Sistem pengendalian inti pada organisasi religius : studi kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

(1)

xvii ABSTRAK

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen, level, dan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba, khususnya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini ingin melihat komponen sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta berdasarkan komponen sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983). Data diperoleh dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pengkodean berbuka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen sistem pengendalian inti adalah perencanaan, operasi, pengukuran dan evaluasi lisan. Penerapan sistem pengendalian inti paroki yang terdiri dari perencanaan yaitu pembuatan program kerja dan penyusunan anggaran, operasi yaitu proses pelaksanaan program kerja, pengukuran yaitu pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan laporan keuangan, dan evaluasi lisan atas kegiatan yang telah dilakukan. Sistem pengendalian inti menurut sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983) berada pada level ketiga karena belum memberikan reward dan punishment


(2)

xviii ABSTRACT

CORE CONTROL SYSTEM IN RELIGIOUS ORGANIZATION A Case Study at Santo Albertus Agung Parish Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2012

This research was aimed to describe the component, level, and application of core control system in non profit organization, especially at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta.

This research was a qualitative-desciptive method in nature. Further, this research tried to figure out the component of core control system at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta based on the component of core control system of Eric G. Flamholtz (1983). The data was obtained by conducting interviews and documentation. The technique of data analysis was open coding.

The result of this research showed that the component of core control system was planning, operation, measurement, and oral evaluation. The implementation of core control system of the parish which consisted of planning was making the work program and compiling the budged, operation was the process of implementation of work program, measurement was making the accountability report (LPJ) and financial report, and oral evaluation of the activities had been done. Finally, the level of the core control system of Eric G. Flamholtz (1983) of Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta was on the third level because it had not operated reward and punishment mechanism.


(3)

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Rupina Tatah NIM: 082114110

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Rupina Tatah NIM: 082114110

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Sedetikpun hidup ini tak boleh lepas dari Dia Sang Pemberi Hidup.

Kebahagiaan sejati adalah bila hidup bisa melakukan sesuatu untuk

orang lain demi kebaikan dan perkembangannya.

Jika kita tidak bisa memberikan harta benda kepada orang yang

membutuhkan, janganlah merasa kecewa sebab setiap orang pasti punya

hati untuk orang lain.


(8)

(9)

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan penyertaan serta inspirasi yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS, Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. H. Herry Maridjo, M.Si.

3. Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Drs. YP. Supardiyono, M.Si.,Akt.,QIA.

4. Antonius Diksa Kuntara, S.E., MFA.,QIA selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberi arahan, masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(11)

viii

5. Dr. FA. Joko Siswanto, M.M.,Akt.,QIA selaku Dosen Penguji yang sangat teliti dalam memberi masukan dalam revisi skripsi ini.

6. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, MM., Akt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang penuh perhatian.

7. Rm. Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr, Rm. Agustinus Nunung Wuryantoko, Pr, Bapak FX. Sarwono, Vinsensia Umi Taj’Riyatun Khasanah (Mbak Ira), Stela Maris Rani Paramita (Mbak Mita), Bapak Engelbertus Wuryono, Bapak Erasmus Eri Suprobo, Fransiskus Xaverius Dani Talogo (Mas Dani), Bapak Thomas Moor DJumeri dan seluruh keluarga besar Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

8. Keluarga besar Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat penulis bisa mendapat informasi dan refrensi.

9. Pegawai Sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membantu penulis dalam urusan penelitian.

10. Pemimpin dan Dewan Pimpinan Kongregasi SMFA Pontianak yang telah memberi kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk belajar dan menimba pengetahuan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

11. Para Suster anggota Kongregasi SMFA Pontianak, khususnya para Suster SMFA di komunitas Yogyakarta, yang telah memberikan dukungan melalui doa dan perhatian.

12. Orang tua dan adik-adik yang telah menyemangati penulis melalui cinta dan dukungannya.


(12)

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xv

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xvi

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Organisasi Sektor Publik ... 9


(14)

xi

2. Area Organisasi Sektor Publik ... 10

3. Organisasi Nirlaba ... 11

4. Organisasi Gereja ... 13

B. Akuntasi ... 16

1. Akuntansi Keuangan Sektor Publik ... 17

2. Akuntansi Paroki ... 18

C. Penganggaran Sektor Publik ... 23

D. Sistem Pengendalian Intern ... 27

1. Perspektif Sistem Pengendalian ... 27

2. Sistem Pengendalian Inti (Core Control System) ... 28

3. Berbagai Susunan dari Elemen Sistem Pengendalian Inti (Core Control System) ... 30

4. Sistem Pengendalian Internal Paroki ... 32

E. Struktur Organisasi sebagai Komponen Pengendalian ... 33

1. Unsur Sistem Pengendalian Intern ... 35

2. Lingkungan Organisasi (Control Environment)... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Unit Penelitian ... 39

1. Lokasi Penelitian ... 39

2. Waktu Penelitian ... 39

3. Obyek Penelitian ... 39


(15)

xii

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Metode Wawancara (Interview) ... 40

2. Metode Dokumentasi ... 40

D. Data ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 41

F. Keabsahan Data ... 42

1. Menemukan Siklus Kesamaan Data... 42

2. Pengecekan Melalui Diskusi ... 42

3. Kecukupan Referensi ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI ... 43

A. Sejarah Berdirinya Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis ... 43

B. Lokasi Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis ... 47

C. Pengelompokan Umat ... 48

1. Lingkungan ... 48

2. Wilayah ... 49

3. Kelompok Kategorial ... 50

4. Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan... 51

5. Paroki St. Albertus Agung Jetis ... 51

D. Tata Penggembalaan ... 51

1. Dewan Paroki ... 53

2. Dewan Paroki terdiri dari ... 53

3. Tim Kerja ... 54


(16)

xiii

1. Skema ... 58

2. Uskup dan Vikep ... 59

F. Wewenang dan Tanggung Jawab ... 59

G. Tugas Dewan Paroki ... 59

1. Tugas Umum Dewan Paroki ... 59

2. Tugas Dewan Harian ... 60

3. Tugas Dewan Inti ... 60

4. Tugas Dewan Pleno... 61

5. Tugas Ketua ... 61

6. Tugas Wakil Ketua I ... 62

7. Tugas Wakil Ketua II ... 63

8. Tugas Sekretaris I ... 64

9. Tugas Sekretaris II ... 64

10. Tugas Bendahara I... 65

11. Tugas Bendahara II ... 66

H. Harta Benda dan Keuangan Paroki ... 66

1. Pengelolaan Harta Benda ... 66

2. Keuangan... 68

3. Pengurus Gereja dan Papa Miskin ... 68

4. Keanggotaan Pengurus Gereja dan Papa Miskin ... 69

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Komponen Sistem Pengendalian dan Penerapannya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta ... 70


(17)

xiv

1. Komponen Perencanaan ... 70

2. Komponen Pengoperasian ... 80

3. Komponen Pengukuran ... 93

4. Komponen Evaluasi-Penghargaan ... 103

B. Level Sistem Pengendalian Inti Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta ... 112

BAB VI PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Keterbatasan Penelitian ... 126

C. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128

LAMPIRAN ... 130

A. Daftar Nama Informan ... 131

B. Pedoman Wawancara ... 132

C. Pengkodean ... 137

D. Pengkategorian ... 182


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Ringkasan Komponen Sistem Pengendalian Inti ... 112 Tabel 2. Ringkasan Penerapan Sistem Pengendalian Inti ... 115


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Sistem Pengendalian Organisasi ... 28 Gambar 2. Model Skema Sistem Pengendalian Inti ... 30 Gambar 3. Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen

Sistem ... 32 Gambar 4. Struktur Organisasi dari Perusahaan Perumahan

Metropolitan ... 35 Gambar 5. Skema Dewan Paroki St. Albertus Agung Jetis ... 57 Gambar 6. Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen


(20)

xvii ABSTRAK

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen, level, dan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba, khususnya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini ingin melihat komponen sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta berdasarkan komponen sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983). Data diperoleh dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pengkodean berbuka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen sistem pengendalian inti adalah perencanaan, operasi, pengukuran dan evaluasi lisan. Penerapan sistem pengendalian inti paroki yang terdiri dari perencanaan yaitu pembuatan program kerja dan penyusunan anggaran, operasi yaitu proses pelaksanaan program kerja, pengukuran yaitu pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan laporan keuangan, dan evaluasi lisan atas kegiatan yang telah dilakukan. Sistem pengendalian inti menurut sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983) berada pada level ketiga karena belum memberikan reward dan punishment


(21)

xviii ABSTRACT

CORE CONTROL SYSTEM IN RELIGIOUS ORGANIZATION A Case Study at Santo Albertus Agung Parish Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2012

This research was aimed to describe the component, level, and application of core control system in non profit organization, especially at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta.

This research was a qualitative-desciptive method in nature. Further, this research tried to figure out the component of core control system at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta based on the component of core control system of Eric G. Flamholtz (1983). The data was obtained by conducting interviews and documentation. The technique of data analysis was open coding.

The result of this research showed that the component of core control system was planning, operation, measurement, and oral evaluation. The implementation of core control system of the parish which consisted of planning was making the work program and compiling the budged, operation was the process of implementation of work program, measurement was making the accountability report (LPJ) and financial report, and oral evaluation of the activities had been done. Finally, the level of the core control system of Eric G. Flamholtz (1983) of Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta was on the third level because it had not operated reward and punishment mechanism.


