien regresi X1, X2, X3 dan X4
U =Variabel pengg
faktor lain yang dapat mempengaruhi laju inflasi namun tidak dapat dimasukkan dalam model.
= 1, 2, 3,……n
untuk mengetahui apakah model analisis tersebut cukup
layak digunakan pembuktian
variabel bebas mampu menjelaskan
terikat, maka perlu untuk mengetahui nilai R2 (koefisien nilai
determinasi) dengan rumus :
R2 =
Jumlah Kuadrat Total…
(54)
Dimana :
R2 = Koefisien determinasi
JK = Jumlah Kuadrat
JK gresi
JK Total = ∑Y atau ………(3.5)
+ β3∑YX3 + β4∑YX4
………..(3.6)
∑Y2
Karakteristik utama dari R adalah : Tidak mempunyai nilai negatif Nilai berkisar antara 0 atau 0 ≤ R ≤ 1 3.4.2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan uji statistic yang terdiri dari :
1. Uji F
Untuk pengujian hipotesis pengaruh simultan variabel X1, X2, X3, X4 terhadap Y maka digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut :
a. Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat).
Hi : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 (terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tersebut).
Re = β1∑YX1 + β2∑YX2 + β3∑YX3 +
β4∑YX4…………...(3.4)
∑Y - ∑(Y)2
2
n
β1∑YX1 + β2∑YX2
Jadi R2 =
2
(55)
b. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan
= jumlah pengamatan
c. ilai Fhitung :
R2 /
hitung …… ………..………..……(3.7) 1 – R
Sum er : Supranto, J, 1995, Ekonometrika, Edisi Kesatu, Penerbit akarta Halaman 257
D
Jumlah pengamatan
d. M
ditolak dan Hi diterima, artinya
mpengaruhi
han) tidak
Gambar 5 :Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi F.
derajat bebas
(k – l), (n – k), dimana : n
k = jumlah variabel bebas
Dengan n
(k – 1)
F =
( 2) / (n – k)
b
LPFE UI, J engan :
R2 = Koefisien determinasi n =
k = Jumlah variabel akna pengujian
Bila Fhitung > Ftabel, maka Ho
adalah variabel bebas scara simultan (keseluruhan) me variabel terikat.
Bila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya
adalah variabel bebas secara simultan (keseluru
(56)
Daerah penerimaan Daerah penolakan Ho
F {(α / 2) : k} ; (n – k)
Sumber :
Supranto, J, 1995, Ekonometrika, Edisi Kesatu, Penerbit
Hi ditolak (tidak signifikan)
Untuk pengujian hipotesis pengaruh parsial variabel Jumlah uang
hadap Laju Inflasi (Y), maka digunakan uji t dengan prosedur sebagai berikut :
β i = 0 (tidak pengaruh)
igunakan tingkat signifikan 0,05 dengan
lah pengamatan
β
thitung = ……….(3.8)
Se (βi) :
β = koefisien regresi
LPFE UI, Jakarta Halaman 365 Sedangkan kaidah keputusanya adalah :
Jika Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak Hi diterima (signifikan) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima
2. Uji t
beredar (X1), Pengeluaran pemerintah (X2), Kurs valuta asing (X3), Tingkat suku bunga (X4) ter
a. Ho :
Hi : β≠ 0 (ada pengaruh) b. Dalam penelitian ini d
derajat bebas (n – k). Dimana : n = jum
k = jumlah variabel bebas c. Dengan nilai thitung :
(57)
Se = standar eror
d.
imultan
Bila ttabel ≤ thitung ≤ ttabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, han)
Daerah Penolakan Ho Daerah penolakan Ho
h Penerimaan Ho
- t tabel t table Sumber
Makna pengujian
Bila thitung > ttabel atau thitung ,ttabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya adalah variabel bebas secara s
(keseluruhan) tidak mempengaruhi variael terikat.
artinya adalah variabel bebas secara simultan (keseluru i variabel terikat.
tidak mempengaruh
Gambar 6 : Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi uji t dua sisi.
Daera
: Supranto, J, 1995, Ekonometrika, Edisi kesatu, Penerbit LPFE UI,
eputusan adalah :
ttabel maka Ho ditolak Hi diterima Jakarta, Hal 364.
Sedangkan Untuk k
Jika thitung < -ttabel atau thitung > (signifikan).
