PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP YANG BERORIENTASI PADA KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, mandiri, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa (Undang-undang No 20 Tahun 2003). Pendidikan dapat diartikan pula sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang melaui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan, hal ini mengisyaratkan bahwa kualitas pendidikan yang baik bagi suatu negara sangat diperlukan untuk dapat membentuk warga yang mandiri dan mampu mengembangkan kemandirian bangsa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 menyatakan bahwa pendidikan menengah memiliki tujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dari Permendiknas tesebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan diadakannya pendidikan diharapkan siswa menengah yang dalam hal ini salah satunya adalah siswa menengah pertama (SMP) atau sederajat dapat meningkatkan kecerdasan serta pengetahuan. Kecerdasan dan pengetahuan siswa ini dapat ditunjukan dengan prestasi belajar. Selain kecerdasan, hal yang harus dimiliki


(2)

2

siswa yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk hidup mandiri. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan diri menghadapi persaingan dan tantangan di masa yang akan datang. Dari kedua hal tersebut, prestasi belajar dan kemandirian belajar sangat diperlukan dalam pendidikan menengah.

Mata pelajaran yang wajib dipelajari di pendidikan menengah salah sattunya adalah matematika. Berbicara mengenai prestasi matematika Indonesia di kancah Internasional, berdasarkan hasil penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa SMP pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke 38 dari 42 negara peserta TIMSS dengan skor 386 di bawah skor rata-rata 500. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007 (Mullis IVS, et.al., 2011). Selain itu, hasil penelitian Programme for International Students Assesment (PISA) menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara peserta PISA dengan skor 375 (OECD, 2012:5). Kedua hasil survey tersebut memberikan gambaran masih rendahnya prestasi belajar matematika di Indonesia.

Rendahnya prestasi belajar matematika di Indonesia dapat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang kurang merata. Sebagai contoh di propinsi D.I Yogyakarta yang merupakan salah satu propinsi di Indonesia memiliki perestasi belajar yang tinggi. Namun, apabila ditelusuri lebih lanjut, salah satu kabupaten di D.I Yogyakarta yaitu Gunungkidul masih ada SMP yang memiliki prestasi belajar tergolong cukup rendah yaitu SMP PGRI Semanu. Daya serap ujian nasional mata pelajaran matematika SMP PGRI


(3)

3

Semanu pada tahun 2013 masih tergolong rendah. Secara rinci daya serap siswa SMP PGRI Semanu mata pelajaran matematika dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Daya Serap Siswa SMP PGRI Semanu Mata Pelajaran Matematika

Kemampuan yang diuji Persentase daya serap Dimensi tiga: unsur-unsur, sifat-sifat bangun ruang 47,62

Dimensi dua : unsur-unsur, sifat-sifat bangun datar 51,29 Operasi bilangan, aritmetika sosial, barisan deret 53,50

Konsep teori peluang 58,25

Statistik: penyajian data dan ukuran pemusatan 73,08 (Sumber Pusat Pendidikan Nasional, 2013)

Selain itu, berdasarkan hasil observasi di SMP PGRI Semanu, peneliti mendapat informasi terkait prestasi belajar matematika siswa. Diantaranya hampir sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan untuk memahami pokok bahasan matematika. Selain itu, siswa juga kurang terlibat dalam pembelajaran, hal ini dikarenakan siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran. Dari hasil ulangan matematika, masih banyak siswa yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dari beberapa hal diatas, dapat disimpulkan bahawa prestasi belajar siswa dirasa masih kurang.

Selain prestasi belajar, berbicara tentang kemandirian belajar matematika siswa pendidikan menengah juga masih dirasa kurang maksimal. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kemandirian belajar matematika siswa belum bisa dikategorikan baik, seperti hasil penelitan yang dilakukan oleh Yunita Dwi Febriastuti menunjukan skor rata-rata kemandirian belajar siswa SMP Geyer kota semarang sebesar 71,78 dari


(4)

4

skala 100 menunjukan klasifikasi cukup. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lina Dwi Astuti (2014), menunjukan bahwa persentase kemandirian belajar siswa SMP Negeri 2 Yogyakarta sebesar 62,92% yang termasuk dalam klasifikasi rendah. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Riawan Yudi Purwoko (2014) menunjukan bahwa persentase kemandirian belajar siswa SMP Negeri 27 Purworejo sebesar 67,5% yang termasuk dalam klasifikasi rendah. Dari beberapa penilitian tersebut, secara umum kemandirian belajar siswa SMP masih relatif rendah.

Berdasarkan pengamatan ketika peneliti beberapa kali mengikuti pembelajaran di SMP PGRI Semanu, terlihat beberapa hal yang masih kurang maksimal terkait kemandirian belajar siswa. Hal ini ditunjukan ketika guru memberikan pekerjaan rumah, hanya beberapa siswa yang mengerjakan sendiri dan sebagian besar lainnya hanya menyalin pekerjaan teman. Selain itu, saat kegiatan pembelajaran berlangsung, sebagian besar siswa masih sangat bergantung dengan guru, hal ini menunjukan belum adanya inisiatif siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan secara mandiri, bahkan siswa tidak mengerjakan soal latihan apabila belum disuruh oleh guru dan siswa hanya menerima penjelasan guru serta tidak aktif dalam pembelajaran. Saat guru meminta siswa untuk mempelajari materi berikutnya, hanya beberapa siswa saja yang melaksanakannya. Saat guru tidak hadir, mereka lebih memilih bermain dan tidak mau belajar secara mandiri. Dari beberapa hal diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar siswa dirasa masih kurang maksimal.


(5)

5

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang muncul adalah bagaimana guru mampu merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar. Pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan dalam proses kognitifnya (Permendikbud, 2013). Oleh karena itu, proses pembelajaran yang dilakukan tidak serta merta hanya memindahkan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru kepada siswa secara langsung melalui ceramah, melainkan guru harus membimbing siswa untuk secara aktif mencari, mengolah, dan mengkonstruksi pengetahuan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific approcah) yang terdiri dari lima langkah diantaranya adalah mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Hal ini selaras dengan pendapat Barringer (2010) yang menyatakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya pemecahan masalah yang penyelesaian masalahnya tidak mudah dilihat. Pembelajaran ini akan melibatkan siswa dalam kegiatan memecahkan masalah yang kompleks melalui kegiatan curah gagasan, berpikir kreatif, melakukan aktivitas penelitian.

Salain itu, menurut Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah memahami konsep matematika dan dapat mengaplikasikan konsep tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan


(6)

6

untuk mencapai tujuan tersebut adalah menggunakan masalah yang ada dikehidupan siswa sebagai awalan pembelajaran. Diharapkan dengan menggunakan masalah nyata yang ada disekitar siswa, konsep matematika lebih tertanam di benak siswa, sehingga konsep yang dipelajari dapat diaplikasikan secara langsung. Salah satu pembelajaran yang cocok dengan hal tersebut yaitu menggunakan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran ini dilakukan dengan cara memahami sebuah konsep menggunakan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian masalah tersebut diselesaikan secara matematis, sehingga dapat diperoleh pola atau konsep matematis dari penyelesaian masalah tersebut. Diharapkan dengan cara ini siswa dapat lebih memahami konsep yang diberikan dan akan bertahan di benak siswa lebih lama. Pelaksanaan problem based learning memantapkan pemahaman siswa atas konsep matematis yang sedang dipelajari atau terhadapa masalah matematika yang diperoleh.