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum (Mohamad Mahsun dkk., 2007:11). Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada tipe organisasi. Ada empat jenis tipe organisasi, yaitu : (1) pure-profit organization, (2) quasi-profit organization, (3) quasi nonprofit organization dan (4) pure-nonprofit organization. Dari keempat tipe ini yang merupakan area organisasi sektor publik adalah yang kedua, ketiga dan keempat. Tidak selalu mudah untuk membedakan mana sebenarnya yang merupakan area atau wilayah dari sektor publik ini. Kita bisa membedakannya dengan melihat tujuan operasi dan sumber pendanaannya. Mahsun dkk., membedakan antara organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba dalam pembahasannya. Dilihat dari tipe organisasi, organisasi sektor publik mempunyai cakupan yang lebih luas. Di sana masih terlihat grey area yang sulit dibedakan wilayah profit dan nonprofit. Maka kita akan melihat pengertian dari organisasi nirlaba (nonprofit) secara terpisah.

Organisasi nirlaba atau organisasi nonprofit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting.


(23)

Organisasi nirlaba memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut : (1) memperoleh sumber daya dari sumbangan anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut, (2) menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba dan (3) tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah (Mahsun dkk., 2007: 215). Contoh organisasi nirlaba nonpemerintah antara lain Organisasi Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah), Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil) (Indra Bastian, 2006: 3).

Gereja merupakan salah satu organisasi nonprofit (nirlaba). Gereja adalah di dalam Kristus bagaikan sakramen yakni tanda dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia (Tom Jacobs, 1970: 9). Dari definisi diatas Gereja merupakan suatu organisasi yang didalamnya adalah persekutuan orang beriman dan percaya kepada Allah. Walau demikian Gereja juga tidak bisa terlepas dari urusan-urusan di dunia ini. Gereja tetap harus selalu ikut perkembangan zaman, maka pengertian Gereja adalah persekutuan (communio), peka, saling memperhatikan dan menolong (Keuskupan Agung Semarang, 2008: 4). Pengertian kedua dari Gereja di sini menunjukkan bahwa Gereja bukan hanya mengatur hubungannya dengan Tuhan saja tetapi juga dituntut untuk memperhatikan kehidupan sesama yaitu bersikap peka dan saling


(24)

3

menolong sehingga muncul istilah Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM). Dalam relasinya dengan sesama, umat Allah ini ada aksi saling berbagi yang terwujud dalam pemberian kolekte. Karena ada dana masuk dan keluar maka perlu pengelolaan yang transparan.

Akuntansi merupakan alat potret bagi pengelolaan ini. Transaksi masuk dan keluar direkam melalui pencatatan dan pengolahan lebih lanjut sampai menghasilkan laporan keuangan yang merupakan alat pertanggungjawaban kepada organisasi Gereja dan kepada umat. Akuntansi saja tidak cukup, karena dalam pengelolaan keuangan perlu suatu perencanaan yang dikonretkan dalam pembuatan anggaran. Pengolahan akuntansi dan penganggaran dilakukan orang-orang dalam oraganisasi tersebut yang tidak luput dari ketidaksempurnaan maka perlu

control system atau sistem pengendalian.

Gereja sebagai umat Allah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, maka kita akan mempersempit ruang lingkup ini. Didalam Gereja ada yang disebut keuskupan dan di dalam keuskupan ada yang disebut paroki. Menurut Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia tahun 2009, di Indonesia terdiri dari 37 keuskupan, dari jumlah yang ada ini 9 diantaranya Keuskupan Agung yakni Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Agung Makasar, Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Agung Samarinda dan Keuskupan Agung Semarang (KAS). “Keuskupan atau diosis adalah bagian dari umat Allah


(25)

yang hidup dalam batas-batas wilayah tertentu yang dipercayakan kepada seorang Uskup dan pembantu-pembantunya dalam imamat”(Heuken dkk., 1975: 130). Keuskupan dibagi lagi menjadi wilayah yang lebih kecil yang disebut paroki. Menurut Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang (PDDP KAS 2004, pasal 4: 1), Paroki adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang sudah memiliki Pastor Kepala, yang berdomisili di parokinya sendiri, dalam KAS, (2008 : 7).

Paroki-paroki di KAS sudah mulai mencoba mengelola keuangan mereka dengan alat olahan yakni akuntansi. Akuntansi tidak terlepas dari penganggaran dan sistem pengendalian (control system). Ketiga hal tersebut, yaitu: akuntansi, penganggaran dan sistem pengendalian merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ketiga hal ini merupakan unsur penting yang membentuk sistem pengendalian inti dalam suatu organisasi. Maka penulis mengangkat judul ”SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS, Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta


(26)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran singkat latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui:

1. Apa saja komponen sistem pengendalian inti Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta?

2. Bagaimana penerapan sistem pengendalian inti pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta?

3. Pada level berapakah sistem pengendalian inti Paroki Santo Albetus Agung Jetis Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen sistem pengendalian inti dan penerapannya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui level atau tingkatan sistem pengendalian inti pada

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keuskupan Agung Semarang (KAS)

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan informasi mengenai sistem pengendalian inti yang ada di paroki-paroki di KAS sehubungan dengan penerapan akuntansi dan tata kelola keuangan paroki.


(27)

Diharapkan bisa menjadi tambahan informasi yang berguna untuk mengevaluasi pada level berapa dan bagaimana sistem pengendalian inti yang diterapkan di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. 3. Bagi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan perbendaharaan pustaka di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba terutama paroki (gereja).

4. Bagi Penulis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai penerapan sistem pengendalian inti (core control system) di organisasi nirlaba khususnya paroki (gereja) dan juga menambah pengalaman serta dapat menerapkan teori yang diperoleh selama perkuliahan.


(28)

7

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini terdiri dari : Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Pada bab ini memuat teori-teori yang dijadikan dasar untuk penelitian, pembahasan serta sebagai dasar dan acuan untuk mengolah data, yaitu organisasi sektor publik, akuntansi, penganggaran sektor publik, sistem pengendalian dan struktur organisasi sebagai komponen pengendalian.

Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini memuat Jenis penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data, data, teknik analisis data, dan teknik pengujian keabsahan data.

Bab IV Gambaran Umum Organisasi

Dalam bab ini diuraikan tentang sejarah singkat, lokasi, pengelompokan umat, tata penggembalaan, skema/struktur Dewan Paroki, wewenang dan tanggung jawab Dewan Paroki, tugas Dewan Paroki, dan pengelolaan harta benda dan keuangan Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.


(29)

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini membahas data yang diperoleh dari informan, analisis data, dan hasil penelitian.

Bab VI Penutup

Pada bab terakhir ini akan disajikan kesimpulan dari hasil analisis serta pembahasan, keterbatasan dalam penelitian dan saran yang berguna bagi organisasi, maupun penelitian selanjutnya.


(30)

9 BAB II LANDASAN TEORI

A. Organisasi Sektor Publik

Di setiap negara, cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama. Area organisasi sektor publik bahkan sering berubah-ubah tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, berbagai organisasi yang termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, sejumlah perusahaan di mana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang kesehatan, organisasi bidang pendidikan, dan organisasi-organisasi massa. Jadi perlu ditegaskan bahwa organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial, organisasi nonprofit, dan juga bukan hanya organisasi pemerintahan. 1. Pengertian Organisasi Sektor Publik

Sebelum membahas mengenai organisasi sektor publik, kita perlu mengetahui pengertian tentang organisasi itu sendiri. Menurut Mohamad Mahsun dkk., (2007: 1), organisasi adalah sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Setiap organisasi memerlukan manajemen yang baik agar bisa mencapai tujuan. Jadi ada tiga unsur penting terdapat dalam pengertian tersebut yakni: sekelompok orang, bekerja sama dan mencapai tujuan. Secara garis besar kita mengenal dua jenis organisasi yakni organisasi profit yakni yang bergerak dibidang bisnis atau kita kenal dengan sebutan perusahaan dan


(31)

organisasi nonprofit yang biasa dikenal dengan organisasi sektor publik. Dalam hal ini kita akan fokus pada organisasi sektor publik.

Menurut Mohamad Mahsun dkk. (2007: 11), ”Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum”.

Indra Bastian (2006: 3) menyatakan definisi organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: Organisasi Pemerintah Pusat, Organisasi Pemerintah Daerah, Organisasi Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah), Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil).

2. Area Organisasi Sektor Publik

Area organisasi sektor publik berada pada (1) Quasi profit organization, (2) Quasi nonprofit organization, (3) Pure nonprofit organization. Quasi profit organization mempunyai tujuan menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba dan mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi tersebut berasal dari investor swasta, investor pemerintah, kreditur, dan para anggota. Quasi nonprofit organization bertujuan menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan. Pendanaan organisasi ini bersumber dari


(32)

11

investor pemerintah, investor swasta, dan kreditur. Pure nonprofit organization bertujuan menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud utama untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, hibah, sumbangan, penjualan aset negara. Organisasi nirlaba termasuk dalam area organisasi sektor publik

pure nonprofit organization (Mohammad Mahsun dkk., 2007: 12).

