Hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

(1)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa tarekat Putri Bunda Hati Kudus, dan tarekat lain akhir-akhir ini mengalami berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Ada juga keprihatinan yang dialami orang tua murid dan anak-anak mengeluh bahwa di sekolah-sekolah milik suster dan bruder mereka kurang melihat para suster dan bruder menampilkan kegembiraan itu pada saat menyapa siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati meliputi kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan dihayati secara konkret dalam hidup berkomunitas dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Minat terhadap panggilan hidup bakti timbul dari hasil pengenalan dan belajar dalam keluarga, sekolah yang menimbulkan rasa ingin tahu, rasa senang, rasa tertarik dan menjadi sumber motivasi. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat hubungan antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk korelasi. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik populatif. Teknik populatif adalah seluruh jumlah populasi yaitu semua kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang berjumlah 108 orang sebagai responden dalam penelitian. Semua kaum muda yang berjumlah 108 ini yang mengisi kuesioner dan sebagian diwawancarai.

Adapun hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang cukup nyata antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti yang ditunjukkan dengan nilai pearson correlation 0,630 pada taraf signifikansi 0,000. Sedangkan hasil analisis deskriptif statistik variabel penghayatan hidup bakti dengan nilai persentase 51 % (55 orang) lebih banyak masuk kategori setuju dan variabel minat terhadap panngilan hidup bakti dengan nilai persentase 44 % (48 orang) cukup banyak masuk kategori setuju. Berdasarkan hasil penelitian tersebut memberi gambaran bahwa semakin baik biarawan-biarawati memberi kesaksian mengenai penghayatan hidup bakti maka semakin meningkat jumlah kaum muda yang berminat dengan panggilan hidup bakti. Minat seseorang dapat ditunjukkan melalui sikap dan ekspresinya terhadap hasil pengenalan dan pengalaman yang diterima dari lingkungannya. Merujuk pada hasil penelitian ini, maka para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia perlu meningkatkan semangat penghayatan hidup bakti dalam kesaksian hidup setiap hari, mengadakan kunjungan keluarga, kerjasama dengan pihak paroki, serta pihak sekolah untuk menggalakan program aksi panggilan secara rutin dengan kaum muda dalam bentuk apa saja sehingga kehadirannya dapat menginspirasi kaum muda dalam menjawab panggilan Tuhan sebagai biarawan-biarawati.


(2)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis namely CORRELATION BETWEEN THE EMBODYING OF RELIGIOUS LIFE WITH THE INTEREST TO THE CALLING OF RELIGIOUS LIFE FOR YOUTHS AT PARISH OF ST JOHN THE APPOSTLE OF PRINGWULUNG YOGYAKARTA. This title was chosen base on the fact that the convent of SISTERS OF THE SACRED HEART OF MOTHER, and other convents in now days have experienced of the less of number of candidates who want to enter in a convent. There was a concern that experienced by parents and the youths who complain that at some schools which owned by sisters and brothers, they saw the sisters and brothers had not performed a happiness when greeting and welcome the students. Therefore this thesis aimed to comprehend how the relation of the embodying of religious life of the monks and nuns and the interest of the youths to the special calling.

The embodying of religious life of monks and nuns involved the vows of celibate, poor and obedience which is embodied concretely in the community life and in performing the mission. The interest to the calling of religious life arouse from the introducing and learning in families, schools, which gave rise of the feel to know, happy, and interest and becomes source of motivation. The hypothetic which would be tested in this study as followed, there was a correlation between the embodying of religious life and the interest of youths to the calling of the life.

In this study, it was used the quantitative method in correlation form to prove the righteousness of the empirical hypothetic. The method of choosing the sample from the population used the population technique. The technique stated that population of all youths at Parish of St John the Apostle of Pringwulung Yogyakarta amount of 108 became the sample. All the 108 youths had filled the questionnaires and part of them had been interviewed.

The result of the study pointed that it had the real correlation between the embodying of religious life and the interest of the youths to the calling of religious life which it was pointed by the value of pearson correlation 0,630 by the significant rate at 0,000. While the result of descriptive statistic analyses to the variable of embodying life by the percentage value 51% (55 persons) more of those included in the agree category and the interest variable to the calling of religious life by the percentage of 44% (48 persons) and more included in agree category. Based on the result, it gave the description that better the monks and nuns give the witnessing of embodying of religious life then it more increase the number of youths who interested to the special calling. The interesting of someone could be pointed through the attitudes and expressions of the results of introduction and experiencing which had been received from the environment. By referring to the result, then the Sisters of the Sacred Heart Of Mother of Indinesia Province should increase the spirit for embodying religious life by conducting families visiting, in cooperating whit parishes and schools to perform the program of calling action routinely with the youths in various kinds of action so that their presence would become an inspiration to the youths in responding to the calling of God as monks and nuns.


(3)

DE BA Progr HUBU ENGAN M AGI KAUM Di

ram Studi Il

PR KEKHU

FAKULT

UNGAN PE INAT TER M MUDA D

PRINGWU iajukan untu Memperole lmu Pendid E ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y ENGHAYA RHADAP P DI PAROKI ULUNG - Y

S K R I P

uk Memenu eh Gelar Sa dikan Kekhu Oleh Emeliana T NIM: 1111 STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2015 ATAN HID PANGGILA

I SANTO Y YOGYAKA

P S I

uhi Salah Sa arjana Pendi ususan Pend : Takndar 24004 MU PEND AN AGAM PENDIDIK AN ILMU NATA DHA ARTA 5 DUP BAKT AN HIDUP YOHANES ARTA atu Syarat idikan didikan Aga IDIKAN MA KATOL KAN PENDIDIK ARMA TI P BAKTI S RASUL ama Katolik LIK KAN k


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia,

Para suster PBHK komunitas Deresan Yogyakarta, bapak dan ibuku yang setia mendoakanku, dan saudara-saudari yang telah mendukungku dengan caranya


(7)

v

MOTTO

Sebab kamu tahu bahwa, ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang,

supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.


(8)

(9)

(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa tarekat Putri Bunda Hati Kudus, dan tarekat lain akhir-akhir ini mengalami berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Ada juga keprihatinan yang dialami orang tua murid dan anak-anak mengeluh bahwa di sekolah-sekolah milik suster dan bruder mereka kurang melihat para suster dan bruder menampilkan kegembiraan itu pada saat menyapa siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati meliputi kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan dihayati secara konkret dalam hidup berkomunitas dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Minat terhadap panggilan hidup bakti timbul dari hasil pengenalan dan belajar dalam keluarga, sekolah yang menimbulkan rasa ingin tahu, rasa senang, rasa tertarik dan menjadi sumber motivasi. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat hubungan antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk korelasi. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik populatif. Teknik populatif adalah seluruh jumlah populasi yaitu semua kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang berjumlah 108 orang sebagai responden dalam penelitian. Semua kaum muda yang berjumlah 108 ini yang mengisi kuesioner dan sebagian diwawancarai.

Adapun hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang cukup nyata antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti yang ditunjukkan dengan nilai pearson correlation 0,630 pada taraf signifikansi 0,000. Sedangkan hasil analisis deskriptif statistik variabel penghayatan hidup bakti dengan nilai persentase 51 % (55 orang) lebih banyak masuk kategori setuju dan variabel minat terhadap panngilan hidup bakti dengan nilai persentase 44 % (48 orang) cukup banyak masuk kategori setuju. Berdasarkan hasil penelitian tersebut memberi gambaran bahwa semakin baik biarawan-biarawati memberi kesaksian mengenai penghayatan hidup bakti maka semakin meningkat jumlah kaum muda yang berminat dengan panggilan hidup bakti. Minat seseorang dapat ditunjukkan melalui sikap dan ekspresinya terhadap hasil pengenalan dan pengalaman yang diterima dari lingkungannya. Merujuk pada hasil penelitian ini, maka para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia perlu meningkatkan semangat penghayatan hidup bakti dalam kesaksian hidup setiap hari, mengadakan kunjungan keluarga, kerjasama dengan pihak paroki, serta pihak sekolah untuk menggalakan program aksi panggilan secara rutin dengan kaum muda dalam bentuk apa saja sehingga kehadirannya dapat menginspirasi kaum muda dalam menjawab panggilan Tuhan sebagai biarawan-biarawati.


(11)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis namely CORRELATION BETWEEN THE EMBODYING OF RELIGIOUS LIFE WITH THE INTEREST TO THE CALLING OF RELIGIOUS LIFE FOR YOUTHS AT PARISH OF ST JOHN THE APPOSTLE OF PRINGWULUNG YOGYAKARTA. This title was chosen base on the fact that the convent of SISTERS OF THE SACRED HEART OF MOTHER, and other convents in now days have experienced of the less of number of candidates who want to enter in a convent. There was a concern that experienced by parents and the youths who complain that at some schools which owned by sisters and brothers, they saw the sisters and brothers had not performed a happiness when greeting and welcome the students. Therefore this thesis aimed to comprehend how the relation of the embodying of religious life of the monks and nuns and the interest of the youths to the special calling.

The embodying of religious life of monks and nuns involved the vows of celibate, poor and obedience which is embodied concretely in the community life and in performing the mission. The interest to the calling of religious life arouse from the introducing and learning in families, schools, which gave rise of the feel to know, happy, and interest and becomes source of motivation. The hypothetic which would be tested in this study as followed, there was a correlation between the embodying of religious life and the interest of youths to the calling of the life.

In this study, it was used the quantitative method in correlation form to prove the righteousness of the empirical hypothetic. The method of choosing the sample from the population used the population technique. The technique stated that population of all youths at Parish of St John the Apostle of Pringwulung Yogyakarta amount of 108 became the sample. All the 108 youths had filled the questionnaires and part of them had been interviewed.

