Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sidoarjo.

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI

MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh:

MOHAMAD AGIL EFFENDI

NPM : 0961020024

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

DI KABUPATEN SIDOARJO

Diajukan Oleh

Mohamad Agil Effendi NPM: 0961020024

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Soeparlan Pranoto. SE, Ak, MM Tanggal: ………. Pembimbing Pendamping

Dr. Prasetyo Hadi, SE, MM Tanggal: ………

Surabaya, ………. UPN “Veteran” Jawa Timur

Program Pascasarjana DIREKTUR,


(3)

(4)

Tesis ini diperuntukkan kepada:

Istri dan anakku tersayang


(5)

pengetahuan saya, di dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan unsur-unsur jiplakan, saya bersedia tesis ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Magister) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Surabaya, Mei 2011


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 18

1.3. Tujuan Penelitian ... 18

1.4. Manfaat Penelitian ... 18

1.4.1. Manfaat Akademis... 18

1.4.2. Manfaat Praktis ... 19

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODEL ... 20

2.1. Penelitian Terdahulu ... 20

2.2. Kajian Teori ... 61

2.2.1. Keuangan Daerah... 23

2.2.2. Pendapatan Daerah... 38

2.2.3. Pajak Daerah... 40

2.2.4. Retribusi Daerah... 43

2.2.5. Hubungan Antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 45

2.3. Model Koseptual dan Hipotesis... ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1. Jenis Penelitian ... 48

3.2. Identifikasi Variabel ... 49

3.3. Definisi Operasional ... 49

3.4. Pengukuran Variabel ... 51

3.5. Prosedur Pengumpulan Data ... 52


(7)

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.6. Populasi dan Sampel ... 53

3.7. Analisis Data ... 54

3.7.1. Model Struktural dan Pengukuran ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 63

4.2. Hasil Penelitian ... 67

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 67

4.2.2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 70

4.3. Analisa Data... 80

4.3.1. Confirmatory Factor Analysis ... 80

4.3.2. Evaluasi Outlier ... 89

4.3.3. Analisis Model SEM ... 90

4.3.4. Pengujian Asumsi Model Struktural ... 92

4.4. Pembahasan ... 95

4.4.1. Pembentuk Variabel Laten ... 95

4.4.2. Hubungan Antar Variabel Laten ... 100

4.4.2.1. Hubungan Pajak Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 100

4.4.2.2. Hubungan Retribusi Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA………


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Jumlah Usaha di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2008. 6

Tabel 1.2 : Komoditas Unggulan Kabupaten Sidoarjo Tahun

2009... 6

Tabel 1.3 : Rekapitulasi Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jawa Timur Sektor Hasil Pajak Daerah 2009 ... 12

Tabel 1.4 : Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah Kabupaten Sidoarjo ... 13

Tabel 3.1 : Goodness of – Fit Indices... 60

Tabel 4.1 : Daftar Kecamatan dan Luas Wilayah Kabupaten

Sidoarjo... 66

Tabel 4.2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin... 68

Tabel 4.3 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Usia... 68

Tabel 4.4 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Golongan PNS... 69

Tabel 4.5 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Pendidikan... 70

Tabel 4.6 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Pajak Daerah... 71

Tabel 4.7 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Retribusi Daerah... 75

Tabel 4.8 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 79

Tabel 4.9 : Estimasi Unstandardize Loading Factor Variabel Pajak Daerah... 82


(9)

Tabel 4.10 : Estimasi Standardize Loading Factor Variabel

Pajak Daerah... 83

Tabel 4.11 : Estimasi Unstandardize Loading Factor Variabel Retribusi Daerah... 85

Tabel 4.12 : Estimasi Standardize Loading Factor Variabel Retribusi Daerah... 86

Tabel 4.13 : Estimasi Unstandardize Loading Factor Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 88

Tabel 4.14 : Estimasi Standardize Loading Factor Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 89

Tabel 4.15 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One Step Approach-Base Model... 91

Tabel 4.16 : Hasil Uji Kausalitas... 92

Tabel 4.17 : Frekuensi dan Faktor Loading Pajak Daerah... 95

Tabel 4.18 : Frekuensi dan Faktor Loading Retribusi Daerah... 97

Tabel 4.19 : Frekuensi dan Faktor Loading Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 99


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah... 13

Gambar 2.1 : Model Konseptual Penelitian ... 47

Gambar 3.2 : Model Konseptual dan Indikator ... 56

Gambar 4.1 : Hasil Pengujian CFA Untuk Variabel Laten Pajak

Daerah………… ... 81

Gambar 4.2 : Hasil Pengujian CFA Untuk Variabel Laten Retribusi Daerah………… ... 84

Gambar 4.3 : Hasil Pengujian CFA Untuk Variabel Laten

Pendapatan Asli Daerah (PAD)………… ... 87


(11)

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

di Kabupaten Sidoarjo” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Gelar Magister, Program Studi Magister Manajemen, Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE, MS, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur beserta Staf yang telah setia mendukung kegiatan perkuliahan sampai dengan proses penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Soeparlan Pranoto. SE, Ak, MM, selaku pembimbing utama, dan Dr. Prasetyo Hadi, SE, MM, selaku pembimbing dua, sekaligus Ketua Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak


(12)

semangat dan dorongan hingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada

semua pihak yang telah membantu peneliti sehingga dapat

menyelesaikan tesis ini. Peneliti menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan. Akhir kata peneliti berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2011


(13)

Oleh:

Mohamad Agil Effendi

ABSTRAKSI

Perekonomian Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Diantara Kabupaten di Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten yang memiliki realisasi pajak cukup besar, namun fenomena yang terjadi saat ini, Kabupaten Sidoarjo mengalami beberapa masalah yang terkait dengan realisasi pajak dan retribusi.

Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur Pemerintah Daerah yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah di Kabupaten Sidoarjo. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, dengan jumlah sampel sebesar 170 responden. Untuk menganalisa data penelitian menggunakan SEM (Structural Equatiaon Modeling).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) perolehan pajak daerah yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berarti semakin tinggi perolehan pajak daerah maka

semakin tinggi pula pendapatan asli daerah (PAD) nya (2) perolehan retribusi daerah yang tinggi dapat meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD). Berarti semakin tinggi perolehan retribusi daerah maka semakin tinggi pula pendapatan asli daerah (PAD) nya (3) Variabel retribusi daerah memiliki pengaruh lebih besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) daripada variabel pajak daerah.

Keywords: Pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan asli daerah (PAD)


(14)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah sebagai suatu organisasi yang dibentuk oleh Negara memegang peran yang cukup penting dalam pembangunan nasional. Pemerintah diberikan kekuasaan untuk menjalankan dan mengelola pembangunan agar menjadi lebih efektif, berkembang dan merata. Perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, memiliki tujuan untuk melakukan perubahan positif demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan

pemerintahan yang efektif, berkembang dan merata adalah dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi daerah. Menurut pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 (Undang-Undang-Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah), otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daeah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(15)

Pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab dengan titik berat ekonomi diletakan kepada daerah kabupaten/kota, maka diperlukan sumber-sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah. Hal ini berarti bahwa sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu untuk di kembangkan.