3. Organisasi Nirlaba

Organisasi nirlaba atau organisasi nonprofit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa penting. Tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan organisasi nirlaba. Kiprahnya diberbagai sektor seperti: bidang pendidikan, kesehatan dan lembaga sosial lainnya sudah sejak lama. Definisi secara pasti dari organisasi nirlaba sendiri sangat beragam karena cakupan serta lingkup kegiatannya relatif luas. Kata nirlaba memberikan suatu pengertian yang berkebalikan dengan perolehan laba. Artinya organisasi nirlaba merupakan suatu organisasi atau kumpulan dari beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuannya, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata. Definisi ini masih bisa diperdebatkan karena beberapa lembaga nirlaba justru memiliki unit usaha komersial untuk menunjang pendapatan organisasi tersebut, yang pada


(33)

gilirannya pendapatan tersebut digunakan untuk merealisasikan tujuan organisasi. Hal ini perlu ditegaskan bahwa pemupukan laba bukanlah tujuan akhir yang hendak dicapai. Pencarian laba merupakan salah satu bagian dari usaha untuk menggalang dana bagi kelangsungan hidup organisasi. ”Organisasi nirlaba adalah organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan” (Mohammad Mahsun dkk.2007: 215).

Menurut Pedoman Standar Akuntansi Keuangan No. 45 (PSAK 45, paragraf 01) Organisasi nirlaba memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

a. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut.

b. Menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.

c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.


(34)

13

”Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah” (Mohamad Mahsun dkk., 2007: 215).

4. Organisasi Gereja

Definisi Gereja dalam Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang (PDDP-KAS) adalah umat Allah yang mencakup seluruh umat beriman kristiani dengan segala bentuk panggilannya, baik sebagai awam, religius (biarawan-biarawati), ataupun klerus. Mereka semua membentuk satu persekutuan umat beriman yang mengemban tugas perutusan Gereja sebagai tanda dan sarana kehadiran persekutuan ilahi bagi umat manusia. Gereja yang diutus tersebut adalah gereja yang terdiri atas macam-macam fungsi, kharisma, dan karunia yang semuanya dimaksudkan oleh Allah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembagunan tubuh Kristus (PDDP-KAS, 2004: 4-6). Gereja sebagai umat Allah memiliki pengelompokan umat. Pengelompokan umat tersebut terdiri dari Lingkungan, Wilayah, Stasi, Kelompok Kategorial, Koordinasi Kategorial, Paroki, Paroki Katedral, Kevikepan, Keuskupan (PDDP-KAS, 2004: 11-13).

Definisi Paroki dalam PDDP-KAS (2004: 19) adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang sudah memiliki Pastor Kepala, yang berdomisili di parokinya sendiri.


(35)

Paroki-paroki dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba karena memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya dari sumbangan para anggota (umat) dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari paroki tersebut. Jika dilihat dari sudut badan hukumnya, paroki-paroki merupakan yayasan gerejawi karena didirikan berdasarkan Stichtingbrief kerk en armbestuur (Surat Yayasan Gerejawi) atau Oprichtingsbrief kerk en armbestuur (Surat Pendirian Gereja), yaitu atas nama Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM). Karena paroki merupakan organisasi nirlaba dan juga merupakan yayasan gerejawi, maka paroki juga termasuk organisasi sektor publik (Mohamad Mahsun, dkk., 2007: 239).

Paroki (yang dalam hal ini termasuk Paroki Administratif, Stasi, Wilayah, Lingkungan, Kelompok Kategorial dan Unit Karya di Paroki) sebagai salah satu organisasi gereja mempunyai karakteristik berbeda dengan organisasi yang lain (bdk. PDDP KAS 2004, pasal 1-6). Perbedaan tersebut terutama terletak pada :

a. Kepemilikan

Seluruh asset/kekayaan yang dimiliki, kepemilikannya berada ditangan Gereja sebagai Badan Hukum Gereja berdasarkan Regeling van de rechtpositive der kergenootscappen van Ned Indie (peraturan kedudukan hukum Perkumpulan Gereja) tahun 1927 No. 155, jo. 156 dan 532, serta Keputusan Menteri Agama RI no. 182 tahun 2003 tentang Susunan Hirarki Gereja Katolik di Indonesia. Oleh karena itu


(36)

15

dalam segala aspek pengelolaannya harus tunduk Hukum gereja dan keputusan Uskup sebagai representatif gereja (Constitutio Apostolica

“Quod Cristus” 3 Januari 1961) dan bila dianggap perlu, Uskup mengadakan supervisi dan pemeriksaan pengelolaan harta benda dan keuangan badan hukum yang dibawahinya (KHK kan. 1276).

b. Tujuan

Paroki diwujudkan terutama untuk menghadirkan Gereja sebagai Sakramen yaitu tanda dan sarana kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan umat manusia (LG 1). Sebagai tanda dan alat persekutuan, gambaran yang konkret dari Gereja adalah himpunan Umat Allah dalam berbagai tingkat hirarki. Pada hakikatnya hirarki himpunan Umat Allah adalah persekutuan dari paguyuban Umat Allah (communion of communities) yang didalamnya terjalin solidaritas persaudaraan antar umat se-iman yang juga menjadi kesukaan bagi orang-orang lain (Kis. 2:42-47). Gereja menjadi ungkapan solidaritas persaudaraan yang menjawab keprihatinan kehidupan sehari-hari dengan mengutamakan mereka yang terlupakan dan menderita (bdk. LG 1 dan SRJ. 42)

c. Cara memperoleh dan menggunakan sumber daya (bdk. KHK kan 1260, 1284 § 2: 04 dan 06)

Sumber yang dibutuhkan, diperoleh dari sumbangan umat yang tidak mengharapkan imbalan apapun dan digunakan untuk melakukan aktivitas karya pastoral yaitu menyelenggarakan ibadat ilahi,


(37)

pewartaan, pelayanan amal kasih terutama kepada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 2).

Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik termasuk organisasi nirlaba. Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat dengan cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada organisasi sektor publik.

B. Akuntansi

Mardiasmo (2002: 147) menyatakan definisi akuntansi adalah sebagai berikut: ”Akuntansi adalah aktivitas jasa untuk menyediakan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan”.

Pengertian akuntansi dalam Accounting Principle Board (APB No.4) adalah sebagai berikut:

Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk menjelaskan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dalam suatu entitas (kesatuan) usaha yang diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat diantara berbagai alternatif tindakan (dalam Indra Bastian, 2001: 117).


(38)

17

Dari dua pengertian akuntansi di atas menunjukkan peran penting akuntansi sebagai suatu aktivitas jasa yang sangat dibutuhkan oleh suatu entitas usaha dalam menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk salah satu alternatif pengambilan keputusan yang tujuannya supaya entitas tersebut bisa berlangsung lebih lama.

1. Akuntansi Keuangan Sektor Publik

Mardiasmo (2002: 147) menyatakan definisi akuntansi keuangan sektor publik adalah sebagai berikut:

Akuntansi keuangan sektor publik adalah suatu prinsip, metode, dan teknik pencatatan serta pengorganisasian data keuangan atas operasi atau kegiatan suatu entitas (entitas yang dimaksud mengacu organisasi sosial-ekonomi, seperti: pemerintahan, perusahaan milik negara, organisasi nirlaba) untuk menghasilkan dan memberikan informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi yang rasional.

Akuntansi keuangan sektor publik pada dasarnya berbicara masalah tujuan laporan keuangan sektor publik, jenis laporan keuangan sektor publik, standar akuntansi keuangan sektor publik, akuntansi biaya sektor publik, dan sistem akuntansi. Sebagaimana pada organisasi yang berorientasi laba atau bisnis demikian juga sistem akuntansi sangat diperlukan dalam akuntansi sektor publik karena berfungsi sebagai alat pengendalian transaksi keuangan, sehingga mendukung pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, sistem akuntansi diperlukan karena mampu mengidentifikasi kegiatan operasi yang relevan, mengklasifikasi kegiatan operasi secara tepat. Tidak ada perbedaan antara penerapan akuntansi dalam organisasi bisnis dan organisasi sektor publik dimana


(39)

keduanya bertujuan menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

2. Akuntansi Paroki

Paroki termasuk dalam organisasi sektor publik bila dilihat dari sumber dana dan tidak berorientasi mencari laba melainkan untuk pengembangan iman umat dan membantu mereka yang membutuhkan yakni yang disebut dana papa miskin. Paroki-paroki di KAS sudah menerapkan akuntansi sebagai alat dalam pengelolaan harta benda mereka. Secara garis besar akuntansi paroki memuat beberapa hal mengenai paroki, yaitu kebijakan akuntansi paroki, proses akuntansi paroki, kode rekening atau pos, dan pelaporan keuangan paroki. Akuntansi paroki KAS diatur dalam Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki (PKAP), sedangkan hal-hal yang bersifat teknis terkait dengan pelaksanaannya diatur dalam Petunjuk Teknis Keuangan dan Akuntansi Paroki (PTKAP).

a. Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki (PKAP)

PKAP merupakan sebuah buku pedoman dalam hal keuangan dan akuntansi paroki yang diharapkan dan dianjurkan oleh keuskupan untuk diterapkan di paroki-paroki di seluruh KAS. PKAP mempunyai maksud untuk mewujudkan Gereja sebagai persekutuan dari paguyuban-paguyuban umat Allah (Communion of communities) yang mandiri dan solider (bdk. Kis. 2:41-47), serta


(40)

19

menampakkan sisi Gereja yang kredibel. Selain mempunyai maksud, pelaksanaan PKAP juga mempunyai tujuan sebagai berikut:

a) Tercipta Gereja yang hidup: paguyuban yang bersahabat, bersaudara dan mengembangkan semangat pelayanan. b) Terciptanya habitus baru, yaitu ”menjadi bagian dari”

(sense of belonging) di kalangan umat beriman dengan ikut berpartisipasi secara aktif antara lain pada bidang pendanaan untuk reksa pastoral paroki.

c) Terlaksana pengelolaan keuangan paroki yang efektif dan efisien dengan didasarkan pada pengendalian intern.

d) Tersedianya informasi keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan keuangan paroki bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan sekaligus dipakai sebagai dasar pengembilan kebijakan keuangan dalam rangka pastoral berdasarkan data.

b. Petunjuk Teknis Keuangan dan Akuntansi Paroki (PTKAP)

PTKAP merupakan penjelasan lebih lanjut pelaksanaan Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki (PKAP) (bdk. PKAP pasal 12.3). PTKAP ini dimaksudkan agar Paroki, Paroki Administratif, Stasi, Wilayah, Lingkungan, Kelompok Kategorial dan Unit Karya dalam paroki dapat melaksanakan pengelolaan


(41)

keuangan dan proses akuntansi sesuai dengan PKAP yang telah ditetapkan.