Berdasarkan uraian tersebut, guru harus mampu merencanakan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada kemandirian dan prestasi belajar. Perencanaan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menyusun sebuah perangkat pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Nazarudin (2007:113), perangkat pembelajaran adalah suatu atau beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilaksanakan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Sebelum melaksanakan pembelajaran, hendaknya guru membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa.


(7)

7

Perangkat pembelajaran yang baik dapat memudahkan guru dalam mengelola proses pembelajaran dan melakukan penilaian. Sehingga perangkat pembelajaran sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan oleh guru. Perangkat pembelajaran yang dimaksud berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

Pembuatan RPP sebelum proses pembelajaran merupakan hal yang wajib yang dilakukan oleh guru. Hal ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siwa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi siswa.

Selain membuat rencana dalam kegiatan pembelajaran, agar dapat menanamkan konsep matematika dengan lebih baik dan dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, guru memerlukan Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indicator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2009:222). Selain itu menurut Adi Prastowo (2012 : 206) tujuan penggunaan LKS adalah untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang dipelajari, menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan


(8)

8

penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajari, melatih kemandirian belajar siswa dan memudahkan guru memberikan tugas kepda siswa.

Pada kenyataannya, belum ditemukan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning pada mata pelajaran matematika untuk siswa kelas VII SMP. Salah satu materi mata pelajaran matematika yang diajarkan kelas VII SMP dan cocok untuk menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik berbasis problem based learning adalah materi aritmetika sosial. Hal ini dikarenakan materi aritmetika sosial secara umum mempelajari aplikasi matematika dikehidupan sehari-hari, seperti : untung, rugi, diskon, bunga, dan pajak.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan saintifik berbasis problem based learning pada materi aritmetika sosial yang berorientasi pada kemandirian dan prestasi belajar. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Selanjutnya akan dilakukan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning pada materi aritmetika sosial untuk siswa kelas VII SMP yang berorientasi pada kemandirian dan prestasi belajar.


(9)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa SMP pada mata pelajaran matematika belum maksimal.

2. Kemandirian belajar siswa SMP dalam pembelajaran matematika belum maksimal.

3. Belum adanya perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning.

C. Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Masalah

Untuk memungkinkan peneliti dapat mencapai tujuan, penelitian ini dibatasi pada masalah rendahnya kemandirian belajar siswa dan prestasi belajar siswa serta masalah keterbatasan perangkat pembelajaran. Ruang lingkup penelitian ini adalah pengembangan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah , maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan? 2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan?


(10)

10

3. Bagaimana keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari kemandirian dan prestasi belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning yang terdiri dari :

1. Kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. 2. Kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

3. Keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari kemandirian dan prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning yang berorientasi pada kemandirian dan prestasi belajar pada materi aritmatika sosial untuk siswa kelas VII SMP yang dapat digunakan sebagai acuan bagi para guru, mahasiswa, atau praktisi pendidikan lain.


(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika SMP

Menurut Suwardi (2007:30) pembelajaran berasal dari kata belajar yang artinya adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang dimaksudkan mencakup aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan demikian pembelajaran dapat diartikan proses yang dirancang untuk mengubah sesorang, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Sementara itu, menurut Jamil Suprihatiningrum (2012:75) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana yang memudahkan siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media dan peralatan yang diperlukan dalam menyampaikan informasi. Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang diberikan da membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian tentang beberapa pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan


(12)

12

dengan berbagai metode agar siswa dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Serta dapat mengembangkan siswa baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya.

Menurut James dan James (Erman Suherman, 2001: 18) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sementara itu, Menurut Gregson (2007: 2), matematika adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menyatakan hubungan suatu hal yang bergantung pada hal yang lain. Misal luas suatu kebun yang berbentuk persegi panjang bergantung pada ukuran panjang dan lebar yang dimiliki oleh kebun tersebut.

Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan (Erman Suherman, 2001:55). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Pembelajaran matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk


(13)

13

memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Fungsi matematika yang selanjutnya adalah sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Guru disadarkan akan perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa.

Prinsip belajar matematika (NCTM: 2000) yaitu siswa belajar matematika seyogyanya dengan pengertian atau pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Sehingga belajar matematika itu merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang dengan berbekal pengalaman dan ilmu yang telah dimiliki. Proses belajar matematika tersebut difasilitasi dengan adanya guru yang mendampingi kegiatan pembelajaran.

Menurut Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika di SMP bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsir solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam


(14)

14

memelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran matematika SMP merupakan matematika sekolah. Ebbut dan Straker (Marsigit, 2009) menyatakan bahwa hakikat matematika sekolah antara lain : “Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan; Matematika adalah kegiatan problem solving; Matematika adalah alat komunikasi”. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pembelajaran matematika bukan hanya menyampaikan konsep-konsep matematika. Melainkan sebuah kegiatan untuk menulusuri pola, imajinasi, intuisi dan kreativitas.

Pembelajaran matematika di sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian matematika. Hal ini mendorong guru untuk memilih dan menggunakan strategi, metode, pendekatan, dan teknik yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Penerapan strategi dan pendekatan dalam pembelajaran matematika harus mengoptimalisasikan interaksi semua unsur pembelajaran dan keterlibatan seluruh indra siswa. Siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Dengan pengamatan, siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep.


(15)

15

Selanjutnya dengan abstraksi, siswa dilatih untuk membuat perkiraan dan terkaan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui generalisasi. Pola pikir induktif dan deduktif semakin berkembang sehingga siswa mampu memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan matematika.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode agar siswa dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian pola pikir/konsep matematika dalam menyelesaikan persoalan matematis, serta dapat mengaplikasaikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Karakteristik siswa SMP

Menurut Kay C. Wood (2001 :2) dalam teori Piaget ada empat tahap perkembangan kogintif, yaitu : sesorimotor, praoprasional, concrete operational, dan formal oprational. Tahapan perkembangan kognitif menguraikan ciri khas perkembangan kognitif tiap tahap dan merupakan suatu perkembangan yang saling berkaitan dan berkesinambungan. Uraian tahapan perkembangan kognitif paiaget adalah sebagai berikut.

a. sensorimotor, begins at birth and lasts until 18 months-2 years of age. This stage involves the use of motor activity without the use of symbols. Knowledge is limited in this stage, because it is based on


(16)

16

physical interactions and experiences. Infants cannot predict reaction, and therefore must constantly experiment and learn through trial and error. Such exploration might include shaking a rattle or putting objects in the mouth. As they become more mobile, infants' ability to develop cognitively increases. Early language development begins during this stage. Object permanence occurs at 7-9 months, demonstrating that memory is developing. Infants realize that an object exists after it can no longer be seen.

b. The preoperational stage usually occurs during the period between toddlerhood (18-24months) and early childhood (7 years). During this stage children begin to use language; memory and imagination also develop. In the preoperational stage, children engage in make believe and can understand and express relationships between the past and the future. More complex concepts, such as cause and effectrelationships, have not been learned. Intelligence is egocentric and intuitive, not logical.

c. The concrete operational stage typically develops between the ages of 7-11 years. Intellectual development in this stage is demonstrated through the use of logical and systematic manipulation of symbols, which are related to concrete objects. Thinking becomes less egocentric with increased awareness of external events, and involves concrete references.

d. formal operational stage. Adolescents and adults use symbols related to abstract concepts. Adolescents can think about multiple variables in systematic ways, can formulate hypotheses, and think about abstract relationships and concepts.Piaget believed that intellectual development was a lifelong process, but that when formal operational thought was attained, no new structures were needed. Intellectual development in adults involves developing more complex schema through the addition of knowledge.

