PERANCANGAN PERMAINAN SIMULASI BISNIS RITEL SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI

SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI

Skripsi

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

IFFA ARDHIYANA

I 0305036

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ABSTRAK Iffa Ardhiyana, NIM: I0305036. PERANCANGAN PERMAINAN SIMULASI BISNIS RITEL SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, April 2010.

Praktikum Perancangan Teknik industri (PTI) periode 2009 berupa simulasi bisnis perusahaan manufaktur, padahal pengenalan sistem bisnis di bidang ritel juga tidak kalah penting. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu permainan simulasi bisnis pada industri ritel karena industri ritel saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat baik pangsa pasar, jumlah gerai, maupun omset penjualan. Penggunaan permainan simulasi dalam metode pembelajaran agar praktikan mudah memahami proses bisnis ritel. Perancangan permainan simulasi bisnis berbasis komputer dimulai dari perancangan konsep permainan dengan membuat teknis permainan dan membuat diagram causal loop. Langkah selanjutnya adalah membuat alat bantu praktikum dengan merancang model permainan menggunakan Software Stella versi

9.1.3. Setelah itu dibuat user interface untuk menampilkan informasi perilaku model, memudahkan dalam memasukkan input-an, serta membuat tampilan permainan yang lebih menarik. Langkah berikutnya adalah verifikasi dan validasi model, menyusun modul praktikum, dan melakukan uji coba praktikum. Pada teknis permainan, praktikan harus melakukan pemilihan lokasi dan analisis kelayakan pendirian ritel di awal permainan. Setelah itu praktikan melakukan pemilihan supplier, memilih jenis dan menentukan jumlah barang sebagai inventori awal, menetapkan jadwal kedatangan supplier, menentukan harga jual produk, menentukan jumlah pembelian ke supplier, dan jumlah utang Bank, yang nantinya digunakan sebagai input permainan. Modul praktikum yang disusun berisi tujuan praktikum, kriteria penilaian, teori pengantar, dan teknis permainan. Dari hasil uji coba, permainan simulasi bisnis yang dirancang dapat 9.1.3. Setelah itu dibuat user interface untuk menampilkan informasi perilaku model, memudahkan dalam memasukkan input-an, serta membuat tampilan permainan yang lebih menarik. Langkah berikutnya adalah verifikasi dan validasi model, menyusun modul praktikum, dan melakukan uji coba praktikum. Pada teknis permainan, praktikan harus melakukan pemilihan lokasi dan analisis kelayakan pendirian ritel di awal permainan. Setelah itu praktikan melakukan pemilihan supplier, memilih jenis dan menentukan jumlah barang sebagai inventori awal, menetapkan jadwal kedatangan supplier, menentukan harga jual produk, menentukan jumlah pembelian ke supplier, dan jumlah utang Bank, yang nantinya digunakan sebagai input permainan. Modul praktikum yang disusun berisi tujuan praktikum, kriteria penilaian, teori pengantar, dan teknis permainan. Dari hasil uji coba, permainan simulasi bisnis yang dirancang dapat

9.1.3. xvi + 136 hal; 50 gambar; 49 tabel; 7 lampiran Daftar pustaka: 25 (1994-2010) vii

ABSTRACT Iffa Ardhiyana, NIM: I 0305036. DESIGN OF SIMULATION RETAIL

BUSINESS GAMES AS A TOOL FOR INDUSTRIAL ENGINEERING DESIGN PRACTICUM. Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, in April 2010.

In 2009, Industrial Engineering Design (IED) practicum simulated a business process of manufacturing companies. However, the introduction of a retail business system is also very important. Therefore, it needs to design

a business simulation game of retail industry because the retail industry is currently growing rapidly, whether in market share, numbers of retailer, as well as sales turnover. Using a simulation game as a learning method aims to make the students more easily understand the retail business process. The design of computer based business simulation game consists of four steps. The first step is to design a game concept by preparing a technical game and creating a causal loop diagram. The second step is to design a game model using Stella software version 9.1.3. The next step is to design a user interface for showing model behavior, facilitate data input, and make the game interface more interesting. The final step is to verify and validate the model, develop practicum modules, and conduct practicum testing.

In this game, the students must perform site selection and feasibility analysis of the retail establishment at the beginning of the game. After that students have to select suppliers, select the product items, determine the product quantities as the initial inventory, arrange a schedule of the suppliers arrival, calculate the product price, determine the purchased product quantity to the suppliers, and calculate the bank debt that will be used as inputs for the game. The practicum module contains practicum objectives, assessment criteria, literature review and rules of the game. The trial results show that the business simulation game designed to be used as a tool for understanding the real system of retail business. It starts from determining the retail locations, analyzing the retail feasibility, selecting suppliers, selecting the product items and quantities to be sold, determining appropriate pricing, and determining the optimal inventory quantity. In addition, it also can help to understand the relationship among variables within a retail industry, so that the students can get an idea of how to improve the retail business performance. The advantages of this business simulation game are such as low cost, risk free, saving time, and require fewer assistants. Keyword: Business simulation, IED practicum, retail, minimarket, stella version

9.1.3. xvi + 136 p; 50 pictures; 49 tables; 7 attachments

References: 25 (1994-2010)

Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Tabel 5.18 Tabel 5.19 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Tabel 5.22 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Tabel 5.25 Tabel 5.26 Tabel 5.27

Tabel 5.28

Laporan Stok Ritel 2 …………..……………………… Laporan Penjualan Ritel 1 ……………………………. Laporan Penjualan Ritel 2 ……………………………. Pelunasan Pembelian Ritel 1 …………………………. Pelunasan Pembelian Ritel 2 …………………………. Biaya Operasional Ritel 1 ……………………………. Biaya Operasional Ritel 2 ……………………………. Pendapatan Ritel 1 dan 2 ……………………………… Pinjaman Bank Ritel 1 ……………………………….. Pinjaman Bank Ritel 2 ……………………………….. Cash flow Ritel 1 dan 2 ………………………………. Rekap Transaksi Ritel 1 ………………………………. Jurnal Umum Ritel 1 …………………………………. Buku Besar Akun Kas Ritel 1 ……………………….. Buku Besar Akun Penjualan Ritel 1 …………………. Buku Besar Akun Pembelian Ritel 1 ………………... Laporan R/L Ritel 1 ………………………………….. Laporan R/L ritel 2 …………………………………… Inventori Ritel Kelompok 1 ………………………….. Inventori Ritel Kelompok 2 …………………………. Perbandingan Permainan Simulasi Ritel dengan Ritel (Minimarket) …………………………………………. Pelaksanaan Praktikum Menjawab Tujuan Praktikum..