1) Tujuan PTKAP

Selain mengandung maksud, PTKAP juga mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:

a) Membantu paroki dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya, yaitu:

(1) Pengambilan keputusan yang rasional dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi yang dimiliki. Oleh karena itu, informasi yang disajikan pada laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan antara lain meliputi: donatur, umat, Dewan Paroki, Keuskupan Agung Semarang, kreditur, pemerintah.

(2) Menilai prospek arus kas

Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperkirakan jumlah, saat, dan kepastian dalam penerimaan kas di masa depan dan bagaimana kas yang diperoleh tersebut digunakan atau dipertanggungjawabkan. Penerimaan kas sangat tergantung pada kemampuan paroki untuk menghasilkan kas guna memenuhi kewajiban yang


(42)

21

telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, reinvestasi dalam operasi. Persepsi dari pihak-pihak yang berkepentingan atas kemampuan paroki tersebut terutama dipengaruhi oleh harapan atas pertanggungjawaban paroki dalam mengelola sumber daya ekonomi yang dimilikinya.

(3) Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi paroki, kewajiban paroki dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.

b) Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan, sehingga meningkatkan daya banding di antara laporan keuangan paroki.

c) Menjadi acuan yang harus dipenuhi oleh paroki dalam menyusun laporan keuangan. Meskipun demikian, keseragaman sebagaimana diatur pada petunjuk ini, tidak menghalangi masing-masing paroki untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai dengan kondisi masing-masing paroki (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 2-3).


(43)

2) Acuan PTKAP

Acuan yang digunakan dalam penyusunan PTKAP didasarkan pada acuan yang relevan. Adapun acuan tersebut adalah:

a) Ketentuan yang dikeluarkan oleh Keuskupan Agung Semarang.

b) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).

c) Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan.

d) Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum.

e) Jika Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memberikan pilihan atas perlakuan akuntansi, maka diwajibkan untuk mengikuti ketentuan dari Keuskupan Agung Semarang (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 3).

3) Ketentuan lain

a) Transaksi keuangan yang dicantumkan pada petunjuk ini diprioritaskan pada transaksi yang umum terjadi di setiap paroki.

b) Apabila terjadi transaksi khusus yang dipandang perlu untuk dituangkan dalam petunjuk ini, hal tersebut dapat


(44)

23

disampaikan pada Tim Akuntansi Paroki KAS untuk ditindaklanjuti.

c) Petunjuk ini secara periodik dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan transaksi yang terjadi, Ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan ketentuan dari KAS yang terkait.

C. Penganggaran Sektor Publik

Penganggaran (budgeting) berasal dari kata dasar anggaran (budget). Hal ini menunjukkan bahwa definisi keduanya ada perbedaan. Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007: 21), ”Anggaran (budget) merupakan hasil penyusunan anggaran, sedangkan penganggaran (budgeting) adalah proses menyusun anggaran”.

Definisi penganggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007 : 3) adalah sebagai berikut :

Penganggaran merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang digunakan secara luas untuk menjalankan tanggung jawab manajerial. Penganggaran merupakan salah satu alat manajemen yang berkaitan dengan fungsi perencanaan dan pengendalian untuk memenuhi tujuan perusahaan, yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan (customer satisfaction) dan hasil dalam persaingan.

Dua kata kunci dalam definisi panganggaran yaitu perencanaan (planning) dan pengendalian (controlling). Perencanaan berarti kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara yang terbaik mencapai tujuan tersebut. Perencanaan merupakan fungsi utama manajemen. Perencanaan ini dilakukan secara terus-menerus karena dengan berlalunya waktu, perusahaan


(45)

perlu melaksanakan perencanaan kembali dan membuat rencana-rencana baru. Proses pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses mengukur dan mengevaluasi kinerja aktual dan setiap bagian organisasi suatu perusahaan, kemudian melaksanakan tindakan perbaikan apabila diperlukan. Hal ini untuk menjamin bahwa perusahaan dapat mencapai sasaran, tujuan, kebijakan, dan standar yang telah ditetapkan secara efisien. Dengan demikian pengendalian bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai dengan rencana. Manajer harus selalu memonitor kemajuan organisasi.

Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007: 6) menyebutkan fungsi pengendalian untuk: (1) menentukan standar prestasi, (2) mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini, (3) membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar prestasi, dan (4) melakukan perbaikan jika ada penyimpangan dari standar prestasi yang telah ditentukan dan kemudian kembali ke fungsi perencanaan untuk periode berikutnya.

Mohamad Mahsun,dkk. (2007: 85) mendefinisikan anggaran sebagai berikut :

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Penganggaran dalam sektor publik merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan alokasi dana untuk setiap program maupun aktivitas.

Ada tiga aspek penting yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi aspek perencanaan, aspek pengendalian dan aspek akuntabilitas publik. Secara rinci, anggaran sektor publik berisi tentang besarnya belanja yang harus dikeluarkan untuk membiayai program dan


(46)

25

aktivitas yang direncanakan serta cara untuk mendapatkan dana membiayai program dan aktivitas tersebut.

a. Fungsi Anggaran Sektor Publik

Menurut Mohamad Mahsun,dkk. (2007: 85), anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut : 1) Alat Perencanaan

Sebagai alat perencanaan, anggaran sektor publik merupakan alat yang digunakan untuk melakukan berbagai perencanaan, seperti perumusan tujuan dan kebijakan, program, aktivitas, alokasi dana dan sumber pembiayaan, serta indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategis.

2) Alat Pengendalian

Sebagai alat pengendalian, anggaran sektor publik berfungsi sebagai instrumen yang dapat mengendalikan terjadinya pemborosan-pemborosan pengeluaran.

3) Alat Koordinasi dan Komunikasi

Sebagai alat koordinasi, anggaran sektor publik merupakan instrumen untuk melakukan koordinasi antar bagian dalam pemerintahan.

4) Alat Penilaian Kinerja

Sebagai alat penilaian kinerja, anggaran sektor publik merupakan wujud komitmen dari eksekutif sebagai pemegang anggaran kepada pihak legislatif sebagai pemberi wewenang.


(47)

5) Alat Pemotivasi

Sebagai alat pemotivasi, anggaran sektor publik dapat memotivasi pihak eksekutif beserta stafnya untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Lima fungsi anggaran yang diuraikan tersebut adalah fungsi yang relevan dengan organisasi seperti paroki namun yang merupakan fungsi pokok adalah fungsi perencanaan dan pengendalian.

b. Jenis Anggaran Sektor Publik

Jenis anggaran sektor publik dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Anggaran Operasional

Anggaran operasional adalah anggaran yang berisi rencana kebutuhan sehari-hari oleh pemerintah pusat/daerah untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Belanja operasi merupakan bagian dari anggaran operasional. Belanja operasi adalah belanja yang manfaatnya hanya untuk satu periode anggaran dan tidak dimaksudkan untuk menambah aset pemerintah.

2) Anggaran Modal/Investasi

Anggaran modal/investasi adalah anggaran yang berisi rencana jangka panjang dan pembelanjaan aktiva tetap. Belanja modal merupakan bagian dari anggaran modal/investasi. Belanja modal adalah belanja yang dilakukan untuk investasi permanen, aset tetap


(48)

27

dan aset berwujud lainnya dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan melakukan pelayanan kepada masyarakat.

D. Sistem Pengendalian Intern

Definisi sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001: 163) adalah sebagai berikut:

“Sistem pengendalian intern merupakan struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

1. Perspektif Sistem Pengendalian

Menurut Eric G. Flamholtz (1983: 154), sistem pengendalian dalam sebuah organisasi dapat digambarkan dengan serangkaian lingkaran. Lingkaran terdalam adalah sistem pengendalian inti (core control system). Pada sistem pengendalian ini terdiri dari empat sub sistem, yakni: perencanaan, pengoperasian, pengukuran dan evaluasi-penghargaan. Lingkaran tengah adalah struktur organisasi, yang memuat aturan-aturan dan relasi atau hubungan antar individu dalam organisasi-organisasi. Lingkaran luar menggambarkan budaya organisasi yakni sistem nilai, kepercayaan, asumsi, cara berpola pikir yang merupakan karakteristik dari oragnisasi. Ketiga elemen dari sistem pengendalian tersebut dibatasi oleh lingkungan organisasi tampak di gambar 1.