Penggalian sumber-sumber PAD pada pemerintah Kabupaten Sidoajo dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA). Salah satu sumber PAD yang potensial terdapat pada sektor pajak dan retribusi, karena pengenaan pajak dan retribusi mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dasar hukumnya (kewenangannya) ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Perwujutan suatu masyarakat yang taat terhadap pajak dan retribusi yang ditentukan memang bukan suatu hal yang mudah, apalagi dengan kondisi ekonomi yang kurang stabil seperti saat ini. Hal ini hanya dapat terwujud bila masyarakat dan pemerintah saling menyadari akan tugas dan kewajibannya sebagai warga Negara. Masyarakat di tuntut untuk sadar akan kewajibannya kepada Negara yaitu membayar pajak dan retribusi sesuai ketentuan yang


(16)

berlaku, sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan timbal balik kepada wajib pajak atau wajib retribusi secara tidak langsung antara lain dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana yang kegunaannya bukan secara Individual tetapi ditunjukan untuk kepentingan umum.

Pelaksanaan pembangunan sangat ditentukan oleh sumber dana yang tersedia, dimana dana tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan proyek pembangunan. Salah satu upaya Pemerintah Daerah untuk membiayai pembangunan adalah dengan melakukan penarikan pajak daerah dan retribusi daerah.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, meliputi 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten atau kota (UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3


(17)

golongan, yaitu: retibusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu (UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber dana yang sesuai dengan potensi dan keadaan daerah masing-masing, sehingga nantinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membiayai rumah tangganya sendiri. Upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi yang salah satunya adalah menggali sumber-sumber pendapatan baru yang memungkinkan sehingga dapat dipungut pajak atau retribusinya.

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua setelah Surabaya yaitu 1.802.948 jiwa (Propinsi Jawa Timur Dalam Angka 2010). Secara administratif Kabupaten Sidoarjo terbagi atas 18 kecamatan, 322 desa dan 31 kelurahan. Sementara itu desa-desa di Kabupaten Sidoarjo terbagi menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area).

Kabupaten dengan luas wilayah 71.424,25 Ha ini terletak diantara dua sungai besar yaitu sungai Porong dan sungai Surabaya sehingga terkenal dengan sebutan kota Delta (LKPJ Bupati Sidoarjo 2009), selain itu lokasinya yang strategis di kawasan Gerbang-Kertasusila juga menjadi salah satu keuntungan.


(18)

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tidak menyia-nyiakan keuntungan-keuntungan tersebut, ini terbukti dengan dicanangkannya beberapa sentra usaha yang dapat berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, antara lain (LKPJ Bupati Sidoarjo 2009):

a. Kampoeng Batik di Desa Jetis Kecamatan Sidoarjo.

b. Kampoeng Sepatu di Desa Mojosantren Kecamatan Krian. c. Kampoeng Jajanan di Desa Kedungrejo Kecamatan Jabon. d. Olahan Ikan Kalanganyar Sedati.

e. Sentra Tas, Koper Kendensari, Kludan Kecamatan Tanggulangin.

f. Kerajinan Bordir di Ketegan, Boro, Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin.

g. Kerajinan Logam di Ngingas Waru.

Potensi unggulan Kabupaten Sidoarjo mencakup beberapa sektor, antara lain (LKPJ Bupati Sidoarjo 2009):

a. Sektor pertanian b. Sektor perikanan

c. Sektor industri pengolahan


(19)

Jumlah usaha di Kabupaten Sidoarjo pun cukup banyak dan mampu memberikan kontribusi besar terhadap PDRB, hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1: Jumlah Usaha di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2008

No. Skala Usaha Jumlah Unit Usaha

1 Mikro 154.940

2 Kecil 12.311

3 Menengah 1.858

4 Besar 654

Jumlah 169.763

Sumber: LKPJ Bupati Sidoarjo 2010, data diolah

Pengelompokan jumlah usaha berskala UMK di Sidoarjo sebanyak 167.251 unit, sedangkan UMB sebanyak 2.512 unit. Ini berarti usaha mikro dan kecil jumlahnya mencapai 98,52% dari total usaha yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Potensi UMKM terdiri dari berbagai macam produk atau komoditas yang tersebar di 18 kecamatan, yaitu (LKPJ Bupati Sidoarjo 2009):

Tabel 1.2: Komoditas Unggulan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009

No. Komoditas Lokasi

1 Logam/Pande besi • Ds. Ngingas – Waru

• Ds. Kedungrejo – Waru

• Ds. Kureksari – Waru

• Ds. Grabagan – Tulangan

• Ds. Kalimati – Tarik

• Ds. Sugihwaras – Candi

2 Sayangan • Ds. Kesambi – Porong

• Ds. Candi – Candi

• Ds. Kebonsari – Candi

• Ds. Klurak – Candi

• Ds. Kebaron – Tulangan


(20)

No. Komoditas Lokasi

3 Bordir • Ds. Kedungpandan – Jabon

• Trompoarsari – Jabon

• Ds. Semambung – Jabon

• Ds. Randegan – Tg.angin

• Ds. Kedensari – Tg.angin

• Ds. Ketegan – Tg.angin

• Ds. Kludan – Tg.angin

• Ds. Kalitengah – Tg.angin

• Ds. Kedungrejo – Jabon

• Ds. Jumiarahan – Jabon

• Ds. Balongtani – Jabon

• Ds. Ganting – Tulangan

• Ds. Damarsari – Buduran

• Ds. Kalidawir – Tg.angin

4 Konveksi • Ds. Pajarakan – Jabon

• Ds. Pangreh – Jabon

• Ds. Dukuhsari – Jabon

• Ds. Sukodono – Sukodono

5 Tas dan koper • Ds. Kedensari – Tg.angin

• Ds. Kludan – Tg.angin

• Ds. Kalisampurno – Tg.angin

• Ds. Ketegan – Tg.angin

6 Tempe • Ds. Pagerwojo – Buduran

• Ds. Sadenganmijen – Krian

• Kel. Taman – Taman

• Ds. Ketegan – Taman

• Ds. Sepande – Candi

• Ds. Sumokali – Candi

• Ds. Balongdowo – Candi

• Ds. Medaeng – Waru

• Ds. Prambon – Prambon

• Ds. Jumirahan – Jabon

• Ds. Grinting – Tulangan

• Ds. Kedungrejo – Jabon

• Ds. Kedungkendo – Candi

• Ds. Jambangan – Candi

• Ds. Dukuhsari – Jabon

• Ds. Kedungcangkring - Jabon

• Ds. Balongbendo


(21)

