Analisis Sistem Tenaga Elektrik Silabus
===
Sudaryatno Sudirham
Analisis Analisis Analisis Analisis
Sistem Tenaga Sistem Tenaga Sistem Tenaga Sistem Tenaga
Darpublic – Edisi Juli 2012
Analisis
Sistem Tenaga
oleh
Sudaryatno Sudirham
Hak cipta pada penulis
SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Sistem Tenaga Darpublic, Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
ii
Pengantar
Buku ini berisi bahasan analisis sistem tenaga, yang merupakan suatu analisis pada tingkat transmisi (tidak termasuk sistem distribusi); pembahasan disajikan dalam lima bab. Bab pertama berisi tinjauan umum pada sistem tenaga, mencakup ketersediaan sumber energi sampai dengan sistem polifasa, pada pembebanan seimbang dan tak seimbang; di sini diberikan penjelasan mengenai perhitungan dalam per-unit serta komponen simetris yang akan dimanfaatkan pada pembahasan di bab-bab selanjutnya. Tiga bab berikutnya berisi bahasan mengenai piranti utama sistem tenaga, mencakup saluran transmisi, transformator, dan mesin sinkron; di tiga bab ini dibahas rangkaian ekivalen serta kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Bab terakhir berisi bahasan mengenai permasalahan aliran daya, dengan salah satu metoda silusi yaitu metoda Newton-Raphson. Pada dasarnya kondisi operasional sistem yang dibahas adalah kondisi mantap; hanya sedikit disinggung situasi transien pada saluran transmisi dan mesin sinkron. Stabilitas transien dan analisis keadaan hubung singkat belum dibahas dalam buku ini.
Mudah-mudahan sajian ini bermanfaat bagi para pembaca. Saran dan usulan para pembaca untuk perbaikan dalam publikasi selanjutnya, sangat penulis harapkan.
Bandung, Juli 2012 Wassalam,
Penulis.
iii
Darpublic
Kanayakan D-30, Bandung, 40135
Dalam format .pdf buku ini dapat diunduh bebas di
www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
Selain Buku-e, di
www.ee-cafe.org
tersedia juga open course dalam format .ppsx beranimasi dan .pdf
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar iii Daftar Isi
v Bab 1: Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Energi yang Tersedia. Struktur Sistem Tenaga Listrik. Penyaluran Energi Listrik. Sumber Energi Primer. Beban. Sistem Polifasa. Sistem Tiga-fasa Seimbang. Sistem Tiga-fasa Tak Seimbang. Pernyataan Sistem Tenaga.
Bab 2: Saluran Transmisi
Impedansi dan Admitansi. Rangkaian Ekivalen. Perubahan Pembebanan. Perubahan Panjang Saluran. Lossless Line . Analisis Pembebanan Saluran Transmisi. Transien Pada Saluran Transmisi.
Bab 3: Transformator 113
Transformator Satu –fasa. Transformator Pada Sistem Tiga-fasa. Transformator Tiga Belitan. Transformator Tiga-fasa Dibangaun Dari Transformator Satu-fasa. Pergeseran Fasa Pada Hubungan Y- ∆ . Sistem Per-Unit Pada Saluran Dengan Transformator. Transformator Polifasa.
Bab 4: Mesin Sinkron 157
Mesin Sinkron Kutub Menonjol. Mesin Sinkron Rotor Silindris. Kopling Turbin-Generator. Daya Mesin Sinkron. Batas Operasi Mesin Sinkron. Transien Pada Mesin Sinkron. Lebih Lanjut Tentang Mesin Sinkron Kutub Menonjol.
Bab 5: Analisis Aliran Daya 197
Analisis Aliran Daya. Persamaan Arus-Tegangan. Persamaan Aliran Daya. Metoda Newton-Raphson. Contoh Sistem Dua Bus. Contoh Sistem Tiga Bus.