(49)

Core control system

Core control system Organizational

structure Organizational

culture

Organizational environment

Gambar 1: Skema Sistem Pengendalian Organisasi Sumber: Flamholtz, 1983: 155

2. Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

Eric G. Flamholtz (1983: 154-156) menguraikan lebih rinci lagi mengenai sistem pengendalian inti (core control system) yang disinggung diatas. Konsep core control system disini menyajikan sebuah struktur yang terintegrasi dari empat proses dasar organisasi, yakni: perencanaan, pengoperasian, pengukuran dan evaluasi-penghargaan. Perencanaan pada dasarnya adalah proses dalam menentukan tujuan-tujuan dari sebuah organisasi dan juga cara untuk mencapai tujuan tersebut. Operasi atau sub sistem operasional adalah sistem yang sedang berlangsung untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi untuk aktivitas organisasi setiap hari. Ini adalah tanggung jawab dan kegiatan yang ditetapkan dalam peran organisasi. Pengukuran adalah proses menetapkan angka-angka untuk


(50)

29

mewakili aspek-aspek dari perilaku dan kinerja organisasi. Sistem pengukuran secara keseluruhan mencakup sistem akuntansi dengan mengukur kinerja keuangan dan manajerial. Ada dua fungsi pengukuran yakni: fungsi output dan fungsi proses. Fungsi output adalah angka-angka yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk memantau sejauhmana tujuan dan standar telah dicapai. Fungsi proses, tidak berkaitan dengan angka-angka dari pengukuran operasi tetapi lebih kepada fenomena yang disebabkan oleh tindakan atau proses pengukuran itu sendiri. Sistem akuntansi adalah komponen dari sistem pengukuran dari sebuah sistem pengendalian secara keseluruhan. Sistem penganggaran dalam sebuah organisasi adalah bagian dari sistem perencanaan serta sistem pengukuran. Namun, baik sistem akuntansi maupun sistem penganggaran setara dengan seluruh sistem pengendalian karena mereka tidak memiliki komponen kritis. Dalam kasus sistem akuntansi bagian yang hilang adalah perencanaan dan evaluasi-reward (penghargaan). Sementara dalam kasus penganggaran elemen yang kurang adalah sistem evaluasi-reward. Sistem evaluasi-reward

mengacu pada mekanisme untuk penilaian kinerja dan pemberian penghargaan. Penghargaan atau hadiah adalah hasil dari perilaku yang diinginkan seseorang. Meskipun penghargaan dapat berupa ekstrinsik atau intrinsik, yang digunakan dalam sistem evaluasi imbalan adalah ekstrinsik. Hubungan antara masing-masing sistem pengendalian diatas dapat dilihat pada gambar 2.


(51)

Evaluation-Reward system 4-1 Performance evaluation 4-2 Reward system

Operations Measurement system 3-1 Accounting system 3-2 Information system Planning system Results 1-1 Goals 1-2 Standards 4 1 2 3 Corrective feedback Evaluative feedback Decisitions and actions Performance measurement Corrective feedback

Gambar 2: Model Skema Sistem Pengendalian Inti Sumber: Flamholtz, 1983: 155

3. Berbagai Susunan dari Elemen Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

Menurut Eric G. Flamholtz (1983: 156-158), meskipun empat elemen dasar dari sistem pengendalian inti harus ada agar sistem berfungsi sepenuhnya, mungkin dalam keadaan organisasi yang sesungguhnya berbeda susunan elemen sistem yang satu dengan lainnya. Pengendalian tingkat pertama hanya terdapat operasi (keputusan dan tindakan) yang memproduksi hasil. Jenis kondisi ini biasanya terdapat dalam usaha yang relatif kecil. Pengendalian tingkat kedua terdiri dari operasi ditambah satu elemen tambahan yaitu perencanaan, pengukuran, atau evaluasi-penghargaan yang memproduksi hasil. Sebagai contoh, sebuah organisasi mungkin memiliki sistem pengukuran tanpa perencanaan formal atau


(52)

31

bahkan tanpa sistem untuk penilaian kinerja dan pemberian hadiah/penghargaan seperti terdapat dalam gambar 3. Pengendalian tingkat ketiga terdiri dari operasi ditambah dengan dua elemen tambahan. Misalnya seperti diilustrasikan dalam gambar 3, organisasi mungkin memiliki sistem pengendalian yang terdiri dari perencanaan, operasi dan pengukuran. Pengendalian tingkat keempat terdiri dari semua empat elemen dasar dari sistem pengendalian inti: perencanaan, operasi, pengkuran dan evaluasi-penghargaan. Konsep ini dapat digunakan baik dalam memahami efek dan cacat sistem pengendalian serta panduan untuk evaluasi dan desain.


(53)

Operations Results Illustrastive

configurations of control system elements

Planning Operations Results

Operations

Measurement

Results

Planning Operations

Measurement

Results

Evaluation-Reward Planning Operations

Measurement

Results Control

levels

1st Degree

2nd Degree: 2-1

2-2

3rd Degree:

4th Degree:

Gambar 3: Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen Sistem Sumber: Flamholtz, 1983: 157

4. Sistem Pengendalian Internal Paroki

Pedoman Pelaksanaan Keuangan dan Akuntansi Paroki wajib memasukkan unsur pengendalian internal yang baik, yaitu:

a. Adanya pembagian tugas dalam pengelolaan keuangan khususnya yang berkaitan dengan kewenangan otorisasi atau pemberian persetujuan,


(54)

33

pencatatan transaksi, penyimpanan uang dan pengelolaan Aktiva Tetap (Harta Benda Gerejawi selain uang).

b. Prosedur pencatatan transaksi keuangan, contoh: prosedur penerimaan kolekte harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penyelewengan.

c. Pemberian nomor urut tercetak pada setiap dokumen akuntansi yang digunakan.

d. Adanya dokumentasi yang baik untuk setiap transaksi keuangan yang mencakup pemberian nomor bukti transaksi dan penyimpanan secara rapi sehingga pencarian kembali mudah dilakukan.

e. Adanya monitoring secara berkala dan berjenjang atas pengelolaan keuangan dan proses akuntansi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang.

f. Adanya RAPB dan RAI yang disusun berdasarkan visi, misi dan fokus pastoral paroki.

g. Laporan keuangan yang tepat waktu (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 198).

E. Struktur Organisasi sebagai Komponen Pengendalian

Otley dan Berry (1980: 232) dalam Eric G. Flamholtz (1983: 158), menyatakan bahwa dalam organisasi dengan sendirinya menunjukkan sebagai sebuah proses pengendalian, hal ini akan ditemukan ketika sekelompok orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diperlukan untuk menghubungkan


(55)

aksi mereka. Hal ini sama yang dinyatakan oleh Etzioni (1996) dalam Eric G. Flamholtz (1983: 158) bahwa organisasi adalah unit-unit sosial yang dengan hati-hati mencari konsep tujuan yang spesifik. Teori organisasi lain berpendapat bahwa struktur organisasi adalah pengembangan yang digunakan sebagai respon untuk menghadapi masalah pengendalian.

Beberapa dimensi struktural memberi kontribusi untuk proses pengendalian pada tingkat sentralisasi atau desentralisasi, spesialisasi fungsi, tingkat integrasi vertikal atau horizontal dan ukuran pengendalian. Berbagai dimensi pada struktur organisasi (spesialisasi fungsi atau aturan) fasilitas pengendalian untuk mengurangi perilaku berubah-ubah dalam menghadapi kemungkinan peningkatan pengendalian. Dimensi lain (sentralisasi) fasilitas pengendalian menjadi pengaruh langsung yang besar untuk proses pembuatan keputusan untuk kejadian-kejadian yang tidak diprogramkan.

Hal ini berlawanan dengan sistem pengendalian inti, struktur organisasi relatif statis. Hal ini menujukkan respon strategik untuk keinginan pasar, teknologi dan lingkungan. Khususnya, pemilihan pada sebuah struktur organisasi menunjukkan strategi manajer dalam hal untuk beradaptasi di dalam organisasi dalam lingkungan organisasi. Dalam gambar 4 dapat dilihat struktur organisasi sebagai salah satu komponen pengendalian dalam organisasi bisnis yang bergerak dibidang property dan leasing.


(56)

35 President and CEO Property management and leasing departement Sales departement Mortgage

departement Administrationdepartement

Sales branch Sales branch Sales branch Sales branch

Gambar 4: Struktur Organisasi dari Perusahaan Perumahan Metropolitan Sumber: Flamholz, 1983:161

1. Unsur Sistem Pengendalian Intern

Ada empat unsur pokok sistem pengendalian menurut Mulyadi (2001:164), yaitu:

a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

b. Sistem wewenang dan prosedur pencacatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Di


(57)

sini jelas bahwa struktur oganisasi mempunyai pengaruh penting dalam sistem pengendalian intern dalam suatu organisasi.

2. Lingkungan Organisasi (Control Environment)

Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik dan manajer perusahaan mengenai pentingnya pengendalian intern perusahaan. Efektivitas unsur pengendalian intern sangat ditentukan oleh atmosfer yang diciptakan lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian memiliki empat unsur:

a. Filosofi (philosophy) dan Gaya Operasi

Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar (basic beliefs) yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Philosophy

merupakan apa seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perusahaan.

b. Berfungsinya Dewan Komisaris dan Komite Pemeriksaan.