V-16 V-17 V-18 V-19 V-21 V-22 V-23 V-23 V-24 V-26 V-26 V-27 V-29 V-29 V-30 V-30 V-30 V-31 V-31 V-33

V-35 V-38

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mata Rantai Perdagangan Ritel …………………………. II-2 Gambar 2.2

Pengklasifikasian Ritel Berdasarkan Hargadan Pelayanan............................................................

II-5 Gambar 2.3

Tipe Ritel berdasar Lebar dan Kedalaman Barang yang Ditawarkan …………………………………….................

II-7 Gambar 2.4

Struktur Organisasi ritel ………………………….…….... II-9 Gambar 2.5

Causal Loop Diagram ……………………………………. II-23 Gambar 2.6

Reinforcing Loop Diagram ………………………………. II-23 Gambar 2.7

Balancing Loop Diagram ……………………………………... II-24 Gambar 2.8

Siklus Akuntansi .................................................................. II-26 Gambar 3.1

Metode Penelitian ………..……………………………… III-1 Gambar 4.1

Diagram Causal Loop …………………………………… IV-7 Gambar 4.2

Urutan Praktikum Perancangan Teknik Industri ………… IV-8 Gambar 4.3

Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Kedatangan Supplier ……………………………

IV-13 Gambar 4.4

Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Kedatangan Pelanggan ………………………….

IV-13 Gambar 4.5

Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pemilihan Barang ………………………………

I V-14 Gambar 4.6

Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pelayanan Kasir ………………………………..

IV-15 Gambar 4.7

Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pelanggan Keluar Toko ………………………..

I V-15 Gambar 4.8

I V-15 Gambar 4.9

Animasi Proses Bisnis Ritel ………………………….…..

I V-16 Gambar 4.10 Peta Lokasi Ritel Skala Besar ……………………………

Peta Lokasi Ritel …………………………………………

IV-17 Gambar 4.11 Gambar Keseluruhan Model ...............................................

I V-30 Gambar 4.12 Model Kas ..........................................................................

IV-31 Gambar 4.13 Penjualan ............................................................................

IV-32 Gambar 4.14 Pinjaman dan Cicilan Bank ................................................

IV-33

Gambar 4.15 Pembelian ke Supplier Lunas tanpa Lead Time ................. IV-34 Gambar 4.16 Pembelian ke Supplier Lunas dengan Lead Time ...............

IV-34 Gambar 4.17 Pembelian ke Supplier Kredit tanpa Lead Time .................

IV-35 Gambar 4.18 Pembelian ke Supplier Kredit dengan Lead Time ..............

IV-35 Gambar 4.19 Model Biaya Operasional ...................................................

IV-37 Gambar 4.20 Menu Utama ……………………………………………...

IV-39 Gambar 4.21 Tampilan Menu Input Asisten ……………………………

IV-40 Gambar 4.22 Tampilan Menu Input Praktikan …………………………

IV-40 Gambar 4.23 Menu Report ……..………………………………………

IV-41 Gambar 4.24 Contoh Notifikasi Program Belum Verify ……………….

IV-42 Gambar 4.25 Contoh Headline Newspaper …………………………….

IV-47 Gambar 4.26 Form Purchase Order ……………………………………

IV-47 Gambar 5.1

Jadwal Kedatangan Supplier Ritel 1 …………………….. V-3 Gambar 5.2

Jadwal Kedatangan Supplier Ritel 2 …………………….. V-3 Gambar 5.3

Lay Out Praktikum ………………………………………. V-8 Gambar 5.4

Contoh Tampilan Kedatangan Supplier Ritel 1 …………. V-9 Gambar 5.5

Contoh Tampilan Kedatangan Supplier Ritel 2 …………. V-9 Gambar 5.6

Input Order Pembelian Sebelum Direvisi ……………….. V-10 Gambar 5.7

Input Order Pembelian Sebelum Setelah Direvisi ……….. V-11 Gambar 5.8

Notifikasi Jumlah Minimal Order ……………………….. V-12 Gambar 5.9

Input Marjin Keuntungan Sebelum Revisi ……………… V-12 Gambar 5.10 Input Marjin Keuntungan Setelah Revisi ………………..

V-12 Gambar 5.11 Harga Beli Supplier Normal ……………………………..

V-13 Gambar 5.12 Harga Beli Supplier Setelah Naik ……………………….

V-13 Gambar 5.13 Potongan Harga Sebelum dan Sesudah Diganti …………

V-13 Gambar 5.14 Permintaan Maksimum Sebelum Naik ………………….

V-14 Gambar 5.15 Permintaan Maksimum Setelah Naik …………………..

V-14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1

L1-1 Praktikan …………………………………………..…….. Lampiran 2

Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri untuk

L2-1 Asisten ............................................................................... Lampiran 3

Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri untuk

Data Supplier …………………………………………...... L3-1 Lampiran 4

Data Item Barang, Historis Penjualan, dan Marjin L4-1 Keuntungan Normal ………………………….…….......... Lampiran 5

Profil Perusahaan Minimarket Andina Mart …..........….... L5-1 Lampiran 6

Silabi Mata kuliah Perancangan Teknik Industri ……….. L6-1 Lampiran 7

Hasil Uji Coba Permainan Simulasi Bisnis Ritel yang Dirancang ..................................................................

L7-1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat perancangan permainan simulasi bisnis serta batasan masalah sebagai pembatas penelitian agar tema tidak meluas.

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, perubahan menjadi ciri utama dalam menjalankan bisnis baik pada industri manufaktur, jasa, maupun dagang (ritel). Perubahan tersebut menuntut hadirnya sumber daya manusia yang siap menghadapi perubahan dengan dibekali oleh pengetahuan dan keahlian yang mencukupi. Sejalan dengan hal tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk semakin meningkatkan metode pengajarannya. Salah satu metode pengajaran yang dapat menjawab permasalahan tersebut adalah dengan permainan simulasi. Permainan simulasi sebagai sebuah metode pengajaran menawarkan kelebihan-kelebihan yang tidak mampu diberikan oleh metode pengajaran biasa. Permainan simulasi sanggup memberikan kedinamisan kepada peserta dalam proses pembelajarannya dan mampu memberikan sebuah umpan balik yang cepat, kedua hal tersebut adalah hal yang penting dalam sebuah metode pembelajaran yang efektif (Hidayatno dan Mahfudz, 2005).