No. Komoditas Lokasi

• Ds. Tanjek Wagir – Krembung

• Ds. Gempol Sari – Tg.angin

7 Tahu • Ds. Tropodo – Krian

8 Petis kupang, petis

udang

• Ds. Balongdowo – Candi

• Ds. Sekardangan – Sidoarjo

9 Krupuk rambak • Ds. Medalem – Tulangan

10 Sandal • Ds. Brebek – Waru

• Ds. Kepuhkiriman – Waru

• Ds. Wadungasri – Waru

• Ds. Ngingas – Waru

• Ds. Tambaksawah – Waru

• Ds. Tropodo – Waru

• Ds. Tambakrejo – Waru

11 Kotak korek api • Ds. Tambakrejo – Waru

12 Pita assesoris (Monte) • Ds. Kedungsuko - Prambon

13 Krupuk • Ds. Banjarbendo – Sidoarjo

• Ds. Tarik – Tarik

• Ds. Kedungrejo – Jabon

• Ds. Jatikalang – Prambon

• Ds. Janti – Tulangan

• Ds. Tlasih – Tulangan

• Ds. Kandangan – Krembung

• Ds. Terik – Krian

• Ds. Sawohan – Buduran

• Gampang - Prambon

14 Batik • Ds. Lemah Putro – Sidoarjo

• Ds. Kenongo – Tulangan

• Ds. Kepatihan – Tulangan

• Ds. Pangkemiri – Tulangan

15 Anyaman bambu • Ds. Sumput – Sidoarjo

• Ds. Suko – Sidoarjo

• Ds. Gagang Panjang –

Tg.angin


(22)

No. Komoditas Lokasi

• Ds. Seketi – Bl.bendo

16 Gerabah • Ds. Sidokare - Sidoarjo

17 Sepatu • Kel. Kemasan – Krian

• Ds. Banjarsari – Buduran

• Ds. Tebel – Gedangan

• Ds. Serumi – Gedangan

• Bakung Temenggungan –

Bl.bendo

• Ds. Kalidawir – Tg.angin

18 Kasur • Ds. Kedondong – Tulangan

• Ds. Sudimoro - Tulangan

19 Garam rakyat • Ds. Tambak Cemandi - Sedati

20 Pengasinan ikan • Ds. Banjarkemuning – Sedati

• Ds. Gisik Cemandi – Sedati

• Ds. Tambak Cemandi - Sedati

21 Topi • Ds. Punggul - Gedangan

22 Terasi • Ds. Tambak Cemandi – Sedati

23 Sanitair • Ds. Ketegan – Taman

• Ds. Kemangsen – Bl.bendo

24 Kemasan • Ds. Candirenggo - Wonoayu

25 Knalpot • Ds. Cemengkalang - Sidoarjo

26 Makanan kering • Ds. Terik - Krian

27 Roti goring • Ds. Kemantren - Tulangan

28 Bakso • Ds. Katerungan - Krian

29 Tape • Ds. Medalem - Tulangan


(23)

No. Komoditas Lokasi

31 Bando • Ds. Gempolsari – Tg.angin

• Ds. Besuki - Prambon

32 Spring bed • Ds. Wonokupang – Bl.bendo

33 Mainan anak • Ds. Kebonsari - Sukodono

34 Perahu dalam botol (Perorangan)

• Ds. Mindu Gading - Tarik

35 Seni kulit (Perorangan) • Ds. Gelam -Candi

36 Kupang • Ds. Balongdowo – Candi

37 Kripik usus ayam • Ds. Kemangsen – Bl.bendo

38 Kripik cakar ayam • Ds. Kemangsen – Bl.bendo

39 Telor asin • Ds. Sugihwaras – Candi

• Ds. Banjarsari – Buduran

• Ds. Kebonsari - Candi

40 Susu sapi perah • Ds. Tropodo - Krian

41 Sayuran (Pertanian) • Ds. Pilang – Wonoayu

• Ds. Durung Bedug – Candi

• Ds. Pangkemiri – Tulangan

• Ds. Suko - Sidoarjo

42 Jamur merang • Kec. Tulangan

• Kec. Krembung

• Kec. Porong

43 Udang windu (Perikanan)

• Kec. Sedati

• Kec. Tg.angin

• Ds. Kedung Peluk – Candi

• Kec. Porong

44 Bandeng • Ds. Kalanganyar – Sedati

• Kec. Sidoarjo


(24)

No. Komoditas Lokasi

46 Kerajinan kulit kerang (Perorangan)

• Ds. Tropodo - Taman

47 Nata de coco • Ds. Durung Bedug - Candi

48 Klepon • Ds. Bulang – Prambon

49 Alat peraga • Ds. Sumput - Sidoarjo

50 Bola sepak • Ds. Krembung - Krembung

51 Jamu tradisional • Ds. Bangah - Gedangan

52 Bunga kenanga • Ds. Kemangsen – Bl.bendo

53 Perak • Besuki - Jabon

54 Alat-alat dapur (Pisau) • Sugihwaras - Candi

55 Kampung jajanan • Ds. Kedung Sumur – Krembung

Sumber: LKPJ Bupati Sidoarjo 2010

Pencapaian Pendapatan Asli Daerah dari sektor hasil pajak

daerah 2009 Kabupaten Sidoarjo tercatat lebih unggul

dibandingkan Kabupaten lainnya di Jawa Timur, hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(25)

Tabel 1.3: Rekapitulasi Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jawa Timur Sektor Hasil Pajak Daerah 2009

(000.000 Rp)

No. Kabupaten Target Realisasi

1 Pacitan 4.295 4.877

2 Ponorogo 8.972 10.702

3 Trenggalek 5.963 6.965

4 Tulunggagung 11.569 12.995

5 Blitar 11.626 11.892

6 Kediri 16.963 19.904

7 Malang 28.208 33.783

8 Lumajang 10.840 13.482

9 Jember 25.338 26.472

10 Banyuwangi 19.068 21.485

11 Bondowoso 4.161 5.259

12 Situbondo 7.549 8.036

13 Probolinggo 7.863 9.495

14 Pasuruan 44.104 48.211

15 Sidoarjo 121.679 123.268

16 Mojokerto 26.461 28.996

17 Jombang 15.206 17.784

18 Ngajuk 9.461 10.063

19 Madiun 7.038 7.911

20 Magetan 7.085 8.034

21 Ngawi 7.996 8.095

22 Bojonegoro 11.752 13.451

23 Tuban 38.005 43.625

24 Lamongan 15.166 16.538

25 Gresik 58.243 63.417

26 Bangkalan 7.361 8.322

27 Sampang 2.323 3.249

28 Pemengkasan 6.146 6.892

29 Sumenep 5.673 5.995


(26)

Keberhasilan Kabupaten Sidoarjo dalam bidang ekonomi pun semakin diperkuat dengan pembuktian perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang mencapai target, hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.4: Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Sidoarjo

(000.000 Rp)

Pajak Daerah Retribusi Daerah Target Realisasi Target Realisasi 2008 107.286 111.960 77.371 77.450