Dalam perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), jika penunjukan akuntan publik dilakukan oleh manajemen puncak, kebebasan akuntan publik dapat tampak berkurang dipandang dari sudut pemegang saham. Hal ini karena manajemen puncak adalah pihak yang seharusnya dinilai kejujuran pertanggungjawaban keuangannya oleh akuntan publik, padahal manajemen puncak menentukan pemilihan akuntan publik yang ditugasi dalam pemeriksaan laporan keuangan yang dipakai untuk


(58)

37

pertanggungjawaban keuangan oleh manajemen puncak. Oleh karena itu, untuk menciptakan independensi akuntan publik, perusahaan-perusahaan yang go public sebaiknya mengalihkan wewenang penunjukan akuntan publik dari tangan manajemen puncak ke tangan dewan komisaris atau komite pemeriksaan (audit committee). Dewan Komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas. Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi). Dengan demikian dewan komisaris yang aktif menjalankan fungsinya dapat mencegah konsentrasi pengendalian yang terlalu banyak di tangan manajemen (direksi).

c. Metode Pengendalian Manajemen

Metode pengendalian manajemen merupakan metode perencanaan dan pengendalian alokasi sumber daya perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan dan pengendalian manajemen dilakukan melalui empat tahap, yakni:

1) Penyusunan program (rencana jangka panjang) 2) Penyusunan anggaran (rencana jangka pendek) 3) Pelaksanaan dan pengukuran


(59)

d. Kesadaran Pengendalian

Kesadaran pengendalian dapat tercermin dari reaksi yang ditunjukkan oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi atas kelemahan pengendalian yang ditunjuk oleh akuntan intern atau akuntan publik. Jika manajemen segera melakukan tindakan koreksi atas temuan kelemahan pengendalian yang dikemukakan oleh akuntan intern atau akuntan publik, hal ini merupakan petunjuk adanya komitmen manajemen terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.


(60)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Penggunaan metode penelitian yang tepat akan mempengaruhi ketepatan hasil suatu penelitian yang diperoleh. Karena itu, dalam suatu penelitian perlu dipilih suatu metode yang baik agar dapat menjawab suatu permasalahan yang diteliti. Dalam bab ini, secara berturut-turut dibahas: (a) Jenis penelitian, (b) Unit analisis, (c) Teknik pengumpulan data, (d) Data, (e) Teknik analisis data, (f) Keabsahan data. Sumber urutan metode penelitian ini berpedoman pada (Konde Dediktus Nopila, Skripsi, 2007) dengan sedikit tambahan yang dianggap perlu oleh penulis.

A. Jenis Penelititan

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada organisasi religius yakni Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menggunakan metode kualitatif deskriptif.

B. Unit Analisis

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Paroki Santo Albertus Agung Jetis. Jalan AM. Sangaji 20, Yogyakarta yaitu merupakan salah satu paroki yang termasuk dalam wilayah Keuskupan Agung Semarang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2012. 3. Obyek Penelitian


(61)

Yang menjadi obyek penelitian ini adalah sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

4. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah 10 orang yang merupakan personel-personel kunci di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. Sepuluh orang yang dipilih sebagai subyek yaitu: Romo Kepala Paroki (Ketua), Romo Pembantu (Wakil Ketua I), Wakil Ketua II, Bendahara I, Bendahara II dan 5 orang Ketua Bidang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Banyak cara atau teknik yang bisa ditempuh untuk mendapatkan data, namun agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian maka harus menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai pula dengan tujuan penelitian tersebut sebagai dasar pengumpulan data, maka penulis menggunakan wawancara dan dokumentasi.

1. Metode Wawancara (interview)

Penulis melakukan Interview atau wawancara dengan 10 orang personil kunci (informan) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan pedoman interview (interview guide) dan alat rekam.

2. Metode Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data sekunder dengan cara melihat dan mengutip data dari dokumen yang terdapat di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta


(62)

41

yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan dokumen-dokumen tersebut dilakukan untuk mengecek kesesuaian dengan wawancara.

D. Data

Data berupa hasil wawancara kepada informan dan data terkait dengan akuntansi dan keuangan paroki diperoleh dengan metode dokumentasi.

E. Teknik Analisis Data

1. Mempersiapkan data untuk dianalisis, yakni dengan membuat transkripsi hasil rekaman wawancara dengan para informan.

2. Analisis dengan cara pengkodean berbuka, yaitu (1) pelabelan fenomena (pengkodean), (2) penemuan kategori, (3) penamaan kategori, dan (4) penulisan catatan kode. Ini adalah proses menguraikan, memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan, dan mengkategorikan data (Straus dan Corbin, 2009: 55-71).

3. Mendeskripsikan hasil pengkodean berbuka, yaitu menjawab rumusan masalah pada bab analisis data dan pembahasan (bab V).

4. Setelah penulis menjawab rumusan masalah, selanjutnya adalah membuat kesimpulan atas hasil penelitian (bab VI).


(63)

F. Keabsahan Data

Dalam Burhan Bungin, 2007: 255 ada 14 poin teknik pemeriksaan untuk menguji keabsahan data. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa diantaranya yang dianggap sesuai situasi dan kondisi penelitian serta dianggap cukup untuk pengujian keabsahan hasil penelitian ini. Teknik pengujian keabsahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menemukan Siklus Kesamaan Data.

Penelitian ini akan terus dilakukan apabila informasi yang didapatkan masih berbeda antara keterangan yang diberikan oleh masing-masing informan. Penelitian akan diakhiri ketika penulis sungguh yakin informasi yang diperoleh mempunyai kesamaan dari masing-masing keterangan yang diberikan oleh informan dalam proses penelitian di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

2. Pengecekan Melalui Diskusi

Mendiskusikan hasil penelitian sementara kepada dosen pembimbing yang pasti lebih menguasai tentang metode penelitian.

3. Kecukupan Referensi

Memperbanyak referensi yang diperoleh dari para informan selama penelitian berupa hasil wawancara maupun dokumentasi dilapangan.


(64)

43 BAB IV

GAMBARAN UMUM ORGANISASI

A. Sejarah Berdirinya Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis

Sejarah berdirinya Paroki Santo Albertus Agung Jetis berawal dari ide Romo Hardjawardaya, Pr dan Romo Sumaatmadja, Pr yang saat itu bertugas sebagai pastor pembantu di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Mereka menawarkan gagasan agar kring-kring di sebelah Barat Kali Code yakni Kring Bangirejo, Jetis dan Gondolayu disatukan dalam satu koordinasi wilayah kerja demi efektivitas reksa pastoral. Pada tahun 1954 ketiga kring itu menyatu dan menjadi Stasi Jetis.

Pada awalnya Stasi Jetis belum memiliki gedung gereja sendiri, sehingga Perayaan Ekaristi pada hari Minggu ataupun Hari Raya diselenggarakan di rumah umat, di tempat umum ataupun di kantor instansi pemerintah seperti: SMPN VI, SPG/SMA XI, STM Jetis dan Kantor Balai Penyamakan Kulit di Jalan Diponegoro sekarang Rumah Makan Sari Raja.

Pada petengahan tahun 1959, Stasi Jetis berada dalam reksa pastoral Romo Carlo Carri, SJ. Romo Carri, SJ mengadakan pendekatan dengan tokoh-tokoh awam di Stasi Jetis untuk menjajaki kemungkinan mendirikan gereja di wilayah Jetis.

Pada 15 Oktober 1960 berdiri Susteran Amal Kasih Darah Mulia (ADM) di Jetis yang diresmikan oleh Sr. Patricia, ADM sebagai Provinsial. Sejak itu umat Stasi Jetis mengadakan Perayaan Ekaristi di Kapel Susteran ADM. Karena perkembangan umat semakin pesat, maka untuk efektivitas


(65)

pendampingan dan reksa pastoral umat, Kring Bangirejo dimekarkan menjadi dua kring yakni Kring Blunyah dan Kring Bangirejo. Kring Jetis dimekarkan menjadi dua yakni Kring Cokrokusuman dan Kring Cokrodiningratan. Alasan kedekatan teritorial, Kring Kricak yang sebelumnya menjadi wilayah Paroki Kumetiran digabung menjadi bagian Stasi Jetis.

Atas prakarsa Romo Carri, SJ dan tokoh-tokoh awam di wilayah Stasi Jetis maka pada tanggal 8 Oktober 1963, dibentuklah Pengurus Gereja dan Papa Miskin Room Katolik di wilayah Gereja Albertus Agung Soegijapranoto di Yogyakarta (PGPM) oleh pejabat Uskup Semarang, Mgr. Justinus Darmojuwono. Akta Notaris PGPM disahkan dihadapan Notaris RM. Soeprapto pada tanggal 4 November 1963. Persoalan besar yang dihadapi oleh PGPM, dimanakah akan didirikan gedung gereja? Pengurus mulai melirik beberapa tempat yang memungkinkan untuk mendirikan gereja. Beberapa pilihan mulai bermunculan namun belum ada yang sesuai. Di tengah kesibukan mencari tanah itu, umat Stasi Jetis harus rela melepas kepergian Romo Carri, SJ yang diangkat sebagai Sekretaris Keuskupan Agung Semarang. Beliau digantikan oleh Romo H. Natasusila, Pr pada Agustus 1964. Perkembagan umat semakin pesat, hal itu terbukti dari selalu lahirnya kring-kring baru yakni Kring Karangwaru dan Poncowinatan. Sedangkan Kring Gowongan dan Penumping yang sebelumnya menjadi bagian dari Paroki Kumetiran digabungkan ke Jetis sehingga Stasi Jetis saat itu mempunyai 12 kring. Bertambahnya jumlah kring ini semakin memperkuat keinginan umat untuk memiliki gedung gereja sendiri.