Sesuai dengan uraian tersebut, siswa SMP berada pada tahap operasi formal. Pada tahap ini siswa menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak . siswa dapat berpikir tentang beberapa variabel dalam cara yang sistematis , dapat merumuskan hipotesis , dan berpikir tentang hubungan abstrak dan sebuah konsep .


(17)

17

selain itu, siswa sudah mampu melakukan penalaran menggunakan hubungan antara objek-objek dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan suatu persoalan matematika.

3. Perangkat Pembelajaran

Menurut Nazarudin (2007:113), perangkat pembelajaran adalah suatu atau beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilaksanakan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan, meliputi: Analisis Pekan Evektif, Program Tahunan, Program Semester, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar kerja Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi, dan Kinerja Ketuntasan Minimum (KKM). Sedangakan menurut Trianto (2010: 201) perangkat pembelajaran yaitu perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), media pembelajaran, serta buku ajar siswa.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang dibuat atau dipersiapkan oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilaksanakan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Perangkat pembelajaran yang dimasksud pada penelitian ini


(18)

18

dibatasi pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar kerja Siswa (LKS). RPP berfungsi sebagai panduan dalam kegiatan belajar mengajar dan LKS sebagai sumber belajar yang digunakan oleh siswa. Secara rinci masing-masing perangkat akan diuraikan sebagai berikut :

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

1) Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut permendiknas No 41 tahun 2007, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. Sedangkan menurut Kokom Komalasari (2013:193) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan penjabaran dari silabus yang telah disusun, didalam RPP tercermin kegiatan yang dilakukan guru dan siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

Kusnandar (2007: 262), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang diterapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan


(19)

19

dalam silabus. RPP merupakan persiapan yang harus dilakukan guru sebelum mengajar. Persiapan diartikan sebagai persiapan tertulis maupun persiapan mental, situasi emosional yang ingin dibangun, lingkungan belajar yang produktif, termasuk meyakinkan pembelajar untuk mau terlibat secara utuh.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan perangkat pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru sebelum mengajar untuk dilaksanakan pada proses pembelajaran dalam satu pertemuan yang terdiri dari beberapa indikator dan paling banyak satu kompetensi dasar.

2) Komponen-komponen RPP

Menurut permendiknas No 41 tahun 2007, komponen-komponen RPP adalah sebagai berikut :

a) Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran meliputi : satuan pendidikan, kelas, semester, program, mata pelajaran, atau tema pelajaran dan jumlah pertemuan.

b) Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diharapkan akan dicapai pada setiap kelas dan atau semester pada suatu mata pelajaran.

c) Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik.

d) Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan atau diobservasi untuk menunujukan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan


(20)

20

menggunakan kata kerja oprasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. e) Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

f) Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

g) Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar dan beban belajar.

h) Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh pendidik mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.

i) Kegiatan pembelajaran i. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membengkitakan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

ii. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk betrpartisi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarasa, kraeativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. iii. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut.

j) Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.

k) Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada kompetensi inti, kompetensi inti, materi ajar, kegitan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.


(21)

21

3) Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Menurut Mulyasa (2009:222) cara pengembangan RPP dalam garis besarnya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a) Mengisi kolom identitas pada RPP.

b) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan pembelajaran yang telah ditetapkan

c) Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikator yang digunakan

d) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan

e) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok f) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan g) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari

kegiatan awal, inti dan penutup

h) Menentukan sumber belajar yang digunakan

i) Menyusun kriterian penilaian, bentuk soal, dan teknik penskoran.

RPP yang dikembangkan dalam penelitian ini disusun melalui beberapa langkah yaitu: menuliskan identitas mata pelajaran, menuliskan Standar Kompetensi (SK), menuliskan Kompetensi Dasar (KD), menuliskan indikator pencapaian kompetensi, menuliskan tujuan pembelajaran, menuliskan materi pembelajaran, menuliskan metode


(22)

22

pembelajaran, menuliskan langkah-langkah pembelajaran, menuliskan media/sumber belajar, dan menuliskan penilaian hasil belajar.

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS

Lembar kegiatan siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kaitannya dengan kompetensi yang akan dicapai (Depdiknas, 2008). Menurut Trianto (2009: 222), lembar kegiatan siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lembar kegiatan siswa (LKS) adalah seperangkat sarana atau sumber belajar yang dapat digunakan guru untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran yang sistematis.


(23)

23

2. Syarat Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Hendro Darmodjo & Jenry Kaligis, 1992: 41-46). a) Syarat didaktik

Lembar kegiatan siswa (LKS) sebagai salah satu bentuk sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan didaktik, artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, yaitu:

1) Lembar kegiatan siswa (LKS) yang baik memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga dapat digunakan oleh siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.

2) Lembar kegiatan siswa (LKS) menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep, sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu. 3) Lembar kegiatan siswa (LKS) memiliki variasi stimulus

melalui berbagai media dan kegiatan siswa, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannnya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya.

4) Lembar kegiatan siswa (LKS) dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa. Jadi tidak semata-mata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep – konsep materi. Oleh karena itu diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan siswa dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain, dan sebagainya.

5) Lembar kegiatan siswa (LKS) memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional, dan sebagainya), dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.

b) Syarat konstruksi

Syarat konstruksi yang dimaksud di sini adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh siswa. Adapun syarat-syarat konstruksi dari LKS yang disusun adalah sebagai berikut.

1) Lembar kegiatan siswa (LKS) menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

2) Lembar kegiatan siswa (LKS) menggunakan struktur kalimat yang jelas.


(24)

24

3) Lembar kegiatan siswa (LKS) memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak.

4) Lembar kegiatan siswa (LKS) hendaknya menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Dianjurkan menggunakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas.

5) Lembar kegiatan siswa (LKS) tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.

6) Lembar kegiatan siswa (LKS) menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Selain itu, LKS hendaknya memberikan tempat atau bingkai untuk menuliskan jawaban atau keperluan lain.

7) Lembar kegiatan siswa (LKS) menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek.

8) Lembar kegiatan siswa (LKS) menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.

9) Lembar kegiatan siswa (LKS) dapat digunakan siswa yang lamban maupun cepat.

10)Lembar kegiatan siswa (LKS) memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai sumber motivasi.