Daftar Pustaka 225 Biodata Penulis
226 Indeks
vi
BAB 1 Tinjauan Umum Pada Sistem
Tenaga
1.1 Energi Yang Tersedia dan Energi Listrik
Energi tersedia di alam dalam berbagai bentuk, dan manusia mengubahnya ke dalam bentuk energi listrik untuk memenuhi kebutuhannya. Pengubahan atau konversi ini memberikan keuntungan namun konversi tersebut juga memerlukan biaya yang tidak kecil.
Berbagai bentuk energi yang mungkin dikonversikan ke dalam energi listrik:
• Energi radiasi (sinar matahari). • Energi panas bumi. • Energi kimia (batubara, minyak bumi). • Energi kinetik gelombang laut. • Energi kinetic arus laut. • Energi potensial air terjun. • Energi nuklir.
Bentuk energi listrik memberikan beberapa keuntungan: • Lebih mudah diatur/dikendalikan.
• Dapat ditransmisikan dengan kecepatan cahaya. • Dapat dikonversikan ke bentuk energi lain dengan efisiensi tinggi. • Bebas polusi, walaupun dalam konversinya dari bentuk aslinya menimbulkan juga masalah polusi. • Konversi ke bentuk lain biasanya mudah dan sederhana.
Kelemahan energi listrik terutama adalah bahwa proses penyediaannya memerlukan pendanaan cukup besar. Kita sadari bahwa sistem tenaga listrik adalah besar baik dilihat dari ukurannya, investasinya, jumlah energi yang dikelola, besaran fisisnya (tegangan, arus) sampai kepada piranti-pirantinya. Oleh karena itu pembangunan sistem biasanya dilakukan tidak selalu dari nol melainkan mengembangakan sistem yang sudah ada; kebutuhan energi listrik yang terus tumbuh, memaksa sistem tenaga listrik Kelemahan energi listrik terutama adalah bahwa proses penyediaannya memerlukan pendanaan cukup besar. Kita sadari bahwa sistem tenaga listrik adalah besar baik dilihat dari ukurannya, investasinya, jumlah energi yang dikelola, besaran fisisnya (tegangan, arus) sampai kepada piranti-pirantinya. Oleh karena itu pembangunan sistem biasanya dilakukan tidak selalu dari nol melainkan mengembangakan sistem yang sudah ada; kebutuhan energi listrik yang terus tumbuh, memaksa sistem tenaga listrik
Dalam Tinjauan Sistem Tenaga Listrik ini, kita banyak menoleh ke PLN. Energi listrik diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1897 (masih zaman penjajahan) dengan didirikannya perusahaan listrik pertama yang bernama Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM) di Batavia (sekarang Jakarta) dengan kantor pusat di Gambir. Dua belas tahun setelah itu di Surabaya didirikan Algemeene Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) pada tahun 1909 oleh perusahaan gas NIGM [Ensiklopedi Blora , 2011]. Frekuensi yang digunakan pada sistem tenaga yang dibangun adalah 50 Hz, standar Eropa.