2009 121.679 123.268 39.361 43.491

2010 144.050 143.909 58.281 62.550

Sumber: Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2008, LKPJ 2009 dan LKPJ 2010 Bupati Sidoarjo, data diolah

Gambar 1.1: Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2008-2010

Sumber: Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2008, LKPJ 2009 dan LKPJ 2010 Bupati Sidoarjo, data diolah

107.286 111.960 77.371 77.450 121.679 123.268 39.361 43.491 144.050 143.909 58.281 62.550 0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000

Target Realisasi Target Realisasi

Pajak Daerah Ret ribusi Daerah

PAD Sektor Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah Kab. Sidoarjo 2008-2010


(27)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Sidoarjo saat ini telah mampu membuktikan keberhasilan dan pertumbuhan positif khususnya aspek ekonomi, namun jika diamati lebih dalam (dari tabel 1.4), maka akan ditemukan beberapa fenomena, antara lain:

a. Prosentase realisasi pajak daerah yang menurun, tahun 2008 pencapaian realisasi pajak daerah mampu mencapai angka 4,4% dari target yang ditetapkan, sedangkan tahun 2009 pencapaian realisasi pajak daerah hanya 1,3% dari target

ditetapkan, bahkan di tahun 2010 realisasi pajak hanya Rp. 143.909.958.137 dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 144.050.000.000.

b. Target dan realisasi retribusi daerah yang berfluktuasi, di tahun 2008 target retribusi daerah sebesar Rp. 77.371.915.961 dan realisasinya Rp. 77.450.960.010, di tahun 2009 target retribusi daerah mengalami penurunan yaitu Rp. 39.961.287.444 dan realisasinya Rp. 43.491.131.245, sedangkan tahun 2010 realisasi retribusi daerah mampu melampui target yaitu

sebesar Rp. 62.550.632.684 dari target yang hanya Rp. 58.281.845.824


(28)

Selain kedua hal di atas, ada beberapa fenomena yang membuat kurang optimalnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain (LKPJ Bupati Sidoarjo 2010):

a. Tarif retribusi yang ada di Peraturan Daerah sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang.

b. Adanya kecenderungan wajib pajak menunda waktu penyetoran pajak.

c. Ada sebagian masyarakat yang belum mengerti akan pemanfaatan pajak dalam pembangunan.

d. Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam pengelolaan pendapatan.

Fenomena-fenomena tersebut mengindikasikan kurang optimalnya aparatur Pemerintah Daerah yaitu (DPPKA, Dinas Perijinan, Dinas Perhubungan, Dinas Pasar) menggali potensi pajak dan retribusi, hal ini tentunya berkaitan dengan strategi yang diterapkan agar pencapaian pajak daerah dan retribusi daerah dapat lebih optimal.

Menurut Widayat (1994) dalam Syaharuddin, dkk, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD, antara lain:

a. Banyak sumber pendapatan di Kabupaten/Kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaran bermotor (PKB).


(29)

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya.

d. Adanya kebocoran-kebocoran. e. Biaya pungut yang masih tinggi.

f. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan.

g. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

Syaharuddin, dkk dalam penelitiannya berjudul ”Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat” menyimpulkan bahwa, berdasarkan hasil analisis SWOT pilihan strategis yang paling dominan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah adalah strategi SO, strategi memanfaatkan seluruh kekuatan untuk membuat dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, yaitu:

a. Meningkatkan kualitas SDM dan mutu pelayanan yang optimal. b. Meningkatkan dan mengefektifkan sosialisasi Peraturan

Daerah kepada masyarakat secara luas.

c. Mengadakan pelatihan bidang perpajakan dan mengadakan pemutakhiran data.


(30)

d. Menetapkan dan membuat strategi baru dalam memungut pajak dan lebih memperhatikan kualitas dan pelayanan prima.

Riduansyah (2003) dalam penelitian yang berjudul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor) menemukan fakta bahwa tingkat kesadaran warga masyarakat Kota Bogor untuk membayar pajak daerah dan restribusi daerah memang masih perlu ditingkatkan dan untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor telah menempuh beberapa langkah, antara lain:

a. Melakukan intensifikasi antara lain data yang sudah dimutakhirkan.

b. Frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan atau ditambah. c. Setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi

permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan.

d. Mengubah Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.

e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Untuk mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah memiliki dua alat utama (measures), yaitu policy measures dan administative measures. Policy measures


(31)

mengandalkan kebijakan yang berwujud penerbitan ketentuan-ketentuan Pemerintah daerah yang menyangkut masalah pokok, sedangkan admistrative measures berkaitan dengan pendapatan dengan kapasitas admistratif Pemerintah Daerah, terutama dibidang yang berkaitan dengan pendapatan daerah seperti organisasi, sistem dan prosedur, sistem informasi, dan sumber daya manusia (Novalita).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini akan menggunakan judul “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sidoarjo”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pajak daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo.

2. Apakah Retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo.


(32)

2. Menganalisis pengaruh Retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang dapat diberikan oleh studi ini adalah kontribusi yang lebih komprehensif, khususnya menyajikan bukti empirik mengenai strategi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil analisis pada studi penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh tiap Pemerintah Daerah di Indonesia secara umum dan khusunya oleh Kabupaten Sidoarjo untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerahnya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.


(33)

2.1. Penelitian Terdahulu

Di dalam melakukan penelitian ini, peneliti tidak terlepas dari hasil-hasil yang telah dilakukan penelitian sebelumnya, berikut ini adalah penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini:

a. “Peranan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor” diteliti oleh Betta Sari Novalita. Hasil penelitian ini menunjukkan: (a) sebelum maupun setelah otonomi daerah, pajak daerah masih tetap memberikan peranan terbesar terhadap PAD (b) Kebijakan pemerintah saat ini yang dinilai sangat tepat untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam jangka pendek sebaiknya dititikberatkan pada intensifikasi pemungutan pajak, yaitu mengoptimalkan jenis-jenis pajak yang sudah ada.

b. “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)” diteliti oleh Muhammad Riduansyah (2003). Penelitian ini


(34)

bertujuan (1) menjelaskan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan pendapatan asli daerah, khususnya pada Pemerintah Daerah Kota Bogor sebagai studi kasus (2) menggambarkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemerintah Daerah Kota Bogor yang tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan kontribusi komponen pajak daerah dan retribusi daerah terhadap penerimaan APBD pemerintah daerah Kota Bogor sangat fluktuatif.

c. “Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat” diteliti oleh Syaharuddin H, Mappa Nasrun, dan Alwi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengetahui potensi peningkatan PAD Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat sekaligus menganalisis potensi dan strategi peningkatan PAD Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat. Analisa data yang digunakan adalah analisa SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan realisasi penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Mamuju tahun anggaran 2005 sampai dengan 2009 tren yang paling stabil kenaikannya adalah


