Daya melarutkan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi [Pandanus amaryllifolius Roxb] terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro.

(1)

INTISARI

Tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat peluruh batu ginjal. Hal ini karena adanya kandungan flavonoid dalam pandan wangi, khususnya di bagian daun. Fraksinasi daun pandan wangi menggunakan air dan etil asetat bertujuan mengetahui pengaruh kedua fraksi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni lengkap pola searah. Analisis kualitatif kandungan flavonoid dalam daun pandan wangi menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi mengandung glikosida flavonoid yang mengarah pada golongan flavonol.

Subjek uji batu ginjal direndam dalam sembilan kelompok perlakuan yaitu, kontrol negatif, fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan konsentrasi 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, dan 10% v/v. Filtrat hasil perendaman diukur kadar kalsium terlarutnya menggunakan spektrofotometer serapan atom.

Data kadar kalsium terlarut yang diperoleh diuji dengan analisis statistik deskriptif Explore, dilanjutkan uji One Way Anova dan uji post hoc LSD. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun pandan wangi mampu melarutkan kalsium batu ginjal lebih tinggi daripada fraksi airnya. Kedua fraksi daun pandan wangi tersebut memiliki daya melarutkan tertinggi pada konsentrasi 10%v/v.

Kata kunci : pandan wangi, batu ginjal kalsium, air, etil asetat, spektrofotometer serapan atom


(2)

ABSTRACT

Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one of the plant that can be used as a drug which decreases the size of the kidney stones. This presumed because of the flavonoids which contained in pandan wangi, particularly in its leaves. Fractionation the pandan wangi leaves using water and ethyl acetate has a purpose to know the influence from both of the fraction in solubilizing the calcium kidney stones.

This research is a kind of a complete pure experimental research with one way pattern. Qualitative analysis of flavonoids in pandan wangi leaves carried out by thin layer chromatography. The result of analysis showed that pandan wangi leaves contained glycosides flavonoid which supposed to flavonol group.

The test subject, kidney stones, submered in nine treatment groups involved negative control, water and ethyl acetate fraction of pandan wangi leaves in concentration 2,5%v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, 10% v/v. The filtrates after the submersion then measured by atomic absorption spectrophotometer to know the concentration of the soluble calcium.

The data of soluble calcium which obtained from the measurement by atomic absorption spectrophotometer tested by Explore descriptive statistical analysis, then continued by One Way Annova and post hoc LSD. The results showed that the fraction of ethyl acetate of pandan wangi leaves could dissolves the calcium kidney stones higher than the fraction of water of pandan wangi leaves. Both of the fractions of pandan wangi leaves gave the highest solubility in concentration 10%v/v.

Key words : pandan wangi, calcium kidney stones, water, ethyl acetate, atomic absorption spectrophotometer


(3)

DAYA MELARUTKAN FRAKSI AIR DAN ETIL ASETAT DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP

KALSIUM BATU GINJAL SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh :

Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D. NIM : 038114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007


(4)

DAYA MELARUTKAN FRAKSI AIR DAN ETIL ASETAT DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP

KALSIUM BATU GINJAL SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh :

Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D NIM : 038114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007


(5)

iii iii


(6)

iv iv


(7)

Saya belajar bahwa tidak ada yang instant atau serba cepat di dunia ini,

semua butuh proses dan pertumbuhan

Saya belajar bahwa untuk menjadi paham sesuatu butuh niat, waktu, dan

usaha yang nyata

Saya belajar untuk menjadi kuat dalam menghadapi dunia setiap hari

Saya belajar untuk menjadi bijaksana dalam memahami bahwa saya tidak

mengetahui segala sesuatunya

Saya belajar untuk menjadi cukup bodoh ketika suatu keajaiban terjadi

Saya belajar untuk selalu yakin akan tujuan akhir saya

Saya belajar untuk menjadi terang bukan di tempat yang terang tetapi

terang ditempat yang gelap

Saya belajar untuk menjadi jawaban dan tidak hanya diam

Saya belajar untuk menjadi garam tetapi tidak di tengah lautan

Saya belajar untuk menjadi harapan bukan hanya berharap

Saya belajar untuk menjadi jawaban bukan hanya ucapan

Saya belajar untuk menjadi jawaban bukan menambah beban

Saya belajar untuk mencintai setiap orang dengan cara yang sempurna

bukan mencintai orang yang sempurna

Saya belajar bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup dan kadang

rencanaNya tidak sesuai dengan harapan saya tetapi Dia akan menjadikan

segala sesuatu indah tepat pada waktuNya

Saya belajar....belajar....belajar....dan akan terus belajar....

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku Mama Erna, idola dan teladanku

Papa Ketut, pendukungku Bagonk Yoga, teman bermain dan bertengkarku


(8)

PRAKATA

Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberi pengetahuan dan kemampuan sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak dan melalui suatu proses yang tidak sebentar. Terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, secara khusus kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Yohanes Dwi Atmaka, M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan masukan hingga terselesaikanya skripsi ini.

3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas masukan, nasehat dan kritikan yang membangun demi tercapainya hasil terbaik dari skripsi ini.

4. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji atas masukan, nasehat, dan kritikan yang membangun demi tercapainya hasil terbaik dari skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan segenap pengetahuan, pengalaman, dan gambaran akan masa depan seorang farmasis. Terima kasih untuk selalu membantu sejak dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.


(9)

6. Mama, Papa, dan Yoga yang selalu mendukung, mendoakan, dan meyakinkan bahwa segala sesuatu pasti bisa terselesaikan dengan baik karena keikutsertaan Bapa di sorga.

7. Mas Wagiran, Mas Agung, Mas Bimo, Pak Mukmin, Pak Prapto, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Otok, Pak Musrifin, Mas Yuwono, dan semua laboran atas bantuan, canda tawa, dan kesediaanya untuk lembur saat bekerja di laboratorium.

8. Heribertus Rinto Wibowo yang selalu memberi semangat, masukan, dan kritik yang membangun hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih untuk semua hal baru yang boleh penulis dapatkan dari kebersamaan selama mengerjakan skripsi ini.

9. Eyene, Inow, Chemel, Makcik Ditae, Pakcik Indrae, dan Om Ate yang selalu setia memberikan sayap-sayap yang kokoh hingga skripsi ini selesai.

10.Genduut, Melin, Nandute, Bleki, Margamon, yang telah mengenalkan arti sebuah realita dan keajaiban. Terima kasih untuk tambahan pengetahuan, semangat, dan curhat-curhatnya.

11.Gothe, Sita, Ira untuk dukungan moral yang sungguh menguatkan sejak SMA hingga sekarang.

12.Teman-teman kos Difa, Alit, Mamae, Galih, Livi, Monci, Merry, Asyen, Dinae, Tiwi, Ria, Ayu, Grace, Friska, Dini, Sifa, Ami, Sentya, atas segenap perhatian, semangat, dan kebersamaan yang telah diberikan.

13.Mas Mbong, dan teman-teman Cantus Firmus Choir, Esti, Dita Sopran, Mas Beni, Mas Bayu, Danang Kecil, Rondang, Budi, Ferdian, teman-teman


(10)

altoners, soprano, tenorist, dan bassers atas semangat, doa, dan makna sebuah persahabatan.

14.Semua teman-teman kelas A atas kebersamaan selama hari-hari kuliah dan praktikum. Semangat terus dan sukses selalu.

15.Titan, yang memberi warna di hari-hari akhir penyelesaian skripsi ini.

16.Semua teman dan sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu atas doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan demi terselesaikannya skripsi ini

Tiada sesuatu yang sempurna, demikian juga dengan skripsi ini. Masukan dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini menjadi kehormatan bagi penulis. Penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Penulis


(11)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Maret 2007 Penulis

Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D.


(12)

INTISARI

Tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat peluruh batu ginjal. Hal ini karena adanya kandungan flavonoid dalam pandan wangi, khususnya di bagian daun. Fraksinasi daun pandan wangi menggunakan air dan etil asetat bertujuan mengetahui pengaruh kedua fraksi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni lengkap pola searah. Analisis kualitatif kandungan flavonoid dalam daun pandan wangi menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi mengandung glikosida flavonoid yang mengarah pada golongan flavonol.

Subjek uji batu ginjal direndam dalam sembilan kelompok perlakuan yaitu, kontrol negatif, fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan konsentrasi 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, dan 10% v/v. Filtrat hasil perendaman diukur kadar kalsium terlarutnya menggunakan spektrofotometer serapan atom.

Data kadar kalsium terlarut yang diperoleh diuji dengan analisis statistik deskriptif Explore, dilanjutkan uji One Way Anova dan uji post hoc LSD. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun pandan wangi mampu melarutkan kalsium batu ginjal lebih tinggi daripada fraksi airnya. Kedua fraksi daun pandan wangi tersebut memiliki daya melarutkan tertinggi pada konsentrasi 10%v/v.

Kata kunci : pandan wangi, batu ginjal kalsium, air, etil asetat, spektrofotometer serapan atom


(13)

ABSTRACT

Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one of the plant that can be used as a drug which decreases the size of the kidney stones. This presumed because of the flavonoids which contained in pandan wangi, particularly in its leaves. Fractionation the pandan wangi leaves using water and ethyl acetate has a purpose to know the influence from both of the fraction in solubilizing the calcium kidney stones.

This research is a kind of a complete pure experimental research with one way pattern. Qualitative analysis of flavonoids in pandan wangi leaves carried out by thin layer chromatography. The result of analysis showed that pandan wangi leaves contained glycosides flavonoid which supposed to flavonol group.

The test subject, kidney stones, submered in nine treatment groups involved negative control, water and ethyl acetate fraction of pandan wangi leaves in concentration 2,5%v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, 10% v/v. The filtrates after the submersion then measured by atomic absorption spectrophotometer to know the concentration of the soluble calcium.

The data of soluble calcium which obtained from the measurement by atomic absorption spectrophotometer tested by Explore descriptive statistical analysis, then continued by One Way Annova and post hoc LSD. The results showed that the fraction of ethyl acetate of pandan wangi leaves could dissolves the calcium kidney stones higher than the fraction of water of pandan wangi leaves. Both of the fractions of pandan wangi leaves gave the highest solubility in concentration 10%v/v.