11)Lembar kegiatan siswa (LKS) mempunyai identitas meliputi nama, kelas, tanggal, dan sebagainya untuk memudahkan siswa.

c) Syarat teknis 1) Tulisan

Tulisan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan jenis huruf yang jelas dan mudah dibaca dengan ukuran yang sesuai. Selain itu, dianjurkan menggunakan huruf gak besar dan tebal untuk judul topik.

2) Gambar

Gambar yang terdapat dalam LKS haruslah berhubungan dengan topik yang sedang dibahas untuk mendukung kejelasan konsep. Gunakan gambar yang baik dan jelas serasikan ukuran gambar dan ukuran huruf dengan ruang yang tersedia.

3) Penampilan

Penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu meliputi ukuran LKS, desain tampilan baik isi maupun kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.

LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini disusun memenuhi beberapa syarat penyusunan yaitu: syarat didaktik, syarat


(25)

25

didaktis, dan syarat teknis. Syarat penyusunan LKS juga diterapkan dalam kisi-kisi lembar penilaian LKS oleh validator.

4. Pendekatan Saintifik

a. Pengertian pendekatan saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang "ditemukan". Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan diberi tahu. (Hosnan, 2014:34)

Menurut Barringer (2010) pembelajaran saintifik adalah pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya pemecahan masalah yang penyelesaian masalahnya tidak mudah dilihat. Pembelajaran ini akan melibatkan siswa dalam kegiatan


(26)

26

memecahkan masalah yang kompleks melalui kegiatan curah gagasan, berpikir kreatif, melakukan aktivitas penelitian.

Menurut Yunus Abidin (2014:122) pembelajaran saintifik dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran yang dilakukan untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perancangan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan. Guna mampu melaksanakan kegiatan ini siswa harus dibina kepekaannya, kemampuan dalam menagajukan pertanyaan, ketelitiannya mengumpulkan data, dan kecermatannya mengolah data untuk menjawab pertanyaan dan akhirnya kemampuannya membuat simpulan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya pemecahan masalah yang penyelesaian masalahnya tidak mudah dilihat.

b. Langkah pembelajaran pendekatan saintifik

Menurut Triling dan Fadel (2009 : 93) sintak model pembelajaran saintifik sebagai berikut :

1) Mengajukan pertanyaan

Pada tahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap objek yang akan dijadikan sebuah penelitian. Berdasarkan pengamatannya


(27)

27

tersebut, siswa membuat pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan penelitian.

2) Meneliti pertanyaan

Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan pengujian atas pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuatnya. Pengujian dimaksudkan untuk mengetes apakah masalah yang diajukan dapat diteliti (logis), terukur, bermanfaat, etis dan faktual. Hasil kegiatan ini adalah rumusan masalah yang layak diteliti.

3) Membuat hipotesis

Pada tahap ini siswa membuat sebuah hipotesis atau dugaan sementara atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Proses membuat hipotesis dilakukan dengan mengoptimalkan pengetahuan awal siswa sehingga menjadi proses penalaran induktif.

4) Melaksanakan penelitian

Pada tahap ini siswa melakukan serangkaian kegiatan penelitian sederhana. Berdasarkan kegiatan penelitian tersebut, siswa mengumpulkan data dan informasi serta mencatatnya dengan baik dan lengkap.

5) Menganalisis data dan membuat simpulan

Pada tahap ini siswa menganalisis dan memaknai data hasil penelitian. Proses pemaknaan data dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dengan teori yang sudah ada atau


(28)

28

materi ajar yang ada dibuku yang telah ada. Selanjutnya siswa membuat simpulan atas hasil penelitian yang dilakukannya.

6) Mencipta dan mengkomunikasikan laporan

Pada tahap ini siswa menuliskan laporan hasil penelitian, setelah laporan selesai, perwakilan siswa mengomunikasikan laporan tersebut didalam kelas dan selanjutnya laporan tersebut dipublikasikan.

Menurut Yunus Abidin (2014:141), ada empat tahapan dalam model saintifik proses. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Identifikasi masalah

Pembelajaran hendaknya diawali dengan sejumlah masalah yang dapat diidentifikasi, baik masalah yang disajikan oleh guru dan yang lebih baik lagi adalah masalah yang dirumuskan oleh siswa sendiri. Pertanyaan (rumusan masalah) yang dibuat siswa merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran yang harus siswa dapatkan jawabannya setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian pembelajaran.

2) Membuat hipotesis

Berdasarkan langkah kerja penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran siswa harus menggunakan penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan jawaban


(29)

29

sementara atas pertanyaan yang diajukan. Hasil yang didapat dari tahap ini adalah sebuah hipotesis atau dugaan sementara.

3) Mengumpulkan dan menganalisis data

Kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun cara yang lain. Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah guna dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis. 4) Menginterpretasi data dan membuat kesimpulan

Kegiatan interpretasi merupakan aktivitas yang dilakukan siswa untuk memaknai hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya. Hasil interpretasi adalah simpulan yang dibuat oleh siswa dan selanjutnya menjadi pengetahuan yang benar-benar dikonstruksi oleh siswa sendiri sehingga diyakini akan meningkatkan tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperoleh siswa melalui kegiatan menyimak penjelasan guru.

Menurut Daryanto (2014) langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembeajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta.


(30)

30

Menurut Hosnan (2014 : 39) langkah Pembelajaran menggunakan metode saintifik dapat dilihat seperti tabel berikut :

Tabel 2. Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Metode Saintifik

Kegiatan Aktivitas Belajar

Mengamati (Observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat).

Menanya (Questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)

Mengumpulkan data (Experimenting)

Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen).

Mengasosiasi (Associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data / kategori. menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured - uni structure – multistructure – complicated structure.

Mengomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.

1) Mengamati 2) Menanya

3) Mengumpulkan informasi 4) Menalar


(31)

31 5. Problem based learning

a. Pengertian problem based learning

Menurut Eveline Siregar (2011:119) pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa. Pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu. Sedangkan Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:307) pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk ketrampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri.

Menurut M.Hosnan (2014:295) model problem based learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting,


(32)

32

dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan dan pengarahan diri. Menurut Arends (2008: 43) dalam pembelajaran problem based learning dirancang agar guru tidak menyampaikan informasi dalam jumlah yang besar kepada siswa sehingga siswa akan belajar membangun konsepnya secara mandiri melalui permasalahan yang diberikan oleh guru.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dismpulkan bahwa pembelajaran problem based learning yaitu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada proses belajar siswa, dan pembelajaran dengan pemberian masalah menggunakan konteks permasalahan yang terjadi di sekitar lingkungan siswa agar siswa mampu membangun konsepnya secara mandiri dengan arahan dari guru sehingga siswa akan memahami suatu konsep matematika dengan baik.

b. Langkah pembelajaran problem based learning

Menurut Fogarty (Made Wena, 2009: 92), langkah-langkah pembelajaran pada pendekatan problem based learning yaitu:

1) Menemukan masalah. 2) Mendefinisikan masalah. 3) Mengumpulkan fakta.

4) Menyusun hipotesis (dugaan sementara). 5) Melakukan penyelidikan.

6) Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan. 7) Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif. 8) Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah.