Yang menarik dalam kaitan perkembangan kelistrikan di Indonesia adalah bahwa pengenalan energi listrik di Indonesia tidaklah jauh dari perkembangan kelistrikan di Amerika. Kita baca misalnya dalam buku Charles A Gross [1] bahwa pada tahun 1890-an perusahaan Westinghouse baru bereksperimen dengan apa yang disebut “alternating current”. Persaingan berkembang antara General Electric dan Westinghouse dalam menentukan apakah dc atau ac yang sebaiknya digunakan oleh industri. Pada akhirnya bentuk ac dapat diterima, antara lain oleh alasan-alasan berikut:
• Transformator (ac) memberikan kemungkinan untuk
mengubah tegangan maupun arus secara mudah. • Generator ac jauh lebih sederhana dibandingkan dengan
generator dc. • Motor-motor ac juga lebih sederhana dan lebih murah dari
motor dc. Pada sekitar 1900 masih diperdebatkan mengenai frekuensi yang
harus digunakan dalam mencatu daya ac, apakah 25, 50, 60, 125, dan 133 Hz. Jika tidak di-standarkan akan diperlukan beaya untuk peralatan konversi agar antar sistem dapat dihubungkan. Pada waktu itu pembangkit hidro cenderung menggunakan 25 Hz karena turbin air dapat dirancang untuk mencapai efisiensi yang lebih baik pada kecepatan yang sesuai dengan pembangkitan 25 Hz. Masalah yang timbul pada penggunaan frekuensi ini adalah terjadinya flicker pada lampu pijar. Pada akhirnya diterimalah frekuensi 60 Hz sebagai frekuensi standar karena pada frekuensi ini flicker tidak lagi terasa dan turbin uap berkinerja baik pada kecepatan perputaran yang
2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Pemanfaatan energi listrik yang pertama kali adalah untuk keperluan penerangan. Lampu listrik terus dikembangkan untuk memperoleh lumen per watt semakin tinggi. Kebutuhan energi listrik kemudian berkembang, tidak hanya untuk memenuhi keperluan penerangan tetapi juga keperluan akan energi untuk mengoperasikan berbagai alat rumah tanggga, alat kantor, pabrik-pabrik, gedung-gedung, sampai ke arena hiburan. Kebutuhan yang terus meningkat tersebut memerlukan penyaluran energi dengan tegangan yang lebih tinggi. Dibuatlah transformator penaik tegangan untuk mengirimkan energi dan transformator penurun tegangan untuk disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
1.2 Struktur Sistem Tenaga Listrik
An electrical power system can be defined as follows: An electrical power system is a network of interconnected components designed to convert nonelectrical energy continuously into the electrical form; transport the electrical energy over potentially great distances; transform the electrical energy into a specific form subject to close tolerances; and convert the electrical energy into a usable nonelectrical form. [1].
Agar dapat diimplementasikan, sistem ini harus aman, dapat diandalkan, ekonomis, ramah lingkungan, dan secara sosial dapat diterima. Sistem tenaga dapat dipandang terdiri dari beberapa sub- sistem, yaitu
Pembangkitan (Generation) Transmisi (Transmission) Subtransmission Distribusi: primer, sekunder Beban
1.2.1 Pembangkitan
Piranti utama di sub-sistem pembangkitan adalah generator yang merupakan sumber energi listrik. Istilah “sumber energi” di sini agaknya kurang tepat, mengingat bahwa sesungguhnya generator hanyalah mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Generator ini, di pusat pembangkit tenaga air misalnya, digerakkan (diputar) oleh turbin air dan turbin sendiri digerakkan Piranti utama di sub-sistem pembangkitan adalah generator yang merupakan sumber energi listrik. Istilah “sumber energi” di sini agaknya kurang tepat, mengingat bahwa sesungguhnya generator hanyalah mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Generator ini, di pusat pembangkit tenaga air misalnya, digerakkan (diputar) oleh turbin air dan turbin sendiri digerakkan
Pada umumnya generator merupakan mesin berputar, yang membangkitkan daya mulai dari puluhan kW hingga lebih dari 1000 MW, dengan tegangan mulai dari 380 V sampai 25 kV. Sisi keluaran generator merupakan sistem tiga-fasa.
1.2.2 Transmisi
Daya listrik dari pusat pembangkit disalurkan ke berbagai tempat melalui saluran transmisi. Tegangan saluran transmisi di sistem PLN adalah 150 kV, yang disebut Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan 275 – 500 kV yang disebut Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Di Amerika digunakan tegangan mulai 115 kV sampai 765 kV.
Sesungguhnya ada dua kemungkinan pembangunan saluran transmisi yaitu bawah tanah (underground) dan diatas tanah (overhead) yang kita sebut saluran udara. Saluran udaralah yang umum digunakan. Saluran udara ini biasanya panjang sampai ratusan kilometer. Konduktor yang digunakan adalah konduktor telanjang (tanpa isolasi padat) sehingga ia harus didukung oleh isolator yang terpasang pada menara. Saluran ini berhubungan langsung dengan udara sekitarnya sehingga sangat terpengaruh oleh kondisi alam seperti polusi dan petir.