The result of the study pointed that it had the real correlation between the embodying of religious life and the interest of the youths to the calling of religious life which it was pointed by the value of pearson correlation 0,630 by the significant rate at 0,000. While the result of descriptive statistic analyses to the variable of embodying life by the percentage value 51% (55 persons) more of those included in the agree category and the interest variable to the calling of religious life by the percentage of 44% (48 persons) and more included in agree category. Based on the result, it gave the description that better the monks and nuns give the witnessing of embodying of religious life then it more increase the number of youths who interested to the special calling. The interesting of someone could be pointed through the attitudes and expressions of the results of introduction and experiencing which had been received from the environment. By referring to the result, then the Sisters of the Sacred Heart Of Mother of Indinesia Province should increase the spirit for embodying religious life by conducting families visiting, in cooperating whit parishes and schools to perform the program of calling action routinely with the youths in various kinds of action so that their presence would become an inspiration to the youths in responding to the calling of God as monks and nuns.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI

KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG

YOGYAKARTA.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis mengenai berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Kenyataan berkurangnya jumlah calon yang memilih untuk hidup membiara tidak hanya dialami oleh tarekat Putri Bunda Hati Kudus tetapi dialami juga oleh tarekat lainnya. Minat terhadap panggilan hidup bakti perlu didukung dengan kesaksian hidup biarawan-biarawati yang mengikrarkan kaul-kaul membiara. Dengan mengikrarkan kaul diharapkan biarawan-biarawati bertanggung jawab menaati nasihat Injil dalam seluruh hidup dan perutusannya sebagaimana telah diteladankan Olah Yesus Kristus.

Oleh karena itu penulis menyusun skripsi ini dimaksudkan untuk membantu biarawan-biarawati agar semakin meningkatkan kesaksian hidup yang makin berkualitas dalam seluruh hidup dan tugas pelayanannya dan juga kepada keluarga, lingkungan sekolah dan paroki agar dengan berbagai caranya masing-masing dapat membantu kaum muda dalam mengenali benih panggilan Tuhan sebagai biarawan-biarawati sehingga dapat bertumbuh subur serta kelak bisa terwujud sesuai kehendak Tuhan yang bekerja melalui usaha semua pihak.


(13)

xi

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini selesai disusun dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati dan syukur mengucapkan terima kasih kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu siap sedia memberikan dukungannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan koreksi saat bimbingan skripsi sehingga penulis termotivasi, dan selalu mendapat wawasan baru dalam menyempurnakan skripsi ini sampai selesai.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku dosen penguji II yang bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk mengadakan bimbingan dalam rangka meminta pendapat dan saran pada penulisan bab II, sehingga penulis sedikit mempunyai gambaran dalam melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. 3. P. Banyu Dewa HS. S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III, yang siap sedia

mendengarkan dan memberi masukan pada penulis mengenai hal praktis sebagai dosen penguji III. Tentu dukungan yang diberikan sangat bermanfaat bagi penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed, selaku Ketua Program Studi Prodi IPPAK yang telah memberikan persetujuan pada penulis dalam proses awal penulisan skripsi hingga selesai.


(14)

xii

5. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung dan mendidik penulis selama belajar hingga menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 6. Sr. M. Immaculae PBHK, beserta Staf Dewan Provinsi PBHK Indonesia yang telah memberikan kepercayaan pada penulis dalam tugas perutusan studi Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis beryukur atas perutusan studi yang diberikan konggregasi ini yang tentunya menjadi bekal dalam tugas perutusan mendatang.

7. Para suster PBHK komunitas Deresan Yogyakarta yang telah mendukung dengan berbagai macam cara sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.

8. Romo Bonifasius Dwi Yuniarto Nugroho, PR yang mewakili romo paroki di paroki Santo Yohanes Pringwulung Yogyakarta dan Bapak Yustinus Raharjo sebagai penanggung jawab sekretariat paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang telah menerima dan membantu penulis dalam mengadakan penelitian dengan kaum muda.

9. Al. Agung Priyatno selaku penanggung jawab kepemudaan di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta, yang telah membantu menghubungkan penulis dengan para ketua OMK yang berada dalam paguyuban lektor, misdinar dan kaum muda lainnya yang tidak termasuk dalam paguyuban di paroki sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar dan baik.


(15)

(16)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PESRSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR SINGKATAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Permasalahan ... 6

E. Tujuan Penulisan ... 6

F. Manfaat Penulisan ... 6

G. Metode Penulisan ... 7

H. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9


(17)

xv

1. Hidup Bakti ... 9

a. Pengertian Hidup Bakti ... 9

b. Tujuan Hidup Bakti ... 14

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius ... 16

a) Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat ... 17

b) Tahap Novisiat ... 17

c) Tahap Profesi Sementara ... 18

d) Tahap Profesi Kekal ... 19

3. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Hidup Komunitas .... 23

4. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Tugas Perutusan ... 24

B. Minat Kaum Muda terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 26

1. Pengertian Minat ... 26

2. Ciri-Ciri Minat ... 29

a. Minat Tumbuh Bersamaan dengan Perkembangan Fisik dan Mental ... 29

b. Minat Bergantung pada Kesiapan Belajar ... 29

c. Minat Bergantung pada Kesempatan Belajar ... 30

d. Perkembangan Minat mungkin Terbatas ... 30

e. Minat dipengaruhi Budaya ... 30

f. Minat berbobot Emosional ... 30

g. Minat itu Egosentris ... 31

3. Aspek-Aspek Minat ... 31

a. Aspek Kognitif ... 31

b. Aspek Afektif ... 32

4. Bentuk-Bentuk Minat ... 32

a. Minat Pribadi dan Sosial ... 33

b. Minat terhadap Rekreasi ... 33

c. Minat pada Agama ... 34

d. Minat terhadap Sekolah dan Jabatan ... 36

5. Minat dan Motivasi ... 37


(18)

xvi

D. Kerangka Pikir ... 40

E. Hipotesis ... 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 44

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 45

E. Variabel Penelitian ... 46

1. Identifikasi Variabel ... 46

2. Definisi Konseptual Variabel ... 47

a) Penghayatan Hidup Bakti ... 47

b) Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 47

3. Definisi Operasional Variabel ... 48

a) Penghayatan Hidup Bakti ... 48

b) Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 49

4. Teknik dan Alat Instrumen Penelitian ... 49

a) Angket ... 49

b) Wawancara ... 50

5. Kisi-Kisi Penelitian ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Pengembangan Instrumen ... 54

1. Analisis Intrumen ... 54

a) Uji coba terpakai ... 54

b) Uji coba Validitas ... 54

c) Uji coba Reliabilitas ... 55

2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 57

a) Uji Normalitas Data ... 57

b) Uji Linearitas ... 57

c) Analisis Deskriptif Statistik ... 57


(19)

xvii

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Hasil Penelitian ... 60

1. Uji Persyaratan ... 60

a. Uji Normalitas ... 60

b. Uji Linearitas ... 61

2. Analisis Deskriptif Statistik ... 62

a. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti ... 62

1) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian ... 64

2) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemiskinan ... 66

3) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Ketaatan ... 68

b. Rangkuman Deskripsif Statistik Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 70

1) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Ingin Tahu ... 73

2) Deskriptif Statistik Aspek Sumber Motivasi ... 75

3) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Senang ... 77

4) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Tertarik ... 79

3. Analisis Korelasi ... 81

B. Hasil Wawancara dengan Kaum Muda ... 82

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

1. Uji Normalitas dan Uji Linearitas ... 86

2. Variabel Penghayatan Hidup Bakti ... 87

a. Aspek Kaul Kemurnian ... 87

b. Aspek Kaul Kemiskinan ... 87

c. Aspek Kaul Ketaatan ... 88

3. Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 89

a. Aspek Rasa Ingin Tahu ... 89

b. Aspek Sumber Motivasi ... 89

c. Aspek Rasa Senang ... 90


(20)

xviii

4. Korelasi Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Kaum Muda

Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 91

D. Refleksi Kateketis ... 93

1. Pengertian Katekese ... 93

2. Biarawan-Biarawati sebagai Katekis ... 94

3. Aspek Katekis dalam Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 95

E. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Data Hasil Penelitian ... (7)

Lampiran 3: Data Hasil Wawancara ... (10)

Lampiran 4: Data Hasil Uji Validitas ... (14)


(21)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y 50

Tabel 2. Variabel Penghayatan Hidup Bakti 51

Tabel 3. Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 52

Tabel 4. Hasil Uji Reliability Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti 56

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Statistik Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 56

Tabel 6. Kriteria Klasifikasi Variabel Penghayatan Hidup Bakti 58

Tabel 7. Kriteria Klasifikasi Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 58

Tabel 8. Test Of Normality 60

Tabel 9. Anova Table ( Uji Linearitas) 61

Tabel 10. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti 62

Tabel 11. Rangkuman Analisis Frekuensi Variabel Penghayatan Hidup Bakti 63

Tabel 12. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian 64

Tabel 13. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Kemurnian 65

Tabel 14. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian 66

Tabel 15. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Kemiskinan 67

Tabel 16. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Ketaatan 68

Tabel 17. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Ketaatan 69

Tabel 18. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Minat Terhdap Panggilan Hidup Bakti 70

Tabel 19. Analisis Frekuensi Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 71


(22)

xx

Tabel 21. Analisis Frekuensi Aspek Rasa Ingin Tahu 74 Tabel 22. Deskriptif Statistik Aspek Sumber Motivasi 75 Tabel 23. Analisis Frekuensi Aspek Sumber Motivasi 76 Tabel 24. Deskriptif Statistik Aspek Rasa Senang 77 Tabel 25. Analisis Frekuensi Aspek Rasa Senang 78 Tabel 26. Deskriptif Statistik Aspek Rasa Tertarik 79 Tabel 27. Analisis Frekuensi Aspek Rasa Tertarik 80 Tabel 28. Analisis Korelasi 81 Tabel 29. Hasil Wawancara dengan Kaum Muda 82


(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Penghayatan Hidup Bakti secara Keseluruhan 64 Gambar 2. Diagram Aspek Kaul Kemurnian 66 Gambar 3. Diagram Aspek Kaul Kemiskinan 68 Gambar 4. Diagram Aspek Kaul Ketaatan 70 Gambar 5. Diagram Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti secara

Keseluruhan 72 Gambar 6. Diagram Aspek Rasa Ingin Tahu 75 Gambar 7. Diagram Aspek Sumber Motivasi 77 Gambar 8. Diagram Aspek Rasa Senang 79 Gambar 9. Diagram Aspek Rasa Tertarik 81


(24)

xxii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

EG : Evangelii Gaudium, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 23 November 2013.