Menurut Arends (2008: 56-60) langkah-langkah dalam menerapkan model problem based learning dalam pembelajaran dikelas yaitu:


(33)

33

1) Memberikan orientasi permasalahan pada siswa 2) Mengorganisasi siswa untuk meneliti

3) Membantu investigasi mandiri maupun kelompok

4) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:136) langkah pembelajaran yang dilakikan pada pendekatan problem based learning yaitu:

1) Mereview dan menyajikan masalah 2) Menyusun strategi

3) Menerapkan strategi

4) Membahas dan mengevaluasi hasil

Sedangkan menurut Yunus Abidin (2014:163) sintak atau langkah pembelajaran pada pendekatan problem based learning yaitu: 1) Menemukan masalah

2) Membangun struktur kerja 3) Menetapkan masalah

4) Mengumpulkan dan berbagi informasi 5) Merumuskan solusi

6) Menentukan solusi terbaik 7) Menyajikan solusi

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dismpulkan bahwa sintak atau langkah-langkah pembelajaran pada problem based learning yaitu:

a. Orientasi siswa pada masalah

b. Mengumpulkan fakta dan mengidentifikasi masalah c. Menyusun strategi

d. Menerapkan strategi e. Menyajikan solusi


(34)

34

f. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah g. Menarik kesimpulan

6. Kemandirian belajar

Menurut Constance Kamii (200 : 56) mandiri atau kemandirian berarti diperintah oleh diri sendiri , dimana setiap pribadi berhak membuat keputusan bagi diri sendiri tanpa bergantung oleh orang lain. Menurut Mohammad Ali dan Asrori (2006 :110), individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi pemahaman pemahaman akan segala konsekuensi atau tindakannya.

Menurut Hamzah B. Uno (2008 :77) kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang dianggap mandiri dianggap mampu bekerja sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Sedangkan menurut Rusman (2011: 353) mandiri mempunyai arti tidak bergantung orang lain, bebas dan dapat melakukan sendiri.

Berdasarkan beberapa uraian tentang kemandirian. Tampak bahwa seorang siswa perlu mempunyai kemandirian dalam belajar. Dengan kemandirian siswa dapat dengan sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Umar Tirtarahardja & La Solo (2000:50) kemandirian belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemampuan sendiri, pilihan sendiri dan bertanggung jawab sendiri dari


(35)

35

pelajar. Menurut Arends (2007: 384), dalam kemandirian belajar guru berperan sebagai pembimbing yang selalu mendorong dan memberikan penghargaan kepada siswanya untuk bertanya dan mencari solusi dalam masalah nyata dengan jalan mereka masing-masing. Siswa diharapkan dapat belajar untuk menerapkan apa yang telah dipelajari secara mandiri dalam kehidupan. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa aktif mengembangkan kemandirian belajar dan guru aktif sebagai pembimbing dan motivator bagi siswa.

Menurut Haris Mudjiman (2007) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Sedangkan menurut Brokfield (dalam Martinis Yamin, 2008 :115) Kemandirian belajar merupakan kesiapan dari individu yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metode belajar dan evaluasi hasil belajar.

Menurut Sharon Zumrun (2011 :4) Self-regulated learning is a process that assists students in managing their thoughts, behaviors, and emotions in order to successfully navigate their learning experiences. This process occurs when a student’s purposeful actions and processes are directed towards the acquisition of information or skills.


(36)

36

Atau apabila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia kurang lebih Kemandirian belajar adalah proses yang membantu siswa dalam mengelola pikiran mereka, perilaku dan emosi agar berhasil mengarahkan pengalaman belajar. Proses ini terjadi ketika tidakan tujuan siswa yang diarahkan oleh informasi yang diperoleh atau ketrampilan yang dimiliki.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah rasa ketidakbergantungan pada orang lain dalam belajar, bertanggung jawab atas dirinya sendiri serta kesiapan individu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metode belajar dan evaluasi hasil belajar. Sehingga aspek yang diukur dalam kemandirian belajar adalah ketidakbergantungan pada orang lain, bertanggung jawab dan mempunyai inisiatif.

7. Prestasi Belajar

Menurut Arends dan Kilcher (2010:59) "Achievement is satisfied when students strive to learn particular subjects or acquire difficult skills and are succesful in their quest." Prestasi merupakan suatu kepuasan ketika siswa berusaha untuk mempelajari suatu pelajaran atau mampu menguasai ketrampilan yang sulit dan memperoleh kesuksesan dalam upaya mereka. Menurut Suratinah Tirtonegoro (2001:3) prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun kalimat yang


(37)

37

mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.

Menurut Ngalim Purwanto (2006:43) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha sebagaimana dinyatakan dalam raport dan prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan Menurut Oemar Hamalik (2010: 18) prestasi belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung.

Menurut Suharsimi Arikunto (2001:4) prestasi belajar mencerminkan sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan menurut bidang studi. Tujuan yang ditetapkan biasanya berupa kompetensi-kompetensi dasar yang harus dikuasi oleh siswa. Senada dengan hal tersebut Winkel (2002 : 162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Prestasi belajar dapat diukur dengan alat ukur tertentu. Tes prestasi belajar merupakan salah satu alat ukur di bidang pendidikan yang sangat penting, artinya sebagai sumber informasi guna pengambilan keputusan (Saifudin Azwar, 1996: 9). Prestasi belajar diperoleh dengan perangkat tes dan hasil tes dapat memberi informasi tentang apa yang telah dikuasai oleh siswa, serta dapat memberi


(38)

38

informasi kedudukan siswa dibandingkan dengan siswa yang lain atau kelompoknya. Dengan demikian seseorang dapat dikatakan berprestasi atau berhasil dalam suatu pelajaran tertentu jika mampu menyelesaikan tes prestasi belajar tersebut dengan baik.

Sedangkan menurut Zainal Arifin (1991: 3-4) prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu:

a. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.

b. Sebagai lambing penguasaan hasrat ingin tahu.

c. Sebagai bahan informasi dalam pendidikan. Dengan asumsi bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan suatu pendidikan.

d. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan tingkat produktifitas secara institusi pendidikan. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik di masyarakat.

e. Sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa merupakan masalah yang utama karena siswalah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang dicapai berupa penguasaan kompetensi-kompetensi dasar yang dikuasi oleh siswa. Hasil tersebut didapat dari sebuah tes prestasi belajar yang dibuat oleh guru di akhir pembelajaran.