Jaringan transmisi harus memiliki fleksibilitas untuk menyalurkan daya besar melalui sejumlah route. Ia harus dirancang sedemikian rupa sehingga gagalnya sejumlah kecil saluran tidak menyebabkan kegagalan seluruh sistem. Saluran ini juga harus mampu berfungsi sebagai penghubung yang mampu menyalurkan energi ke kedua arah.
Piranti yang menghubungkan generator dan saluran transmisi adalah transformator, yang berfungsi untuk mengubah tegangan keluaran generator ke tegangan transmisi yang lebih tinggi.
1.2.3 Subtransmissi
Di Indonesia (jaringan PLN), istilah “subtransmisi” tidak digunakan. Di PLN pernah digunakan saluran dengan tegangan 30
4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
1.2.4 Distribusi
Saluran transmisi mencatu gardu-gardu induk, di mana tegangan diturunkan menjadi tegangan distribusi primer. Jaringan distribusi primer mencatu pelanggan tegangan menengah 20 kV. Pernah pula digunakan tegangan 6 dan 12 kV namun telah ditinggalkan.
Jaringan distribusi primer bisa dirancang sebagai jaringan radial ataupun loop. (lihat Gb.1.1) Pada jaringan radial
Beban 1 Beban 2 daya mengalir satu arah yaitu dari
GI sumber (gardu) ke
Beban 3 Beban 4 beban
(pengguna/pelang Radial gan). Pada
jaringan loop, beban dapat
Beban 1 Beban 2 menerima daya
GI lebih dari satu
arah. Selain radial Beban 3 Beban 4 dan loop, dikembangkan
Loop pula struktur
Gb.1.1 Jaringan radial dan loop. jaringan spindle.
Pada tahap terakhir, tegangan diturunkan lagi menjadi 380/220 V. Jaringan yang melayani pengguna pada tegangan rendah ini merupakan jaringan distribusi sekunder. Jaringan ini bisa sangat rumit, terutama di lokasi padat pengguna.
1.2.5 Beban
Beban (pengguna/pelanggan) mengambil energi listrik dari jaringan. Ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam melayani beban ini.
1. Tegangan harus konstan, tidak naik-turun.
2. Frekuensi harus konstan.
3. Bentuk gelombang tegangan sedapat mungkin sinusoidal. Untuk menentukan apakah ketentuan ini terpenuhi atau tidak,
digunakan indeks kinerja.
1. Regulasi Tegangan: Deviasi nilai tegangan pada waktu beban berubah dalam batas-batasnya. Biasanya diambil sekitar 5%.
2. Regulasi Frekuensi: Pada keadaan normal, variasi frekuensi biasanya cukup kecil, ± 0 . 1 Hz , dan tidak terasa oleh beban.
3. Kandungan Harmonisa: (Lihat: Analisis Rangkaian Listrik Jilid-
1.3 Penyaluran Energi Listrik
Kita mengenal dua cara penyaluran energi listrik yaitu penyaluran menggunakan arus searah (selanjutnya kita sebut sistem arus searah, disingkat sistem AS) dan menggunakan arus bolak-balik sinusoidal (selanjutnya kita sebut sistem arus bolak-balik, disingkat sistem ABB). Berikut ini kita akan melihat perbandingan daya maksimum yang mampu disalurkan melalui beberapa konfigurasi saluran.
1.3.1. Daya
Perhatikan situasi
penyaluran i daya
+ Jaringan dua jaringan
antar
Jaringan
A v B seperti
− diperlihatkan
pada Gb.1.2. Gb.1.2. Penyaluran daya antara dua jaringan. Hubungan
antara A dan B digambarkan hanya dengan dua garis. Namun penyaluran daya dari A ke B biasanya dilakukan dengan sejumlah konduktor (2, 3, 4 konduktor) dengan susunan tertentu, yang kita sebut konfigurasi saluran.