Kompetensi yang dihasilkan melalui pembelajaran dengan simulasi berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Greenberg, dan Nicholls, (2007), rata- rata lebih tinggi daripada metode pengajaran biasa, karena pada metode pembelajaran biasa jarang sekali memasukkan kompetensi seperti manajemen operasi, mengambil risiko, menggunakan rencana strategis, membangun kerja sama tim, mengembangkan kemampuan interpersonal, dan diskusi. Secara keseluruhan, pembelajaran dengan simulasi lebih baik bagi peserta didik yang siap kerja, mencapai tujuan studi (achieve educational goals), dan dapat memanfaatkan waktu dengan efektif (utilize time).

Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret memiliki kompetensi inti yang diharapkan dari kurikulum Teknik Industri yaitu memberikan pengetahuan,

pengalaman belajar, kemampuan dan keahlian dalam hal perencanaan, perancangan dan perbaikan. Kompetensi lain dari kurikulum Teknik Industri adalah memberikan penguasaan untuk mengidentifikasikan, memformulasikan dan memecahkan permasalahan sistem secara integral, menumbuhkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, menumbuhkan penguasaan wawasan yang luas, menumbuhkan kemampuan bekerja dalam kelompok yang bersifat multi disiplin, memberikan penguasaan untuk menerapkan teknik dan alat analisis baru yang diperlukan, menanamkan kesadaran tentang tanggung jawab profesi dan etika, dan menanamkan kesadaran tentang pentingnya belajar secara berkelanjutan. Kurikulum yang ada dapat memberikan peluang kepada mahasiswa untuk mengembangkan diri dan melanjutkan studi ke strata yang lebih tinggi. Kompetensi dari kurikulum dapat mengembangkan keterampilan mahasiswa yang berorientasi ke arah karir dan perolehan pekerjaan (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).

Untuk mendukung kompetensi tersebut, maka dalam kurikulum baru disusun satu mata kuliah baru berbentuk praktikum yaitu Perancangan Teknik Industri. Mata kuliah ini diharapkan menjawab tantangan kompetensi kurikulum Teknik Industri yaitu memberikan penguasaan untuk mengidentifikasikan, memformulasikan dan memecahkan permasalahan sistem secara integral, menumbuhkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, menumbuhkan penguasaan wawasan yang luas, dan menumbuhkan kemampuan bekerja dalam kelompok yang bersifat multi disiplin. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak Jurusan Teknik Industri untuk dapat mengimplementasikan mata kuliah Perancangan Teknik Industri dalam suatu praktikum yang terintegrasi dengan memperhatikan semua aspek bisnis yang ada (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).

Namun, Praktikum Perancangan Teknik Industri yang telah dilaksanakan saat ini baru diimplementasikan di bidang manufaktur yaitu pada perusahaan shuttlecock , padahal pengenalan sistem bisnis di bidang ritel juga tidak kalah penting karena industri ritel saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat baik pangsa pasar, jumlah gerai, maupun omset penjualan (AC Nielsen dalam Pandin, 2007). Oleh karena itu, perlu dibuat suatu permainan simulasi bisnis pada Namun, Praktikum Perancangan Teknik Industri yang telah dilaksanakan saat ini baru diimplementasikan di bidang manufaktur yaitu pada perusahaan shuttlecock , padahal pengenalan sistem bisnis di bidang ritel juga tidak kalah penting karena industri ritel saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat baik pangsa pasar, jumlah gerai, maupun omset penjualan (AC Nielsen dalam Pandin, 2007). Oleh karena itu, perlu dibuat suatu permainan simulasi bisnis pada

Pada industri ritel khususnya minimarket terdapat aktivitas seperti peramalan permintaan, perencanaan pembelian, penjualan, pengendalian persediaan, perencanaan keuangan, penyusunan laporan keuangan, yang mampu mengakomodasi tujuan khusus yang diharapkan dari Praktikum Perancangan Teknik Industri. Tujuan khusus tersebut antara lain agar praktikan (i) mampu mengamati dan mengatasi masalah-masalah yang timbul pada industri ritel, (ii) mampu menghitung parameter dan performansi sistem bisnis ritel (iii) memahami dan mampu melakukan peramalan penjualan, (iv) memahami metodologi perencanaan dan pengendalian persediaan pada industri ritel, (v) mengerti dan memahami informasi dan metode yang diperlukan dalam menyusun suatu rencana pembelian dan penjualan barang, (vi) membuat perencanaan kebutuhan barang, (vii) mampu mengklasifikasi biaya dan menggunakan tools tertentu untuk mengestimasi biaya pada ritel, dan (viii) mampu mengelola keuangan dan cash flow suatu perusahaan (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).

Permainan simulasi bisnis ini dibuat dengan berbasis komputer karena dengan menggunakan simulasi komputer dengan bantuan software ada variabel- variabel tertentu yang dapat dikontrol atau dikendalikan, salah satunya seperti jumlah permintaan. Sehingga dengan adanya variabel yang dapat dikontrol tersebut, tujuan umum dari Praktikum Perancangan Teknik Industri pada ritel yaitu mahasiswa sanggup memahami proses bisnis di industri ritel dan mampu menjalankan proses bisnis tersebut dalam bentuk simulasi bisnis dapat tercapai.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Penelitian ini memerlukan perumusan masalah yang mengacu pada latar belakang penelitian di atas. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana merancang permainan simulasi bisnis yang dapat digunakan Penelitian ini memerlukan perumusan masalah yang mengacu pada latar belakang penelitian di atas. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana merancang permainan simulasi bisnis yang dapat digunakan

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah di atas adalah :

1. Merancang permainan simulasi bisnis industri ritel yang interaktif sebagai sarana dalam pembelajaran konsep simulasi bisnis ritel yang efektif, mudah dipahami, dan mendekati sistem nyata.

2. Merancang modul praktikum simulasi bisnis ritel untuk praktikan dan asisten.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang ingin diberikan bagi Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis dengan adanya penelitian ini antara lain:

1. Diperoleh alat bantu untuk mempermudah memahami perilaku ”real system” bisnis ritel dan memahami keterkaitan antar variabel dalam sebuah industri ritel sehingga diperoleh gambaran mengenai cara untuk meningkatkan kinerja (performance) bisnis ritel tersebut.