(58)
3.5.
i dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi,
ra statistik dapat
an k i
su sinya.
j ma p g n
koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE : Best Linear
a. best =
k memudahkan dalam
d = Nilai jumlah sampel sangat besar penafsiran parameter
dihindarkan adalah :
Jika ttabel ≥ thitung atau ttabel≤ thitung maka Ho diterima dan Hi ditolak (tidak signifikan).
Asumsi Analisis Regresi Linier Klasik Pengujian in
multikolineritas dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan seca
mengacauk esimpulan yang diperoleh, untuk itu dilakukan uj
a m
Tu uan uta en gunaa uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan
Unbiased Estimator), sifat dari BLUE itu sendiri adalah :
pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku terhadap α danβ.
b. Linier = Sifat ini dibutuhkan untu
penafsiran. c. Unbiase
diperoleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.
d. Estimate = e diharapkan sekecil mungkin.
Adapun hal-hal yang perlu
(59)
i adalah random atau tidak berkorelasi. Jika ini dilanggar, kita mempunyai problem serial k
g dimaksud dengan autokorelasi yaitu keadaan dimana k
k
d tic Durbin Watson.
ah et2 ………..(Gujarati,1995 :215)
Dima
n et -1 adala re
menolak Ho Daerah ker Daerah ker enolak Ho
bukti auto
korelasi korelasi
otif negatf
Menerima Ho atau Ho
1 n n 4-d1 4
Satu asumsi penting dari model regresi klasik adalah bahwa kesalahan atau
gangguan U1 yang masuk kedalam fungsi regresif populas
orelasi atau autokorelasi. Sedangkan yan
esalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkorelasi dengan esalahan pengganggu periode lain. Pengujian terhadap gejala autokorelasi ilakukan dengan menggunakan uji statis
d = Jumlah (et – et)2 Juml
na :
el tak bebas yang sebenarnya dengan
sidual dari waktu se
Gambar 7 : Distribusi daerah keputusan Autokorelasi e adalah residual (perbedaan variab
variabel tak bebas yang ditaksir) dari setiap periode waktu. Sedangka belumnya.
h
F (d)
a-
a-M
bukti auto gu-raguan gu-raguan
pos
kedua-keduanya
O d d 2 4 –d
Sumber : Gujarati, 1995 : Uji Statistik Durbin Watson, penerbit Erlangga Jakarta, Halaman 216
(60)
Dari hasil d kemudian dibandingkan dengan d hipotesa :
H ada autokorelasi posotif atau autokorelasi negatif. H tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif.
Uji autokorelasi ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara residual sisa regresi pada kasus ke-n dengan residu kasus ke-(n-1).
2. Heteroskedastisitas
Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dilambangkan sebagai :
E(U2)=σ2
Dimana :
σ = varian i = 1, 2, 3…….n
apabila didapat varian yang sama maka asumsi heterokedastisitas (penyebaran yang sama) diterima.
3. Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan varibel independent lainnya, dengan kata lain satu atu lebih variabelnya merupakan suatu fungsi linier dan variabel independent yang lain. Untuk mempermudah dalam melakukan pengujian maka terlebih dahulu dilakukan uji korelasi. Uji
hitung tabel
o :
i :
(61)
korelasi ini dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variabel independent. Kemudian dari pengujian tersebut dapat diperoleh nilai rP
2
P
(62)
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Perkembangan inflasi Jawa Timur
Laju inflasi tahun kalender (Januari-Maret) 2010 Jawa Timur mencapai 0,65%, sedangkan laju inflasi dari tahun ke tahun (dari bulan Maret 2009 ke bulan Maret 2010) perkembangannya sebesar 3,17%.