(35)

pos pajak daerah dan pos retribusi daerah, sementara sektor yang lain memiliki tingkat fluktuatif cukup tinggi.

d. “Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kediri” diteliti oleh Purbayu Budi Santosa dan Retno Puji Rahayu. Variabel yang diteliti adalah Pendapatan Asli Daerah, PDRB, Jumlah penduduk, dan Pengeluaran pemerintah yang digunakan. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi prosentase perubahan PAD adalah total pengeluaran pembangunan, penduduk, PDRB sangat kuat, diantara ketiga variabel tersebut yang memiliki pengaruh paling besar yaitu variabel penduduk.

e. “Analisis Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi” diteliti oleh M. Zahari MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian target Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi dan Untuk mengetahui sumber-sumber PAD yang potensial di Kota Jambi. Metode penelitian yang digunakan versifat deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukan: (a) Selama periode tahun 1998-2007, pencapaian target penerimaan PAD Kota Jambi berfluktuasi dan menunjukan kecenderungan melebihi target yang telah ditetapkan, dengan rata-rata pencapaian target mencapai 106,01% per tahun (b) Pemerintah Kota Jambi


(36)

telah dapat menggali sumber-sumber penerimaan secara optimal yaitu dapat meningkatkan realisasi penerimaan PAD rata-rata sebesar 22,56% per tahun (c) Untuk terus menggali dan mengelola simber-sumber penerimaan yang potensial telah diambil langkah-langkah berupa ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan, termasuk untuk menciptakan para petugas pungutan yang disiplin, jujur, dan berwibawa.

2.2. Kajian Teori 2.2.1. Keuangan Daerah

Menghadapi globalisasi perekonomian dan pembangunan nasional yang menekankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggungjawab, maka tiap Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih mampu mengelolah keuangannya baik dalam kaitan penerimaan maupun pengeluaran.

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut (Sunarto, dkk, 2007:4):

“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.


(37)

Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah. Hak daerah meliputi antara lain (Sunarto, dkk, 2007:4):

a. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000).

b. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000).

c. Hak untuk mengadakan pinjaman (UU No. 33 Tahun 2004). d. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No.

33 Tahun 2004).

Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu (Sunarto, dkk, 2007:5):

a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia .

b. Memajukan kesejahteraan umum. c. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

d. Ikut serta melaksanakn ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.


(38)

Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah (Sunarto, dkk, 2007:7):

a. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

c. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). d. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

e. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

f. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.

Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah tersebut. (Sunarto, dkk, 2007:7-16): 1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan:


(39)

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah. c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang. d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara

pengeluaran.

e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah.

f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah.

g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah.

h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:

a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah.

b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.


(40)

Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern.

2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang:

a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah.

c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD.

d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban


(41)

e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah.

f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas:

a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah, b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD

c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,

d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen

Pelaksanaan (DPA-SKPD) / Dokumen Perubahan

Pelaksanaan Anggaran (DPPA), dan

e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah. 3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)

selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)


(42)

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah,

b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD,

c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah,

d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD), e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) berwenang:

a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. Mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

c. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

d. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;

e. Melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. Menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

g. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas


(43)

i. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

j. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan

k. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta l. Penghapusan barang milik daerah.

PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas:

a. Menyiapkan anggaran kas;

b. Menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

c. Menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);

d. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah; e. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD

oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;

f. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;


(44)

h. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi daerah;

i. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; j. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah

daerah;

k. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan l. Melakukan penagihan piutang daerah.

Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

a. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

b. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; c. Melaksanakan pemungutan pajak daerah;

d. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;

e. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

f. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan

g. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.


(45)

4. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran /Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas:

a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD);

b. Menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD);

c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

d. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

e. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

f. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

g. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

h. Menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);

i. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

j. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

k. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;


(46)

l. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; dan

m. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku

Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang.

Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran atau pengguna barang.


(47)

5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dalam

melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

(PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan

pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. tugas-tugas tersebut adalah:

a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

b. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan c. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran

pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

6. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD


(48)

menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPKSKPD). PPK-SKPD mempunyai tugas: a. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran

Langsung (SPP-LS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;

b. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;

c. Melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP); d. Menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM);

e. Melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f. Melaksanakan akuntansi SKPD; dan

g. Menyiapkan laporan keuangan SKPD.

PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.


(49)

7. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran

pada SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara

Pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran baik secara langsung

maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan

perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan atau pekerjaan atau penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

Pengelolaan keuangan sangat erat kaitannya dengan manajemen keuangan daerah, ini merupakan salah satu bentuk bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan suatu pra kondisi dalam pentas perekonomian internasional dan perekonomian


(50)

nasional, senada dengan hal tersebut Mardoasmo (2002:104) menyatakan manajemen keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah.

Selain manajemen keuangan, di dalam pengelolaan keuangan daerah juga harus menjalankan prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah, yaitu (Mardoasmo, 2002:105):

a. Transparansi

Adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusuran, pelaksanaan anggaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.

b. Akuntabilitas

Adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat.

c. Value for Money

Adalah diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi berkaitan


(51)

dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (publis money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik.

2.2.2. Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerahterdiri atas (Sunarto, dkk, 2007:22):

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Perincian selanjutnya, Pendapatan Asli Daerah terdiri atas (Sunarto, dkk, 2007:22):

a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah.

Lain-lain PAD yang sah terdiri dari (Sunarto, dkk, 2007:23): a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;


(52)

b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

c. Jasa giro;

d. Pendapatan bunga; e. Tuntutan ganti rugi;

f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan terdiri dari (Sunarto, dkk, 2007:23):

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.

Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat (Sunarto, dkk, 2007:22).


(53)

2.2.3. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU RI No. 28 Th. 2009).

Jenis pajak daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (UU RI No. 28 Th. 2009):

a. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : 1. Pajak Kendaraan bermontor;

Adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermontor.

2. Bea balik Nama Kendaraan;

Adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermontor;

Adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermontor.

4. Pajak Air Permukaan,

Adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.


(54)

5. Pajak Rokok.

Adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

b. Jenis Pajak Kabubaten/Kota terdiri atas : 1. Pajak Hotel;

Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 2. Pajak Restoran;

Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran

3. Pajak Hiburan;

Adalah pajak atas penyelengaraan hiburan. 4. Pajak Reklame;

Adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. 5. Pajak Penerangan Jalan;

Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

7. Pajak Parkir;

adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok


(55)

usaha maupun yang disediakan sebagi suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermontor.

8. Pajak Air Tanah;

Adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

9. Pajak Sarang Burung Walet;

Adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan, Adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Adalah pajak atas perolehan hak atas dan/atau bangunan. Perolehan hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pribadi atau badan.


(56)

2.2.4. Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan (UU RI No. 28 Th. 2009).