(39)

39 8. Tinjauan Materi Aritmetika Sosial

Sesuai dengan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maka materi Aritmetika sosial merupakan salah satu pokok bahasan yang dipelajari di SMP kelas VII semester I. Namun, karena ada kebijakan pemerintah untuk memberlakukan kurikulum 2013 pada semester 1 maka materi aritmetika sosial belum dipelajari pada semester 1. Sehingga pada aritmetika sosial dipelajari pada semester II. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar materi Aritmetika sosial disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Aritmetika sosial SMP Kelas VII

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Aljabar

3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel, dan

perbandingan dalam

pemecahan masalah

3.3 Mengunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmetika sosial yang sederhana

Dalam materi pembelajaran ini, diharapkan siswa dapat:

a. Menghitung nilai keseluruhan, nilai per-unit, dan nilai sebagian. b. Menentukan besar harga jual dan harga beli

c. Menentukan besar untung dan rugi

d. Menetukan besar persentase untung dan rugi e. Menetukan besar rabat atau diskon

f. Menentukan besar Bruto, netto dan tara g. Menetukan besar bunga tabungan h. Menentukan besar Pajak


(40)

40

Deskripsi singkat materi yang dipelajari dalam aritmetika sosial adalah sebagai berikut:

a. Aritmetika sosial dalam kehidupan sehari hari Harga per unit

=

Harga keseluruhan = harga per unit x banyaknya unit

Harga beli adalah harga barang dari pabrik, grosir, atau tempat lainnya. Sedangkan harga jual adalah harga barang yang ditetapkan oleh pedagang kepada pembeli. Untung atau laba adalah selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian jika harga penjualan lebih dari harga pembelian dan rugi adalah selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian jika penjualan kurang dari harga pembelian

Dapat dirumuskan hubungan antara untung, rugi, harga pembelian dan harga penjualan adalah sebagai berikut :

1) Untung = harga penjualan – harga pembelian 2) Rugi = harga pembelian – harga penjualan b. Persentase keuntungan dan kerugian

1) Persentase keuntungan =

x 100%

2) Persentase kerugian =


(41)

41

c. Diskon atau rabat, bruto, tara dan netto

Diskon adalah potongan harga yang diberikan oleh toko atau tempat perbelanjaan kepada konsumen, sedangkan Rabat adalah potongan harga yang diberikan oleh agen kepada toko. Sehingga dapat dirumuskan :

1) Diskon = harga awal – harga akhir (harga bersih) 2) Harga bersih = harga awal – Diskon

Bruto adalah berat kotor suatu barang, netto adalah berat bersih suatu barang, dan Tara adalah potongan berat. Dapat dirumuskam ubungan antara bruto, tara dan netto adalah Bruto = netto + Tara dan Harga bersih = netto x harga satuan.

d. Bunga tabungan dan pajak

Bunga tabungan adalah uang tambahan yang diberikan oleh pihak Bank kepada nasabahnya yang menabung di Bank tersebut.

Ada 2 jenis bunga tabungan, yaitu :

1) Bunga tunggal : yaitu bunga yang diberikan hanya untuk sejumlah uang yang ditabungkan.

2) Bunga majemuk: bunga yang diberikan tidak hanya uang yang ditabungkan. Bunganya berbunga lagi.

Rumus umum dalam menghitung bunga adalah 1) Bunga 1 tahun = persen bunga x Modal 2) Bunga b bulan =


(42)

42

Bunga pinjaman adalah uang tambahan yang diberikan oleh nasabah kepada pihak bank karena meminjam uang pada Bank. Sedangkan angsuran atau cicilan adalah uang yang diserahkan kepada pihak Bank secara bertahap untuk melunasi pinjaman. Rumus umum untuk menghitung cicilan adalah Cicilan =

Pajak adalah suatu kewajiban dari masyarakat untuk menyerahkan sebagian kekayaannya kepada negara menurut peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi tanpa mendapat jasa balik dari negara secara langsung, dan hasil pajak digunakan untuk kesejahteraan umum.

Jenis – jenis pajak

1) Pajak penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan adalah Pajak yang harus dibayarkan oleh Pegawai tetap swasta maupun negeri dari penghasilan kena pajak. 2) Pajak pertambahan nilai (PPN)

Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

9. Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik berbasis problem based learning

Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan diatas, Memperhatikan kedua langkah pembelajaran tersebut, maka pembelajaran pendekatan saintifik dan pembelajaran problem based learning dapat


(43)

43

digabungkan menjadi pembelajaran dengan pendekatan saintifik bebasis problem based learning . Langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Berbasis Problem Based Learning

Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan Problem Based Learning

Pendekatan Saintifik berbasis Problem Based Learning

Mengamati Orientasi siswa pada masalah

Mengamati masalah

Menanya - Menanya

Mengumpulkan informasi

Mengumpulkan fakta dan mengidentifikasi masalah

Mengumpulkan

informasi dengan mengidentifikasi

masalah Mengasosiasi atau

menalar

Menyusun strategi Menalar dengan menyusun langkah penyelesaian

- Menerapkan strategi Menyelesaikan masalah Mengomunikasikan Menyajikan solusi Menyajikan solusi atau

mengomunikasikan

- Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

- Menarik kesimpulan Menarik kesimpulan

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning.

a. Mengamati masalah

Siswa melakukan pengamatan langsung terhadap masalah yang barkaitan dengan materi pembelajaran dengan cara melihat, membaca, memahami, dan mengamati masalah yang ada. Diharapkan dengan mengamati masalah siswa merasa tertantang untuk mengeksplorasi rasa keingintahuannya.


(44)

44 b. Menanya

Kegiatan menanya (questioning) dilakukan siswa setelah melakukan pengamatan untuk mengetahui informasi yang tidak dipahami atau untuk mendapatkan informasi tambahan. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan juga tingkat kesulitan siswa dalam memahami permasalahan.

c. Mengumpulkan informasi dengan mengidentifikasi masalah

Tidak lanjut dari kegiatan menanya adalah kegiatan mengumpulkan informasi. Melalui kegiatan ini siswa menggali dan mengumpulkan informasi melalui berbagai sumber. Sehingga peserta didik dapat membaca buku atau melakukan eksperimen agar terkumpul sejumlah informasi. Selain itu, mengumpulkan informasi juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang diberikan.

d. Menalar dengan menyusun langkah penyelesaian masalah

Penalaran dapat dikatakan sebagai suatu proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang dapat diobservasi untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran dalam hal ini dapat dilakukan dengan menyusun langkah penyelesaian masalah atau menalar bagaimana siswa mengerjakan atau mencari cara menyelesaikan masalah.


(45)

45

Setelah menyusun langkah penyelesaian masalah atau menalar bagaimana siswa mengerjakan atau mencari cara menyelesaikan masalah. Hal yang dilakukan siswa selanjutnya adalah menyelasaikan masalah yang ada.

f. Menyajikan solusi atau mengomunikasikan

Pada kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari dan proses pemecahan masalah. Siswa dapat menuliskan atau menceritakan apa yang mereka dapatkan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Kegiatan ini disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa baik dalam bentuk kelompok maupun individu.

g. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Setelah perwakilan siswa mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari dan proses pemecahan masalah, siswa lain diberikan kesempatan untuk menganalisis proses pemecahan masalah dan diberikan kesempatan untuk mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan memberikan pertanyaan, kritik, dan saran

h. Menarik kesimpulan

Siswa melakukan kesimpulan akhir terhadap materi yang diajarkan pada satu pertemuan. Simpulan ini hendaknya mrangkum semua materi yang diajarkan dan apa yang dipelajari pada pertemuan tersebut.


(46)

46

10. Perangkat pembelajaran Aritmetika sosial dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning berorientasi kemandirian dan prestasi belajar

Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan sebelumnya, maka yang dimaksud perangkat pembelajaran Aritmetika sosial dengan menggunakan pendekatan saintifik berbasis problem based learning berorientasi kemandirian dan prestasi belajar adalah suatu perangkat pembelajaran untuk membelajarkan materi aritmetika sosial yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajara (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan menggunakan langkah pembelajaran pendekatan saintifik berbasis problem based learning untuk menumbuhkembangkan kemandirian dan prestasi belajar.