Key words : pandan wangi, calcium kidney stones, water, ethyl acetate, atomic absorption spectrophotometer


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ……….. xi

DAFTAR ISI ………. xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Pandan Wangi ... 5

B. Flavonoid ... 6


(15)

C. Batu Ginjal ... 11

D. Kelarutan ... 15

E. Kromatografi Lapis Tipis ... 17

F. Validitas Metode ... 19

G. Analisis Kualitatif Batu Ginjal ... 20

H. Spektrofotometri Serapan Atom ... 21

I. Landasan Teori ... 24

J. Hipotesis ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional ……….. 26

1. Variabel penelitian ……….. 26

2. Definisi operasional ……… 27

C. Bahan Penelitian ………. 28

D. Instrumen Penelitian ………... 28

E. Tata Cara Penelitian ……… 29

F. Tata Cara Analisis Hasil ……….. 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 34

A. Determinasi Tanaman ………. 34

B. Fraksi Air dan Etil Asetat Daun Pandan Wangi ... 34

C. Preparasi Batu Ginjal ... 36

D. Analisis Kualitatif Batu Ginjal ... 36

E. Analisis Kualitatif Flavonoida ... 39


(16)

F. Analisis Kuantitatif Kelarutan Kalsium Batu Ginjal ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A.Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 64

BIOGRAFI PENULIS ... 93


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman I. Serapan filtrat serbuk batu ginjal yang diukur pada

spektrofotomotometer serapan atom ... 38 II. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan

fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam

asetat : air (4:1:5 v/v) ... 40 III. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan

pereaksi semprot AlCl3 dan sitroborat ... 44 IV. Penafsiran warna bercak dari segi struktur jenis flavonoid yang

mungkin terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun

pandan wangi ... 47 V. Persamaan kurva baku hasil pengukuran serapan seri larutan

baku pada spektrofotometer serapan atom ... 50 VI. Nilai perolehan kembali (%) dari tiga replikasi seri larutan baku

... 52 VII. Nilai koefisien variasi (%) ... 52

VIII. Rata-rata kadar kalsium terlarut (ppm) setelah pengukuran

menggunakan spektrofotometer serapan atom ... 54 IX. Rata-rata kadar kalsium terlarut pada fraksi air dan etil asetat

daun pandan wangi... 56


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur umum flavonoid ... 6

2. Ginjal dan batu ginjal ... 11

3. Instrumentasi spektrofotometer serapan atom ... 23

4. Kromatogram rutin, fraksi etil asetat, fraksi air daun pandan wangi dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v) ... 41

5. Gugus kromofor dan auksokrom pada flavonol ... 42

6. Reaksi flavonol dengan basa amonia ... 43

7. Reaksi flavonol dengan AlCl3 ……… 45

8. Reaksi flavonol dengan asam borat………... 46

9. Kurva baku kalsium hubungan antara konsentrasi larutan baku kalsium versus absorbansi dengan persamaan kurva baku y = 0,009552 x – 0,00147 ... 51

10. Diagram batang rata-rata kadar kalsium terlarut pada setiap kelompok perlakuan setelah pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom ……….. 54

11. Grafik rata-rata kalsium terlarut (ppm) dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi setelah pengukuran pada spektrofotometer serapan atom ... 57


(19)

12. Kompleks glikosida flavonol fraksi etil asetat daun pandan wangi (12.a) dan fraksi air daun pandan wangi (12b.) dengan kalsium

... 59 13. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) ……… 66

14. Serbuk daun pandan wangi ………... 67 15. Batu ginjal yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ……. 68 16. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,

fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar UV 365

nm tanpa uap amonia ………... 75

17. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi, fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar UV 365

nm setelah pemberian uap amonia ………. 76 18. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,

fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar tampak

setelah pemberian uap amonia ………... 77 19. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,

fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar tampak

setelah disemprot dengan AlCl3 ………. 78


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

I. Determinasi tanaman ... 64

II. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dan serbuk tanaman pandan wangi ………... 66

III. Batu ginjal ... 68

IV. Seri larutan baku ... 69

V. Hasil KLT flavonoid ... 75

VI. Data kalsium terlarut dalam kelompok perlakuan ... 79

VII.Hasil analisis statistik ... 80


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batu ginjal merupakan penyakit yang terjadi selama ribuan tahun bahkan setiap tahunnya jutaan orang dapat menderita penyakit batu ginjal. Hal ini disebabkan gaya hidup seseorang yang mengkonsumsi berlebih makanan dan minuman yang mengandung kalsium tinggi seperti susu, mentega, keju, emping, melinjo, kacang-kacangan, dan ubi-ubian, konsumsi vitamin C dan D dosis tinggi, faktor genetik, serta kurangnya cairan tubuh.

Saat ini banyak cara untuk mengobati batu ginjal, diantaranya yaitu dengan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), Percutaneus Lithotripsy, konsumsi obat-obatan diuretik, atau dengan konsumsi obat-obatan tradisional. Konsumsi obat tradisional lebih digemari oleh masyarakat karena murah dan bahannya mudah didapat.

Beberapa obat tradisional yang dimanfaatkan masyarakat untuk pengobatan batu ginjal antara lain yang berasal dari tanaman tempuyung, meniran, kumis kucing, keji beling. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pramono, Sumarno, dan Wahyono (1993), daun tempuyung mampu melarutkan kalsium batu ginjal. Hal ini diduga terjadi melalui pembentukan kompleks antara gugus hidroksi karbonil dalam molekul flavonoid dengan ion kalsium penyusun batu ginjal. Penelitian lain yang juga menunjukkan kemampuan flavonoid dalam


(22)

melarutkan kalsium batu ginjal dilakukan oleh Yanti, Anggraeni, dan Yuningsih (1993) pada tanaman meniran (Phyllantus niruri L.).

Dalam penelitian Raharjo (2003), infusa daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat melarutkan kalsium batu ginjal. Hal ini karena adanya kandungan flavonoid dalam infusa daun pandan wangi. Mursyidi (1990) menyebutkan bahwa di dalam tumbuhan, flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon. Glikosida flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar. Sedangkan aglikon flavonoid bersifat kurang polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut dengan polaritas medium.

Ekstraksi flavonoid umumnya dilakukan menggunakan pelarut campuran air dengan etanol, metanol, atau aseton. Kemudian dilakukan pengekstraksian kembali dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak polar. Robinson (1995) menyebutkan bahwa pelarut organik yang umumnya dipakai untuk pengekstraksian kembali ekstrak air tanaman adalah etil asetat. Dari hasil pengekstraksian kembali, glikosida flavonoid akan tertinggal dalam fase air (fraksi air) sedangkan aglikon flavonoid dan kemungkinan sebagian glikosida flavonoid dengan polaritas yang lebih rendah dari yang tersari di fase air akan tersari dalam fase etil asetat (fraksi etil asetat). Namun seberapa banyak flavonoid yang terkandung dikedua fraksi tidak diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang daya melarutkan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro.


(23)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro?

2. Pada konsentrasi berapakah fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi yang memberikan kelarutan terbesar terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro?

C. Keaslian Penelitian

Pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh infusa daun pandan wangi terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro oleh Raharjo (2003). Sedangkan penelitian tentang daya melarutkan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro belum pernah dilakukan sebelumnya.

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah

1.Manfaat umum

Mengetahui pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dalam melarutkan kalsium batu ginjal sehingga dapat dijadikan tambahan informasi untuk pengembangan obat tradisional peluruh batu ginjal.


(24)

2.Manfaat khusus

Mendapatkan informasi konsentrasi yang memberikan kelarutan terbesar dari fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dalam melarutkan kalsium batu ginjal secara in vitro.

E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1.Mengetahui pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro.

2.Mengetahui konsentrasi dari fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi yang memberikan kelarutan terbesar terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro.


(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pandan Wangi 1. Keterangan botani

Tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) termasuk dalam famili Pandanaceae. Tanaman ini memiliki beberapa sinonim yaitu Pandanus odorus Lidl., Pandanus latifolius Hassk., Pandanus hasskarlii Merr. (Sugati dan Hutapea, 1991).

2. Pertelaan

Perdu, tahunan, tinggi 3-7 m. Helaian daun tunggal, liat , umumnya tidak utuh, warna hijau tua, bentuk garis, panjang 48,2 – 50,3 cm, lebar 3,5 – 4,0 cm, ujung daun lancip, pinggir daun sedikit berduri kecil-kecil, tidak bertangkai, tulang daun sejajar. Permukaan daun yang atas lebih mengkilap daripada permukaan daun yang bawah (Anonim, 1989).

Sugati dan Hutapea (1991) menyebutkan batang tanaman pandan wangi bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Bunga majemuk, bentuk bongkol, warnanya putih. Buahnya buah batu, menggantung, bentuk bola, diameter 4-7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga.

3. Kandungan Kimia

Pandan wangi pada bagian daunnya mengandung flavonoida, alkaloida, saponin, tanin, polifenol dan zat warna.


(26)

4. Kegunaan

Pandan wangi, khususnya bagian daun, berkhasiat sebagai obat lemah saraf, selain itu bermanfaat juga sebagai penambah nafsu makan dan sebagai bahan baku kosmetika. Kegunaan lain daun pandan wangi, seperti yang disebutkan dalam Materia Medika Indonesia IV, yaitu sebagai bahan pewangi.

B. Flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, kecuali alga dan hornwort. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, serbuk sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 – C3 – C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena.

O A B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1' 2' 3' 4' 5' 6'

Ga mba r 1. Struktur umum flavonoid (Robinson, 1995)

Semua varian flavonoid memiliki jalur biosintesis yang sama sehingga memiliki struktur dasar yang sama. Flavonoid dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan tingkat oksidasi cincin pirannya (Brunetton, 1999). Masing-masing flavonoid dalam tiap kelasnya dibedakan oleh posisi gugus hidroksi, metoksi dan substituen gula pada struktur molekulnya. Umumnya dalam


(27)

tumbuhan, flavonoid berada dalam bentuk glikosida. Gula yang umumnya terikat pada flavonoid yaitu gula heksosa seperti glukosa, galaktosa, dan ramnosa ; dan gula pentosa seperti arabinosa dan silosa. Molekul-molekul gula tersebut dapat terikat sendirian atau berkombinasi dengan molekul gula yang lain pada molekul flavonoid (Anonima, 2007).