VC : Vita Cosecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius, 23 Maret 1996.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan dari naskah resmi bahasa Latin Oleh R. Hardawiryana SJ, 12 Juli 2013.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes

Paulus II kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Caninici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

B. Singkatan Lain

WKC : Warta Keluarga Chevalier (Majalah Keluarga Chevalier: Tarekat MSC, PBHK, TMM, dan Asosiasi Awam Chevalier).

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia. Art : Artikel.


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hidup bakti adalah suatu cara hidup khusus bagi mereka yang mengalami sapaan pribadi dengan Allah dan menanggapinya secara khas. Sapaan ini pada hakekatnya adalah sapaan kasih, yang menjadikan biarawan-biarawati menjadi teguh, bersemangat dan senantiasa bergembira dalam menghayati hidup baktinya. Karena cinta yang diperoleh dari perjumpaan pribadi dengan Yesus itulah biarawan-biarawati hidup bakti digerakkan oleh kasih-Nya untuk menjadi nabi yang siap menjadi pendengar dan pelaku sabda seperti orang Samaria yang baik hati terdapat dalam Luk 10 : 25 – 37. Melalui perjumpaan pribadi dengan Tuhan menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk menghayati panggilan hidup mistik, yang nyata dalam hidup doa yang mendalam, serta peka terhadap kehadiran Tuhan dalam setiap pengalaman hidup.

Biarawan-biarawati hidup bakti menghayati ketiga kaul yang meliputi kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Inti berkaul adalah menyatuhkan diri dengan Tuhan sendiri secara penuh. Dengan kaul kemurnian, biarawan-biarawati hidup bakti tidak terikat pada keluarga sehingga dapat mengikuti Tuhan secara total. Dengan kaul kemiskinan, biarawan-biarawati hidup bakti tidak mau diikat oleh harta benda dunia ini, tetapi lebih mau bebas melekatkan diri pada Tuhan. Dengan kaul ketaatan, biarawan-biarawati hidup bakti tidak mau terikat pada kedudukan dan kekuasaan, tetapi justru ingin taat kepada perintah Tuhan sendiri.


(26)

Oleh karena itu jelas bahwa ketiga kaul secara umum menjadikan biawawan-biarawati hidup bakti tidak terikat atau lepas bebas pada berbagai hal seperti: keluarga, harta, kedudukan dan hanya terikat pada Tuhan sendiri. Semangat lepas bebas dimaksudkan agar biarawan-biarawati hidup bakti lebih mengutamakan Tuhan, ingin menyatu dengan Tuhan, dan semua hal yang lain dianggap sebagai sarana. Harapannya jika biarawan-biarawati mengembangkan sikap dan semangat lepas bebas, sehingga dapat membantu setiap pribadi untuk menerima dengan sepenuh hati perutusan apapun yang diberikan oleh para pemimpin dalam tarekat dan bisa hidup bersama dengan penuh sukacita dan damai. Semua harapan yang telah dipaparkan oleh penulis pada kenyataanya kadang kurang sesuai dengan harapan.

Berdasarkan pengalaman, dan pengamatan penulis, terkadang biarawan-biarawati kurang setia menaati kaul ketaatan jika mendapat perutusan baru dengan alasan karena sudah pensiun, atau pun di tempat lain sangat membutuhkan kehadiran biarawan-biarawati yang diutus. Kenyataan ini jelas tidak sesuai dengan janji kaul yang telah diikrarkan pada Tuhan yang disaksikan oleh para pemimpin konggregasi dan juga disaksikan oleh umat dalam perayaan prasetya pertama dan prasetya kekal. Penulis melihat persoalan lain lagi yang diangkat oleh romo Paul Suparno dalam bukunya yang berjudul saat jubah bikin gerah (2007:69):

Dari pengalaman, banyak orang tua murid dan anak-anak yang di sekolah-sekolah katolik milik suster atau bruder, mengeluh karena para suster dan bruder kurang menampilkan kegembiraan itu. Kadang mereka tidak melihat suster kepala sekolah tersenyum jika disapa murid, mereka tidak melihat bagaimana suster itu menyapa dengan hati gembira kepada siswa.

Persoalan ini cukup jelas bahwa biarawan-biarawati tidak memberikan kesaksian yang baik kepada sesama yang dijumpai dan tidak membantu orang


(27)

melihat sisi lain dari dimensi eskatologis hidup bakti dan membuat orang tidak merasakan keindahan panggilan Allah dalam diri biarawan-biarawati tersebut.

Dalam Konstitusi para suster Putri Bunda Hati Kudus bab III no. 37, berbicara mengenai asal mulanya panggilan itu yaitu sebagaimana Yesus memanggil para murid-Nya demikian juga ia telah memanggil kita untuk mengambil bagian dalam cara hidup dan tugas perutusan-Nya dari Bapa. Panggilan sebagai biarawan-biarawati merupakan karunia dari Allah. Jadi jelas bahwa Allah yang berinisiatif memanggil setiap orang untuk mengikuti-Nya dengan sukarela sebagai suster, romo, frater dan bruder.

Panggilan menjadi biarawan-biarawati biasanya datang melalui hal-hal yang sederhana. Ada yang merasa terpanggil untuk menjadi suster, romo dan bruder karena sering mendapat kunjungan keluarga dari biarawan-biarawati secara rutin, bertemu dengan suster yang setia mengantar komuni kudus kepada orang sakit, orang tua sering melatih anaknya untuk mencintai Tuhan dengan cara rajin mengikuti kegitan di Gereja seperti perayaan Ekaristi, ibadat di lingkungan, mengikuti sekolah minggu dan bertugas sebagai misdinar.

Sejauh pengalaman penulis dan juga membaca tulisan pengalaman biarawan-biarawati yang lain, bahwa awal mula merasa tertarik dengan panggilan hidup bakti karena sering mendapat kunjungan dari para suster, dan juga melalui perjumpaan dengan para suster, bruder, romo dan frater pada saat misa di Gereja, kegiatan sekolah minggu, mengikuti upacara kaul para suster dan peringatan berdirinya konggregasi yang membuat kaum muda tertarik untuk mempersembahkan hidupnya pada Tuhan sebagai biarawan biarawati.


(28)

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati menurut romo Paul Suparno (2007:69) yaitu hidup membiara biarawan-biarawati sudah jelas menjadi tanda heran dan pertanyaan yang dapat membantu orang berpikir alternatif tentang hidup mendatang, namun tanda tersebut baru efektif, bermakna dan mempunyai pengaruh jika biarawan-biarawati hidup bakti sungguh hidup dalam kegembiraan dan kebahagiaan sejati karena persatuannya dengan Tuhan.

Panggilan yang sudah diterima oleh biarawan-biarawati itu unik dan tiap orang yang menerima panggilan itu dan menjawabnya pun berbeda-beda. Namun menjadi persoalan yang perlu dicermati lebih jauh lagi, apakah benih panggilan itu masih dialami kaum muda di tengah arus zaman ini. Yang menjadi pertanyaan penulis, apakah biarawan-biarawati masih terus hadir bersama umat dalam kegiatan di Gereja, lingkungan, mengadakan kunjungan keluarga secara rutin dan menyediakan waktu dan tenaga bagi umat.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis ada keprihatinan mengenai jumlah calon yang semakin berkurang mendaftar menjadi biarawan-biarawati. Keprihatinan ini bisa dilihat dari adanya kesenjangan antara jumlah calon yang masuk dalam tarekat PBHK tahun 2000 dalam jumlah yang cukup banyak yaitu 25 orang, dan pada tahun 2001 jumlah calon yang masuk, makin berkurang dengan jumlah yang paling banyak 5 dan paling sedikit adalah 2 orang. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan bagi penulis maupun para suster. Keprihatinan akan merosotnya jumlah calon yang masuk bergabung dalam biara, tidak hanya dialami oleh para suster PBHK, tetapi juga dialami para suster Carolus Boromeus, para suster OSF Semarang juga konggregasi lainnya mengalami hal yang sama. Penulis memaparkan permasalahan ini berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis selama ini.


(29)

Dengan adanya berbagai persoalan ini, muncul berbagai pertanyaan mendasar bagi penulis apakah kehadiran biarawan-biarawati hidup bakti masih mempunyai arti bagi kaum muda sekarang ini atau tidak. Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai “Hubungan Penghayatan Hidup Bakti Dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini diidentifikasikansebagai berikut:

1. Bagaimana penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dialami oleh kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta?

2. Bagaimana minat kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta terhadap panggilan hidup bakti?

3. Bagaimana Hubungan Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta?

4. Mengapa jumlah panggilan hidup bakti menurun? 5. Mengapa biarawan-biarawati kurang bahagia?

C. PEMBATASAN MASALAH

Mengingat luasnya topik penelitian dan keterbatasan yang ada, maka peneliti membatasi penelitian pada Hubungan Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti Bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.


(30)

D. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

E. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan skripsi adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

F. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi tentang, hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti sebagai berikut:

1. Bagi Penulis, agar menambah pemahaman dan wawasan mengenai penghayatan hidup bakti sehingga dapat meningkatkan kesaksian yang baik dalam tugas perutusan sehingga mampu membantu kaum muda yang berminat memilih untuk hidup bakti.

2. Bagi semua biarawan-biarawati, khususnya biarawan-biarawati di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta dan para suster Putri Bunda Hati Kudus agar semakin memperkaya pengetahuan dan pemahamannya mengenai hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti sehingga melalui kesaksian hidupnya dapat memberi inspirasi bagi kaum muda mengenai indahnya panggilan Tuhan.