2. Permainan simulasi bisnis mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif dan interaktif.

3. Permainan simulasi bisnis ritel yang dibuat dengan berbasis komputer dapat menekan biaya, bebas risiko, menghemat waktu, serta tidak memerlukan banyak asisten.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah ini berfungsi untuk membatasi penelitian agar tidak terlalu luas dan memperjelas objek penelitian yang akan dilakukan. Batasan masalah yang digunakan sebagai berikut :

1. Pihak yang terlibat dalam simulasi bisnis ritel ini adalah supplier, peritel, perbankan, dan konsumen.

2. Proses bisnis yang disimulasikan adalah pembelian barang ke supplier, penjualan barang ke konsumen, dan keuangan.

3. Jenis ritel modern yang digunakan dalam penelitian adalah minimarket.

1.6 ASUMSI

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Setiap minimarket mempunyai proses bisnis yang meliputi proses pengadaan barang, penyimpanan barang, penjualan, pencatatan dan pelaporan keuangan, sehingga dapat diasumsikan bahwa minimarket Andina Mart dapat mewakili minimarket secara umum.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian yang dilakukan sehingga memberikan pengetahuan sesuai tujuan penelitian, dan batasan-batasan yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga analisis dilakukan secara teoritis. Teori yang akan dikemukakan dalam hal ini adalah tentang sistem bisnis ritel, pembelajaran dengan metode simulasi, konsep system thingking, software Stella 9.1.3, siklus akuntansi dan penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian dalam bentuk flowchart, membahas tentang tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah sesuai dengan permasalahan yang ada mulai kerangka berpikir, pengumpulan data, pembuatan konsep permainan, perancangan alat bantu praktikum, dan pembuatan modul praktikum baik untuk asisten dan praktikan.

BAB IV PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas tentang perancangan sistem yang terdiri dari pembuatan konsep permainan, pembuatan causal loop diagram, perancangan model permainan, pembuatan peraturan, dan tata cara permainan yang digunakan dalam simulasi bisnis ritel yang nantinya digunakan dalam perancangan alat bantu yang diperlukan untuk mendukung Praktikum Perancangan Teknik Industri.

BAB V ANALISIS DAN IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini berisi tentang analisis dan implementasi sistem yang berisi hasil uji coba permainan simulasi bisnis ritel, apakah program permainan yang dhasilkan sudah sesuai dan menjawab tujuan praktikum atau belum. Uji coba permainan dilakukan kepada asisten praktikum PTI yang akan datang. Uji coba pemainan dilakukan dengan mencoba menjalankan praktikum untuk dua periode simulasi, setelah itu akan dianalisis apakah permainan yang dibuat sudah mampu menjawab tujuan yang diharapkan dari praktikum Perancangan Teknik Industri khususnya bidang jasa yakni bisnis ritel.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan akhir dari penelitian yang telah dilakukan, saran–saran perbaikan bagi penelitian yang dilakukan, dan saran untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang diperlukan dalam mendukung penelitian sehingga pelaksanaan penelitian, tahap perancangan sistem, hasil dan analisis permasalahan dapat dilakukan secara teoritis. Pengetahuan mengenai sistem bisnis ritel, silabi mata kuliah Perancangan Teknik Industri, siklus akuntansi, dan referensi penelitian sebelumnya diperlukan guna menunjang pembahasan masalah.

2.1 SISTEM BISNIS RITEL

2.1.1 Pengertian Ritel

Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory , dan providing service (Sopiah dan Syihabudhin, 2008).

Bisnis ritel adalah penjualan barang secara eceran pada berbagai tipe gerai seperti kios, pasar, department store, butik dan lain-lain (termasuk juga penjualan dengan sistem delivery service), yang umumnya untuk dipergunakan langsung oleh pembeli yang bersangkutan (Foreign Agricultural Services, dalam Pandin, 2009).

Bisnis ritel merupakan mata rantai dari alur distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen akhir. Sebagai mata rantai, maka bisnis ritel adalah perantara perdagangan yang memiliki ketergantungan pasokan barang dan jasa kepada produsen/pemasok. Gambar mata rantai perdagangan ritel pada gambar 2.1.

Produsen

Distributor Sub Distributor

Gambar 2.1 Mata Rantai Perdagangan Ritel

Sumber: Hartono, 2007

2.1.2 Klasifikasi Retailing

Scoell dalam Sopiah dan Syihabudhin (2008), mengklasifikasikan perusahaan atau perdagangan eceran ke dalam berbagai bentuk berdasarkan lima klasifikasi (bentuk kepemilikan, struktur operasional, orientasi harga dan pelayanan, barang yang ditawarkan, serta dimana peritel menjual barang dagangannya). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

A. Bentuk Kepemilikan

Seperti halnya beberapa jenis usaha bisnis yang lain, dimana kepemilikan dapat berupa sewa beli, kerja sama, atau perusahaan. Kebanyakan usaha ritel dilakukan menggunakan sewa beli dan kerja sama (partnership). Di antara bentuk kepemilikan itu adalah Consumer Cooperatives (Coops), dimana customer juga bertindak sebagai investor (customer investors) akan menerima bunga atas investasi yang dilakukannya, dan setiap orang memiliki hak untuk keluar dari keanggotaan tersebut. Kebanyakan anggota maupun nonanggota membayarkan sejumlah uang yang relatif sama dengan jumlah uang di beberapa ritel yang lain, dan laba yang diterima oleh anggota pemilik (member owners) didasarkan atas jumlah pembelian mereka dari anggota. Bentuk itu akan mampu membangun loyalitas customer. Di beberapa negara, bentuk itu cukup berhasil dalam mengembangkan usaha ritel. Pada umumnya, usaha dengan bentuk tersebut cukup sukses di wilayah dimana peritel(pelaku bisnis ritel) tradisonal tidak cukup efisien atau melakukan mark up yang tinggi. Risiko kegagalan dalam menjalankan usaha ini terutama dikarenakan pengelolaan yang tidak efisien dan kurangnya pengalaman.

B. Struktur Operasional

Tanpa mengabaikan bentuk usaha ritel yang didasarkan pada kepemilikannya, sebuah ritel dapat pula dijalankan sebagai:

a. Usaha peritel yang mandiri (retail independent)

b. Jaringan peritel

c. Asosiasi independent retailer

d. Organisasi franchise Seorang atau perusahaan yang memiliki dan menjalankan sebuah toko disebut ritel mandiri (independent retailer). Kebanyakan usaha ritel adalah independent , dan sebagian besar dari mereka menjalankan dengan sistem nilai guna dan partnership.