Perhitungan inflasi Jawa Timur didasarkan pada hasil pemantauan/ pendataan, sampai dengan Maret 2010, secara kumulatf mengalami inflasi 0,65% dibandingkan kumulatif inflasi bulan yang sama tahun 2007,2008, dam 2009 sebesar 1,31%, 3,45%, dan 1,08%. Inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen di Jawa Timur secara keseluruhan adalah 0,19% dari 10 kota IHK di Jawa Timur, semua kota mengalami inflasi. Inflasi yang tertinggi terjadi di Tulungagung sebesar 0,48% diikuti oleh Jember 0,35%, Tuban 0,29%, Kediri 0,26%, Madiun 0,23%, Banyuwangi 0,17%, Surabaya 0,15%, Malang 0,14%, Sumenep 0,10%, dan terendah Probolinggo 0,02%. Inflasi Jawa Timur bulan April 2010 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 0,49%, kelompok perumahan, air, listrik, sandang naik 0,29% . kelompok kesehatan naik 0,10% dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan naik sebesar 0,09%. Sementara rokok dan tembakau mengalami penurunan indeks sebesar 0,05%, sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga tidak mengalami perubahan indeks. komoditas
(63)
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya inflasi adalah tomat, sayur, bawang putih, bawang merah, cabe merah, jagung muda, besi beton, kacang panjang, nangka muda, apel dan emas perhiasan.(www.bps.com)
4.2.Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan Inflasi sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Uang Beredar, Kurs Valuta Asing,dan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank.
(64)
4.2.1. Perkembangan Tingkat Inflasi
Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Inflasi setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan Inflasi, yang tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 86,10 % . perkembangan dan tingginya tingkat inflasi dsebabkan oleh adanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia, pada saat itu krisis moneter hampir menyentuh seluruh sendi perekonomian di Indonesia sehingga menyebabkan meningkatnya inflasi. sedangkan angka inflasi dan perkembangan inflasi terendah pada tahun 1999, pada saat itu pemerintah sudah mulai bisa mengontrol tingkat inflasi. pasca adanya inflasi pada tahun 1997-1998 meskipun perkembangannya tidak terlalu tinggi.
Tabel.1. Perkembangan Tingkat Inflasi Tahun 1994-2008
Tahun Tingkat Inflasi (%) Perkembangan
( % )
1994 8,25 -
1995 8,69 0,44
1996 6,68 - 2,01
1997 9,11 2,43
1998 95,21 86,10
1999 0,24 - 94,97
2000 10,46 10,22
2001 14,13 3,67
2002 9,15 - 4,98
2003 4,78 - 4,37
2004 4,88 0,10
2005 14,12 9,24
2006 6,71 - 7,41
2007 11,54 4,83
2008 11,06 0,48
(65)
4.2.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Pengeluaran Pemerintah setiap tahunnya mengalami peningkatan yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Pengeluaran Pemerintah tertinggi pada tahun 2000 sebesar 110,44%, pada saat itu pemerintah banyak melakukan pengeluaran untuk menutupi sektor-sektor yang terganggu akibat gangguan pada saat adanya krisis moneter tahun 1997. Sedangkan Pengeluaran Pemerintah terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar -64,61%, karena ada saat itu pemerintah lebih menfokuskan kebijakannya pada mengontrol tingkat inflasi.
Tabel.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1994-2008
Tahun Pengeluaran Pemerintah
(Milyar Rupiah )
Perkembangan ( % )
1994 2138,468 -
1995 2499,597 16,88
1996 2931,746 17,28
1997 5929,248 102,24
1998 2098,160 - 64,61
1999 1047,520 - 50,07
2000 2204,460 110,44
2001 2405,670 9,12
2002 3321,090 38,05
2003 3738,090 12,55
2004 3814,320 2,03
2005 4381,370 14,86
2006 6635,110 51,43
2007 7685,560 15,83
2008 8165,425 6,24
(66)
4.2.3. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Jumlah Uang Beredar setiap tahunnya mengalami peningkatan yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Jumlah uang beredar tertinggi pada tahun 2000 sebesar 30,13% karena pada saat itu terjadi krisis moneter yang menyebabkan banyaknya uang beredar tidak terkendali. Jumlah uang beredar terendah pada tahun 2008 sebesar 1,20% karena pada tahun ini bisa dibilang merupakan periode paling positif dari pemerintah dalam pengendalian jumlah uang beredar.
Tabel.3. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Tahun 1994-2008
Tahun Jumlah Uang Beredar
(Milyar Rupiah )
Perkembangan ( % )
1994 45.374 -
1995 52.677 16,09
1996 64.089 21,66
1997 78.343 22,24
1998 101.197 29,17
1999 124.633 23,15
2000 162.186 30,13
2001 177.731 9,58
2002 191.939 7,99
2003 223.799 16,59
2004 253.818 13,41
2005 281.905 11,06
2006 361.073 28,08
2007 460.842 27,63
2008 466.379 1,20
(67)
4.2.4. Perkembangan Kurs Valas
Perkembangan Kurs Valuta Asing dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Kurs valas yang tertinggi pada tahun 1997 sebesar 95,13%, hal ini karena pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya kurs valas. yang terendah pada tahun 2002 sebesar -14,03% karena kenaikan minyak mentah dunia, sehingga BBM di dalam negeri juga meningkat.