(31)

3. Bagi tim promosi panggilan semua konggregasi, agar terus menerus mengadakan aksi panggilan dalam bentuk apa pun, agar bisa membantu kaum muda mengenali panggilan Tuhan sebagai biarawan-biarawati.

4. Bagi mahasiswa-mahasiswi dan kepentingan perpustakaan Prodi IPPAK USD Sanata Dharma Yogyakarta, untuk menambah wawasan mengenai penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dan minat kaum muda terhadap panggilan hidup.

G. METODE PENULISAN

Penulisan ini menggunakan metode deskripritif analisis yaitu penulis memaparkan pokok-pokok Penghayatan Hidup Bakti dalam Hubungannya dengan Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Kemudian penulis memahami dan menjelaskan kenyataan yang terjadi melalui penelitian mengenai penghayatan Hidup Bakti biarawan-biarawati dan menghubungkannya dengan berkurangnya jumlah calon yang masuk dalam biara yang dialami oleh konggregasi lain, khususnya para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I, menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan mengenai penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.


(32)

Bab II berisi kajian teori mengenai hidup bakti dan penghayatannya dalam konteks profesi religius yang dimulai dari tahap-tahap pembinaan, hidup bersama dalam komunitas, tugas perutusan dan pengertian minat serta menghubungkannya dengan minat terhadap panggilan hidup bakti, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesa.

Bab III berisi mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitan, populasi dan sampel, teknik dan alat pengumpulan data serta teknik analisis data.

Bab IV berisi tentang hasil penelitian yang terdiri dari uji normalitas data, uji linearitas, analisis deskriptif statistik, pembahasan dan refleksi kateketis mengenai variabel penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

Bab V berisi mengenai kesimpulan dan saran agar penulisan ini dapat bermanfaat dan bisa diterapkan oleh biarawan-biarawati dan sebagai acuan dalam membantu biarawan-biarawati, orang tua, pihak sekolah dan paroki agar saling mendukung dalam berbagai cara masing-masing sehingga dapat membantu kaum muda dalam mengenali dan menumbuhkan benih panggilan yang telah ditanamkan dalam diri mereka.  


(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas tentang: A. Hidup bakti dan penghayatannya dalam konteks profesi religius, hidup bersama dalam komunitas dan tugas perutusan di tengah masyarakat, bagian B. mengenai minat yang meliputi unsur-unsur yang mempengaruhi minat, aspek-aspek minat, bagian C. Penelitian yang relevan, bagian D. Mengenai kerangka pikir dan bagian E. Mengenai Hipotesa.

A. Penghayatan Hidup Bakti

1. Hidup Bakti

a. Pengertian Hidup Bakti

Hidup bakti adalah karunia dari Allah, dimana Yesus memanggil siapa saja untuk mengikuti-Nya secara lebih dekat sebagai romo, suster, frater dan bruder. Karunia panggilan hidup bakti diberikan pada manusia dan dari pihak manusia diberi kebebasan untuk menanggapinya. Menurut Darminta, (2007:17) manusia merasa adanya panggilan itu:

Melalui salah satu kekuatan terdalam manusia, yaitu hati. Hati yang berpikir merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan dalam dimensi mistik intelektual. Hati yang merasa merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan dalam dimensi afektif. Hati yang berkehendak merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan untuk menghayati dimensi mistik volutif. Hati manusia dipahami sebagai rahmat eksternal yang dapat membantu manusia untuk menghayati panggilan Tuhan.

Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa Allah mencurahkan rahmat panggilan itu ke dalam hati manusia. Melalui hati inilah manusia dapat merasakan


(34)

daya kekuatan Allah yang mendorong serta menginspirasinya kepada panggilan sebagai biarawan-biarawati, panggilan untuk hidup berkeluarga dan sebagainya. Dalam hal ini hati manusia dipandang penting dalam membantu manusia untuk mengenali kehadiran Allah serta memampukan manusia untuk menghayati panggilannya dengan tekun dan setia.

Kenyataan bahwa hati yang berpikir, merasa dan berkehendak secara nyata dibentuk melalui lingkungan, pengalaman, serta perjumpaan dengan sesama manusia dan sebagai pintu masuk sapaan dan panggilan Allah (Darminta, 2010:18).

Manusia adalah pribadi yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangannya dalam menghayati hidupnya, begitu pula dengan biarawan-biarawati yang menerima rahmat panggilan itu juga membutuhkan usaha terus-menerus untuk menanggapinya. Panggilan hidup bakti biarawan-biarawati merupakan salah satu cara yang memiliki karakter khas dan khusus untuk berpartisipasi menuju ke kepenuhan dalam Allah.

Panggilan hidup bakti menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostoliknya mengenai hidup bakti yaitu:

Hidup bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus Tuhan, merupakan karunia Allah Bapa kepada Gereja-Nya melalui Roh Kudus. Melalui pengikraran nasihat-nasihat Injili ciri-ciri khas Yesus-Dia murni, miskin dan taat, tiada hentinya “ditampilkan” di tengah dunia,

dan pandangan umat beriman diarahkan kepada misteri Kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam sejarah, meskipun masih mendambakan perwujudan sepenuhnya di surga. (VC.1).

Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa biarawan-biarawati dalam seluruh hidupnya mengikuti Kristus yang murni, miskin dan taat. Mengikrarkan ketiga nasihat Injil berarti biarawan-biarawati menyatakan kesanggupannya untuk


(35)

bertanggung jawab menaati kaul-kaul dalam seluruh hidup dan perutusannya. Dalam (LG.44) dikatakan bahwa dengan mengikrarkan kaul-kaul atau nasihat Injil biarawan-biarawati terikat untuk mengabdi Allah saja serta meluhurkan-Nya karena alasan yang baru dan istimewa.

Menurut Mardi Prasetya. (2001:9) hidup bakti dan hidup imamat adalah anugerah khusus dan berdasar pada anugerah iman yang dimulai dalam pembaptisan. Yang dimaksud dengan anugerah iman dalam pembaptisan yaitu dengan dibaptis manusia mati dan dikuburkan serta dibangkitkan bersama Kristus. Melalui baptis manusia menerima Roh pengangkatan menjadi anak (Iman Katolik, KWI, 1996:425). Prinsip-prinsip hidup Kristiani yang diterima dalam pembaptisan ini juga menjadi dasar untuk panggilan dan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati. Yang menjadi ciri khas hidup bakti biarawan-biarawati yaitu secara khusus mau menjadikan semangat Injili sebagai pilihan hidup dan dihayati secara total, radikal, dan konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan terpusat pada Tuhan, maka ditandai dengan pengikraran triprasetya (Mardi Prasetya, 2001:9).

Menurut romo Johanes Mangkey MSC dalam majalah warta keluarga Chevalier, (2014:4), para pemeluk hidup bakti adalah orang-orang yang dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud suci. Mereka adalah orang-orang yang dipanggil untuk secara khusus memberi diri ditransformasikan oleh cinta Allah agar mereka memiliki hati yang dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia.

Biarawan-biarawati hidup bakti yang memilih untuk hidup tidak menikah, miskin, dan taat mempunyai dimensi eklesial. Menurut Paul Suparno,


(36)

(2011:136) ketiga kaul yang diikrarkan adalah bentuk nyata sebagai perlawanan terhadap budaya gila harta, kehormatan, dan kekuasaan. Dengan ketiga kaul ini, biarawan-biarawati hidup bakti belajar untuk tidak mencari kenikmatan dunia ini, tetapi lebih mau meyerahkan diri kepada Tuhan sendiri lewat tugas perutusan yang diberikan tarekat. Selain itu dengan mengikrarkan ketiga kaul berarti biarawan-biarawati diharapkan semakin mampu menghayati semangat lepas bebas hanya untuk Tuhan.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dan perwujudannya menurut Paul Suparno, (2011:136) yaitu:

Hidup membiara yang diwujudkan dengan penghayatan tiga kaul menunjukkan bahwa pendewaan terhadap gelar, pangkat dan derajat duniawi, tidak ada nilainya. Dalam hidup membiara, yang diutamakan adalah Tuhan dan

kemuliaan Allah bukan kehormatan diri sendiri. Oleh karena itu pendewaan gelar demi gengsi diri sendiri tidak pada tempatnya dan bertentangan dengan semangat berkaul.

Panggilan Hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi pengikraran nasihat Injil pun mempunyai dimensi eklesial. Dasar dan ajarannya adalah cinta kasih kepada Allah, maka dinamika cinta kasih ini membawa biarawan-biarawati ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Oleh karena itu hidup bakti mesti dihayati demi kebaikan seluruh umat Allah (Mardi Prasetya, 1992:190).

Hidup bakti dibedakan dari status dan cara hidup lain dalam Gereja karena kemurnian (keprawanan) yang menuntut bentuk khusus dari cinta kasih yaitu penyerahan diri total kepada Allah dengan hati tidak terbagi. Penyerahan diri total biarawan-biarawati diibaratkan sebagaimana kemartiran tidak dianugerahkan pada semua orang, begitu pula kemurnian (keprawanan) tidak dianugerakan pada


(37)

semua orang, sehingga termasuk anugerah khusus, yaitu suatu cara khas dalam mencintai Allah.

Cinta dengan hati yang tidak terbagi ini menyertakan pribadi secara menyeluruh dalam seluruh kemampuannya untuk mencinta. Inilah sebabnya biarawan-biarawati, melalui persembahan hidup kemurnian (keprawanan) dipersatukan secara intim dengan Kristus, dan digerakkan oleh dinamika cinta tersebut untuk mengikuti jejak Kristus, juga dalam kemiskinan dan ketaatannya. Cintanya yang total pada Kristus mendorongnya untuk ikut ambil bagian dalam kemiskinan dan ketaatan Kristus dengan sukarela.

Yang pokok dalam hidup bakti biarawan-biarawati adalah penyerahan total pada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan juga terus menerus semakin mengarahkan diri pada Kristus, khususnya dalam hidup doa (Iman Katolik, 1996:376).