Jaringan ritel (retail chain) adalah suatu bentuk usaha ritel yang memiliki dua atau lebih ritel yang relatif sama, dengan salah satu toko sebagai sentralnya. Pada beberapa bentuk ritel yang memiliki jumlah toko cukup besar bisa diklasifikasikan sebagai bentuk jaringan ritel. Dilihat dari bentuk kepemilikan, sebagian besar chain-retailer berbentuk korporasi.

Para pedagang yang bersedia menjadi jaringan dan para peritel yang bekerja sama dalam suatu jaringan pada dasarnya dibentuk dalam upayanya agar bersaing lebih efektif dengan perusahaan-perusahaan dengan jaringan toko yang banyak. Para anggota asosiasi, meski cara kepemilikannya adalah independen, dapat menikmati beberapa keunggulan dari anggota asosiasi yang lain. Contoh dari jaringan kerja sama ini adalah asosiasi pedagang grosir.

Perusahaan manufaktur serta perusahaan jasa yang menggunakan sistem franchise mengombinasikan keunggulan dari sistem kepemilikan independen dengan organisasi jaringan (chain-retailer). Sebuah franchise akan mendapatkan lisensi untuk membuka usaha, dengan bantuan ke franchisor ke franchisee. Sistem franchise tersebut menyediakan modal dan ekspansi yang cepat bagi franchisor, serta memfasilitasi franchisee dengan suatu pedoman (blue print) cara kerja demi kesuksesan. Secara lebih jelasnya keunggulan minimarket mandiri dengan minimarket waralaba ( franchise) menurut Hartono, (2007) ditunjukkan pada tabel

2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Keuntungan Minimarket Mandiri dan Waralaba Minimarket Mandiri

Minimarket Waralaba

1. Bebas menentukan nilai investasi awal, 1. Sudah memiliki standar operasional 1. Bebas menentukan nilai investasi awal, 1. Sudah memiliki standar operasional

2. Merek/ brand sudah terkenal setiap saat. 3. Laba usaha untuk pemilik sendiri, tidak

3. Tidak direpotkan dengan pengadaan perlu mambayar royalti.

barang dagangan. 4. Pemilik dituntut

4. Tidak perlu promosi sendiri, karena inovasinya untuk membangun bisnis,

kreativitas dan

sudah dilakukan oleh pemilik merek sehingga

kemampuan bisnis. 5. Bila sudah maju dan cukup modal bisa dikembangkan menjadi bisnis waralaba. Sumber: Hartono, 2007

Dengan melihat beberapa keuntungan di atas, mendirikan minimarket mandiri lebih menarik untuk dijadikan alternatif sebagai peluang usaha. Apalagi jika dikaitkan pada faktor permodalan maka mendirikan minimarket mandiri lebih fleksibel dalam mnentukan nilai investasi awal, serta dengan mendirikan minimarket mandiri tentunya akan mempertajam kemampuan bisnis karena dituntut untuk selalu melakukan inovasi dan kreativitas dalam menjalankan usaha.

C. Orientasi Harga dan Pelayanan

Pada gambar 2.2 berikut mengidentifikasikan empat macam pilihan bagaimana peritel memposisikan harga dan pelayanan mereka. Dengan menganggap bahwa jasa (delivery, hadiah, pengetahuan tenaga penjual, kredit, dan lain-lain) merupakan biaya yang harus ditanggung oleh peritel, maka biaya tersebut harus ditutup dengan penambahan harga yang dikenakan pada setiap produk yang dijual. Oleh karenanya, penambahan pelayanan akan meningkatkan harga jual produk.

High Service

Quadrant 1

Quadrant 2

Poor Profit

Service-oriented

Performance

Positioning Specialty Stores

Low Price

Some Department Stores

High Price Quadrant 3

Quadrant 4

Price-oriented

Poor Value

Positioning

Discount stores

“Fallen”

Off-price stores

Department Stores

Deep discounters

Low Service

Gambar 2.2 Pengklasifikasian Ritel Berdasarkan Harga dan Pelayanan

Sumber: Schoell Guiltinan (1990):409 dalam Sopiah dan Syihabudhin, 2008

Kuadran 1 dan 4 dari gambar di atas adalah posisi alternatif yang tidak banyak memberikan keuntungan kepada peritel. Posisi kuadran 1 memperendah kemampuan peritel. Toko-toko baru biasanya berada pada kondisi tersebut karena diberikannya beragam pelayanan kepada konsumen, tetapi tidak banyak memberikan kekuatan untuk bisa menutup keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan permasalahan yang saling sulit, dimana peritel harus menanggung biaya-biaya pelayanan yang tidak bisa dipenuhi. Beberapa ritel tradisional sering mengalami kondisi tersebut pada saat mereka harus bersaing dengan beragam ritel baru yang masuk, terutama yang berada di kuadran 3. Meskipun posisi kuadran 1 dan 4 mungkin bisa berjalan dalam jangka pendek, tetapi ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang mereka akan mengalami kesulitan untuk bisa bertahan dalam persaingan dengan para peritel baru. Di kuadran 1, peritel sendiri yang akan terkecoh dengan posisinya. Sebaliknya, konsumenlah yang merasa tertipu di kuadran 4. Pada kuadran 2 merupakan strategi peritel yang berorientasi pada pelayanan terbaik. Peritel menawarkan berbagai bentuk pelayanan kepada konsumen disertai fasilitas lain. Toko-toko khusus (specialty stores) menjual satu jenis produk, tetapi dengan strategi pelayanan yang istimewa. Sebagai konsekuensinya, harga produk yang Kuadran 1 dan 4 dari gambar di atas adalah posisi alternatif yang tidak banyak memberikan keuntungan kepada peritel. Posisi kuadran 1 memperendah kemampuan peritel. Toko-toko baru biasanya berada pada kondisi tersebut karena diberikannya beragam pelayanan kepada konsumen, tetapi tidak banyak memberikan kekuatan untuk bisa menutup keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan permasalahan yang saling sulit, dimana peritel harus menanggung biaya-biaya pelayanan yang tidak bisa dipenuhi. Beberapa ritel tradisional sering mengalami kondisi tersebut pada saat mereka harus bersaing dengan beragam ritel baru yang masuk, terutama yang berada di kuadran 3. Meskipun posisi kuadran 1 dan 4 mungkin bisa berjalan dalam jangka pendek, tetapi ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang mereka akan mengalami kesulitan untuk bisa bertahan dalam persaingan dengan para peritel baru. Di kuadran 1, peritel sendiri yang akan terkecoh dengan posisinya. Sebaliknya, konsumenlah yang merasa tertipu di kuadran 4. Pada kuadran 2 merupakan strategi peritel yang berorientasi pada pelayanan terbaik. Peritel menawarkan berbagai bentuk pelayanan kepada konsumen disertai fasilitas lain. Toko-toko khusus (specialty stores) menjual satu jenis produk, tetapi dengan strategi pelayanan yang istimewa. Sebagai konsekuensinya, harga produk yang