Daya (laju aliran energi) dari A ke B adalah p = vi
(1.1) p = daya, v = tegangan, i = arus (yang ditulis dengan huruf kecil
untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan fungsi waktu).
6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Untuk memperbesar aliran daya, v dan/atau i harus diperbesar. Akan tetapi upaya memperbesar kedua besaran ini dibatasi oleh kemampuan teknologi. Arus dibatasi oleh kemampuan hantar arus dari konduktor, sedangkan tegangan dibatasi oleh kekuatan isolasi.
Konduktor dibuat dari material yang memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, memiliki kekuatan mekanis yang sesuai, serta ekonomis. Untuk itu banyak digunakan aluminum untuk saluran transmisi, dan tembaga untuk saluran distribusi serta bagian- bagian tertentu sistem tenaga. Kemampuan hantar arus dari suatu konduktor terkait erat dengan kerapatan arus dan luas penampangnya .
I max = J max A (1.2)
I max = arus maksimum, J max = kerapatan arus maksimum, A = luas penampang konduktor. Kerapatan arus maksimum, J max , ditentukan oleh pembatasan temperatur maksimum konduktor agar
tidak terjadi kerusakan konduktor serta isolasinya.
1.3.2. Konfigurasi Saluran
Berikut ini kita akan memperbandingkan daya maksimum yang mampu disalurkan melalui suatu konfigurasi saluran tertentu.[1]. Ada enam konfigurasi yang akan kita lihat yaitu sistem AS 2 kawat, sisten AS 3 kawat, sistem ABB 1 fasa 2 kawat, sistem ABB
2 fasa 3 kawat, dan sistem ABB 3 fasa 4 kawat. Pada setiap konfigurasi, salah satu kawat di-tanah-kan, dan disebut
kawat netral; kawat yang tidak ditanahkan disebut kawat fasa. Dalam memperbandingkan kemampuan penyaluran setiap konfigurasi ini kita tetapkan bahwa
1. Luas penampang konduktor total, yaitu total jumlah luas penampang kawat fasa dan kawat netral, adalah sama yaitu
A. Karena salah satu saluran adalah saluran balik (netral) maka luas penampang konduktor yang sesungguhnya digunakan untuk mengirim daya adalah lebih kecil dari A.
2. Kerapatan arus yang mengalir tidak melebihi batas kerapatan arus maksimum yang di tentukan, yaitu J 0 . Pembatasan
karena kita akan memperbandingkan kemampuan penyaluran daya pada berbagai konfigurasi. Bukan arus yang kita tetapkan mempunyai batas maksimum karena setiap konfigurasi
ini
diperlukan diperlukan
3. Tegangan setiap konduktor ke ground (tegangan fasa ke netral) tidak melebihi batas maksimum yang ditentukan
yaitu V 0 . Tegangan antara kawat fasa dan kawat netral, berbeda antara satu konfigurasi dengan konfigurasi yang lain. Tegangan maksimum ini kita batasi untuk melihat berapakah daya yang dapat disalurkan pada tegangan fasa- netral maksimum dengan kerapatan arus yang juga maksimum.
4. Kawat netral (yang ditanahkan) merupakan saluran balik. Konfigurasi (a): Sistem AS, 2 kawat, salah satu kawat adalah kawat
netral yang merupakan saluran balik.
0,5A n 0,5A
Total luas konduktor adalah A, koduktor yang ditanahkan merupakan penghantar balik. Jadi sistem ini menyalurkan daya melalui konduktor dengan luas penampang 0,5A. Daya yang mampu disalurkan paling tinggi adalah
P a = ( 0 . 5 A ) J 0 V 0 = 0 . 5 P 0 dengan P 0 = AJ 0 V 0 (1.3) Selanjutnya kita menggunakan P 0 = AJ 0 V 0 sebagai referensi untuk
melihat kemampuan penyaluran daya pada konfigurasi yang lain; yaitu berapa kali P 0 kemampuan penyaluran dayanya.