Flavonoid yang memiliki sejumlah gugus hidroksi yang tak tersulih, atau suatu gula, sifatnya polar dan disebut sebagai glikosida. Oleh karena sifatnya yang polar, maka glikosida mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), dan lain-lain. Glikosida flavonoid (flavonoid dengan gula terikat) lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon (flavonoid tanpa gula terikat) yang sifatnya kurang polar, seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter atau kloroform (Markham, 1988).

Bentuk glikosida dari flavonoid terdapat pada vakuola, dan tergantung dari spesiesnya, glikosida bisa terdapat pada epidermis daun ataupun tersebar baik di jaringan epidermis maupun mesofil. Pada bunga, glikosida terdapat pada sel-sel epidermisnya. Glikosida tersebut dapat diekstraksi, umumnya pada suhu tinggi, dengan aseton atau alkohol (etanol, metanol) yang dicampur dengan air. Penguapan solven dilakukan jika terdapat fase air hasil ekstraksi menggunakan dua pelarut yang tak saling campur, misalnya: petroleum eter akan mengeliminasi klorofil dan lemak; dietil eter akan mengekstraksi aglikon bebas; etil asetat akan


(28)

melarutkan sebagian besar glikosida. Sedangkan sakarida bebas akan tertinggal dalam fase air bersama glikosida yang paling polar (jika ada) (Bruneton, 1999).

Robinson (1995) menyebutkan bahwa glikosida flavonoid dapat larut dalam air dan pengekstraksian kembali larutan dalam air dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak polar sering kali bermanfaat untuk memisahkan flavonoid dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidrat. Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani hal ini.

Ketika ada flavonoid yang ditemukan dalam kutikula daun biasanya dalam bentuk aglikon. Aglikon ini memiliki sifat lipofilik karena adanya metilasi sebagian atau total pada gugus hidroksinya. Flavonoid yang bersifat lipofilik yang terdapat pada jaringan-jaringan di permukaan daun dapat diekstraksi menggunakan pelarut yang memiliki polaritas medium; kemudian dipisahkan dari lemak dan lilin atau pengotor-pengotor lain yang ikut terekstraksi (Bruneton, 1999).

Analisis kualitatif flavonoid dapat dilakukan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis (KLT) lebih banyak digunakan karena waktu pemisahan lebih cepat dan hasil pemisahan lebih baik. Fase diam yang dapat dipilih untuk KLT antara lain selulosa, silika, dan poliamid. Pemilihan fase diam didasarkan pada tujuan KLT. Sedangkan untuk fase gerak dapat digunakan air, asam asetat, dan asam klorida maupun campuran pelarut. Untuk campuran pelarut, yang dapat digunakan biasanya n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), t-butanol : asam asetat : air (3:1:1), kloroform : asam asetat : air (30:15:2), dan asam asetat : air : asam klorida (30:10:30) (Markham, 1988).


(29)

Fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dipakai fase atas, digunakan untuk memisahkan glikosida, aglikon, dan gula. Kelebihan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dibandingkan t-butanol : asam asetat : air (3:1:1) adalah waktu pengembangan yang lebih pendek per kromatogram (Markham, 1988).

Bercak flavonoid hasil kromatografi dapat diamati dengan sinar tampak dan ultraviolet (UV). Sebagian besar bercak flavonoid tidak terlihat pada sinar tampak. Karena alasan tersebut, untuk mendeteksi bercak, kromatogram diperiksa dengan sinar UV 365 nm. Memberikan uap amonium (NH3) pada kromatogram yang sudah benar-benar kering akan meningkatkan kepekaan deteksi dan menghasilkan perubahan warna yang ada kaitannya dengan struktur senyawa yang bersangkutan (Markham, 1988).

Penyemprotan kromatogram menggunakan pereaksi yang berlainan dapat memberikan informasi terbatas tentang struktur flavonoid. Ada empat pereaksi semprot yang biasanya digunakan, yaitu:

1. FeCl3. Deteksi kromatogram dengan larutan FeCl3 akan menyebabkan terbentuknya kompleks berwarna yang dapat diamati dengan sinar tampak. 2. AlCl3. Larutan AlCl3 5% yang bisa digunakan untuk spektroskopi UV-tampak

bila disemprotkan pada kromatogram kemudian dikeringkan, menunjukkan semua 5-hidroksi-flavonoid sebagai bercak berfluoresensi kuning bila dilihat di bawah sinar UV 366 nm. Selain itu, bercak yang semula tidak tampak menjadi terlihat.


(30)

3. Kompleks difenil-asam borat-etanolamin. Pemakaian larutan 1% dalam metanol menunjukkan semua 3’, flavon dan 3’, 4’-dihidroksi-flavonol sebagai bercak jingga.

4. Asam sulfanilat yang terdiazotasi. Kromatogram disemprot dengan pereaksi ini kemudian disemprot dengan natrium karbonat 20%. Kebanyakan senyawa yang mempunyai gugus hidroksi fenol akan terlihat sebagai bercak kuning, jingga, atau merah.

5. Vanilin-HCl. Bercak merah atau merah lembayung segera setelah penyemprotan dan pemanasan oleh katekin dan proantosianidin, dan terbentuk lebih lambat oleh flavon dan dihidroflavonol (Markham, 1988).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pramono, dkk (1993) menyebutkan pelarutan batu ginjal oleh daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) diduga melalui efek diuretik oleh karena adanya kandungan mineral atau melalui pembentukan kompleks antara kandungan flavonoid dalam daun tempuyung dengan ion kalsium penyusun batu ginjal.

Flavonoid yang terkandung dalam daun tempuyung, menurut hasil penelitian Pramono, dkk (1993), mengarah pada apigenin 7-glukosida dan luteolin 7-glukosida. Kedua senyawa ini mempunyai gugus hidroksi karbonil yang terdiri dari gugus hidroksi pada posisi 5 dan gugus karbonil pada posisi 4. Gugus hidroksi karbonil ini mempunyai sifat dapat membentuk kompleks khelat yang stabil dengan logam-logam seperti Pb, Fe, Al. Kebanyakan komposisi batu ginjal terdiri dari kalsium. Adanya ion kalsium ini merupakan agen yang mempunyai kemungkinan membentuk kompleks dengan gugus hidroksi karbonil dari


(31)

flavonoid. Gugus lain yang terdapat pada luteolin 7-glukosida dan mempunyai kemungkinan membentuk kompleks adalah gugus orto dihidroksi pada cincin benzen lateral.

C. Batu Ginjal

Batu ginjal adalah material kristalin dan mineral yang keras yang terbentuk di ginjal atau di sepanjang saluran kemih. Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau kurangnya inhibitor pembentukan batu (Anonimb,2007). Penyebab lain terbentuknya batu ginjal yaitu kerusakan tubular pada ginjal, hiperkalsiuria, hiperoksaluria, penurunan volume urin, dan faktor keturunan (Dale, 2003).

Ga mba r 2. G inja l d a n b a tu g inja l (Ano nim c, 2007)

Menurut Dorland (2000) pembentukan batu di saluran kemih disebut urolithiasis sedangkan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya batu ginjal


(32)

disebut nephrolithiasis. Dale (2003) menyebutkan pasien penyakit batu ginjal mengalami beberapa gejala seperti nyeri hebat yang tiba-tiba di bagian panggul (flank pain) atau terkadang menyebar sampai ke bagian bawah dekat alat kelamin (groin pain). Nyeri hebat ini dapat disertai dengan nausea dan vomiting. Letak penyumbatan oleh batu menentukan lokasi nyeri yang dialami pasien. Batu yang berada pada pelvis ginjal atau di ureter bagian atas dapat menyebabkan nyeri pada panggul (flank pain). Sedangkan batu yang berada di bagian tengah atau bawah dari ureter menyebabkan nyeri pada bagian bawah dekat alat kelamin (groin pain) dan alat kelamin itu sendiri. Adanya batu pada kantung kemih ditandai dengan nyeri pada bagian bawah perut, berkurangnya volume urin, disuria, dan nyeri saat mengeluarkan urin. Gejala lain dari penyakit batu ginjal adalah terjadi hematuria.

Smith dan Guay (1996) menyebutkan bahwa ada tiga teori tentang pembentukan batu ginjal, yaitu:

a) Teori matrix, menyebutkan bahwa semua batu ginjal mengandung 2-3% material organik pada komposisi kristalnya. Material organik inilah yang menginisiasi mekanisme pembentukan batu ginjal. Namun setelah penelitian lebih lanjut, material organik tersebut hanya melindungi permukaan kristal batu ginjal sehingga melindungi kristal dari disolusi.

b) Teori defisiensi inhibitor. Urin merupakan cairan kompleks yang mengandung sejumlah inhibitor kristalisasi, antara lain sitrat, sulfat, pirofosfat, magnesium, glikosaminoglikan. Penurunan aktivitas inhibitor pada urin menyebabkan terjadinya presipitasi yang memicu terbentuknya batu.


(33)

c) Teori presipitasi-kristalisasi. Teori ini berdasar pada pengenalan tingkat kejenuhan suatu larutan yang mengandung mineral. Tingkat kejenuhan suatu larutan didefinisikan dengan dua istilah yaitu solubility product dan formation product. Solubility product adalah tingkat kejenuhan di mana fase cair berada dalam kondisi ekual dengan fase padat. Formation product adalah tingkat kejenuhan di mana terjadi pembentukan kristal secara spontan. Tingkat kejenuhan larutan di bawah tingkat solubility product adalah larutan tidak jenuh (undersaturated). Tingkat kejenuhan larutan diantara solubility product dan formation product merupakan larutan jenuh (supersaturated). Sedangkan tingkat kejenuhan larutan diatas formation product merupakan larutan lewat jenuh dan terjadi pembentukan kristal. Pembentukan kristal inilah yang menginisiasi pembentukan batu ginjal jika kondisi urin lewat jenuh.