3. Dengan memilih segmen pasar dan menetukan target market, mereka menawarkan beragam potongan harga dan pelayanan khusus yang memang tidak cukup penting bagi konsumen. Low-price low-service, itulah posisi yang dikembangkan di kuadran 3. Jika diamati, toko-toko yang menggunakan strategi itu kini berjumlah cukup besar. Di sini, peritel meniadakan beberapa bentuk pelayanan tambahan, tetapi memprioritaskan layanan pokok yang diperlukan oleh konsumen (sarana parkir, keamanan, dan penerangan) sehingga bisa menurunkan harga dari barang-barang dagangannya.

D. Barang Dagangan yang Ditawarkan

Bauran barang dagangan terdiri atas semua produk yang memungkinkan para peritel untuk menjangkau target konsumennya. Ada dua dimensi bauran barang dagangan, yaitu kelebarannya (sempit-lebar) dan kedalamannya (dangkal- dalam).

Lebar barang dagangan (merchandise breadth) adalah beragam produk yang ditawarkan oleh peritel untuk dijual. Sebagai contoh, sebuah toko yang hanya menjual aneka dasi pria. Pada umumnya toko-toko khusus mempunyai lebar barang dagangan yang sangat sempit, sedangkan department stores dan toko diskon memiliki cukup banyak jenis barang yang bisa ditawarkan. Tingkatan tertinggi dari merchandise breadth tersebut adalah hypermarket. Toko jenis itu menawarkan jenis produk yang sangat banyak, mulai dari makanan hingga kebutuhan yang kurang berguna bagi konsumen.

Kedalaman barang dagangan (merchandise depth) adalah tersedianya berbagai pilihan atas barang dagangan yang ditawarkan. Toko dasi, sebagaimana gambaran di atas, tidak menjual baju maupun celana, tetapi menawarkan sejumlah model, corak, merek, warna, dan bahan dasi untuk dipilih. Sementara itu, hipermarket menawarkan jenis barang dalam jumlah yang sangat besar, tetapi tidak menyediakan banyak pilihan untuk satu jenis produk. Oleh karena persediaan baran di hipermarket sangat beragam lini produknya, maka tidak bisa Kedalaman barang dagangan (merchandise depth) adalah tersedianya berbagai pilihan atas barang dagangan yang ditawarkan. Toko dasi, sebagaimana gambaran di atas, tidak menjual baju maupun celana, tetapi menawarkan sejumlah model, corak, merek, warna, dan bahan dasi untuk dipilih. Sementara itu, hipermarket menawarkan jenis barang dalam jumlah yang sangat besar, tetapi tidak menyediakan banyak pilihan untuk satu jenis produk. Oleh karena persediaan baran di hipermarket sangat beragam lini produknya, maka tidak bisa

Sempit- dangkal

Lebar- Dalam

Men’s Men’s

Sport

Hard

Depart Hyper

Tie

Clothing Goods

Gambar 2.3 Tipe Ritel berdasar Lebar dan Kedalaman Barang yang Ditawarkan

Sumber: Sopiah dan Syihabudhin, 2008

E. Cara Peritel Menjual Barang Dagangannya

Kebanyakan peritel mengambil tempat di dalam sebuah toko ritel, dimana konsumen akan pergi ke toko/ritel tersebut untuk berbelanja. Selama beberapa tahun terakhir ini, telah tumbuh strategi penjualan ritel yang tidak menggunakan toko/gerai sebagai tempat menjual barang dagangannya. Strategi itu disebut non- store retailling. Non-store retailliing berarti melakukan penjualan kepada konsumen melalui saluran selain toko, seperti surat, telepon, atau internet.

Sedangkan bisnis ritel di Indonesia sendiri menurut Hartono (2007), dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni ritel tradisional (warung dan toko tradisional) dan ritel modern (minimarket, supermarket, dan kini mulai bermunculan hypermarket). Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009). Jenis-jenis ritel modern dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jenis Ritel Modern

URAIAN PASAR MODERN (PASAR SWALAYAN) DEPARTEMENT STORE

SPECIALITY STORE

MALL/ SUPERMALL/

PLAZA

TRADE CENTRE

Sarana penjualan

Pusat jual beli barang barang-barang

Sarana penjualan barang- Sarana penjualan yang

Sarana untuk

sandangm papan, kebutuhan rumah

barang kebutuhan rumah hanya

melakukan

memperdagangkan satu perdagangan, rekreasi, kebutuhan sehari-hari, tangga termasuk

tangga termasuk

dll. Secara grosiran dan Definisi

kebutuhan sembako,

kelompok produk saja.

restoran, dan

kebutuhan sembako yang disusun dalam

Trend saat ini adalah

sebagainya, yang eceran yang didukung

bagian yang terpisah-

produk elektronik dan

terdiri dari banyak oleh sarana yang

pisah dalam bentuk

bahan bangunan dalam outlet yang terletak lengkap, seperti

counter

skala yang cukup besar dalam bangunan / restoran/food courts ruang yang menyatu

* Dilakukan secara

* Dilakukan secara *Dilakukan secara eceran, langsung

* Dilakukan secara eceran * Dilakukan secara

eceran langsung pada eceran dan grosir, pada konsumen

dan cara pelayanan

eceran, langsung pada

konsumen akhir dengan konsumen akhir, di umumnya dibantu oleh akhir dengan cara

umumnya dibantu oleh

pramuniaga. *Dapat swalayan (pembeli

pramuniaga. * Tidak

cara swalayan. * Tidak

mana outlet di

dalamnya menerapkan dilakukan tawar Metode

dapat dilakukan tawar

dapat dilakukan tawar

menawar harga barang metode swalayan menawar harga barang Penjualan barang dari rak-rak

mengambil sendiri

menawar harga barang

maupun dibantu

dagangan dan pramuniaga. *Tidak membayar di kasir).

dapat dilakukan tawar * Tidak dapat

menawar harga

dilakukan tawar

barang

menawar harga

Sumber: Peraturan Presiden no.112 th 2007, Media Data dalam Pandin (2009) barang

Perbedaan utama dari ritel modern (minimarket, supermarket, dan hypermarket ) terletak pada luas lahan usaha dan range jenis barang yang diperdagangkan, dapat dilihat pada tabel 2.3. Berikut karakteristik dari ke-3 jenis ritel modern tersebut (Pandin, 2009):