Dari beberapa pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa hidup bakti adalah karunia Allah Bapa kepada Gereja-Nya melalui Roh Kudus yang ditandai dengan pengikraran nasehat-nasehat Injili. Dengan caranya yang khas biarawan-biarawati hidup bakti mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasihat Injili tersebut dengan mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah. Maksud dari karunia Allah atau anugerah khusus hidup bakti berdasar pada anugerah iman yang dimulai dalam pembaptisan. Dasar kepercayaan itu yaitu pada Kristus. Dengan iman yang kokoh pada Kristus yang sudah diterima dalam baptisan, biarawan-biarawati mampu menghayati hidupnya dan menjadikan semangat Injili sebagai pilihan hidup dan dihayati secara total, radikal, serta konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan hanya terpusat pada Tuhan.


(38)

Hidup bakti secara khusus dibedakan dari status dan cara hidup lain seperti hidup berkeluarga dalam Gereja karena kemurnian (keprawanan) yang menuntut bentuk khusus dari cinta kasih yaitu penyerahan diri total kepada Allah dengan hati tidak terbagi. Dengan demikian biarawan-biarawati yang telah dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud suci itu khusus dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia. Kehidupan biarawan-biarawati dengan segala karya kerasulannya tidak bisa dipisahkan dari perutusan Gereja yaitu mewartakan kabar gembira Kristus kepada semua orang. Bentuk keterlibatan biarawan-biarawati dalam perutusan Gereja yaitu melalui karya kerasulan dibidang pendidikan, karya kesehatan, karya sosial dan karya pastoral.

b. Tujuan Hidup Bakti

Dalam Dokumen Konsili Vatikan II Dekrit tentang Pembaruan dan Penyesuaian Hidup Religius art. , dikatakan demikian:

Sejak awal mula Gereja terdapat pria dan wanita, yang mengamalkan nasihat-nasihat Injil bermaksud mengikuti Kristus secara lebih bebas, dan meneladan-

Nya dengan lebih setia. Dengan cara mereka masing-masing, mereka menghayati hidup yang dibaktikan pada Allah.

Hidup bakti biarawan-biarawati yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat Injili adalah bentuk hidup yang tetap, dan berkat dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh pada Allah, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia (KHK, 2006:573 § 1).

Hidup bakti dan kepentingannya dalam Gereja berkat kaul dan ikatan suci lainnya, kaum religius atau hidup bakti mewajibkan diri untuk menaati


(39)

nasehat-nasehat Injil dan seluruh hidupnya dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja (LG. 44). Oleh karena itu unsur kewajiban ini membedakannya dari orang-orang lain yang menaati nasehat Injil dengan sukarela. Demikian biarawan-biarawati menjadikan nasihat sebagai suatu perintah, sehingga kegagalan di sini berarti mengingkari keputusan yang telah diambil sendiri dengan bebas. Meski tidak terkena sanksi dosa, tetapi menurunkan kesetiaan terhadap cinta Allah yang menjadi inspirasi dalam pengikraran nasihat Injil atau undangan Tuhan (Mardi Prasetya, 2000:319).

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati melalui kesaksian hidupnya begitu penting di dalam melaksanakan tugas perutusan, lebih-lebih pada mereka yang dilayani dan bekerjasama dalam karya kerasulan tarekat seperti: di sekolah, rumah sakit, karya pastoral di paroki, dan karya sosial. Dalam hal ini Mardi Prasetya, (1992:195) mengemukakan bahwa:

Mutu kerohanian biarawan-biarawati sangatlah ditentukan oleh mutu penghayatan hidup kaul menurut ketiga nasehat Injil. Ketiga kaul ini merupakan kenyataan organis yang saling kait-mengkait dan membentuk seluruh hidup orang yang mengucapkan kaul. Maka hidup bakti biarawan-biarawati perlu dihayati dengan seluruh pribadi dan dalam lingkup hidup manusia.

Dalam arti ini, ditekankan adanya unsur kesatuan seluruh pribadi yang meliputi pikiran, tenaga dan dengan sepenuh hati dalam melayani dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Semua orang Kristiani yang dipanggil mengikuti Kristus, terutama biarawan-biarawati hidup bakti yang mengikrarkan nasihat-nasihat Injil diharapkan sungguh-sungguh berusaha, supaya bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah, demi kesuburan Gereja, serta kemuliaan Allah Tritunggal (Iman Katolik, 1996:377).


(40)

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup bakti tidak lain adalah mengikuti Kristus secara khusus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran kaul atau nasehat-nasehat Injil. Berkat kaul dan ikatan suci, biarawan-biarawati mau bertanggung jawab dan menaati nasehat-nasehat Injil serta melaksanakannya dengan setia. Artinya bahwa di sini ada unsur kewajiban yang membedakannya dari orang-orang lain. Oleh karena itu diandaikan ada rasa tanggung jawab, dan kesetiaan dari setiap pribadi untuk menaatinya dengan sukarela. Maksud dari ketiga kaul yang saling kait mengait artinya ketiga kaul ini haruslah dihayati dengan baik. Jika pada kenyataan bahwa ada biarawan-biarawati lalai dalam memberi kesaksian yang kurang baik mengenai salah satu kaul tersebut maka akan mempengaruhi kaul-kaul yang lain.

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius

Istilah profesi dan religius menurut Mardi Prasetya, (2000:316) yaitu profesi menunjuk pada tindakan pengucapan kaul atau ikatan suci lainnya yang mewajibkan diri untuk hidup sesuai dengan nasehat-nasehat Injil. Sedangkan religius merangkum semua persembahan hidup lewat kaul.

Dalam profesi religius biarawan-biarawati menerima dengan kaul publik tiga nasihat Injili untuk ditepati. Mereka dibaktikan kepada Allah lewat pelayanan Gereja dan digabungkan ke dalam tarekat dengan hak serta kewajiban yang ditetapkan oleh hukum (KHK, 2006:654). Di dalam tindakan profesi religius, merupakan tindakan Gereja melalui wewenang orang yang menerima kaul-kaul itu, tindakan Allah dan jawaban pribadi digabungkan. Yang dimaksud dengan tindakan dalam profesi religius adalah para imam yang mewakili Gereja menerima pengikraran kaul dari biarawan-biarawati. Ketika biarawan-biarawati


(41)

menyatakan kesanggupannya dalam menaati kaul-kaul maka ia dianggap mampu dan diterima untuk bergabung dalam lembaga dan para anggota di dalam lembaga itu serta menghayati suatu hidup persaudaraan dalam kebersamaan dan lembaga itu menjamin mereka, bantuan untuk cara hidup Kristiani yang lebih mantap dan teguh. Dengan demikian biarawan-biarawati mampu untuk hidup dengan aman dan mengamalkan hidup religius yang sudah dijanjikan dengan setia (Konggregasi untuk Lembaga Hidup Bakti, 1992:16).

Sebelum profesi religius, ada tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui oleh biarawan-biarawati hidup bakti maupun calon hidup bakti. Tahap-tahap pembinaan profesi religius menurut Lembaga Hidup Religius, (1992:4-45) sebagai berikut:

a. Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat

Tahap persiapan sebelum memasuki novisiat memang tidak dituntut bahwa seorang calon religius harus mampu secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius, namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap persiapan untuk pra-novisiat atau postulat. Demikian ditekankan oleh Mardi Prasetya, (2001:42-43) mengenai masa postulat atau masa pra-novisiat yaitu selama masa ini, calon hidup bakti menyesuaikan diri, dari segi rohani dan psikologis dengan gaya hidup membiara yang masih baru baginya.

b. Tahap Novisiat

Hidup dalam lembaga hidup bakti dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari


(42)

lembaga yang bersangkutan, mengalami cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbukti niat serta kecakapan mereka. Novisiat merupakan masa untuk masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Pada masa ini, para novis melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas, hidup menurut Injil dan dituntut untuk mulai melaksanakan nasehat-nasehat Injili.

Tahap novisiat diharapkan agar pembinaan harus mengantar para novis ke dalam hidup berkomunitas sebagai unsur hakiki hidup bakti atau hidup religius. Seluruh pembinaan selama novisiat harus terjadi dalam suasana persaudaraan, sehingga para novis dapat menghargai hidup berkomunitas dan menumbuhkannya.

Masa novisiat menurut Mardi Prasetya, (2001:44-45) yaitu pembinaan dalam novisiat mencakup inisiasi untuk hidup menurut nasihat-nasihat Injili, yaitu kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sebagai ungkapan pembaktian diri kepada Allah dan sebagai sarana untuk mencapai cinta kasih yang sempurna demi datangnya dunia dan manusia baru dalam Yesus Kristus. Dalam novisiat dipelajari riwayat hidup santo santa atau riwayat pendiri konggregasi, pembinaan mengenai kepribadian, tulisan-tulisan pendiri, sejarah tarekat, kharisma tarekat dan nilai-nilai yang tercantum di dalamnya, pedoman hidup dan direktorium tarekat.

Pendidikan novisiat mencakup juga pendidikan pastoral tertentu dapat membantu supaya dibangkitkan dan dimatangkan kepekaan yang sungguh-sungguh akan perutusan tarekat dan akan kebutuhan umat dan rakyat.

c. Tahap Profesi Sementara

Tahap profesi sementara atau pengikraran kaul pertama dilangsungkan dalam perayaan liturgis Gereja, melalui pemimpin yang berwewenang, menerima


(43)

kaul mereka yang mengucapkan profesinya, dan mempersatukan persembahan mereka dengan kurban Ekaristi. Tindakan liturgis ini memperlihatkan bahwa profesi itu berakar dalam Gereja. Dengan berangkat dari misteri yang dirayakan sedemikian itu, akan menjadi mungkinlah mengembangkan penghargaan yang lebih hidup dan mendalam terhadap pembaktian diri.