Tabel.4. Perkembangan Kurs Valas Tahun 1994-2008
Tahun Kurs Valas ( Rupiah ) Perkembangan ( % )
1994 2200 -
1995 2308 4,90
1996 2383 3,24
1997 4650 95,13
1998 8025 72,58
1999 7100 - 11,52
2000 9595 35,14
2001 10400 8,38
2002 8940 - 14,03
2003 8465 - 5,31
2004 9260 9,39
2005 9830 6,15
2006 9020 - 8,24
2007 9419 4,42
2008 11092 17,76
(68)
4.2.5. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank
Perkembangan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel.5. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank Tahun 1994-2008
Tahun Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank
( Milyar Rupiah )
Perkembangan ( % )
1994 11,87 -
1995 13,62 14,74
1996 14,13 3,74
1997 30,52 115,99
1998 3,183 - 89,57
1999 5,241 64,65
2000 4,448 - 15,13
2001 4,881 9,73
2002 7,191 47,32
2003 4,228 - 41,20
2004 2,448 - 42,10
2005 4,720 92,81
2006 3,578 - 24,19
2007 3,703 3,49
2008 2,610 - 29,51
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank selama 15 tahun ( 1994-2008) cenderung mengalami fluktuasi. suku bunga pasar uang antar bank yang tertinggi pada tahun 1997 sebesar 115,99% karena pada saat itu ada krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sedangkan yang terendah pada tahun 1998 sebesar -89,57% pada saat itu pemerintah sudah mulai menata kembali perekonomian meski belum sepenuhnya pulih.
(69)
4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimator).
Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :
1. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data
observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series)
atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)”
(Gujarati, 1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat). Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d teletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima
(70)
3. Jika nilai d terletak antara dL dan dU atau antara (4-dL) dan (4-dU) maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 4 (k=4) dan banyaknya data adalah (n=15) sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,688 dan dU = 1,977
Gambar 8. Kurva Statistik Durbin Watson
Daerah Daerah Daerah Daerah
Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian
Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho
0 dL= 0,688 dU = 1,977 (4-dU) = 2,023 (4-dL) = 3,312 d 2,111 Sumber : Lampiran 2 dan 7
Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh adalah sebesar 2,111 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti berada dalam daerah Ketidakpastian.
(1)
Beredar (X2), Kurs Valuta Asing (X3),dan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank (X4) dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Pengeluaran Pemerintah dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,568 atau sebesar 56,8 %.
4.3.3. Pembahasan
Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapt mengambil kesimpulan bahwa untuk Inflasi :
Menurut Boeiono (1998 : 50) Pengeluaran pemerintah secara nyata berpengaruh terhadap inflasi, Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya Pengeluaran Pemerintah menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dimana permintaan akan barang dan jasa juga mengalami peningkatan dan haraga barang dan jasa naik, sehingga laju inflasi meningkat. teori ini sejalan dengan penelitian dimana pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y) sedangtkan dari hasil penelitian terdahulu tidak sejalan atau berpengaruh terhadap inflasi
Menurut Gunawan (1991 : 61) Jumlah Uang Beredar berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Inflasi. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya Jumlah Uang Beredar maka akan menyebabkan penawaran uang mengalami peningkatan dan mengakibatkan nilai uang menurun, sehingga laju inflasi akan ikut meningkat. teori ini sejalan dengan penelitian
(2)
73
sekarang dimana jumlah uang beredar (X2) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y) sedangkan dari hasil penelitian terdahulu sejalan berpengaruh terhadap inflasi.
Menurut Nopirin (2000: 163) Kurs Valuta Asing tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap Inflasi. Dengan meningkatnya kurs valuta asing maka akan menyebabkan kenaikan biaya produksi untuk mendorong harga barang, sehingga mengakibatkan meningkatnya laju inflasi. teori ini sejalan dengan penelitian sekarang dimana kurs valas (X3) tidak berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y) sedangkan dari hasil penelitian terdahulu sejalan berpengaruh terhadap inflasi.