RPP yang disusun disesuaikan dengan komponen-komponen RPP yang termuat dalam permendiknas No 41 tahun 2007, dan langkah pembelajaran pendekatan saintifik berbasis problem based learning. Pendekatan saintifik berbasis problem based learning merupakan salah satu pendekatan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum KTSP yaitu adanya pembelajaran dengan Student Center. Oleh karena itu, pendekatan ini digunakan untuk penyusunan RPP. Sehingga dalam pembuatan RPP terdapat langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis problem based learning, yaitu:

a. Mengamati masalah b. Menanya

c. Mengumpulkan informasi dengan mengidentifikasi masalah d. Menalar dengan menyusun langkah penyelesaian masalah


(47)

47 e. Menyelesaikan masalah

f. Menyajikan solusi atau mengomunikasikan

g. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah h. Menarik kesimpulan

Sementara itu, LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis yang digunakan sebagai pelengkap RPP untuk mengembangkan kemandirian dan prestasi belajar siswa. Beberapa spesifikasi yang terdapat dalam LKS adalah sebagai berikut:

a. LKS diawali dengan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berguna sebagai motivasi.

b. LKS memuat aktivitas yang menuntun siswa menemukan konsep sesuai prinsip pendekatan saintifik.

c. LKS memuat proyek mandiri untuk melatih siswa meningkat kemandirian dalam belajar.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan saintifik berbasis problem based learning diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa.

11. Kualitas pengembangan perangkat pembelajaran

Van den Akker dan Nieveen (Rochmad. 2011: 14) menyatakan bahwa dalam penelitian dan pengembangan perlu memperhatikan kriteria kualitas. Untuk menguji kualitas kelayakan produk dengan


(48)

48

memenuhi syararat kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Kualitas produk dikatakan layak apabila memenuhi kriteria –kriteria berikut :

a. Kevalidan

Menurut Suharsimi Arikunto (2002) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atas kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Menurut Nieveen (1999) aspek validitas dapat dilihat dari: (1) apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan telah sesuai dengan teoritiknya; dan (2) apakah terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya.

Sementara itu, Van den Akker (1999: 10) menyatakan: “validity refers to the extent that design of the intervention is based on state-of-the art knowledge (content validity) and that the various components of the intervention are consistently linked toeach other(construct validity).” Validitas mengacu pada apakah produk yang dikembangkan sesuai desain yang didasarkan pada pengetahuan (validitas ini) dan berbagai macam komponen yang berkaitan satu dengan lainya (validitas konstruk).

Dalam penelitian ini perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dinyatakan valid jika dinyatakan layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi oleh dosen. Kelayakan RPP dinilai dari aspek


(49)

49

kelengkapan yang mengacu permendikna No 41 tahun 2007 dan kesesuaian dengan pendekatakan saintifik berbasis problem based learning. Sedangkan kelayakan LKS dinilai dari tiga aspek kelayakan yang dinyatakan oleh Hendro Darmojo dan RE Kaligis yang terdiri dari aspek didaktik, aspek kontruksi, dan aspek teknis. b. Aspek kepraktisan

Van den Akker (1999: 10) menyatakan: “practically refers to the extent that user (or otherexperts) consider the intervention as appealing and usable in normal conditions.” kurang lebih artinya kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (atau ahli) menganggap perangkat pembelajaran dapat digunakan dan disukai pada kondisi normal. Sedangkan menurut Nieveen (1999) berkaitan dengan pengembangan materi pembelajaran, Nieven mengukur tingkat kepraktisan dilihat dari apakah guru (atau ahli) menganggap materi mudah dan dapat digunakan oleh guru dan siswa.

Dalam penelitian ini, Perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika peserta didik dan guru memberikan respon baik terhadap penggunaan perangkat pembelajaran. Respon yang dimaksud adalah terkait dengan keterbantuan dan kemudahan dalam penggunaan perangkat pembelajaran.


(50)

50

van den Akker (1999: 10) menyatakan:“effectiveness refer to the extent that the experiences and outcomes with the intervention are consistent with the intended aims.” Keefektifan mengacu pada tingkatan berdasarkan pengalaman menggunakan dan hasil konsisten dengan tujuan yang dimaksud. Sedangkan Chomsin dan Jasmadi (2008 : 48) Efektif berarti membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika RPP dan LKS yang digunakan dapa membantu siswa mencapai kompetensi yang harus dimilikinya.

Menurut Nieveen (1999) keefektifan dilihat dari tingkat penghargaan siswa dalam mempelajari program dan keinginan siswa untuk terus menggunakan program tersebut. Dalam penelitian pengembangan di bidang pembelajaran, indikator untuk menyatakan bahwa keterlaksanaan model dikatakan efektif misalnya dapat dilihat dari komponen-komponen: (1) hasil belajar siswa; (2) aktivitas siswa; dan (3) kemampuan siswa dalam matematika.

Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa dan kemampuan siswa dalam matematika menunjukan dengan tes prestasi belajar. Sehingga perangkar pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari presrasi belajar jika rata-rata nilai tes presrasi belajar siswa lebih dari KKM, yaitu 72. Sedangkan aktivitas siswa ditunjukan dengan kemandirian belajar, Sehingga perangkat pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari kemandirian belajar, jika rata-rata skor


(51)

51

kemandirian belajar yang dicapai minimal pada skor kemandirian belajar yang dicapai minimal pada kategori baik yaitu lebih dari 84. B. Penelitian yang Relevan

Beberapa Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain

1. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana Mutia Dewi (2013) tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah untuk siswa SMP kelas VII. Hasil penelitian menunjukan kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dinilai dari segi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan memiiliki kriteria baik, dapat diterapkan pada proses pembelajaran.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Senja Arsita (2014) tentang pengembangan LKS berbasis masalah pada materi persamaan dan fungsi kuadrat untuk SMA kelas X dengan kurikulum 2013. Hasil penelitian menunjukan kualitas LKS yang dikembangkan dinilai dari segi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan memiiliki kriteria baik, dapat diterapkan pada proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan saintifik. Sehingga penelitian ini sangat relevan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Lina Dwi Astuti (2014) tentang penerapan

problem based learning dalam meningkatan kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII B SMP Negeri 2 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan Problem Based Learning, peresentase kemandirian belajar siswa Kelas VII B SMP Negeri 2 Yogyakarta meningkat.


(1)

75 Statistik uji

̅ √ ⁄ Keterangan:

̅ = rata-rata ,dimana = selisih nilai (angket akhir – angket awal) masing-masing individu

= standar deviasi = jumlah responden

Kriteria keputusan : ditolak jika b) Uji 2

Hipotesis

: Rata-rata skor kemandirian belajar akhir tidak lebih dari 84

: Rata-rata skor kemandirian belajar akhir tidak lebih dari 84

Taraf signifikansi Statistik uji

̅ √ ⁄ Keterangan :

̅ : rata-rata nilai posttest

: rata-rata skor kemandirian belajar : simpangan baku

: banyaknya siswa Kriteria keputusan


(2)

134

DAFTAR PUSTAKA

Akker, J. van den. (1999). Principles and Methods of Development Research. London: Kluwer Academic Publisher.