Tahap profesi sementara terdapat dalam Dokumen Gerejani mengenai Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius art. 54, yaitu profesi kaul-kaul pertama menyebabkan orang yang baru berprofesi ambil bagian dalam pembaktian diri sesuai dengan status hidup religiusnya. Masa profesi sementara secara liturgi Gereja, upacara pengikraran kaul dilangsungkan sebelum penerimaan Tubuh dan Darah Kristus. Dalam perayaan liturgi prasetya pertama dan prasetya kekal biarawan-biarawati mengucapkan janji kaul pada Tuhan di hadapan para saksi yaitu para pemimpin konggregasi, imam dan umat yang hadir dengan sebuah pernyataan sebagai berikut: sambil berlutut di hadapan Sakramen Maha Kudus, dan disaksikan oleh para pemimpin tarekat, saya (masing-masing pribadi) berjanji untuk hidup miskin, murni dan taat di dalam tarekat.

d. Tahap Profesi Kekal

Profesi kekal memerlukan persiapan yang panjang dan pemagangan yang tekun. Hal itu membenarkan tuntutan Gereja bahwa profesi kekal harus didahului oleh masa profesi sementara. Dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yang bersifat percobaan berdasarkan kenyataan bahwa profesi itu sementara. Berprasetya atau berkaul adalah kehendak pribadi yang ingin memautkan hati secara tidak terbagi pada Allah. Kaul-kaul dihayati secara pribadi tetapi sekaligus


(44)

dihayati dan dihidupi secara bersama dengan anggota komunitas secara nyata (Mintara Sufiyadi, 2010:64-65).

Pengikraran kaul atau profesi religius biarawan-biarawati hidup bakti mempunyai tiga dimensi yaitu: dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Dimensi-dimensi hidup bakti tersebut diuraikan sebagai berikut: • Dimensi Eklesial Profesi Religius

Dasar dan nasihat Injil adalah cinta kasih kepada Allah dan sesama, maka pertumbuhan dalam cinta kasih dan dinamikanya membawa religius ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus, dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Biarawan-biarawati itu mengikrarkan nasihat Injil dalam hidup religius, harus tetap bertumbuh dalam kesucian pribadinya, hubungan kesatuannya dengan Tuhan lewat proses penyempurnaan diri, tetapi sekaligus ia juga anggota tubuh mistik Kristus, yaitu Gereja dan membaktikan diri di dalamnya. Keduanya merupakan dimensi yang tak terpisahkan (Mardi Prasetya, 2000:20).

Penekanan pada kesatuan dan dimensi di atas, juga dimaksudkan untuk menghindari pembatasan dimensi Eklesial semata-mata pada kerasulan eksternal. Berhubungan dengan tugas atau kewajiban biarawan-biarawati. Konsili secara eksplisit mengatakan bahwa itu sesuai dengan kekuatan dan panggilan khusus seseorang. Ciri khas masing-masing institut dijaga serta didukung oleh Gereja. Ini ditegaskan untuk menghindari penafsiran, bahwa tujuan apostoliknya hanyalah aktif, melupakan hidup kontemplatif, serta eremit. Hal ini juga dimaksudkan untuk melindungi kharisma khusus serta kekhasan macam-macam institut, yang semuanya merupakan anugerah Tuhan yang memperkaya Gereja.


(45)

Dimensi Paska Profesi Religius

Dimensi paska dalam (VC.24) dikemukakan bahwa hidup bakti memantulkan cemerlangnya cinta kasih, sebab karena kesetiaannya terhadap misteri salib mengakui, bahwa beriman dan hidup berkat cinta kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hidup bakti membantu Gereja untuk tetap menyadari, bahwa salib merupakan kelimpahan cinta kasih Allah yang dicurahkan atas dunia, dan bahwa salib itu merupakan tanda agung kehadiran Kristus yang menyelamatkan, khususnya di tengah aneka kesukaran dan cobaan. Itulah kesaksian yang tiada hentinya dan dengan keberanian yang amat mengaggumkan diberikan oleh banyak anggota hidup bakti, pada hal banyak di antara mereka hidup dalam situasi-situasi yang sukar, bahkan menderita penganiayaan dan menjadi martir.

Dimensi Eskatologis Profesi Religius

Peranan hidup bakti sebagai lambang Eskatologis (akhir zaman). Hidup bakti merupakan antisipasi di masa mendatang. Konsili Vatikan II menyatakan bahwa, pentakdisan secara lebih jelas mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan surgawi. Terutama itu dijalankannya melalui kaul kemurnian, yang oleh tradisi selalu dimengerti sebagai antisipasi dunia yang akan datang, yang sekarang sudah mulai mewujudkan transformasi manusia seutuhnya. Biarawan-biarawati yang telah membaktikan hidup mereka kepada Kristus sudah semestinya hidup dalam kerinduan akan menjumpai-Nya, untuk menyatu dengan Dia selamanya. Oleh karena itu harapan penuh semangat dan keinginan untuk diceburkan ke dalam api cinta kasih, yang berkobar dalam diri mereka dan tidak lain ialah Roh Kudus. Penantian itu seperti diungkapkan oleh Rasul Paulus kepada umat di Kolose 3:1 karena itu, kalau kamu dibangkitkan


(46)

bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Artinya bahwa penantian dan keinginan yang dihidupkan oleh karunia-karunia, yang oleh Tuhan dengan murah hati dilimpahkan atas mereka yang mendambakan perkara-perkara yang di atas.

Dimensi Eskatologis mempunyai unsur penantian aktif yaitu komitmen dan sikap berjaga (Wahyu, 22:20). Jelas dalam sejarah hidup bakti, selalu menghasilkan buah berlimpah juga bagi dunia ini terutama dalam Gereja, melalui kharisma-kharisma tiap institut, para anggota hidup bakti menjadi isyarat-isyarat Roh Kudus, yang menunjuk ke arah masa depan baru yang diterangi oleh iman dan harapan Kristiani. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan mengikrarkan kaul di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh para pimpinan tarekat dan umat, biarawan-biarawati secara sadar, sukarela dan penuh kebebasan menanggapi panggilan Allah dengan memberikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya untuk kepentingan banyak orang. Semangat lepas bebas memampukan biarawan-biarawati tidak ingin terikat oleh keluarga, harta kekayaan, kedudukan, tempat tinggal dan apa pun yang menghalanginya sebagaimana Yesus yang telah memberikan diri, waktu, dan seluruh hidup-Nya, bahkan sampai wafat dan bangkit demi keselamatan banyak orang.

Biarawan-biarawati yang menerima panggilan itu ikut terlibat dalam perutusan Gereja dan menghayati sifat kekudusan itu dalam seluruh kesaksian hidupnya di tengah masyarakat. Kesaksian hidup biarawan-biarawati mempunyai dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Artinya bahwa seluruh hidup dan pelayanannya melulu demi kemuliaan Tuhan semata dan demi sesama umat yang dilayani. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya menjadikan misteri


(47)

hidup Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya yang selalu menjadi sumber kekuatan, penghiburan dan harapan dalam memaknai suka duka hidup sehingga kehadirannya dapat menginspirasi orang lain.

3. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Hidup Komunitas

Menurut Darminta, (1982:7) penghayatan kaul dalam konteks hidup bersama atau hidup berkomunitas merupakan salah satu ciri pokok hidup religius. Penghayatan konkret sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas ini, hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan berkembanganya hidup rohani maupun terlaksana dalam tugas perutusan. Hidup berkomunitas biarawan-biarawati ada syarat yang menjadi patokan dalam hidup bersama. Salah satu syarat untuk dapat bergabung dan diterima dalam satu tarekat hidup bakti ialah tidak adanya hambatan yang berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama. Dituntut adanya kemampuan untuk hidup bersama. Dalam hal ini Darminta, (1982:7) mengatakan bahwa:

Dalam hidup bersama terjadilah suatu pertemuan dalam iman dimana orang menghayati spiritualitas dan kharisma tarekat yang sama, mengikuti Kristus bersama-sama, merasul dalam kebersamaan, berdoa bersama, berbagi rasa hidup dan pengalaman, berbagi milik harta benda, berbagi kesedihan dan kemauan untuk mengabdi Kristus. Dalam kebersamaan itu setiap pribadi diharapkan, sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari hidup berkomunitas biarawan-biarawati itu adalah cinta.

Hidup bersama dalam komunitas merupakan panggilan kepada kesuciaan sendiri hanya terlaksana dalam hidup bersama. Oleh karena itu berhasil atau tidaknya seorang religius menghayati kharisma dan panggilannya tergantung pula dari berhasil dan tidaknya dalam membangun hidup bersama dalam suatu


(48)

komunitas (Darminta, 1982:7). Dari sini tampak jelas bahwa hidup bersama dalam komunitas itu sedemikian rumit dan konkret karena masing-masing pribadi datang dari berbagai latar belakang keluarga, budaya, bahasa, watak dan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga tiap-tiap orang diharapkan cukup kreatif untuk membangun hidup bersama dalam suatu komunitas. Di lain pihak orang juga semakin sadar dan mengalami bahwa dirinya tidak dapat hidup dan berkembang secara penuh tanpa orang lain.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi nasehat-nasehat Injili memperoleh bentuk dan ungkapan yang lebih konkret, lebih menantang dan lebih tetap, bila dihayati dalam satu persekutuan rohani dan latihan dengan orang lain dalam satu kelompok yang dipersatukan dalam Kristus. Oleh karena itu masa yuniorat sangat penting bagi biarawan-biarawati karena merupakan kelanjutan eksperimen, pendalaman semangat serta hidup tarekat secara mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai dasar untuk menerimanya secara defenitif sebagai anggota tarekat dalam profesi pertama dan profesi kekal.

4. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Tugas Perutusan

Selama hidup-Nya Yesus selalu mendahulukan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang dimaksud adalah, kerajaan dimana ada pengampunan, belarasa, kedamaian, keadilan, penghargaan dialami oleh semua manusia. Tugas misioner pertama anggota hidup bakti ialah terhadap diri mereka sendiri dan menjalankannya dengan membuka hati bagi bimbingan Roh Kudus.