Objek Retribusi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu(UU RI No. 28 Th. 2009):

a. Jasa Umum;

Objek retribusi Jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentringan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis retribusi jasa umum adalah: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

2. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan;

3. Retribusi penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda penduduk dan Akta Catatan Sipil;

4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabunan Mayat; 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

6. Retribusi Pelayanan Pasar;

7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermontor;

8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam kebakaran; 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;


(57)

11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; 12. Retribusi pelayanan Tera/Tera Ulang; 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan

14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. b. Jasa Usaha;

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prisnsip komersial yang meliputi :

1. Pelayanan dengan menggunakan/pemanfaatan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan atau 2. Pelayanan oleh pemerintah Daerah sepanjang belum

disediakan secara memadai oleh pihak swasta. Jenis retribusi jasa usaha adalah:

1. Retribusi pemakaian kekayaan Daerah; 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokooan; 3. Retribusi Tempat Pelelangan;

4. Retribusi Terminal;

5. Retribusi tempat Khusus Parkir;

6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; 7. Retribusi Rumah Potong Hewan;

8. Retribusi pelayanan Kepelabuhan;

9. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah raga; 10. Retribusi Penyeberangan di Air; dan


(58)

11. Retribusi penjualan Produksi Usaha Daerah. c. Perizinan Tertentu.

Objek retribusi perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah : 1. Retribusi Izin Mendirikan bangunan;

2. Retribusi Izin tempat Penjualan Minuman Berakhohol; 3. Retribusi Izin Gangguan;

4. Retribusi Izin Trayek; dan 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

2.2.5. Hubungan Antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pendapatan asli daerah, dimana kedua sumber tersebut menjadi penyumbang penerimaan pendapatan daerah yang cukup banyak, hal ini sesuai dengan UU RI No. 28 tahun 2009 yang menyatakan bahwa pajak daerah dan retribusi


(59)

daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.

Menurut Widayat (1994) dalam Syaharuddin, dkk, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD, antara lain:

a. Banyak sumber pendapatan di Kabupaten/Kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaran bermotor (PKB).

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya.

d. Adanya kebocoran-kebocoran. e. Biaya pungut yang masih tinggi.

f. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan.

g. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

Novalita dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor” menunjukkan bahwa pajak daerah memberikan peranan terbesar terhadap PAD.


(60)

2.3. Model Koseptual dan Hipotesis

(X) Pajak Daerah

(Y)

Retribusi Daerah

(Z) Pendapatan

Asli Daerah H1

H2

Sunarto, dkk (2007:4)

Widayat (1994) dalam Syaharuddin, dkk Novalita

Sumber:

Gambar 2.1: Model Konseptual Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan hubungan antar variabel, hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

H2: Retribusi Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.


(61)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ilimiah harus dilakukan secara sistematik artinya dilakukan dengan melewati proses yang memiliki tata urut penelitian yang jelas, dengan langkah-langkah kritikal yang tertata baik, dengan orientasi pada satu atau sekelompok pohon ilmu yang tersajikan secara jelas. Penelitian ilmiah dilakukan berbasis pada data yang dikumpulkan dan digunakan secara objektif (Ferdinand, 2006:3).

Penelitian ini tergolong penelitian kausalitas. Penelitian kausalitas adalah penelitian yang ingin mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab-akibat (cause-effect) antar beberapa konsep atau beberapa variabel atau beberapa strategis yang dikembangkan dalam manajemen (Ferdinand, 2006:5).

Penelitian ini juga disebut riset metoda ilmiah (scientific method) yang didefinisikan sebagai investigasi yang sistematik, terkendali dan empiris terhadap suatu set hipotesis-hipotesis yang dibangun dari suatu struktur teori. Riset metoda ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Jogiyanto, 2008:6):


(62)

a. Investigasi sistematik b. Empiris

c. Menggunakan suatu set hipotesis-hipotesis

3.2. Identifikasi Variabel

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam: (1) variabel eksogen yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (2) variabel endogen yaitu Pendapatan Asli Daerah.

3.3. Definisi operasional

Definisi operasional menerangkan bagaimana mengukur atau menerangkan suatu konsep. Adapun operasional dari variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pajak Daerah (X)

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Indikator pajak daerah, yaitu:


(63)

1) Sosialisasi (X1) 2) Mutu pelayanan (X2)

3) Penerapan sanksi bagi wajib pajak (X3) 4) Kebijakan Pemerintah Daerah (X4)

5) Penerapan reward dan punishment pada aparatur

Pemerintah Daerah (X5) 6) Survey subyek pajak (X6) 7) Survey objek pajak (X7) b. Retribusi Daerah (Y)

Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Indikator Retribusi Daerah, yaitu: 1) Sosialisasi (Y1)

2) Mutu pelayanan (Y2)

3) Penerapan sanksi bagi wajib retribusi (Y3) 4) Kebijakan Pemerintah Daerah (Y4)

5) Penerapan reward dan punishment pada aparatur Pemerintah Daerah (Y5)

6) Survey subyek retribusi (Y6) 7) Survey objek retribusi (Y7)


(64)

c. Pendapatan Asli Daerah/PAD (Z)

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan Kabupaten/Kota yang diterima atau diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Indikator Pendapatan Asli Daerah, yaitu:

1) Target PAD (Z1) 2) Realisasi PAD (Z2) 3) Pengelolaan PAD (Z3)

3.4. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Pengukuran ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi.

Menggunakan skala penilaian (skor) 1 sampai 5, Kelima skala yang dipakai dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut:

1 5 sangat tidak setuju sangat setuju Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 5


(65)

pada masing-masing skala, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5 nilai tertinggi.

3.5. Prosedur Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden berkaitan dengan variabel dan indikator yang diteliti.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah diolah dalam bentuk naskah tertulis atau dokumen. Data sekunder ini merupakan data pendukung yang sangat diperlukan dalam penelitian ini, misalnya sejarah organisasi, jumlah karyawan, data penjualan, dan lain-lain.

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Yaitu dengan melakukan tanya jawab untuk mendapatkan informasi mengenai variabel penelitian secara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan dalam perusahaan atau objek penelitian ini.


(66)

b. Kuesioner

Yaitu dengan memberikan daftar pernyataan yang diisi oleh responden.

3.6. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur Pemerintah Daerah yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah di Kabupaten Sidoarjo, dikarenakan pihak-pihak tersebut memahami realita yang ada di lapangan.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Sidoarjo yang sedang berada di kantor.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dan dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2006:96).

Teknik penentuan ukuran atau besar sampel yang digunakan adalah teknik Maximum Likelihood Estimation sebesar 100-200, jumlah atau ukuran sampel adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi (Ferdinand, 2002:48). Berdasarkan


(67)

pernyataan tersebut penelitian ini menggunakan sampel sebesar 170 responden yang diperoleh dari jumlah indikator yaitu 17 dikali 10.