Jenis batu ginjal ,menurut Heptinstall (1983), bervariasi tergantung dari komponen-komponen penyusunnya. Berikut adalah jenis-jenis batu ginjal:

a) Batu Kalsium

Batu kalsium biasanya keras dan bentuknya tidak beraturan. Batu berwarna agak gelap pada permukaanya, karena kristal oksalat yang tajam menyebabkan abrasi pada mukosa pelvis sehingga terjadi hemoragi yang melapisi batu. Bentuknya yang tidak beraturan merupakan hasil kristalisasi dan biasanya ditemukan pada urin yang asam. Terkadang ratusan batu ini bergabung menjadi satu di dalam calyx, yang kemudian oleh sinar X terdeteksi sebagai batu tunggal. Jika batu ini bergabung dengan fosfat, batu akan menjadi lebih halus, lebih pucat, dan lebih lunak, dan disebut sebagai batu fosfat.


(34)

b) Batu Struvite

Batu struvite berwarna abu-abu atau agak keputihan dan memiliki konsistensi yang bervariasi. Beberapa ada yang keras namun beberapa juga ada yang rapuh dan lunak. Batu ini terbentuk pada urine basa dan juga terbentuk karena adanya infeksi bakteri sehingga sering disebut sebagai batu infeksi. Biasanya batu struvite mengandung campuran kalsium fosfat dan magnesium fosfat, tetapi dapat juga mengandung sedikit kalsium oksalat atau kalsium karbonat. c) Batu Asam Urat

Batu asam urat keras dan berwarna coklat kekuningan dengan permukaan yang halus dan bulat. Seringkali batu ini berada dalam bentuk ganda. Menurut Dale (2003), biasanya batu ini ditemukan pada kantung kemih dan terjadi pada kantung kemih yang tidak terinfeksi. Batu ini terbentuk pada urin yang asam dan dapat menjadi besar memenuhi kaliks ginjal.

d) Batu Sistin

Umumnya berwarna kekuningan dan agak berlemak, menjadi berwarna gelap setelah dioperasi atau otopsi. Batu ini berada dalam bentuk ganda, halus, bulat, dan biasanya kecil. Pembentukan batu ini terjadi pada pasien yang mengalami sistinuria.

Dari keempat jenis batu ginjal di atas, batu kalsium merupakan jenis batu yang paling sering ditemukan pada penderita batu ginjal. Jenis batu kedua yang paling sering ditemukan adalah batu fosfat. Batu asam urat berhubungan dengan penyakit gout. Batu sistin ditemukan pada penderita sistinuria. Faktor keturunan mempengaruhi terbentuknya batu sistin pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan


(35)

batu infeksi sebagian besar ditemukan pada wanita sebagai akibat dari infeksi saluran urin.

Beberapa tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat peluruh batu ginjal yaitu tempuyung (Sonchus arvensis L.), kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.), keji beling (Strobilanthus crispus Bl.), meniran (Phyllantus niruri L.). Infusa daun tempuyung pada percobaan in vivo menunjukkan efek menghambat pembentukan batu kandung kemih buatan pada tikus. Selain itu secara in vitro infusa daun tempuyung mempunyai efek melarutkan kalsium oksalat batu ginjal.

Daun kumis kucing digunakan sebagai terapi untuk penyakit kadar urin rendah dan pembengkakkan pada penyakit batu ginjal. Dari hasil penelitian secara praklinis dan klinis, tanaman ini memiliki khasiat sebagai diuretik, menurunkan kadar asam urat, dan pelarut batu kalsium. Penelitian tentang ekstrak air dari herba meniran secara in vitro menunjukkan adanya efek penghambatan terhadap pembentukan kristal kalsium oksalat sehingga herba ini dapat dijadikan obat alternatif dari penyembuhan kencing batu (Anonim, 2000).

Tanaman keji beling berbau lemah dan memiliki rasa yang pahit, berkhasiat melancarkan air seni serta menghancurkan batu dalam empedu, ginjal, dan kandung kemih. Untuk pengobatan batu ginjal daun keji beling dapat direbus dengan air dengan jumlah tertentu (Sulaksana, 2005).

D. Kelarutan

Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif


(36)

didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin, 1990).

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin, 1990).

Martin (1990) menyebutkan air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzena biasanya merupakan pelarut untuk zat yang hanya sedikit larut dalam air.

Kelarutan zat dalam pelarut ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya momen dipol pelarut. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Selain momen dipol, kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen, khususnya jika pelarutnya adalah air, merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Jika suatu molekul banyak memiliki gugus polar maka molekul tersebut akan mudah larut dalam pelarut polar. Sebaliknya, jika suatu molekul lebih banyak memiliki gugus non polar maka molekul tersebut akan larut dalam pelarut non polar (like disolve like).

Pelarut berdasarkan polaritasnya dibedakan atas pelarut polar, semipolar, dan nonpolar. Pelarut polar umumnya memiliki tetapan dielektrik yang tinggi, misalnya: air, memiliki tetapan dielektrik 80. Tetapan dielektrik yang tinggi ini


(37)

menyebabkan pelarut polar dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion dalam kristal yang bermuatan berlawanan (misal: natrium klorida). Sedangkan pelarut non polar memiliki tetapan dielektrik yang rendah sehingga tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah. Pelarut nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipol induksi. Pelarut semipolar, seperti keton dan alkohol, dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar. Pelarut semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar, misalnya: aseton menaikkan kelarutan eter dalam air.

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair yang sederhana selain kromatografi kertas. KLT dapat dipakai untuk analisis kualitatif, kuantitatif, dan preparatif. Selain itu dapat juga digunakan untuk menentukan sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai pada kromatografi kolom (Gritter, Bobbit, Schwarting, 1991).

KLT digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan memakai zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan secara merata pada lempeng kaca (Anonim, 1989). Pada KLT pemisahan komponen-komponen terjadi atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut pengembang


(38)

atau pelarut pengembang campur dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulja dan Suharman, 1995).

Fase diam yang umum dan banyak dipakai adalah silika gel yang dicampur dengan CaSO4 untuk menambah daya lengket partikel silika gel pada pendukung (pelat). Perlu diperhatikan bahwa ukuran partikel dibuat pada rentang kehalusan tertentu 1-25 µm dalam keadaan seragam. Tujuan dibuat dalam keadaan seragam ini yaitu untuk didapatkannya pemisahan yang baik, laju aliran pelarut pengembangan yang cepat dan merata (Mulja dan Suharman, 1995).

Kromatogram pada KLT merupakan bercak-bercak yang terpisah setelah visualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi dengan cara fisika yaitu dengan melihat bercak kromatogram yang mengabsorpsi radiasi ultraviolet atau berfluoresensi dengan radiasi ultraviolet pada π = 254 nm atau π = 365 nm. Sedangkan visualisasi secara kimia yaitu dengan mereaksikan kromatogram dengan pereaksi warna yang memberikan warna atau fluoresensi yang spesifik (Mulja dan Suharman, 1995).

Data KLT diberikan dalam bentuk harga Rf senyawa dalam sistem pelarut tertentu. Faktor retardasi atau Rf didefinisikan sebagai:

awal titik dari gerak fase akhir garis jarak

awal titik dari bercak pusat

titik jarak Rf =

Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Harga hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai 0 sampai 100 (Stahl, 1985).


(39)

F. Validitas Metode

Validasi metode analisis adalah proses terdokumentasi yang menjamin bahwa pelaksanaan metode analisis yang bersifat karakteristik telah sesuai dengan tujuan pelaksanaannya. Metode-metode analisis yang digunakan dalam laboratorium kimia analisis bisa berupa metode standar, metode komparatif ataupun metode pengembangan. Semua metode analisis yang dipilih untuk penentuan rutin ataupun riset terlebih dahulu mutlak harus divalidasi dengan beberapa parameter validasi (Mulja dan Hanwar, 2003).

Menurut Mulja dan Hanwar (2003), pada analisis kuantitatif besarnya batasan angka persyaratan parameter validasi sangat tergantung pada macam sampel yang dianalisis, sedangkan pada analisis kualitatif mempersyaratkan hasil analisisnya harus memberikan kesalahan 0% pada penentuan analit yang menyangkut nasib seseorang.

Istilah-istilah parameter analisis yang perlu dipahami adalah: 1. Spesifisitas

Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel potensial yang mungkin ada dalam matrik sampel.

2. Linieritas

Linieritas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Persyaratan data linieritas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,999 atau nilai variasi fungsi


(40)

(Vxo) < 2% sedangkan untuk bioanalisis (penetapan hayati/analisis pada matrik sampel biologis) dipersyaratkan nilai Vxo = 5% - 10%.

3. Akurasi

Akurasi suatu metode merupakan keterdekatan nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya dari analit dalam sampel. Indikasi yang paling umum untuk menyatakan akurasi yang tinggi adalah perolehan kembali (% recovery). Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil biasanya disepakati 90 – 110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95 – 105%, akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98 – 102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80 – 120 % masih bisa diterima.

4. Presisi

Presisi suatu metode analisis merupakan sejumlah pencaran hasil yang diperoleh dari analisis berulangkali pada suatu sampel homogen. Presisi biasanya dinyatakan dengan Coefficient of Variation (CV) dan Relative Standard Deviation (RSD). Harga RSD < 20 ppt atau CV < 2% dapat dikatakan metode tersebut memberikan presisi yang bagus, sedangkan untuk bioanalisis CV = 15 – 20% masih dapat diterima.

G. Analisis Kualitatif Batu Ginjal

Identifikasi secara kualitatif suatu zat dapat dilakukan dengan mereaksikan zat atau sampel dengan pereaksi kimia. Analisis kualitatif dapat dilakukan pada bermacam-macam skala diantaranya skala makro dan semimikro. Adapun perbedaan antara keduanya didasarkan pada kuantitas zat yang digunakan.


(41)

Dalam batu ginjal terkandung kalsium yang berada dalam bentuk ion (kation) maka dilakukan analisis kualitatif terhadap keberadaan kalsium tersebut. Kalsium merupakan kation yang terdapat dalam golongan IV bersama barium dan stronsium. Pada golongan ini kation tidak bereaksi dengan reagensia golongan I, II, dan III. Reagensia yang bereaksi dengan golongan ini tidak dapat bereaksi dengan kation golongan V (Vogel, 1979).