Tabel 2.3 Karakteristik Ritel Modern

Barang yang Berbagai macam kebutuhan

Berbagai macam kebutuhan diperdagangkan

Berbagai macam kebutuhan

rumah tangga termasuk

rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari

rumah tangga termasuk

kebutuhan sehari-hari Jumlah item

kebutuhan sehari-hari

> 25000 item Jenis Produk

< 5000 item

5000 - 25000 item

Makanan kemasan, barang- Makanan, barang-barang rumah Makanan, barang-barang rumah barang hygienis pokok

tangga

tangga, elektronik, pakaian, alat olahraga

Model Penjualan Dilakukan secara eceran,

Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir langsung pada konsumen akhir langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan

Dilakukan secara eceran,

dengan cara swalayan Luas Lantai Usaha

dengan cara swalayan

> 5000 m2 (BerdasarPerpres No. 112 th 2007) Luas Lahan Parkir

Maksimal 400m2

4000 - 5000 m2

Sangat Luas Modal (di luar tanah s/d 200 juta

Minim

Standard

Rp 10 Milyar ke atas bangunan) Sumber: Peraturan Presiden no.112 tahun 2007, AC Nielsen, Suryadarma dkk dalam Pandin(2009)

Rp 200 juta - Rp 10 Milyar

2.1.3 Organisasi dan Manajemen Bisnis Ritel (Minimarket)

A. Struktur Organisasi

Organisasi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Minimarket dapat disebut sebagai organisasi, karena tidak mungkin minimarket dikelola seorang diri. Oleh karenanya jika hendak mendirikan minimarket maka berarti kita mendirikan organisasi (Hartono, 2007).

Struktur organisasi yang ideal pada ritel memiliki struktur pada gambar 2.4 berikut:

Kepala Toko

Admin/Keuangan

Gambar 2.4 Struktur Organisasi ritel

Sumber: Hartono, 2007

Namun, untuk minimarket mandiri dapat menyesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa jabatan dapat dirangkap oleh satu orang atau dirangkap oleh kepala toko. Namun, pembagian tugas dan tanggung jawab harus jelas dan dijabarkan dalam deskripsi jabatan. Tentunya hal ini akan memudahkan bagi pemilik untuk melakukan pengendalian internal (Hartono, 2007).

B. Deskripsi Jabatan

Berikut ini adalah deskripsi jabatan pada ritel menurut Hartono, (2007).

1. Kepala Toko (biasanya dipegang oleh pemilik toko sendiri)

a. Membuka dan menutup toko.

b. Membuat jadwal kerja untuk seluruh bagian.

c. Memeriksa laporan penjualan harian, mingguan, dan bulanan.

d. Menindaklanjuti permasalahan yang ada setiap saat.

e. Memimpin pemeriksaan persediaan secara berkala (stock opname).

f. Memesan pembelian barang dagangan yang diminta bagian gudang.

g. Bertanggung jawab atas operasional minimarket secara keseluruhan.

2. Bagian Gudang

a. Memeriksa setiap saat jumlah persediaan barang dagangan di gudang.

b. Mengajukan permohonan kepada kepala toko untuk melakukan pemesanan barang dagangan yang jumlahnya sudah di batas minimal stok.

c. Memeriksa tanggal kadaluwarsa barang untuk kemudian dilaporkan kepada kepala toko untuk di-retur.

d. Melakukan stock opname yang didampingi satu orang pegawai lain (administrasi/keuangan) untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada kepala toko.

e. Mengisi kekosongan barang dagangan di rak display atas permintaan pramuniaga.

f. Bertanggung jawab atas persediaan barang dagangan di gudang kepada kepala toko.

3. Pramuniaga

a. Membukakan pintu masuk yang akan berkunjung ke gerai.

b. Melayani konsumen dalam mencari barang yang dibutuhkan konsumen.

c. Membersihkan ruang gerai dan perlengkapan toko bersama bagian lain yang tidak sibuk.

d. Memeriksa setiap saat persediaan barang dagangan yang ada di rak display.

e. Meminta pengisian kekosongan barang dagangan kepada bagian gudang.

f. Bertanggung jawab kepada kepala toko.

4. Kasir

a. Melayani konsumen yang akan melakukan transaksi pembelian.

b. Meng-input data penjualan.

c. Membuat laporan kas setiap hari.

d. Menghitung jumlah uang kas pada awal jam buka sampai tutup gerai.

e. Bertanggung jawab kepada kepala toko.

5. Administrasi/Keuangan

a. Mengelola surat-menyurat dan kearsipan.

b. Membuat laporan keuangan secara berkala.

c. Membantu kepala toko dalam memeriksa laporan penjualan dari kasir.

d. Membantu kepala toko dalam membuat laporan pembelian secara berkala.

e. Membantu kepala toko memeriksa laporan persediaan dari bagian gudang.

f. Bertanggung jawab kepada kepala toko.

C. Manajemen Minimarket

Manajemen merupakan inti dari organisasi bernama minimarket. Manajemen minimarket adalah suatu sistem yang terpadu dalam proses

pengelolaan bisnis dalam mencapai tujuannya. Tujuan melakukan bisnis minimarket adalah memperoleh keuntungan yang optimal dari hasil operasional. Hasil operasional utama sebuah bisnis minimarket adalah penjualan barang dagangan yang disediakan. Selain itu ada pula penghasilan lain berupa penjualan barang bekas (eks kemasan) berupa karton box, hasil kompensasi atas space (ruang) yang dipakai oleh pemasok untuk mempromosikan barangnya, dan penyewaan space (ruang) teras kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha. Adapun fungsi manajemen biasanya meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Dari keempat fungsi tersebut dijabarkan aktivitas operasional (proses bisnis internal) minimarket yang dapat dibagi dalam beberapa aspek: sumber daya manusia, keuangan, barang dagangan, dan fasilitas. Selain itu kegiatan lain yang mendukung dan mendorong berputarnya roda bisnis minimarket adalah rencana pemasaran yang bersinggungan dengan konsumen (Hartono, 2007).

D. Mengelola Keuangan Ritel

Aspek keuangan juga memegang peranan yang penting dalam bisnis minimarket.