Melalui kesaksian hidupnya para religius membantu seluruh Gereja mengingat bahwa yang paling penting yakni mengabdi Allah dengan sukarela,


(49)

berkat rahmat Kristus, yang dikaruniakan kepada umat beriman melalui karunia Roh. Demikian para religius mewartakan kepada dunia damai yang berasal dari Bapa, dedikasi yang nampak pada kesaksian Putera, dan kegembiraan yang merupakan buah Roh Kudus. Biarawan-biarawati hidup bakti diutus menjadi misionaris, terutama dengan tiada hentinya memperdalam kesadarannya dipanggil dan dipilih oleh Allah. Oleh karena itu hendaklah mengarahkan dan mempersembahkan seluruh hidup dan apa yang ada padanya kepada Allah, dan membebaskan diri dari hambatan-hambatan yang dapat menghalangi keutuhan jawabannya. Pola hidup biarawan-biarawati hendaklah menunjukkan dengan jelas cita-cita yang diikrarkannya, dan dengan demikian tampil sebagai tanda hidup Allah serta sebagai pewartaan Injil yang menyentuh hati, kendati pun sering secara diam-diam.

Tugas khusus hidup bakti ialah mengingatkan umat yang dibaptis akan nilai mendasar Injil, dengan memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah tanpa semangat Sabda bahagia. Hidup bakti tiada hentinya memupuk pada umat Allah kesadaran akan perlunya menanggapi dengan kekudusan cinta kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus (VC.33). Kehadiran biarawan-biarawati di dalam tugas kerasulan konggregasi, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan karya sosial, mencerminkan sifat khas Gereja yang selalu mengutamakan cinta kasih kepada siapa saja tanpa melihat latar belakang umat yang dilayani. Selain itu selalu siap sedia bergerak menjumpai siapa pun melalui kujungan-kunjungan pastoral di tengah keluarga, kaum muda, anak-anak dan partisipasi aktif dalam kegiatan apa pun di masyarakat dan di lingkungan Gereja.


(50)

B. Minat Kaum Muda Terhadap Panggilan Hidup Bakti

1. Pengertian Minat

Menurut Winkel (1996:188), minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Antara minat dan berperasaan senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan kalau siswa yang berperasaan tidak senang, juga akan kurang berminat, dan sebaliknya.

Minat, besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Siswa yang berminat terhadap biologi akan mempelajari biologi dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran biologi, dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar menyelesaikan soal-soal latihan dan praktikum karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari biologi.

Andi Mappiare (1982:62) mengemukakan bahwa minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari dua campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Sehubungan dengan jangkauan masa depan dalam mana seseorang merencanakan, dan menentukan pilihan terhadap pendidikan, jabatan, teman hidup, dan sebagainya. Minat dalam konteks hidup manusia terutama dalam masa remaja, minat dan cita-cita berkembang, dan hal itu bersifat pemilihan dan berarah tujuan. Pilihan remaja pada suatu minat tertentu atau cita-cita tertentu dalam suatu jangka waktu, maka perasaan dan pikiran mereka tertuju atau terarahkan pada objek tersebut.


(51)

Tim Pustaka Familia, (2006:134) berpendapat lain lagi yaitu minat atau interest adalah kecenderungan anak menyukai sesuatu dalam bidang tertentu. Minat ini biasanya berhubungan dengan trend yang sangat bergantung pada kondisi saat itu. Minat bisa ditumbuhkan. Sebagai contoh bagaimana menumbuhkan minat baca. Jika lingkungan mendukung tercipatanya iklim baca, seperti bapak ibu senang membaca maka anak pun akan mempunyai minat yang tinggi terhadap bacaan. Jadi minat adalah sesuatu yang berharga. Jika ada minat maka rasa ingin tahu terhadap sesuatu terpupuk terus.

Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:114) mengemukakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu yang akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun berkurang. Sebaliknya kesenangan merupakan minat yang sementara. Jadi kesenangan berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Artinya bahwa selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun kesenangan mulai berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara (Hurlock, 1978:114). Jadi minat lebih tetap (persistence) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang.

Pada semua usia, minat memainkan peranan penting dalam kehidupan seseorang dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Hal ini terutama selama masa kanak-kanak. Jenis pribadi anak sebagian besar ditentukan oleh minat yang berkembang selama masa kanak. Sepanjang masa


(52)

kanak-kanak, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar (Hurlock, 1978:114).

Minat cukup berpengaruh terhadap aspirasi anak. Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:116) minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi anak. Ketika anak mulai berpikir tentang pekerjaan mereka di masa mendatang misalnya, mereka menentukan apa yang ingin mereka lakukan bila mereka dewasa. Semakin yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan, semakin besar minat mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas yang mendukung tercapainya aspirasi itu.

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setiap pribadi pasti memiliki minat. Minat yang dimiliki seseorang bisa dilihat lewat ungkapan ekspresinya dengan rasa tertarik, senang, penuh perhatian pada satu objek yang dilihat, didengar, dialami dan diketahui. Dikatakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan yang menetap. Setiap pribadi dapat mengenali minatnya sesuai apa yang dirasa menguntungkan dan berguna bagi masa depannya entah itu pekerjaan di masa depan yang menguntungkan bagi dirinya. Sebagai pendidik baik orang tua, guru di sekolah, para biarawan-biarawati yang mendampingi anak, di sekolah dan di rumah perlu mengenali minat anak dan kaum muda sehingga dapat membantu menumbuhkan minat mereka.

Minat timbul dari hasil pengenalan dengan lingkungan, atau hasil berinteraksi dan belajar dengan lingkungannya. Bila minat terhadap sesuatu sudah dimiliki seseorang, maka ia akan menjadi potensi bagi orang yang bersangkutan untuk dapat meraih sukses di bidang itu. Sebab minat akan melahirkan energi yang luar biasa untuk berjuang mendapatkan apa yang diminatinya. Jadi minat


(53)

dapat dimengerti sebagai bagian dari campuran perasaan senang, tertarik, yang mendorong individu untuk nenetukan pilihan berdasarkan rasa suka, senang atau sebaliknya tidak suka jika hal itu mengungtungan atau kurang menguntungkan baginya dan merasa senang dan tertarik menyelaminya lebih jauh lagi. Minat juga bisa menjadi sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan.

2. Ciri-Ciri Minat

Menurut Elisabeth Hurlock (1978:115), untuk mengetahui dan mengerti peran minat yang penting dalam kehidupan anak perlu diketahui ciri-ciri minat sebagai berikut:

a. Minat Tumbuh Bersamaan dengan Perkembangan Fisik dan Mental

Minat disemua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu pertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai, minat menjadi lebih stabil. Anak berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada teman sebayanya. Mereka yang lambat matang, sebagaimana dikemukakan terlebih dahulu, menghadapi masalah sosial karena minat mereka minat anak, sedangkan minat teman sebaya mereka minat remaja.

b. Minat Bergantung pada Kesiapan Belajar

Anak-anak tidak dapat mempunyai minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental. Sebagai contoh, mereka tidak dapat mempunyai minat yang sungguh-sungguh untuk permainan bola sampai mereka memiliki kekuatan dan koordinasi otot yang diperlukan untuk permainan bola tersebut.


(54)

c. Minat Bergantung pada Kesempatan Belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak-anak. Karena lingkungan anak kecil sebagian besar terbatas pada rumah, minat mereka tumbuh dari rumah. Dengan bertambah luasnya lingkup sosial, mereka menjadi tertarik pada minat orang di luar rumah yang mulai mereka kenal.

d. Perkembangan Minat mungkin Terbatas

Ketidak mampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas membatasi minat anak. Anak yang cacat fisik misalnya, tidak mungkin mempunyai minat yang sama pada olah raga seperti teman sebayanya yang perkembangan fisiknya normal.

e. Minat dipengaruhi Budaya

Anak-anak mendapat kesempatan dari orang tua, guru, dan orang dewasa lain untuk belajar mengenai apa saja yang oleh kelompok budaya mereka dianggap minat yang sesuai dan mereka tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka oleh kelompok budaya mereka.

f. Minat berbobot Emosional

Bobot emosional aspek afektif dari minat menentukan kekuatannya. Bobot emosional yang tidak menyenangkan melemahkan minat, dan bobot emosional yang menyenangkan memperkuatnya.


(55)

g. Minat itu Egosentris

Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris. Misalnya minat anak laki-laki pada matematika, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi di dunia usaha.

3. Aspek-Aspek Minat

Menurut Elisabeth Hurlock (1978:116), semua minat mempunyai dua aspek yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat, misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu, mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah dan kerja keras untuk menekankan frustrasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal pelajaran.

Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media masa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Yang pertama kemudian akan berkembang menjadi minat dan yang kedua tidak. Misalnya anak-anak melihat bahwa rasa ingin tahu mereka tentang apa yang


(56)

terjadi di dalam tubuh mereka, dapat dipuaskan dengan pertanyaan dan dengan membaca. Selama kegiatan ini memberi mereka kepuasan, minat mereka akan menetap. Sebaliknya minat pada kesehatan tidak memuaskan kebutuhan pribadi selama anak itu sehat atau tidak mempunyai keluhan.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media masa terhadap kegiatan itu. Sebagai contoh, anak yang mempunyai hubungan yang menyenangkan dengan para guru, biasanya mengembangkan sikap yang yang positif terhadap sekolah. Karena pengalaman sekolahnya menyenangkan, minat mereka pada sekolah diperkuat. Sebaliknya, pengalaman yang tidak menyenangkan dengan guru dapat dan sering mengarah ke sikap tidak positif yang mungkin kelak akan memperlemah minat anak terhadap sekolah.

Kedua aspek ini penting peranannya namun aspek afektif lebih penting dari pada aspek kognitif. Alasannya pertama aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan (Hurlock, 1978:118).