Reagensia yang biasa digunakan dalam identifikasi kualitatif kalsium sehingga terjadi reaksi pengendapan diantaranya adalah amonium karbonat, asam sulfat encer, amonium oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida. Kalsium dengan amonium karbonat membentuk endapan amorf putih yang merupakan endapan kalsium karbonat, dengan asam sulfat encer membentuk endapan putih yang merupakan endapan kalsium sulfat, dengan kalium kromat kalsium tidak membentuk endapan dari larutan-larutan encer dan juga larutan-larutan pekat dengan adanya asam asetat. Hal inilah yang membedakan dari barium, karena barium membentuk endapan kuning barium kromat. Reaksi kalsium dengan larutan kalium ferosianida menghasilkan endapan putih garam campuran dan hal ini yang membedakan kalsium dengan stronsium (Vogel, 1979).

H. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom atau atomic absorption spectrophotometry (AAS) merupakan suatu metode yang digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada kurang lebih 70 elemen. Sensitivitas metode ini berada dalam rentang parts-per million hingga parts-per billion (Skoog, 1994).


(42)

Adapun prinsip dari AAS adalah penyerapan sumber radiasi oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi merupakan radiasi sinar tampak (visibel) atau ultraviolet (UV). Namun demikian AAS berbeda prinsip dengan spektrofotometri UV-Vis dalam hal instrumentasi, penanganan sampel, serta bentuk spektrumnya (Mulja dan Suharman, 1995).

Penentuan jenis atom menggunakan metode ini hanya dapat dilakukan ketika atom-atom dipisahkan satu dengan yang lainnya dan berada dalam bentuk gas. Oleh karena itu langkah awal dalam prosedur spektrofotometri serapan atom yaitu proses atomisasi, proses di mana larutan sampel diuapkan dan mengalami dekomposisi untuk menghasilkan atom dalam keadaan gas (Skoog, 1994). Dalam spektrofotometri serapan atom hanya ada transisi elektronik pada atom ketika menyerap sumber radiasi. Hal ini karena atom merupakan bagian terkecil dari suatu molekul dan tidak dapat berotasi ataupun bervibrasi seperti yang terjadi pada molekul (Christian, 2004).

Dalam AAS, cuplikan yang diukur berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Metode kerjanya yaitu penyemprotan larutan sampel (larutan garam logam) berupa tetesan-tetesan yang sangat halus ke dalam nyala api, pelarut akan menguap meninggalkan serbuk garam yang halus yang kemudian diatomkan. Nyala api unsur logam akan memancarkan warna yang khas dan memberikan spektrum absorpsi atom yang khas pula. Berbeda dengan spektrofotometri visibel, metode ini tidak mempedulikan warna larutan (Mulja dan Suharman, 1995).


(43)

Secara umum instrumentasi spektrofotometer serapan atom terdiri dari sumber radiasi yang berupa Hollow Cathode Lamp (HCL), kuvet nyala (flame), monokromator, detektor, dan amplifier.

Ga mba r 3. Instrume nta si sp e ktro fo to me te r se ra p a n a to m (Christia n, 2004)

Lampu yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom adalah Hollow Cathode Lamp (lampu katoda berongga) merupakan lampu yang memancarkan radiasi pada panjang gelombang yang spesifik sesuai dengan panjang gelombang atom yang akan dianalisis (Christian, 2004).

Atom-atom netral suatu unsur di dalam nyala api akan menyerap radiasi yang datang sehingga akan mengalami transisi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi akan dipancarkan ketika atom kembali ke tingkat energi dasar dan akan menghasilkan garis-garis spektrum serapan atom. Garis-garis spektrum serapan atom tersebut disebut sebagai garis-garis resonansi. Garis-garis resonansi serapan atom jauh lebih sempit dibandingkan pita spektrum sumber radiasi yang sinambung. Hal ini karena radiasi dari sumber radiasi yang dilewatkan pada garis resonansi atom dalam nyala akan diserap oleh atom-atom tersebut dalam bagian yang sangat kecil (Mulja dan Suharman, 1995).


(44)

I. Landasan Teori

Pandan wangi memiliki kandungan senyawa flavonoid khususnya dibagian daun. Adanya kandungan flavonoid menyebabkan daun pandan wangi mampu melarutkan kalsium batu ginjal. Hal ini diduga terjadi melalui mekanisme pembentukan kompleks antara ion kalsium penyusun batu ginjal dengan flavonoid.

Di dalam tumbuhan, flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tersebut disebut aglikon. Oleh karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan larut dalam pelarut polar. Bentuk glikosida flavonoid juga mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran pelarut seperti etanol, metanol, aseton, dimetilsulfoksida, dan pelarut polar lainnya dengan air merupakan pelarut yang baik untuk menyari flavonoid.

Pengekstraksian kembali ekstrak tanaman dalam air menggunakan pelarut organik yang tidak saling campur dengan air tetapi agak polar bermanfaat untuk memisahkan flavonoid dari senyawa yang lebih polar. Etil asetat merupakan salah satu contoh pelarut organik yang umumnya digunakan untuk ekstraksi kembali ekstrak tanaman dalam air. Dari hasil pengekstraksian kembali ini akan didapatkan dua fase, yaitu fase air dan fase etil asetat. Di dalam fase air akan terkandung sejumlah senyawa yang polar yaitu glikosida flavonoid. Sedangkan di dalam fase etil asetat akan terkandung senyawa yang kurang polar yaitu aglikon flavonoid dan kemungkinan glikosida flavonoid yang polaritasnya lebih rendah daripada glikosida yang tersari di fase air.


(45)

J. Hipotesis

Baik fraksi air maupun fraksi etil asetat daun pandan wangi diduga mampu melarutkan kalsium batu ginjal karena adanya kandungan flavonoid pada kedua fraksi. Oleh karena pada fase etil asetat terdapat flavonoid dalam bentuk aglikon dan glikosidanya sedangkan pada fase air hanya terdapat flavonoid dalam bentuk glikosida, maka fraksi etil asetat daun pandan wangi diduga mampu melarutkan kalsium batu ginjal lebih banyak daripada fraksi airnya.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental murni lengkap pola satu arah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi yaitu: 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, dan 10% v/v.

b. Variabel tergantung (Dependent variable)

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar kalsium batu ginjal terlarut dalam masing-masing kelompok perlakuan (ppm/10 ml).

c. Variabel pengacau

i. Variabel pengacau terkendali Terdiri dari :

a)Derajat halus serbuk batu ginjal (20/50 mesh) b)Suhu lingkungan perendaman batu ginjal (37o C)

c)Waktu penggojogan batu ginjal saat perendaman (1 menit) d) Daerah dan waktu pengumpulan tanaman pandan wangi ii. Variabel pengacau tak terkendali

Terdiri dari:

a) pH fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi


(47)

2. Definisi Operasional

a. Fraksi air daun pandan wangi adalah sari yang diperoleh dari ekstrak kental etanol-air daun pandan wangi yang dapat larut dalam air.

b. Fraksi etil asetat daun pandan wangi adalah sari yang diperoleh dari ekstrak kental etanol-air daun pandan wangi yang dapat larut dalam etil asetat.

c. Kadar fraksi air daun pandan wangi adalah jumlah (mililiter) air yang sudah bebas etanol dengan penambahan tween 80 yang kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.

d. Kadar fraksi etil asetat daun pandan wangi adalah jumlah (mililiter) etil asetat yang sudah bebas etanol dengan penambahan tween 80 yang kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.

e. Kadar kalsium batu ginjal terlarut adalah jumlah (ppm) kalsium batu ginjal yang terlarut dalam sepuluh mililiter perlakuan setelah direndam selama 6 jam pada suhu 37oC.

f. Derajat halus serbuk batu ginjal yang digunakan adalah 20/50.

g. Waktu penggojogan batu ginjal saat perendaman adalah selama 1 menit. Batu ginjal yang direndam dalam setiap kelompok perlakuan digojog tiap 30 menit.

h. Kadar kalsium batu ginjal terlarut yang terbesar sebatas pada range kadar yang diuji.


(48)

C. Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. daun pandan wangi yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu.

2. batu ginjal yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM.

3. kalsium karbonat (Merck), etil asetat (Merck), petroleum eter (GT Baker), etanol p.a (Merck), n-butanol (Merck), asam asetat (Merck), asam klorida (Merck).

4. tween 80, aquadest, larutan amonium karbonat, larutan asam sulfat encer, larutan amonium oksalat, larutan kalium kromat, larutan kalium ferosianida dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi USD.

D. Instrumen penelitian

Instrumen atau alat yang dipakai dalam penelitian ini antara lain : spektrofotometer serapan atom (Instrumentation Laboratory aa/ae Spectrophotometer 451), mortir dan stamper, ayakan ukuran 12/18 dan 20/50 mesh (Retsch), Soxhlet (Quickfit) , corong Buchner, rotaevaporator (Janke & Kunkel IKA-Labortechnik RV 05-ST), alat-alat gelas (Pyrex), penangas air (Memmert), termometer (Filled), dan bejana KLT.


(49)

E. Tata Cara Penelitian

1. Tanaman pandan wangi segar tanpa bunga dan buah dideterminasi di Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu.

2. Pengumpulan bahan

Pengumpulan daun pandan wangi dilakukan pada bulan Agustus 2006. Batu ginjal diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

3. Penyiapan bahan

a. Pembuatan serbuk daun pandan wangi

Daun pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini sudah berada dalam bentuk serbuk. Pembuatan serbuk daun pandan wangi dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Serbuk daun pandan wangi tersebut diayak sehingga diperoleh derajat halus serbuk daun 12/18. b. Pembuatan serbuk batu ginjal

Batu ginjal digerus dengan mortir dan stamper lalu diayak dengan ayakan 20/50 mesh.