1. Administrasi Keuangan Penataan administrasi keuangan sangat dibutuhkan untuk lebih memahami

arti dan fungsi keuangan dalam menjalankan bisnis. Untuk itu diperlukan untuk membuat administrasi keuangan yang sederhana seperti buku kas, buku pembelian, buku persediaan barang, buku penjualan, buku utang, dan buku piutang, yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencatat transaksi keuangan minimarket. Jika ingin mengetahui keuntungan dan kerugian usaha, maka harus dibuat laporan keuangan yang lengkap (Hartono, 2007). Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkapnya:

a. Buku Kas

Buku kas adalah buku untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran kas. Sumber data untuk mencatatnya adalah bukti kas masuk (dapat dilihat di laporan penjualan harian) dan bukti faktur asli pembelian.

b. Buku Pembelian

Buku pembelian adalah buku untuk mencatat transaksi pembelian, baik tunai maupun kredit. Sumber data untuk mencatatnya adalah copy faktur pembelian (faktur penjualan supplier) untuk transaksi kredit dan faktur asli untuk transaksi tunai.

c. Buku Utang

Buku utang adalah buku untuk mencatat transaksi yang dilakukan secara kredit, misalnya untuk pembelian kredit untuk barang dagangan. Sumber data untuk mencatatnya adalah copy faktur pembelian kredit.

d. Buku Stok/Persediaan Buku stok/persediaan atau sering disebut kartu stok adalah buku untuk mencatat persediaan barang dagangan. Untuk minimarket mandiri dapat cukup digabung menjadi satu buku antara persediaan di gudang dan persedian di toko. Namun sekarang di minimarket kebih disarankan menggunakan POS Probiz Smart Point (program komputer untuk kasir), dimana dalam program tersebut sudah ada laporan stok yang secara otomatis akan menambah jumlah barang jika ada pembelian dan mengurangi jumlah barang jika ada penjualan.

e. Buku Piutang Buku piutang adalah buku untuk mencatat piutang-piutang toko kepada pelanggan atau pinjaman ke pegawai. Karena usaha yang dibangun adalah minimaret dengan penjualan secara tunai, maka tidak perlu membuat buku piutang. Tetapi dapat saja dibuat jika ada pegawai kas bon. Buku piutang adalah kebalikan dari buku utang.

f. Buku Penjualan Buku penjualan adalah buku untuk mencatat transaksi penjualan.

2. Efisiensi Keuangan

a. Efisiensi Kas Kas adalah uang tunai yang tersedia untuk operasional perusahaan. Minimarket mandiri yang didirikan dengan modal terbatas memerlukan pengelolaan kas secara efisien. Ada tiga strategi dasar yang dapat dijadikan masukan untuk efisiens kas, yaitu mengulur waktu pembayaran utang dagang a. Efisiensi Kas Kas adalah uang tunai yang tersedia untuk operasional perusahaan. Minimarket mandiri yang didirikan dengan modal terbatas memerlukan pengelolaan kas secara efisien. Ada tiga strategi dasar yang dapat dijadikan masukan untuk efisiens kas, yaitu mengulur waktu pembayaran utang dagang

b. Meminimalisasi Piutang Piutang adalah tagihan perusahaan terhadap pihak lain (konsumen, karyawan, dan pemilik). Minimarket tidak mengenal penjualan kredit, maka sewajarnya transaksi dilakukan secara tunai. Kalau pun ada piutang, kemungkinan yang terjadi adalah pinjaman (kas bon) karyawan atau pemilik minimarket. Tetapi kemudian jumlah piutang harus diminimalisasi. Bila perlu kebijakan untuk kas bon ditiadakan kecuali darurat, misalnya untuk keperluan berobat (Hartono, 2007).

c. Meningkatkan Perputaran Persediaan Dalam bisnis minimarket, yang harus dilakukan untuk meminimalkan kebutuhan uang tunai adalah meningkatkan perputaran persediaan. Peningkatan persediaan akan mengurangi kebutuhan jumlah kas untuk oprasional. Pemeriksaan yang dilakukan setiap saat terhadap persediaan barang dagangan baik yang berada di rak display maupun di gudang adalah langkah awal dalam percepatan tingkat perputaran (Hartono, 2007).

d. Pentingnya Perancanaan Keuangan Dalam bisnis minimarket, membuat perencanaan keuangan akan memudahkan kita untuk merencanakan penerimaan dan pengeluaran keuangan. Perencanaan keuangan dapat dibuat secara mingguan dengan menitikberatkan pada penerimaan dan pengeluaran uang tunai atau kas. Penerimaan uang tunai dalam bisnis minimarket biasanya diperoleh dari hasil penjualan setiap harinya, penjualan kardus bekas kemasan, kompensasi atas space yang digunakan pemasok untuk media promosi, dan kemungkinan penyewaan teras depan minimarket. Sedangkan pengeluaran biasanya dipergunakan untuk pembelian tunai barang dagangan, pembayaran utang d. Pentingnya Perancanaan Keuangan Dalam bisnis minimarket, membuat perencanaan keuangan akan memudahkan kita untuk merencanakan penerimaan dan pengeluaran keuangan. Perencanaan keuangan dapat dibuat secara mingguan dengan menitikberatkan pada penerimaan dan pengeluaran uang tunai atau kas. Penerimaan uang tunai dalam bisnis minimarket biasanya diperoleh dari hasil penjualan setiap harinya, penjualan kardus bekas kemasan, kompensasi atas space yang digunakan pemasok untuk media promosi, dan kemungkinan penyewaan teras depan minimarket. Sedangkan pengeluaran biasanya dipergunakan untuk pembelian tunai barang dagangan, pembayaran utang

E. Mengelola Barang Dagangan

Barang dagangan merupakan bauran produk yang menjadi aset terbesar dalam sebuah bisnis minimarket. Sehingga barang dagangan harus dikelola secara sistematis dan menyeluruh. Ada pun unsur-unsur pengelolaan barang dagangan dalam bisnis minimarket adalah pengadaan barang dagangan, pengelompokan barang, dan penjualan barang (Hartono, 2007).

1. Pengadaan Barang

a. Pemesanan Pembelian Pengadaan barang dagangan dimulai dari proses pemesanan sampai pada penempatan barang-barang dagangan di rak display. Proses pembelian dilakukan dengan cara memesan, baik lewat telepon maupun melalui sales yang mengunjungi toko. Pengadaan barang dagangan harus memiliki ketepatan dalam jenis, model, warna, ukuran, merek, dan harga. Selain itu, penempatan di rak toko harus tepat sesuai kategori/golongan yang sudah disediakan (Hartono, 2007).