3.7. Analisis Data

3.7.1. Model Struktural dan Pengukuran

Untuk mencapai tujuan penelitian serta pengajuan hipotesis yang diajukan, maka seluruh data dan informasi yang dikumpulkan selanjutnya akan diolah sesuai dengan kebutuhan analisis, untuk kepentingan pembahasan data diolah dan disajikan berdasarkan prinsip-prinsip statistik deskriptif. Kemudian untuk kepentingan analisis dan pengujian hipotesis digunakan pendekatan statstik inferensial.

Analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Model Persamaan Struktur atau

Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan paket program Amos 4.01.


(68)

X1 (X) Pajak Daerah (Y) Retribusi Daerah (Z) Pendapatan Asli Daerah X2 X3 X4 X5 X6 Z1 X7 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Z2 Z3 H1 H2

Gambar 3.2: Model Konseptual dan Indikator

Structural Equation Model (SEM) adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif “rumit”, secara simultan, hubungan yang rumit itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (atau konstruk, yang dibangun dari beberapa variabel indikator), tentu saja variabel-variabel itu dapat berbentuk sebuah variabel tunggal yang diobservasi atau yang diukur langsung dalam sebuah proses penelitian (Ferdinand, 2002:6).


(69)

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian multiindikator dengan menggambarkan fenomena praktis yang diamati dalam berbagai indikator, untuk mendapatkan hasil penelitian yang mampu dalam mengakomodasi penelitian multiindikator maka peneliti menggunakan analisis statistik pemodelan persamaan struktural (Structural Equation Model/SEM).

Analisis SEM merupakan metode statistik yang menggunakan pendekatan uji hipotesis atau confirmatory. Artinya, hubungan kausal antar variabel konstruk eksogen dan variabel konstruk endogen serta variabel konstruk dengan variabel indikator didasarkan pada justifikiasi (pembenaran) induktif maupun teori. Penelitian yang menggunakan SEM sebagai alat analisis, memiliki dua tujuan (Suja’i, 2007:66), yaitu:

a. Menguji kesesuaian model yang dihasilkan

b. Menguji hipotesis yang telah dibangun sebelumnya

Menurut Hair et.al. (1992), dalam Suja’i (2007:67), ada tujuh langkah yang harus dilakukan apabila menggunakan Structural Equation Model (SEM) yaitu:

a. Pengembangan model teoritis.

Langkah pertama prinsipnya merupakan pengujian kausalitas secara empiris dari teori yang sudah ada dan digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis melalui data empirik.


(70)

b. Pengembangan diagram jalur (Path Diagram).

Langkah kedua menunjukkan model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram alur hubungan antara konstruk akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus akan menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk dengan konstruk yang lain sedangkan garis lengkung antar konstruk dengan anak panah pada setiap ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu: Konstruk eksogen dan konstruk endogen.

c. Konversi diagram path kedalam persamaan struktural dan model pengukuran.

Langkah ketiga menjelaskan bahwa persamaan yang didapatkan dari diagram alur yang telah dikonversi terdiri dari :

1). Persamaan struktural (structural equation) yang dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.

2). Persamaan spesifik model pengukuran (measurement

models) dengan menentukan variabel yang mengukur konstruk dan matriks yang menunjukkan korelasi menjadi hipotesis antar konstruk atau variabel.


(71)

d. Memilih matriks input dan estimasi model.

Langkah keempat menjelaskan bahwa data input SEM adalah matriks varians/kovarians atau teknik korelasi untuk keseluruhan model estimasi yang dilakukan. Matrik kovarian digunakan karena SEM memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda yang tidak dapat disajikan oleh korelasi. Dalam penggunaan SEM disarankan agar menggunakan matriks varians/kovarians pada saat pengujian teori sebab akan lebih memenuhi asumsi metodologi dimana besarnya standart error yang diajukan akan menunjukkan angka yang lebih akurat dibandingkan apabila menggunakan matriks korelasi.

e. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi.

Langkah kelima menjelaskan bahwa setelah dilakukan revisi model masih terdapat hasil estimasi yang unik, maka perlakuan lainnya adalah menciptakan composite variabels melalui

compusite measure atau mengembangkan lebih banyak konstruk.

f. Evaluasi kriteria goodness-of- fit

Pada langkah keenam dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui evaluasi terhadap berbagai kriteria


(72)

value untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.

1) X2 atau Chi-Square statistik, dimana model dipandang baik atau memuaskan apabila nilai Chi-Square rendah. Semakin kecil nilai X2 maka model dinyatakan semakin baik dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-of value sebesar P > 0,05 atau P > 0,010.

2) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)

yang menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan apabila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya suatu model berdasarkan degree of freedom.

3) GFI (Goodness of Fit Index) adalah ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor of-fit) sampai 1,0 (perfect of-fit). Nilai yang tinggi dalam indeks tersebut menunjukkan sebuah better of-fit.

4) AGFI (Adjusted Goodness of fit Index) adalah ukuran penerimaan yang direkomendasikan apabila mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90.

5) CFI (Comparative Fit Index) adalah ukuran tingkat fit

dengan ketentuan apabila mendekati 1,00 maka mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang


(73)

merekomendasikan adalah CFI > 0,95. Untuk lebih jelasnya Indeks yang digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1: Goodness of – Fit Indices

Goodness of- fit Index Kriteria

X Chi-Square Diharapkan Kecil Significant

Probability ≥ 0,05

RMSEA ≤ 0,08

GFI ≥ 0,90

AGFI ≥ 0,90

CMIN/DF ≤ 2,00

TLI ≥ 0,95

CFI ≥ 0,95

Sumber: Ferdinand (2002:61)

Keterangan :

a) Chi-squarey statistics

Likehod ratio chi-square satistcs merupakan alat uji statistik untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan antara matrik kovarians populasi dan kovarians sampel. Hal ini sesuai dengan tujuan analisis yaitu untuk mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau fit terhadap data. Oleh sebab itu dibutuhkan nilai Chi-square yang tidak signifikan, yang

menguji hipotesis nol bahwa estimated population


(74)

yang rendah menghasilkan sebuah tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 akan mengindikasikan tidak adanya yang signifikan antara matrik kovarians data dan matrik kovarians yang di estimasi.

b) The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) RMSEA merupakan sebuah indeks yang dapat

dipergunakan untuk mengkompensasikan Chi-square

Statistics dalam sampel ukuran besar. Nilai RMSEA

menunjukkan Goodness of-fit yang dapat diharapkan apabila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA

yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah

close fit dari model tersebut berdasarkan degree of freedom.

c) AGFI (Adjusted Godness of-fit Index)

Fit Indeks dalam hal ini dapat disesuaikan terhadap degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI memiliki nilai sama dengan satu atau lebih besar dari 0,90. Baik GFI dan AGFI pada dasarnya merupakan kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matrik kovarians sampel. Nilai


(75)

sebesar 0,90 dapat diinterpretasikan diharapkan yaitu jika ditemukan residual yang besar.

g. Interpretasi dan Modifikasi Model

Model dinyatakan fit kemudian diinterpretasikan sesuai dengan konsep dan hipotesis yang dibangun. Hasil estimasi model yang fit, residual dari covariansnya haruslah kecil di mana nilai residual covariance standard < 2,58 atau mendekati nol (Hair

et.al., 1992 dalam Suja’i, 2007:76). Model yang dinyatakan tidak fit perlu dilakukan modifikasi (remodeling). Ada beberapa sebab mengapa model tidak fit, antara lain karena tidak dipenuhinya asumsi persamaan struktural pengukuran konstruk tidak valid dan tidak reliabel, ukuran sampelnya kurang atau terlalu besar serta adanya nilai varian negatif. Indikasi model yang tidak fit bisa dilihat dari beberapa gejala, antara lain residual covariance relatif besar ( > 2,58), goodness of fit statistik tidak memenuhi kriteria yang ditentukan.