4. Pembuatan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi a. Penghilangan lemak serbuk daun

Serbuk daun pandan wangi ditimbang 30,0 gram, dibungkus dengan kertas saring sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan dalam Soxhlet tanpa ada bagian yang bocor. Ekstraksi dengan 150 ml petroleum eter, volume 2 kali sirkulasi, dengan pemanasan pada suhu 40 – 60oC hingga pelarut tidak berwarna. Setelah itu serbuk dikeringkan kembali.


(50)

b. Penyarian flavonoid

Serbuk yang telah dihilangkan lemaknya kemudian dimaserasi dengan 225 ml etanol 70% selama 5 x 24 jam hingga pelarut jernih. Selanjutnya disaring dengan corong Buchner sehingga didapatkan filtrat. Filtrat dipekatkan dengan rotaevaporator sampai sebagian besar etanolnya menguap dan diperoleh ekstrak kental bebas etanol.

c. Fraksinasi flavonoid

Ekstrak kental bebas etanol yang diperoleh dari hasil penyarian flavonoid, diekstraksi dengan 25 ml etil asetat beberapa kali sampai lapisan etil asetatnya tidak berwarna. Lalu sari etil asetat dipekatkan hingga tidak berbau. Setelah itu sari etil asetat dipipet 10,0 ml kemudian ditambah 1,0 ml tween 80 dan diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml. Dengan demikian diperoleh fraksi etil asetat dengan konsentrasi 10% v/v. Ekstrak kental bebas etanol sisa yang telah dipekatkan, dipipet 10,0 ml kemudian ditambah dengan 1,0 ml tween 80 dan diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml sehingga diperoleh fraksi air dengan konsentrasi yang sama dengan fraksi etil asetat yaitu 10% v/v.

5. Kromatografi Lapis Tipis

Dari fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v, masing-masing dipipet 10,0 ml, diuapkan di atas waterbath hingga tersisa 5 ml. Selanjutnya kedua fraksi ditotolkan pada lempeng selulosa, dielusi dengan fase gerak n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5 v/v), dipakai fase atas, dengan panjang elusi 10 cm, sebagai pembanding digunakan rutin 0,05% b/v. Deteksi


(51)

bercak dengan sinar UV 365 nm, uap amonia, pereaksi semprot AlCl3 dan sitroborat.

6. Analisis kualitatif batu ginjal

Serbuk batu ginjal dengan derajat halus 20/50 mesh ditambah dengan aquadest, diasamkan dengan HCl 0,1 M dan disaring. Filtrat yang didapat digunakan untuk uji individual kation kalsium (Ca2+) dan juga diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom. Reagensia yang digunakan untuk uji individual kation kalsium (Ca2+) yaitu larutan amonium karbonat, asam sulfat encer, amonium oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida (Vogel, 1979).

7. Pengelompokan subjek uji dan perlakuannya

Subjek uji batu ginjal dibagi menjadi sembilan kelompok perlakuan, yaitu:

I. Kontrol negatif (aquadest ditambahkan 1,0 ml tween 80 kemudian diencerkan

sampai 100 ml).

II. Fraksi air daun pandan wangi 2,5% v/v III. Fraksi air daun pandan wangi 5% v/v IV. Fraksi air daun pandan wangi 7,5% v/v

V. Fraksi air daun pandan wangi 10% v/v

VI. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 2,5% v/v VII. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 5% v/v VIII. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 7,5% v/v

IX. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v

Pembuatan fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, 10% v/v dilakukan dengan mengambil 2,5 ml ; 5 ml ; 7,5 ml ; dan 10 ml fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v hasil fraksinasi flavonoid kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 10 ml.


(52)

8. Perendaman batu ginjal dalam kelompok perlakuan

Subjek uji batu ginjal direndam pada sembilan kelompok perlakuan. Sebanyak 100,0 mg serbuk batu ginjal dimasukan ke dalam tabung reaksi bertutup. Tabung reaksi diletakkan di atas penangas air pada suhu 37oC selama 6 jam dan digojog setiap 30 menit selama 1 menit. Setelah 6 jam, hasil perendaman disaring dengan kertas saring dan diperoleh filtrat yang digunakan untuk pengukuran kadar kalsium terlarut dengan spektrofotometer serapan atom. 9. Preparasi alat

Untuk penetapan kadar kalsium, digunakan spektrofotometer serapan atom dengan kondisi alat sebagai berikut:

Sumber Cahaya : Hollow Cathode Lamp Arus lampu : 7-15mA

λ : 422,7 nm

Oksidan : udara (11,4 liter/menit) Bahan bakar : asetilena (1,3 liter/menit)

Setelah kondisi alat sesuai, dilakukan pembacaan serapan baku dan sampel. 10.Analisis kadar kalsium batu ginjal yang larut dalam fraksi air dan etil asetat

dengan spektrofotometer serapan atom a. Pembuatan kurva baku kalsium

Pembuatan kurva baku diawali dengan membuat larutan stok kalsium 1000 ppm. Larutan stok kalsium dibuat dengan melarutkan 249,7 mg CaCO3 dalam 50 ml HCl 0,1M dan ditambah aquadest hingga 100 ml. Larutan standar dibuat dengan mengambil 0,6 ml ; 1,2 ml ; 1,8 ml ; 2,4 ml ; 3,0 ml larutan stok, diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml sehingga diperoleh larutan baku kalsium dengan kadar 6 ppm, 12 ppm, 18 ppm, 24


(53)

pmm, 30 ppm. Pembacaan serapan larutan baku menggunakan spektrofotometer serapan atom.

b. Pengukuran kadar kalsium batu ginjal yang larut dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi

Filtrat hasil perendaman dari masing-masing kelompok perlakuan dipipet 1,0 ml kemudian ditambahkan aquadest hingga 10 ml sebagai larutan sampel. Pembacaan serapan larutan sampel menggunakan spektrofotometer serapan atom.

F. Tata cara analisis hasil

Data diperoleh dari perendaman batu ginjal berkalsium berupa kadar kalsium yang terlarut dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi serta larutan kontrol negatif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis statistik deskriptif Explore untuk mengetahui model distribusinya. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis statistik One Way Annova untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata dari setiap kelompok perlakuan. Kemudian untuk mengetahui apakah rata-rata kelarutan kalsium batu ginjal tersebut berbeda bermakna atau tidak maka analisis dilanjutkan dengan uji post hoc Least Significant Difference (LSD).


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Tanaman pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan tidak salah dan benar-benar berasal dari species Pandanus amaryllifolius Roxb. Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan (lampiran I), dapat dipastikan bahwa tanaman pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar Pandanus amaryllifolius Roxb.

B. Fraksi Air dan Etil Asetat Daun Pandan Wangi

Serbuk daun pandan wangi dengan derajat halus 12/18 dihilangkan dari klorofil dan lemak menggunakan petroleum eter secara Soxhletasi. Lemak dan klorofil dihilangkan agar tidak mengganggu saat fraksinasi flavonoid (Harborne, 1989). Soxhletasi dilakukan hingga petroleum eter tidak berwarna hijau. Hal ini sebagai parameter bahwa klorofil telah hilang.

Maserasi serbuk daun pandan wangi dilakukan menggunakan etanol 70%. Hal ini karena flavonoid dalam tanaman umumnya berada dalam bentuk glikosida yang dapat larut dalam campuran air dan pelarut polar. Markham (1988) menyebutkan bahwa metanol, etanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan lain-lain dicampur dengan air merupakan pelarut polar


(55)

yang sering digunakan untuk ekstraksi glikosida flavonoid. Beberapa aglikon flavonoid kemungkinan juga dapat terlarut dalam campuran pelarut air-etanol (etanol 70%). Adapun tujuan maserasi yaitu untuk menarik flavonoid dari serbuk daun pandan wangi. Pemilihan metode maserasi ini didasarkan atas zat aktif dalam daun pandan wangi, flavonoid, yang mudah larut dalam cairan penyarinya (etanol-air). Selain itu dipilih metode maserasi karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah.

Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotaevaporator dengan tujuan untuk menguapkan etanol sehingga didapatkan ekstrak kental bebas etanol. Fraksinasi ekstrak kental bebas etanol menggunakan etil asetat dengan cara ekstraksi berulang. Hasil ekstraksi yang didapat yaitu sari etil asetat dan air. Sari etil asetat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotaevaporator hingga tidak berbau. Pembuatan fraksi etil asetat 10%v/v dengan mengambil 10,0 ml sari etil asetat yang telah dipekatkan, ditambah 1,0 ml tween 80 dan diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml. Tween 80 berperan sebagai surfaktan agar etil asetat dapat bercampur dengan air ketika diencerkan. Sedangkan sari air hasil ekstraksi juga diberi perlakuan yang sama dengan sari etil asetat sehingga diperoleh fraksi air dengan kadar 10% v/v.

Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan flavonoid dari senyawa yang lebih polar yang terdapat dalam ekstrak kental bebas etanol seperti karbohidrat, gula bebas. Sebagian besar gula dan glikosida flavonoid dengan kepolaran yang tinggi akan tertinggal pada lapisan air sedangkan aglikon flavonoid dan kemungkinan glikosida dengan kepolaran yang lebih rendah dari yang yang


(56)

terlarut dalam fase air akan terlarut dalam lapisan etil asetat (Brunetton, 1999 ; Harborne, 1989).

C. Preparasi Batu Ginjal

Batu ginjal yang digunakan dalam penelitian memiliki bentuk dan ukuran yang tak beraturan, berwarna putih kecoklatan, serta berlapis-lapis. Batu ginjal dihaluskan menjadi serbuk dengan derajat halus 20/50 mesh. Dengan demikian diharapkan akan terjadi interaksi yang sama antara batu ginjal dan zat aktif dalam tanaman pada semua kelompok perlakuan.

D. Analisis Kualitatif Kalsium Batu Ginjal

Batu ginjal memiliki jenis yang beragam dengan kandungan yang berbeda-beda pada setiap batu. Dale (2003) menyebutkan persentase insidensi batu ginjal yang mengandung kalsium yaitu sebanyak 70%. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan batu ginjal yang mengandung kalsium. Untuk mengetahui ada tidaknya kalsium dalam batu ginjal yang digunakan dilakukan analisis kualitatif secara kimiawi dan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.