Menurut Pakarti (2001 : 20) Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Inflasi . Hal ini disebabkan karena apabila tingkat suku bunga Pasar Uang antar Bank turun, maka jumlah nasabah akan turun karena orang akan memilih untuk membelanjakan uangnya dari pada untuk menabung sehingga Pengeluaran Pemerintah di masyarakat akan meningkat dan menyebabkan inflasi semakin tinggi.teori ini sejalan dengan penelitian sekarang dimana suku bunga PUAB (X4) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y) sedangkan dari hasil penelitian terdahulu tidak sejalan terhadap inflasi.
(3)
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Pengeluaran Pemerintah (X1), Jumlah Uang Beredar
(X2), Kurs Valuta Asing (X3) dan Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar
Bank (X4) terhadap variabel terikatnya Inflasi (Y).
2. Pengujian secara parsial atau individu Pengeluaran Pemerintah (X1)
terhadap Inflasi (Y). Sehingga secara parsial Pengeluaran Pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Inflasi (Y).
3. Pengujian secara parsial atau individu Jumlah Uang Beredar (X2)
terhadap Inflasi (Y). Sehingga secara parsial Jumlah Uang Beredar (X2) berpengaruh secara nyata positif terhadap Inflasi (Y).
4. Pengujian secara parsial atau individu Kurs Valuta Asing (X3) terhadap Inflasi (Y). Sehingga secara parsial Kurs Valuta Asing (X3) tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Inflasi (Y).
5. Pengujian secara parsial atau individu Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank (X4) terhadap Inflasi (Y). Sehingga secara parsial Tingkat Suku Bunga Pasar Uang antar Bank (X4) berpengaruh secara nyata negatif terhadap Inflasi (Y).
(4)
75
5.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui
beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pemerintah membuat kebijakaan moneter agar mejaga perkembangan
makro tetap stabil sehingga pertumbuhan ekonomi yang merupakan tulang punggung dapat terjaga.
2. Pemerintah dapat mengontrol laju inflasi agar perekonomian tetap stabil, karena inflasi merupakan patokan utama untuk mengetahui bagaimana pemerintah menjalankan perekonomian.
3. Pemerintah mampu mengontrol kurs, valas, suku bunga, karena variabel-variabel ini merupakan pendukung utama dalam inflasi.
4. Kebijakan pembangunan pemerintahnyang dilakukan harus
memperhatikan perkembanganinflasi, karenajika tidak maka hal ini akan mempengaruhi pengeluaran pemerintah.
5. Pengeontrolan jumlah uang beredar dapat dilakukan pemerintah untuk
mengontrol laju inflasi,jumlah uang beredar merupakan indikator utama dalam perkembangan laju inflasi bersama dengan harga barang.
(5)
Inflasi,"Bursa Efek Jakarta”, Jurnal
,2009. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar, Artikel, Ekonomi,
, 2009. Perkembangan Inflasi di Jawa Timur, Data Badan Pusat Statistik Surabaya (BPS), Jawa Timur.
Andrianus, 2005, Analisis Beberapa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia, Penerbit Perbanas, Surabaya, Jurnal
Boediono, 1993. Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, no 2, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
, 1998. Ekonomi Makro, Edisi 3, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Gujarati, D, 1988. Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mankiw,Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi, Edisi Kedua, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hariyanto, 1996. Kredit Bank dan Kebijaksanaan Moneter, Primkop UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.
Iswardono, 1997. Uang dan Bank, Edisi Keempat, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Karl dan Fair, 2001. Teori Suku Bunga dan Inflasi, Artikel Ekonomi, Yogyakarta.
Muchtolifah, 2003. Analisis Beberapa Faktor Ekonomi Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia. Penerbit UPN “Veteran” Jawa Timur, jurnal
Nopirin, 2000. Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Oktavia, Putu, 2007. Artikel Juml;ah Uang Beredar, Teori Ekonomi Makro,Mankiw, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
(6)
Suparmoko, 2000. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Keempat, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
, 2002. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sukirno,Sadono, 2005, Pengantar Teori Ekomomi Mikro, Penerbit FEUI, Jakarta.
Triandaru,Sigit, 2000. Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Penerbit FEUI, Jakarta. Taufik,Ahmad, 2005, Trend Belanja Penerintah Dalam APBN, Artikel