(66)

45

Untuk memperlancar reksa pastoral dan usaha pencarian tanah maka dibentuklah Dewan Paroki yang pertama. Berkat usaha dan doa yang tidak mengenal lelah, pada Agustus 1964 Stasi Jetis berhasil membeli tanah milik Ibu Mohamad Adeline seluas 3.945 m2 dengan harga Rp 850.000. Tanah tersebut sudah disertifikatkan dengan status hak pakai atas nama PGPM Albertus Soegiyopranoto Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 1968 dengan nomor SK 116/HP/68. Sebagai ungkapan syukur karena telah mendapatkan tanah bagi gereja, maka pada November 1965 diadakan misa syukur. Misa syukur inilah yang kemudian dianggap sebagai saat lahirnya Paroki Jetis. Dan sebagai ungkapan hormat dan cinta kepada Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ sebagai Pahlawan Nasional dan khususnya tekat untuk meneladan semangat dan pengabdian Beliau kepada bangsa, negara dan Gereja maka nama pelindung yang dipilih untuk Paroki Jetis adalah nama baptis Mgr. Soegijapranoto, SJ yakni St. Albertus Agung.

Perkembagan umat Paroki Jetis meningkat dengan pesat. Hal ini mendorong adanya pemekaran lingkungan sehingga lahirlah lingkungan-lingkungan baru. Pada tahun 1983 lingkungan-lingkungan Kricak dimekarkan menjadi dua yakni Kricak dan St. Paulus Jatimulyo. Tahun 1987 lingkungan St. Paulus Jatimulyo dipisah menjadi 3 yakni St. Paulus Jatimulyo, St. Thomas Jatimulyo dan St. Alfonsus Jatimulyo. Pada tahun itu juga lingkungan Kricak kembali membidani lahirnya lingkungan Bangunrejo, sedangkan lingkungan Jogoyudan dipisah menjadi dua yakni Jogoyudan Lor dan Jogoyudan Kidul.


(67)

Pada tahun 1980 Stasi Nandan yang sebelumnya termasuk wilayah Paroki St. Aloysius Gonzaga Mlati digabungkan dengan Paroki Jetis. Hal ini mengingat letak geografisnya dan demi optimalnya pelayanan pastoral. Sejak tanggal 1 Agustus 1966 Stasi Nandan sudah mempunyai gedung gereja yang diberkati oleh Romo Yoh. Harjaya, Pr Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang. Perkembangan umat Nandan sangat dipengaruhi oleh ketekunan Bruder-bruder Karitas yang dirintis oleh Br. Alfons Wiryataruna dan para Romo dan Frater Redemtoris karenanya pelindung yang dipakai adalah St. Alfonsus Maria de Ligouri. Pada tahun 2000 status Stasi Nandan berubah menjadi Paroki Administratif. Pada tanggal 21 Agustus 2004 Paroki Asministratif Nandan mempunyai gedung pastoran yang diberkati oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Ignatius Suharyo. Sejak 15 Juli 2005 pastoran sudah ditempati Romo Ig. Jayasewaya, Pr. Sehingga seluruh reksa pastoral sudah tidak tergantung dengan Paroki Jetis, sekaligus persiapan untuk menjadi paroki mandiri.

Berikut ini adalah para Romo yang pernah berkarya di Paroki Jetis : 1. Rm. H. Natasusila, Pr (1964-1970)

2. Rm. YB. Mangunwijaya, Pr (1969-1976) 3. Rm. A. Wahyasudibya, Pr (1970-1980) 4. Rm. F. Kiswono, Pr (1978-1987) 5. Rm. Y. Tjakraatmadja, Pr (1980-1981) 6. Rm. Th. Poeposoegondo, Pr (1981-1984) 7. Rm. E. Rusgiharto, Pr (1984-1986)


(68)

47

8. Rm. AK. Wedyawiratno, Pr (1986-1989) 9. Rm. FL. Hartosubono, Pr (1989-1992) 10. Rm. FX. Murdisusanto, Pr (1992-1996) 11. Rm. G. Suprayitno, Pr (1995-1996)

12. Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr (1996-1997) 13. Rm. Y. Suyitno Hadiatmadja, Pr (1996-2001) 14. Rm. Ch. Sutrasno Purwanto, Pr (2001-2006) 15. Rm. MJ. Riawinarta, Pr (2002- )

16. Rm. L. Issi Purnomo M, Pr (2002-2003) 17. Rm. Ag. Joko Sistiyanto, Pr (2003- ) 18. Rm. Ign. Jayasewaya, Pr (2005- ) 19. Rm. FX, Krisno Handoyo, Pr (2006- ) 20. Rm. Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr 21. Rm. Agustinus Nunung Wuryantoko, Pr

B. Lokasi Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis Gereja Santo Albertus Jetis

Jalan AM. Sangaji 20 Yogyakarta 55233


(69)

C. Pengelompokan Umat 1. Lingkungan

Lingkungan adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan jumlah antara 10-50 kepala keluarga. Bila jumlah kepala keluarga lebih dari 50 kepala keluarga maka lingkungan harus dimekarkan menjadi lebih dari satu lingkungan dengan memperhatikan aspirasi serta faktor-faktor penentu lainnya dari lingkungan. Demi pelayanan umat yang lebih intensif, lingkungan dapat dibagi ke dalam persekutuan-persekutuan yang disebut blok. Paroki St. Albertus Agung Jetis memiliki 18 lingkungan:

a. Lingkungan St. Yusup Bumijo.

b. Lingkungan St. Antonius Padua Gowongan. c. Lingkungan St. Ignatius Loyola Penumping. d. Lingkungan St. Maria Fatima Poncowinatan. e. Lingkungan St. Maria Immaculatta Kricak. f. Lingkungan St. Yohanes Bangunrejo. g. Lingkungan St. Alfonsus Jatimulyo. h. Lingkungan St. Paulus Jatimulyo. i. Lingkungan St. Thomas Jatimulyo. j. Lingkungan St. Yusup Bangirejo.

k. Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrodiningratan. l. Lingkungan St. Yusup Karangwaru.


(70)

49

n. Lingkungan St. Yusup Blunyah Gede. o. Lingkungan St. Petrus Jetisharjo.

p. Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrokusuman. q. Lingkungan St. Maria Assumpta Jogoyudan Lor. r. Lingkungan St. Gabriel Maria Jogoyudan Kidul. 2. Wilayah

Wilayah adalah persekutuan lingkungan-lingkungan yang berdekatan dengan jumlah antara 3-8 lingkungan. Apabila jumlah lingkungan lebih dari 8, harus dimekarkan menjadi lebih dari satu wilayah.

Paroki St. Albertus Agung Jetis memiliki 4 wilayah: a. Wilayah Satu terdiri dari:

1) Lingkungan St. Yusup Bumijo.

2) Lingkungan St. Antonius Padua Gowongan. 3) Lingkungan St. Ignatius Loyola Penumping. 4) Lingkungan St. Maria Fatima Poncowinatan. b. Wilayah Dua terdiri dari:

1) Lingkungan St. Maria Immaculatta Kricak. 2) Lingkungan St. Yohanes Bangunrejo. 3) Lingkungan St. Alfonsus Jatimulyo. 4) Lingkungan St. Paulus Jatimulyo. 5) Lingkungan St. Thomas Jatimulyo. c. Wilayah Tiga terdiri dari:


(71)

2) Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokodiningratan. 3) Lingkungan St. Yusup Karangwaru.

4) Lingkungan St. Andreas Blunyah Rejo. 5) Linkungan St. Yusup Blunyah Gede. d. Wilayah Empat terdiri dari:

1) Lingkungan St. Petrus Jetisharjo.

2) Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrokusuman. 3) Lingkungan St. Maria Assupta Jogoyudan Lor. 4) Lingkungan St. Gabriel Maria Jogoyudan Kidul. 3. Kelompok Kategorial

Kelompok Kategorial adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kategori tertentu dengan jumlah anggota relatif kecil. Kelompok-kelompok kategorial menandai beragamnya peran dan karisma, yang sangat berguna bagi hidup Gereja. Bagi kelompok-kelompok kategorial, ARDAS KAS ditawarkan sebagai inspirasi dan penggerak dalam pembangunan paguyuban, sehingga karisma yang mereka tawarkan sungguh berguna bagi kehidupan Gereja. Sangat diharapkan bahwa kelompok-kelompok kategorial berjejaring satu sama lain, sehingga meskipun berbeda-beda kelompok-kelompok itu tetap ada dalam persekutuan Gereja (Nota Pastoral tentang ARDAS KAS 2011-2015, 46). Paroki Santo Albertus Agung Jetis memiliki 5 kelompok kategorial, yakni:

a. Persekutuan Doa Kharismatik. b. Paguyuban Worosemedi.


(72)

51

c. Antiokhia.

d. Persekutuan Doa Pelajar. e. Paguyuban Choice.

4. Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan

Paroki Administratif adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang Pastor Kepalanya masih dijabat oleh Pastor Kepala Paroki (PDDP-KAS 2004, pasal 4:2). Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari Paroki St. Albertus Agung Jetis, termasuk reksa pastoralnya dan Keuskupan Agung Semarang.

5. Paroki St. Albertus Agung Jetis

Paroki St. Albertus Agung Jetis merupakan persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang yang terdiri dari 18 lingkungan, yang memiliki batas-batas: sebelah Selatan Paroki St. Antonius Kotabaru dan Paroki St. Maria Tak Bercela Kumetiran, sebelah Barat Paroki St. Maria Tak Bercela Kumetiran dan Administratif St. Alfonsus Nandan, sebelah Utara Administratif St. Alfonsus Nandan, sebelah Timur Paroki St. Antonius Kotabaru.

D. Tata Pengembalaan

Tata penggembalaan yang telah dicanangkan dalam ARDAS-KAS 2001-2005 dan ARDAS-KAS 2006-2010 serta dikembangkan selama satu


(1)

7

Ketua Bidang Pewartaan

Peran Pastor Paroki 13

Selisih anggaran 20,30

Porposal 7,24,25

Pembagian tugas. 39

Pengawasan. 40

Pengawasan di bidang 41

Melibatkan Romo 42

8 Ketua Bidang Litbang

Prosedur pencairan dana. 11

Proposal 11

Satu tim kerja 12

Operasi 13

Simple 14,15

Dana 17,18

Dewan Pleno 22

Pengendalian keuangan 27,28,31

Selisih anggaran 35

Pengawasan 40,41,43

Job desc 52,53,56

Kendala job desc 54

Pelaksanaan tugas 55

Pelaksanaan program 59,60,61

Pembagian tugas 63,67

Struktur organisasi 67

Pengaruh pimpinan 68

Pekerja relawan 69

9

Ketua Bidang Paguyuban

dan Tata Organisasi

Proposal 33,34

Program tidak ditepati 49,50 Penilaian program kerja 67

Selisih anggaran. 60, 63,64

Nombok dengan uang pribadi 61 Kendala pelaksanaan program 65

Tidak terlaksana 66

Pengawasan 78

Yang mengawasi 79

Model pengawasan 80,81,83

Tujuan pengawasan 82,85,86

Tinjauan ulang struktur organisasi 87,88 Kendala tinjauan struktur organisasi 89 Kendala pelaksanaan tugas 90


(2)

KATEGORI: PENGUKURAN

NO INFORMAN KODE SUMBER

1 Romo Kepala

Penyampaian laporan keuangan 17

Kendala LPJ 18

Laporan pertanggungjawaban 21,23

Komponen laporan 19,20,22

Frekuensi laporan ke KAS 44

Laporan ke KAS 45

Hanya laporan keuangan 46

Orang yang membantu Bendahara 47,51

PTKAP 49

GL Paroki 50

2

Wakil Ketua I (Romo Pembantu)

Komponen laporan 11

3 Wakil Ketua II

Kendala laporan 21,22

Laporan pertanggungjawaban 23,40 Frekuensi laporan ke KAS 26

Laporan terlambat 27

Bon 28

Laporan ke KAS 29

GL paroki 33

Proses pembuatan laporan 34

PTKAP 67

4 Bendahara

Laporan pertanggungjawaban 19,30 Laporan kegiatan dan

pertanggungjawaban

31

Laporan 55

GL Paroki 56

Kendala menggunakan PTKAP 59

PTKAP 60

Frekuensi laporan ke KAS 62

Laporan tersendat 63

Penagihan LPJ 64

Pengukuran 65

Pemotivasi Dewan Paroki 66

5 Sekretaris Paroki

Pertanggungjawaban program 19 Laporan pertanggungjawaban 27

Laporan per kegiatan 28

Hanya laporan keuangan 29

Laporan keuangan 30

Pengendalian 37

Laporan ke Keuskupan 44


(3)

Manual 50

Kendala laporan 52

Frekuensi laporan ke KAS 53

6 Ketua Bidang Liturgi

Laporan pertanggungjawaban 21

Laporan per kegiatan 24

Laporan tersendat 30,31

Penagihan LPJ 31

Bon 32

Laporan internal 33,34

GL Paroki 35,36,37

Laporan capaian kegiatan 38,39

PTKAP 66,67,68

7 Ketuabidang Pewartaan

Laporan per tim kerja 5,18,23

Laporan 6,8,17,29,50

Laporan pertanggungjawaban 21 Laporan kegiatan dan laporan keuangan 22

GL paroki 27

Laporan tersendat 28

Kendala laporan 31

Catatan kaki laporan 51

Komponen laporan 52,54,56

Laporan lisan 53

Penagihan LPJ 55

Laporan ke Keuskupan 57

8 Ketua Bidang Litbang

Laporan per kegiatan 26

Sentralisasi laporan 29

Laporan 32,65

Laporan ke Keuskupan 33,34

PTKAP 57,58

9

KetuaBidang Paguyuban

dan Tata Organsasi

Laporan 39,47

Tembusan laporan 40

Laporan terlambat 45,46

Laporan kegiatan 48

GL paroki 51,52

PTKAP 53


(4)

KATEGORI: EVALUASI-PENGHARGAAN

NO INFORMAN KODE SUMBER

1 Romo Kepala

Evaluasi per bidang 1

Evaluasi 34,35

Merayakan bersama 36

Sapaan 37

Dianggap biasa 38

2

Wakil Ketua I (Romo Pembantu)

Kelemahan monev 7

Evaluasi realisasi anggaran 9

3

Wakil Ketua II

Evaluasi 4,35,36

Tanpa analisis capaian program kerja 43 Tidak ada punishment 45

Tanpa reward 44,46,48,49,50

Minta reward 47

Antisipasi efek jera (Tanpa

punishment)

51

Tanpa reward dan punihment 52

Monev/verifikasi 60,61

Peningkatan kinerja 62

4 Bendahara

Evaluasi 12

Evaluasi selisih anggaran 32,35

Evaluasi program 36

Waktu evaluasi 34

Monev 37

Pelaksanaan evaluasi 38,39,41,42 Penyebab kegagalan program kerja 40

Ucapan terima kasih 43,45,76

Dimotivasi 44

Cari jalan keluar bersama 46

5 Sekretaris Paroki

Tenaga sukarela 13

Karyawan 14

Evaluasi 34,54

Ucapan terima kasih 35

Cari akar masalah dan solusi 36 Yang memimpin rapat/evaluasi 55

6 Ketua Bidang Liturgi

Evaluasi bidang 27

Rapat pleno 28

Monev 41

Tanpa reward 42

Dianggap biasa 43,45

Reward intrinsik 44,46 7 Ketua Bidang

Pewartaan

Tidak dianalisis 32


(5)

Ucapan terima kasih 34

Kenang-kenangan 35

Diskusi. 37

Tidak ada punishment 37,38

Saling memahami. 38

Evaluasi 40,43,44,45

Monev 46

Proses monev 47

Analisis anggaran 48

8 Ketua Bidang Litbang

Mencermati kegiatan 30

Evaluasi kegiatan 36,37,38,48

Evaluasi di bidang 39

Tanpa punishment 44

Kepercayaan 45,46,47,49

Tinjauan ulang program. 48

Evaluasi 64

9

Ketua Bidang Paguyuban

dan Tata Organisasi

Evaluasi. 26

Evaluasi di pleno 28

Ada evaluasi 41

Evaluasi di tim kerja 42,43 Evaluasi di dewan harian 44

Analisis selisih 55,56,57

Analisis tergantung kergiatan 58,59

Sumbangan 62

Tanpa reward 68,70,71

Ucapan terima kasih 69

Pujian 73

Tanpa reward ektrinsik 74

Memberi kepada gereja 72, 75,76,84 Tidak mengharap imbalan 77

Monev 92,93


(6)

Dokumen yang terkait

Manfaat video siaran penyejuk imani katolik indosiar sebagai media audio-visual dalam katekese umat di lingkungan Santo Ignatius Loyola Cokrodiningratan Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

3 19 178

Kesetiaan Maria sebagai teladan dalam hidup berkeluarga bagi ibu-ibu di lingkungan Santo Yohanes Pemandi Paroki Santo Albertus Agung Jetis, Yogyakarta.

0 0 134

Evaluasi sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas pada organisasi non profit : studi kasus di paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta.

4 26 199

Kesetiaan Maria sebagai teladan dalam hidup berkeluarga bagi ibu ibu di lingkungan Santo Yohanes Pemandi Paroki Santo Albertus Agung Jetis, Yogyakarta

0 0 132

Gaya Desain Pada Interior Gereja Katolik Santo Albertus Magnus Jetis Yogyakarta | Tanuwidjaja | Intra 1558 2867 1 SM

0 1 7

Evaluasi sistem pengendalian intern penerimaan kas : studi kasus pada Paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta - USD Repository

0 1 121

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta SKRIPSI

0 1 213

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta

0 1 216

EVALUASI PENGENDALIAN INTERN SISTEM PENERIMAAN KAS Studi Kasus pada Paroki Keluarga Kudus Banteng Yogyakarta

0 0 146

Evaluasi sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas pada organisasi non profit : studi kasus di paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta - USD Repository

0 0 197