(76)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

Kabupaten Sidoarjo merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang terletak diantara dua sungai besar yaitu sungai porong dan sungai Surabaya sehingga terkenal dengan sebutan kota Delta. Kabupaten Siodoarjo dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan.

Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari. Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P Tjokronegoro) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare,


(77)

yang memiliki konotasi kurang bagus diubah menjadi Kabupaten Sidoarjo.

Setelah R. Notopuro wafat tahun 1862, maka kakak almarhum 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan, pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.

Di masa Pedudukan Jepang (8 Maret 1942 - 15 Agustus 1945), daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo juga berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang (yaitu oleh

Kaigun, tentara Laut Jepang). Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu. Permulaan bulan Maret 1946 Belanda mulai aktif dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah ini, ketika Belanda menduduki Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong. Daerah Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dari jurusan Tulangan. Sidoarjo jatuh ke tangan Belanda hari itu juga. Pusat pemerintahan Sidoarjo lalu dipindahkan lagi ke daerah Jombang.


(1)

104

Sunarto, dkk (2007:4) menyatakan Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah, dan salah satunya adalah Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000).

Hasil analisis deskripsi variabel retribusi daerah yang meliputi sosialisasi, mutu pelayanan, penerapan sanksi bagi wajib retribusi, kebijakan Pemerintah Daerah, penerapan reward dan punishment pada aparatur Pemerintah Daerah, survey subyek retribusi, survey objek retribusi, indikator penerapan reward dan punishment pada aparatur Pemerintah Daerah mempunyai pengaruh lebih besar terhadap retribusi daerah Kabupaten Sidoarjo.

Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan atau mengoptimalkan retribusi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo harus menerapkan reward dan punishment pada aparatur Pemerintah Daerah, karena dengan menerapkan hal tersebut diharapkan aparatur Pemerintah Daerah dapat lebih kreatif sekaligus mampu memberikan usulan-usulan positif untuk meningkatkan retribusi daerah dan meminimalisir tindakan-tindakan di luar prosedur yang ditentukan, sehingga retribusi Daerah dan PAD akan meningkat.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis Structural Equatiaon Modeling (SEM) untuk menguji variabel pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perolehan pajak daerah yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berarti semakin tinggi perolehan pajak daerah maka semakin tinggi pula pendapatan asli daerah (PAD) nya.

2. Perolehan retribusi daerah yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berarti semakin tinggi perolehan retribusi daerah maka semakin tinggi pula pendapatan asli daerah (PAD) nya.

3. Variabel retribusi daerah memiliki pengaruh lebih besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) daripada variabel pajak daerah.


(3)

106

3.2. Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo harus lebih optimal dalam menyusun atau membuat kebijakan yang berdampak pada meningkatnya perolehan pajak daerah, retribusi daerah yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dapat menerapkan reward dan punishment pada aparatur pemerintah daerah nya, sehingga Kabupaten Sidoarjo memiliki SDM yang berkualitas sekaligus dapat membantu meningkatkan pajak daerah, retribusi daerah yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo melakukan sosialisasi mengenai pajak daerah dan retribusi daerah di tempat-tempat strategis seperti di mall atau taman hiburan.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo lebih optimal dalam menerapkan prinsip-prinsip good government governance dalam pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD).


(4)

107

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dalam memanfaatkan penerimaan daerah lebih berorientasi pada kepentingan publik (public oriented).

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dapat menindak tegas oknum-oknum yang tindakannya merugikan Pemerintah Daerah terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ferdinand, Augusty (2002), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Penerbit BP Undip, Semarang.

Hair, J.F. et. al. (1998), Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Haryanto, Joko Tri. Potret PAD Dan Relevansinya Terhadap Kemandirian Daerah.

Jogiyanto. (2008). Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Andi, Yogyakarta.

Johnson, RA & Winchern DW, (2007). Aplied Multivariate Stastistical

Analysis. Prentice Hall, Englewood Chiffs. Ney Jersey.

LKPJ Bupati Sidoarjo Tahun Anggaran 2009. LKPJ Bupati Sidoarjo Tahun Anggaran 2010.

Mardiasmo, (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDI, Yogyakarta.

Novalita, Betta Sari. Peranan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kebupaten Bogor.

Propinsi Jawa Timur Dalam Angka 2010

Riduansyah, M. (2003). Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor). Makara, Sosial Humaniora, Vol. 7, No. 2.

Santoa, Pribayu B dan Retno Puji Rahayu (2005). Analisis Pendapatan Asli Derah (PAD) dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kediri. Dinamika Pembangunan, Vol. 2 No. 1/ Juli 2005.

Sugiyono,. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung. Suja’i, Yusuf Imam. (2007). Aplikasi Program AMOS Untuk

Confirmatory Factor Analysis dan Structural Equation Modeling.


(6)

Sunarto, dan Soedarsono. (2007). Sistem Administrasi Keuangan Daerah.

Suryono, Wiratno B. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah.

Syaharuddin, H, Mappa Nasrun dan Alwi. Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Mira Info.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat, Jakarta, hlm 5-9.

Zahari, M. (2008). Analisis Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.8 No. 3 Oktober 2008. www.kabarbisnis.com (23/04/2011)

www.sidoarjokab.go.id (23/04/2011) www.wikipedia.com (23/04/2011)


Dokumen yang terkait

Strategi Pelaksanaan Retribusi Terminal Guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kota Rantauprapat (Studi Pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kabupaten Labuhanbatu)

4 112 94

Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Samosir

7 105 84

Kontribusi Penerimaan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemkab/Pemko di SUMUT.

3 62 88

Peranan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Pematang Siantar sesudah otonomi daerah.

9 104 90

Peranan Pajak Hotel Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan

7 54 111

Analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD); studi empiris pada Propinsi Bengkulu

12 81 98

Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2006-2010

0 5 0

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN Peranan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Ekskaresidenan Banyumas.

0 1 14

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN Peranan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Ekskaresidenan Banyumas.

0 0 17

Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sidoarjo

0 0 32