Analisis kualitatif secara kimiawi dilakukan dengan menambahkan reagensia yang meliputi larutan amonium karbonat, asam sulfat encer, amonium oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida ke dalam filtrat serbuk batu ginjal. Reagensia tersebut merupakan reagensia yang selektif untuk identifikasi kalsium


(57)

(Vogel, 1979). Analisis kualitatif ini didasarkan pada reaksi pengendapan. Hasil analisis kualitatif kalsium batu ginjal yaitu sebagai berikut:

1. Larutan Amonium karbonat

Penambahan larutan amonium karbonat ke dalam filtrat serbuk batu ginjal menghasilkan endapan putih kalsium karbonat. Reaksi yang terjadi yaitu:

Ca2+ + CO32-Æ CaCO3(s)↓ 2. Larutan amonium oksalat

Larutan amonium oksalat yang ditambahkan ke dalam filtrat serbuk batu ginjal menyebabkan terbentuknya endapan putih kalsium oksalat dengan reaksi sebagai berikut:

Ca2+ + (COO-)2Æ Ca(COO)2(s)↓ 3. Larutan asam sulfat encer

Filtrat serbuk batu ginjal dengan penambahan asam sulfat encer tidak membentuk endapan putih kalsium sulfat. Vogel (1979) menyebutkan reaksi kalsium dengan asam sulfat encer membentuk endapan putih kalsium sulfat. Berikut reaksi yang terjadi:

Ca2+ + SO42-Æ CaSO4 (s)↓

Tidak terbentuknya endapan putih kalsium sulfat pada reaksi ini kemungkinan disebabkan kurangnya kadar kalsium dalam batu ginjal sehingga tidak cukup mampu untuk membentuk endapan dengan larutan asam sulfat encer.

4. Larutan kalium ferosianida

Larutan kalium ferosianida dengan filtrat serbuk batu ginjal tidak membentuk endapan putih garam campuran karena kurangnya kadar kalsium dalam batu


(58)

ginjal untuk dapat membentuk endapan dengan larutan kalium ferosianida. Endapan putih garam campuran seharusnya terbentuk menurut reaksi di bawah ini seperti yang disebutkan oleh Vogel (1979). Reaksi :

Ca2+ + 2K+ + [Fe(CN)6]4 - Æ K2Ca[Fe(CN)6] (s)↓ 5. Larutan kalium kromat

Endapan kuning-jingga kalsium kromat terbentuk ketika larutan kalium kromat ditambahkan pada filtrat serbuk batu ginjal. Warna endapan yang terbentuk mengikuti warna anion dari reagen yang ditambahkan. Ion kromat berwarna kuning sehingga endapan kalsium kromat yang terbentuk berwarna kuning-jingga (Vogel, 1979).

Ca2+ + CrO42-Æ CaCrO4 (s)↓

Berdasarkan hasil analisis kualitatif tersebut menunjukkan filtrat mengandung kalsium. Adanya kandungan kalsium dalam batu ginjal yang digunakan dalam penelitian ini juga ditunjukkan dari hasil pengukuran filtrat menggunakan spektrofotometer serapan atom (tabel I).

Tabel I. Serapan filtrat serbuk batu ginjal yang diukur pada spektrofotometer serapan atom

Replikasi Serapan I 0,09582 II 0,10728 III 0,11326 IV 0,10614 V 0,10340 VI 0,09731


(59)

Nilai serapan yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan adanya kalsium dalam filtrat. Dengan demikian dari analisis kualitatif batu ginjal baik secara kimiawi maupun dengan spektrofotometer serapan atom dapat disimpulkan terdapatnya kandungan kalsium dalam subjek uji batu ginjal yang digunakan dalam penelitian.

E. Analisis Kualitatif Flavonoida

Analisis kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya flavonoid yang terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi. Digunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5 v/v dipakai fase atas. Fase atas dari campuran butanol : asam asetat : air merupakan n-butanol dan asam asetat yang jenuh dengan air.

Sampel fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dielusi berdampingan bersama standar rutin 0,05% b/v. Elusi dilakukan pada jarak 10 cm dari tempat penotolan sampel. Deteksi bercak dilakukan menggunakan uap amonia dan pereaksi semprot AlCl3, sitroborat.


(60)

Tabel II. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5 v/v)

Tanpa uap amonia Dengan uap amonia

Sinar tampak UV 365 nm Sinar tampak UV 365 nm

Deteksi

Bercak Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf

Fraksi Air a.tidak tampak b.coklat muda - 0,27 a.agak gelap b.tidak tampak 0,38 - a. tidak tampak b.coklat muda - 0,27 a.gelap b.kuning redup 0,38 0,27 Fraksi Etil Asetat

a.tidak tampak b.tidak tampak

- - a.putih redup b.gelap 0,88 0,64 a. tidak tampak b.kuning muda - 0,64 a.putih redup b.gelap 0,88 0,64

Rutin tidak tampak - gelap 0,65 kuning 0,65 gelap 0,65

Pengamatan bercak dilakukan sebelum dan sesudah pemberian uap amonia di bawah sinar tampak dan UV 365 nm. Berdasarkan hasil pengamatan, tiap bercak menunjukkan warna dan Rf yang berbeda (tabel II). Sebelum diuapi amonia dan diamati di bawah sinar tampak, hampir semua bercak tidak terlihat warnanya, kecuali bercak c2 fraksi air daun pandan wangi. Bercak tersebut memperlihatkan warna coklat muda dengan harga Rf 0,27. Perubahan warna bercak terjadi ketika diamati di bawah sinar UV 365 nm. Tanpa uap amonia, masing-masing bercak tampak berwarna gelap. Harga Rf bercak c1 fraksi air daun pandan wangi 0,38 ; 0,64 untuk bercak b2 fraksi etil asetat daun pandan wangi ; 0,65 untuk rutin.


(61)

0,00 0,50 1,00

a b c

0,00 0,50 1,00

a b c

b1

b2

c1 c2

A B

Ga mba r 4. Kro ma to g ra m rutin, fra ksi e til a se ta t, fra ksi a ir d a un p a nd a n wa ng i d e ng a n fa se d ia m se lulo sa d a n fa se g e ra k c a mp ura n n-b uta no l : a sa m a se ta t : a ir (4:1:5 v/v)

Keterangan:

a : rutin

b : fraksi etil asetat daun pandan wangi c : fraksi air daun pandan wangi

A : deteksi bercak di bawah sinar UV 365 nm setelah diberi uap amonia dan AlCl3

B : deteksi bercak di bawah sinar tampak setelah disemprot sitroborat

Pemberian uap amonia menunjukkan perubahan warna pada bercak rutin dan fraksi etil asetat daun pandan wangi dengan pengamatan di bawah sinar tampak. Kedua bercak tersebut berwarna kuning. Sedangkan bercak fraksi air daun pandan wangi tidak mengalami perubahan warna. Di bawah sinar UV 365 nm setelah diuapi amonia, masing-masing bercak tidak menunjukkan perubahan warna dari sebelum diuapi amonia. Perubahan yang terjadi hampir tidak terlihat karena hanya terjadi perbedaan intensitas warna yang rendah.


(62)

Bercak yang semula tidak terlihat pada pengamatan di bawah sinar tampak menjadi terlihat ketika diamati di bawah sinar UV 365 nm. Hal ini karena terjadi penyerapan sinar UV oleh molekul flavonoid yang memiliki gugus kromofor. Terikatnya gugus auksokrom pada molekul flavonoid menyebabkan pergeseran batokromik rangkaian kromofor (Mulja dan Suharman, 1995).

O

O OH

OH

OH

auksokrom kromofor OH

Ga mba r 5. Gug us kro mo fo r d a n a ukso kro m p a d a fla vo no l

Penambahan uap amonia yang merupakan basa menyebabkan flavonoid mengalami ionisasi. Reaksi yang terjadi antara amonia dengan flavonoid merupakan reaksi asam basa. Akibat dari ionisasi tersebut molekul flavonoid mengalami resonansi elektron. Terjadinya resonansi elektron memperpanjang rantai karbon terkonjugasi sehingga molekul flavonoid dapat menyerap sinar tampak (gambar 6).


(63)

+ NH3

O

O

O

-OH

- H+

+ NH4+

Resonansi OH

OH

O

O

-OH

O

OH

OH O

O OH

OH

OH OH

kuning

Ga mba r 6. Re a ksi fla vo no l d e ng a n b a sa a mo nia

Deteksi dengan pereaksi semprot AlCl3 di bawah sinar tampak menghasilkan bercak berwarna kuning pada bercak fraksi etil asetat daun pandan wangi dan rutin. Bercak fraksi air daun pandan wangi berwarna kecoklatan. Pengamatan dengan sinar UV 365 nm menghasilkan bercak berwarna kuning berfluoresensi pada bercak fraksi etil asetat daun pandan wangi dan rutin. Demikian juga pada bercak fraksi air daun pandan wangi, berwarna kuning, hanya saja dengan intensitas warna yang lebih rendah.


(64)

Tabel III. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan pereaksi

semprot AlCl3 dan sitroborat

Dengan AlCl3 Dengan Sitroborat

Sinar tampak UV 365 nm Sinar tampak

Deteksi

Bercak Warna Rf Warna Rf Warna Rf

Fraksi Air a.tidak tampak b.kecoklatan - 0,27 a. kuning-coklat b.kuning muda 0,38 0,27 coklat

muda 0,47

Fraksi Etil Asetat a.kekuningan b.kuning 0,88 0,64 a. kuning-hijau terang b.kuning terang 0,88 0,64 kuning

muda 0,72

Rutin kuning 0,65 kuning tua 0,65 kuning

muda 0,70

Timbulnya warna kuning pada bercak disebabkan oleh terbentuknya kompleks antara Al-flavonoid. Ion Al3+ membentuk kompleks dengan gugus hidroksi pada posisi 5 dan karbonil pada posisi 4 (gambar 7). Menurut Markham (1988), pereaksi semprot AlCl3 bila disemprotkan pada plat KLT yang telah dikeringkan menunjukkan semua 5-hidroksi-flavonoid sebagai bercak berfluoresensi kuning dengan pengamatan di bawah sinar UV 365 nm. Selain itu bercak yang semula tidak terlihat menjadi terlihat.