Andi Prastowo. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

Anis Senja Arsita. (2014). Pengembangan LKS berbasis Masalah pada Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat untuk Siswa SMA kelas X dengan kurikulum 2013. Skripsi. UNY

Arends, Richard I, (2007) . Learning to Teach Seven Edition. New York : The McGraw Hill Companies.

Arends, R. I. (2008). Learning to Teach. (Alih bahasa: Helly Prajitno S & Sri Mulyantini S). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, R.I. & Kilcher, A (2010). Teaching for Students Learning: Becoming an accomplished Teacher. New York: Routledge.

Baringer, M.D., et al. (2010) Schools for All Kinds of Minds: Boosting Student Succes by embaracing Learning Variaton. Alexandria:ASCD.

Berson, J et.al. (1998). Powerful partnership: A Shared Responsibility for Learning. Report American Association for Higher Education. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 dari http://www.aahe.org/assessment/joint.htm Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar

Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Constance Kammi, (2000). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. (kemandirian sebagai Tujuan Pendidikan). Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

Daryanto. (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Delisle R. (1997). How to Use Problem Based Learning in The Classroom. Alexandria: ASCD.

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas Direktorat PSMP (2008). Pedoman pelaksanaan pengembangan materi

pembelajaran dan pengembangan pembelajaran kontekstual sekolah menengah pertama. Jakarta: BP cipta jaya


(3)

135

Eko Putro Widyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Endang Mulyatiningsih, (2012). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA.

Ermawati .(2014). Pengaruh Penerapan Pembelajaran Berbasis Scientifik Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VII di SMP N 1 Margahayu. Skripsi. UPI

Etherington. M.B .(2011). Investigative Primery Science: A Problem Based Learning Approach. British Columbia: Trinity Western University

Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Frank Quinn .(2012).A Science of learning Approach to Mathematic Education. UK. Virginia Polytechnic and State University.

Gregson, K. (2007). Understanding Mathematics. UK: Nottingham University Press.

Haris mudjiman. (2007). Belajar Mandiri Self motivated learning. Surakart : UNS Press.

Hamzah B. Uno. (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hendro Darmodjo & Jenry Kaligis.(1992). Pendidikan IPA 2. Jakarta: Depdikbud. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad

21. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jamil Suprihatiningrum. (2012). Strategi pembelajaran Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Kokom Komalasari. (2013).Pembelajaran Kontekstual konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.

Kusnandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.


(4)

136

Lina Dwi Astuti. (2014). Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatan Kemandirian Belajar dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII B SMP Negeri 2 Yogyakarta. Skripsi.UNY Lilis Eka Febriani (2009) . Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta. Skripsi. UNY

Made Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Marsigit. (2009). Pembudayaan Matematika di Sekolah untuk Mencapai Keunggulan Bangsa. Seminar Nasional. Yogyakarta. FMIPA UNY Martinis Yamin .(2008). Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press

Masnur Muslich . (2011). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Mohhammad Ali &Mohammad Asrori. (2008). Psikologi Remaja : Pekembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara

Muhibbin Syah. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Mullis IVS e.al. (2011). TIMSS 2011 International results in Mahematics. L

Lynch School of Education, Boston College Chestnut Hill, MA, USA. Mulyasa. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Rosdakarya. Nana Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.

Rosdakarya.

Nazarudin. (2007). Manajemen pembelajaran Implementasi Konsep Karakteristik dan Metolog Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Yogyakarta: Teras.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

Ngalim purwanto (2006) Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja karya

Nieveen, N. (1999). Prototyping to Reach Product Quality.London: Kluwer Academic Publisher.

OECD. (2012). PISA 2012 Results in Focus – What 15 years olds know and what they can do with what they know. Diakses dari www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf


(5)

137

Oemar hamalik (2010) proses belajar mengajar . Jakarta :Bumi Aksara

Oktaviana Mutia Dewi (2013). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Pada Materi Lingkaran untuk SMP kelas VII Bilingual.skripsi.UNY

Paul Eggen dan Don Kauchak.(2012). Strategi dan Model Pembelajaran mengajarkan konten dan ketrampilan berpikir, Edisi 6. Jakarta: PT. Index

Peraturan Pemerintah. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar. Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional.

Riawan Yudi Purwoko .(2014). Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 27 Purworejo. Skripsi. UMP

Rochmad (2011). Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika . Journal. Semarang : Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.

Diakses pada tanggal 15 Mei dari http:

journal.unnes.ac.id/nju/index../1721

Rusman.(2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Saifudin Azwar. (1996). Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sharon Zumrun, (2011). Encouraging Self-Regulated Learning in the Classroom : A Review of th Literature. Metropolitan Edcatiobal Research Consortium (MERC). Virginia Commonwealth University

Sopiyan (2010) Efektifitas Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa SMP kelas VII. Skripsi. UNNES


(6)

138

Suharsimo Arikunto (2001) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara

Suratinah Tirtonegoro. (2001). Penelitian Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional

Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran. Salatiga: Salatiga Press dan JP Books

Syamsir Kamal (2014) Implementasi Pendekatai Scientifik untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Banjarmasin. Thesis. UNM

Trianto. (2009). Medesain Model Pembelajara Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Jakarta :Kencana.

. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Triling , B & Fadel, C. (2009) 21st Century Skills : Learning for Life in Our Times.San Fransisco: Jossy-Bass A Wiley Imprint.

Umar Tirtarahardja & La Solo. (2000). Pengantar pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Walpole, Ronald E. (1992). Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winkel, W.S (1996) Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar .Jakarta. PT Gramedia

Wood, K. C., Smith, H., Grossniklaus, D. (2001). Piaget's Stages of Cognitive Development. In M. Orey (Ed.), Emerging

perspectives on learning, teaching, and technology. Diakses pada 15 Mei, dari http://projects.coe.uga.edu/epltt/!

Yunus Abidin. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurkulum 2013. Bandung: Refika Aditama

Yunita Dwi Febriastuti. (2013). Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa SMP Negeri 2 Geyer Melalui Pembelajaran Inkuiri Berbasis Proyek. Skripsi.Unnes

Zainal Arifin. (1991). Evaluasi Intruksional, prinsip, Teknik dan Prosedur. Bandung : Remaja Rosda Karya


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP KELAS VII.

0 0 476

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL UNTUK SISWA SMP KELAS VII.

72 314 377

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI LINGKARAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VIII.

5 14 168

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI GARIS DAN SUDUT UNTUK SISWA KELAS VII SMP.

22 92 268

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI LINGKARAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK SISWA SMP KELAS VIII.

3 19 411

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL SISWA SMP KELAS VII.

0 1 48

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK SMP KELAS VII PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL.

2 10 144

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL UNTUK SISWA SMP KELAS VII.

0 0 51

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI TRANSFORMASI UNTUK SISWA KELAS VII SMP.

0 0 52

PENGEMBANGAN RPP DAN LKS BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI HIMPUNAN UNTUK SISWA SMP KELAS VII.

7 48 463