4. Bentuk-Bentuk Minat

Bentuk-bentuk minat menurut Andi Mappiare (1982:63-67) sebagai berikut:


(57)

a. Minat Pribadi dan Sosial

Minat pribadi dan sosial merupakan kelompok minat yang paling kuat dimiliki oleh banyak remaja awal. Minat pribadi timbul karena remaja menyadari bahwa penerimaan sosial sangat dipengaruhi oleh keseluruhan yang dinampakan oleh si remaja itu kepada sekitarnya, karena adanya kesadaran remaja awal bahwa lingkungan sosial menilai dirinya dengan melihat kesan miliknya, sekolahnya, keuangannya, benda-benda lain yang dimilikinya, teman-teman sepergaulannya. Sebagai contoh minat ini ditunjukkan dengan bersolek, merawat tubuh, pakaian atau perhiasan yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Perbedaan bentuk minat dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang daerah (kota atau desa), tingkat ekonomi dan status sosial lain, juga jenis kelamin.

b. Minat terhadap Rekreasi

Minat terhadap rekreasi pada masa remaja umumnya kuat. Namun bagi beberapa remaja, karena adanya keterbatasan dari segi waktu, tugas-tugas rumah, sekolah, sehingga mereka sangat selekif. Mereka memiliki apa yang disenangi dan merupakan hobby. Kegiatan-kegiatan olah raga yang banyak membutuhkan energi fisik seperti sepak bola, badminton, basket ball, dan semacamnya diminati oleh banyak remaja pria.

Bagi wanita olah raga renang, senam, dan semacamnya umumnya lebih digandrungi. Bagi pria maupun wanita olah raga lebih merupakan kegiatan rekreatif dibanding menganggapnya sebagai kegiatan sport. Cerita-cerita film, buku (novel dan komik), sandiwara radio juga diminati oleh remaja awal pada umumnya.


(58)

c. Minat pada Agama

Minat pada agama dipupuk oleh pendidikan anak di rumah, sekolah minggu, gereja, dalam rangka diberikan untuk mengajarkan anak agar patuh terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari, anak belajar patuh pada kehidupan beragama dari linkungan keluarga. Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:131) jika anak dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, tidur, dan dibiasakan dengan membacakan atau menceritakan cerita-cerita Alkitab, maka anak cenderung mempunyai minat yang lebih besar pada agama dibandingkan mereka yang kehidupan beragamanya terbatas pada kunjungan ke sekolah minggu seminggu sekali.

Minat anak terhadap agama dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial dalam hal ini adalah kebanyakan anak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. sebagai contoh: dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya yang sering berbincang-bincang mengenai agama, dan mematuhi aturan agama akan mempunyai minat yang lebih besar pada agama. Justru sebaliknya jika anak tidak pernah atau jarang menemukan hal yang sama jarang berbincang mengenai agama dan peraturan agama akan mempunyai sikap negatif pada agamanya (Hurlock, 1978:132). Oleh karena itu sangat penting bagaimana cara orang tua, para pendamping sekolah minggu, guru dan katekis diharapkan memberikan pemahaman yang benar kepada anak dalam setiap kegiatan di sekolah minggu, di rumah dan di sekolah.

Minat merupakan gabungan rasa hormat dan rasa ingin tahu. Dalam hubungannya dengan kegiatan agama, ada unsur-unsur agama yang diminati anak yaitu kepatuhan pada agama. Anak mempunyai minat besar terhadap agama maka ia akan menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan agama seperti ibadat atau


(59)

misa di Gereja, menarik bagi anak kecil, karena kesemarakan tata caranya. Upacara keagamaan mempesona mereka dan mereka senang ikut serta bernyanyi. Mereka juga senang melihat orang sekeliling mereka selama misa, dan melihat apa yang sedang mereka lakukan. Anak lebih besar menyukai perkumpulan anak muda di Gereja misalnya untuk olah raga dan pertemuan ramah tama dalam kelompok kecil, piknik, perayaan hari besar wisata. Minat mereka seperti ini bersifat sosial dan bukan keagamaan. Usia 8 tahun minat anak memahami bahwa berdoa merupakan cara berbicara dengan Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan menjawab doa mereka.

Dengan bertambahnya usia, minat pada doa biasanya berkurang. Mereka merasa bahwa doa mereka untuk meminta sesuatu, bantuan atau bimbingan tidak terjawab dan tidak membawa keutungan baginya. Sebagai contoh peralihan yang khas dalam doa anak: pada usia pra sekolah “saya tidak tahu mengapa saya harus berdoa” pada usia enam tahun “bantulah aku dalam membuat pekerjaan rumahku” pada usia sepuluh tahun “Tuhan tidak perna menjawab doaku”. Sebaliknya perayaan keluarga pada hari besar keagamaan, tetap menarik baginya karena perayaan-perayaan ini lebih bersifat sosial dari pada keagamaan. Misalnya perayaan hari natal dan paska karena di sini berkumpul seluruh keluarga dan kerabat, dilengkapi dengan persiapan makanan, dan hiasan meriah natal dan sebagainya. Minat terhadap ibadat keluarga, misalnya doa sebelum makan, membaca Alkitab dan berdoa cepat berkurang. Kebiasaan ini hanya diteruskan karena tekanan orang tua. Oleh karena itu keyakinan-keyakinan religius anak mencerminkan ajaran yang diterima di rumah, di sekolah minggu dan di Gereja.

Cara anak menunjukkan minat pada agama ialah dengan bertanya dan membaca antara usia 3 sampai 4 tahun, kebanyakan anak mulai bertanya tentang


(60)

agama, misalnya “siapakah Tuhan? di mana Surga itu?, apakah malikat itu? dan sebagainya. Ketika anak mampu memahami arti cerita yang dibacakan atau diceritakan dan mereka akan mampu bertanya (Hurlock, 1978:134).

d. Minat terhadap Sekolah dan Jabatan

Menurut Andi Mappiare, (1982:65) minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan remaja awal banyak dipegaruhi oleh minat orang tua dan minat kelompoknya. Jika orang tua dan kelompoknya “work-oriented” maka seringkali remaja meminati sekolah yang mengarah pada pekerjaan (sekolah kejuruan). Jika orang tua atau kelompoknya “college-oriented” maka remaja terpengaruhi meminati sekolah-sekolah yang dapat mengantarkannya ke perguruan tinggi, menuju cita-cita jabatannya. Persoalan sering muncul manakala ada perbedaan yang tajam antara orientasi sekolah atau jabatan orang tuanya dengan orientasi sekolah atau jabatan kelompok teman sebayanya.

Sebagai suatu proses, pengembangan minat cita-cita jabatan seseorang mengalami perubahan sepanjang garis perkembangannya. Khusus dalam masa remaja, dapat dikatakan bahwa dalam masa remaja awal minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan seseorang berubah-rubah. Terutama parohan pertama masa remaja awal. Setelah mendekati masa remaja akhir, minat cita-cita tersebut dapat lebih jelas, dan beberapa remaja telah dapat menentukan dan mengarahkan minat dan cita-cita pendidikan atau jabatan pekerjaannya.

Setiap orang pasti mempunyai keinginan, cita-cita dan tujuan hidup yang ingin dicapai. Begitu pula minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti bisa dialami oleh setiap orang terutama kaum muda. Oleh karena itu minat dalam


(1)

(2)

Rasa Ingin Tahu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

10.00 1 .9 .9 .9

14.00 1 .9 .9 1.9

15.00 3 2.8 2.8 4.6

16.00 2 1.9 1.9 6.5

17.00 3 2.8 2.8 9.3

18.00 7 6.5 6.5 15.7

19.00 9 8.3 8.3 24.1

20.00 5 4.6 4.6 28.7

21.00 15 13.9 13.9 42.6

22.00 8 7.4 7.4 50.0

23.00 6 5.6 5.6 55.6

24.00 9 8.3 8.3 63.9

25.00 8 7.4 7.4 71.3

26.00 11 10.2 10.2 81.5

27.00 4 3.7 3.7 85.2

28.00 4 3.7 3.7 88.9

29.00 5 4.6 4.6 93.5

30.00 1 .9 .9 94.4

31.00 1 .9 .9 95.4

32.00 4 3.7 3.7 99.1

35.00 1 .9 .9 100.0


(3)

Sumber Motivasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

8.00 1 .9 .9 .9

10.00 2 1.9 1.9 2.8

11.00 6 5.6 5.6 8.3

12.00 6 5.6 5.6 13.9

13.00 11 10.2 10.2 24.1

14.00 15 13.9 13.9 38.0

15.00 25 23.1 23.1 61.1

16.00 20 18.5 18.5 79.6

17.00 15 13.9 13.9 93.5

18.00 5 4.6 4.6 98.1

19.00 2 1.9 1.9 100.0


(4)

Rasa Senang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

9.00 1 .9 .9 .9

13.00 4 3.7 3.7 4.6

14.00 3 2.8 2.8 7.4

15.00 6 5.6 5.6 13.0

16.00 6 5.6 5.6 18.5

17.00 16 14.8 14.8 33.3

18.00 13 12.0 12.0 45.4

19.00 9 8.3 8.3 53.7

20.00 15 13.9 13.9 67.6

21.00 15 13.9 13.9 81.5

22.00 4 3.7 3.7 85.2

23.00 4 3.7 3.7 88.9

24.00 5 4.6 4.6 93.5

25.00 7 6.5 6.5 100.0


(5)

Rasa Tertarik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

11.00 2 1.9 1.9 1.9

16.00 1 .9 .9 2.8

17.00 4 3.7 3.7 6.5

18.00 1 .9 .9 7.4

19.00 3 2.8 2.8 10.2

21.00 6 5.6 5.6 15.7

22.00 6 5.6 5.6 21.3

23.00 5 4.6 4.6 25.9

24.00 9 8.3 8.3 34.3

25.00 7 6.5 6.5 40.7

26.00 8 7.4 7.4 48.1

27.00 11 10.2 10.2 58.3

28.00 9 8.3 8.3 66.7

29.00 8 7.4 7.4 74.1

30.00 7 6.5 6.5 80.6

31.00 1 .9 .9 81.5

32.00 6 5.6 5.6 87.0

33.00 6 5.6 5.6 92.6

34.00 2 1.9 1.9 94.4


(6)

36.00 1 .9 .9 96.3

37.00 1 .9 .9 97.2

39.00 2 1.9 1.9 99.1

40.00 1 .9 .9 100.0