(65)

O

O

OH O

OH OH

Al O

O

OH O

OH OH

OH

+ AlCl3

+ 3HCl O

O

OH OH O

kuning

2

Ga mba r 7. Re a ksi fla vo no l d e ng a n AlCl3

Deteksi dengan pereaksi semprot sitroborat menghasilkan warna kuning muda pada bercak fraksi etil asetat daun pandan wangi dan rutin dengan pengamatan di bawah sinar tampak. Pada fraksi air daun pandan wangi, bercak berwarna coklat muda. Harga Rf untuk masing-masing bercak yaitu 0,70 untuk rutin, 0,72 untuk bercak fraksi etil asetat daun pandan wangi, dan 0,47 untuk bercak fraksi air daun pandan wangi.


(66)

Pereaksi semprot sitroborat bereaksi dengan flavonoid membentuk senyawa kompleks pada gugus 3’,4’ orto-dihidroksi. Selain itu, borat juga membentuk kompleks pada gugus hidroksi posisi 5 dan karbonil posisi 4 dari molekul flavonoid. Terbentuknya kompleks antara flavonoid dengan borat menyebabkan bercak berwarna kuning.

O

OH O

OH OH

OH

+ H3BO3

O

O O

O O

OH

B

HO OH

B

-OH OH

+ 3H2O

Ga mba r 8. Re a ksi fla vo no l d e ng a n a sa m b o ra t

Hasil analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis menunjukkan adanya flavonoid yang terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi. Hal ini dapat dilihat dari penampakan bercak dengan deteksi UV 365 nm, uap amonia, pereaksi semprot AlCl3 dan sitroborat. Hasil deteksi bercak dengan masing-masing pereaksi menunjukkan warna bercak yang mirip antara bercak fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan rutin. Kemiripan warna tersebut menunjukkan flavonoid yang terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi kemungkinan berada dalam golongan yang sama dengan rutin. Harga Rf yang tidak jauh berbeda dari bercak fraksi etil asetat daun pandan wangi dengan rutin menunjukkan adanya flavonoid dalam fraksi etil asetat daun pandan wangi yang memiliki kepolaran yang mirip dengan rutin. Sedangkan


(1)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: KADAR LSD

(I) PRLAKUAN (J) PRLAKUAN

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound Kontrol negatif Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

-5,4882* 2,32476 ,026 -10,2582 -,7182

Fraksi air daun

pandan wangi 5% -7,0952* 2,32476 ,005 -11,8652 -2,3252

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

-11,3795* 2,32476 ,000 -16,1495 -6,6095

Fraksi air daun

pandan wangi 10% -15,7187* 2,32476 ,000 -20,4888 -10,9487 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

-173,5396* 2,32476 ,000 -178,3096 -168,7696 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-232,9730* 2,32476 ,000 -237,7430 -228,2030 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-273,0184* 2,32476 ,000 -277,7884 -268,2484 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%

-273,8480* 2,32476 ,000 -278,6180 -269,0780 Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

Kontrol negatif 5,4882* 2,32476 ,026 ,7182 10,2582

Fraksi air daun

pandan wangi 5% -1,6069 2,32476 ,495 -6,3770 3,1631

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

-5,8913* 2,32476 ,017 -10,6613 -1,1213

Fraksi air daun

pandan wangi 10% -10,2305* 2,32476 ,000 -15,0005 -5,4605 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

-168,0514* 2,32476 ,000 -172,8214 -163,2814 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-227,4848* 2,32476 ,000 -232,2548 -222,7148 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-267,5301* 2,32476 ,000 -272,3001 -262,7601 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%


(2)

Fraksi air daun

pandan wangi 5% Kontrol negatif 7,0952* 2,32476 ,005 2,3252 11,8652

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

1,6069 2,32476 ,495 -3,1631 6,3770

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

-4,2843 2,32476 ,076 -9,0543 ,4857

Fraksi air daun

pandan wangi 10%

-8,6236* 2,32476 ,001 -13,3936 -3,8536 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

-166,4444* 2,32476 ,000 -171,2144 -161,6744 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-225,8778* 2,32476 ,000 -230,6478 -221,1078 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-265,9232* 2,32476 ,000 -270,6932 -261,1532 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%

-266,7528* 2,32476 ,000 -271,5228 -261,9828 Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

Kontrol negatif 11,3795* 2,32476 ,000 6,6095 16,1495

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

5,8913* 2,32476 ,017 1,1213 10,6613

Fraksi air daun

pandan wangi 5%

4,2843 2,32476 ,076 -,4857 9,0543

Fraksi air daun

pandan wangi 10%

-4,3393 2,32476 ,073 -9,1093 ,4307 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

-162,1601* 2,32476 ,000 -166,9301 -157,3901 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-221,5935* 2,32476 ,000 -226,3635 -216,8235 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-261,6389* 2,32476 ,000 -266,4089 -256,8689 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%


(3)

Fraksi air daun pandan wangi 10%

Kontrol negatif 15,7187* 2,32476 ,000 10,9487 20,4888

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

10,2305* 2,32476 ,000 5,4605 15,0005

Fraksi air daun

pandan wangi 5% 8,6236* 2,32476 ,001 3,8536 13,3936

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

4,3393 2,32476 ,073 -,4307 9,1093 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

-157,8208* 2,32476 ,000 -162,5908 -153,0508 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-217,2542* 2,32476 ,000 -222,0242 -212,4842 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-257,2996* 2,32476 ,000 -262,0696 -252,5296 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%

-258,1293* 2,32476 ,000 -262,8993 -253,3592 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

Kontrol negatif 173,5396* 2,32476 ,000 168,7696 178,3096

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

168,0514* 2,32476 ,000 163,2814 172,8214

Fraksi air daun

pandan wangi 5% 166,4444* 2,32476 ,000 161,6744 171,2144

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

162,1601* 2,32476 ,000 157,3901 166,9301

Fraksi air daun

pandan wangi 10%

157,8208* 2,32476 ,000 153,0508 162,5908 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

-59,4334* 2,32476 ,000 -64,2034 -54,6634 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-99,4788* 2,32476 ,000 -104,2488 -94,7088 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%


(4)

Fraksi etil asetat daun pandan wangi 5%

Kontrol negatif 232,9730* 2,32476 ,000 228,2030 237,7430

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

227,4848* 2,32476 ,000 222,7148 232,2548

Fraksi air daun

pandan wangi 5% 225,8778* 2,32476 ,000 221,1078 230,6478

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

221,5935* 2,32476 ,000 216,8235 226,3635

Fraksi air daun

pandan wangi 10%

217,2542* 2,32476 ,000 212,4842 222,0242 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

59,4334* 2,32476 ,000 54,6634 64,2034 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

-40,0454* 2,32476 ,000 -44,8154 -35,2754 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%

-40,8750* 2,32476 ,000 -45,6450 -36,1050 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 7,5%

Kontrol negatif 273,0184* 2,32476 ,000 268,2484 277,7884

Fraksi air daun

pandan wangi 2,5%

267,5301* 2,32476 ,000 262,7601 272,3001

Fraksi air daun

pandan wangi 5% 265,9232* 2,32476 ,000 261,1532 270,6932

Fraksi air daun

pandan wangi 7,5%

261,6389* 2,32476 ,000 256,8689 266,4089

Fraksi air daun

pandan wangi 10%

257,2996* 2,32476 ,000 252,5296 262,0696 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 2,5%

99,4788* 2,32476 ,000 94,7088 104,2488 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

40,0454* 2,32476 ,000 35,2754 44,8154 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 10%


(5)

Fraksi etil asetat daun pandan

wangi 10% Kontrol negatif 273,8480* 2,32476 ,000 269,0780 278,6180

Fraksi air daun

pandan wangi

2,5% 268,3598* 2,32476 ,000 263,5898 273,1298

Fraksi air daun

pandan wangi 5% 266,7528* 2,32476 ,000 261,9828 271,5228

Fraksi air daun

pandan wangi

7,5% 262,4685* 2,32476 ,000 257,6985 267,2385

Fraksi air daun

pandan wangi

10% 258,1293* 2,32476 ,000 253,3592 262,8993

Fraksi etil asetat daun pandan

wangi 2,5% 100,3084* 2,32476 ,000 95,5384 105,0784 Fraksi etil asetat

daun pandan wangi 5%

40,8750* 2,32476 ,000 36,1050 45,6450 Fraksi etil asetat

daun pandan

wangi 7,5% ,8296 2,32476 ,724 -3,9404 5,5996

* The mean difference is significant at the .05 level


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D. lahir pada tahun

1986 di Kudus, Jawa Tengah. Mita, panggilan akrabnya,

adalah putri pertama dari pasangan Georgegius I Ketut

T. Dharmawan dan Floriberta Erna Suswiyandani.

Penulis mulai menempuh pendidikan formalnya pada

tahun 1990. Berawal dari pendidikan di TK St. Maria

Monica pada tahun 1990-1991 kemudian dilanjutkan ke

tingkat sekolah dasar pada tahun 1991-1997 di yayasan

sekolah yang sama.

Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Marsudirini, Kemang

Pratama, Bekasi. Selama tiga tahun, penulis menempuh pendidikan di sekolah

lanjutan tingkat pertama dan lulus pada tahun 2000. Untuk melanjutkan ke tingkat

sekolah menengah atas, SMA Stella Duce I, Yogyakarta menjadi pilihan penulis.

Sejak saat itu, penulis menetap di Yogyakarta dan bertempat tinggal di asrama

Stella Duce Samirono.

Tamat dari sekolah menengah atas pada tahun 2003, penulis melanjutkan

perjalanan studinya di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Di bangku

perkuliahan, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Tergabung

dalam anggota Paduan Suara Cantus Firmus menjadi sebuah kebanggaan bagi

penulis. Selain itu, penulis juga pernah tergabung dalam keanggotaan Badan

Eksekutif Mahasiswa periode 2004/2005. Keterlibatan penulis dalam kegiatan

semasa perkuliahan juga terwujud dengan menjadi asisten praktikum Kimia

Organik (2004) dan Spektroskopi (2006).