Konfigurasi (b) : Sistem AS, 3 kawat; dua kawat merupakan saluran kirim, satu bertegangan positif dan yang satu lagi bertegangan negatif. Kawat ke-tiga adalah saluran balik yang ditanahkan.
0,5A n 0,5A
− V 0 +V 0
Konduktor pertama bertegangan positif sedangkan konduktor kedua bertegangan negatif, konduktor ketiga ditanahkan. Karena tegangan berlawanan, arus di konduktor pertama dan kedua juga berlawanan
8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
P b = 2 × ( 0 . 5 A ) J 0 V 0 = P 0 (1.4) Dari persamaan (1.4) terlihat bahwa kemampuan menyalurkan daya
pada konfigurasi (b) ini dua kali lipat dari konfigurasi (a). Konfigurasi (c) : Sistem ABB satu fasa, dua kawat; satu kawat fasa
dan yang lain kawat netral. 0,5A n
0,5A 0,707V 0
Misalkan gelombang tegangan sefasa dengan arusnya, v = V m cos ω t
i = I m cos ω t (1.5) Daya sesaat adalah
c = vi = V m I m cos ω t
m = m ( 1 + cos 2 ω t )
Daya ini berfluktuasi dengan frekuensi 2 ω . Nilai rata-rata bagian yang berada dalam tanda kurung adalah 1, sehingga daya rata-rata (atau daya nyata) adalah
P = = m I m = VI (1.7)
dengan V dan I adalah nilai efektif (rms). Arus efektif maksimum yang bisa disalurkan adalah
I = . 5 0 AJ 0 (1.8) (di sini kita menganggap bahwa arus bolak-balik yang menglir di
konduktor terdistribusi secara merata di seluruh penampang walaupun kenyataannya tidak demikian karena terjadi efek kulit. Namun anggapan ini cukup layak untuk keperluan diskusi.)
Karena kita telah menetapkan bahwa tegangan konduktor tidak lebih dari nilai batas V 0 maka tegangan efektif maksimum adalah
V = 0 = 0 , 707 V 0 (1.9)
Nilai ini yang dicantumkan pada gambar konfigurasi. Daya maksimum yang dapat ditransmisikan adalah
P c = IV = 0 . 5 AJ
0 = 0 . 354 AJ 0 V 0 = 0 . 354 P 0 (1.10)
Persamaan (1.10) menunjukkan bahwa kemampuan penyaluran daya pada konfigurasi ini hanya sekitar 35% dari kemampuan sistem AS
3 kawat. Selain itu, sebagaimana ditunjukkan oleh (1.6) penyaluran daya berfluktuasi, berarti laju penyaluran energi tidaklah konstan. Penyaluran energi semacam ini akan memaksa turbin penggerak generator juga memasok energi dengan laju yang berfluktuasi. Hal demikian tentu tidak dikehendaki. Oleh karena itu konfigurasi ini tidak digunakan untuk keluaran generator di pusat pembangkit.
Konfigurasi (d): sistem ABB satu fasa tiga kawat.
0,5A n 0,5A
0,707V 0 0,707V 0
Sistem ini memiliki keuntungan seperti halnya untuk arus searah; oleh karena itu daya maksimum yang mampu disalurkan adalah dua kali lipat kemampuan penyaluran daya pada sistem ABB satu fasa dua kawat (konfigurasi (c)).
P d = 2 P c = 0 , 707 P 0 (1.11) Nilai daya sesaat diperlihatkan pada Gb.1.3, bersama dengan nilai
sesaat daya pada konfigurasi (c). Perhatikan bahwa daya berfluktuasi dengan nilai rata-rata yang positif. Walaupun daya rata-rata bernilai positif, fluktuasi daya yang terjadi merupakan kelemahan dari konfigurasi (d) dan (c). Penyaluran energi tidak terjadi secara mantap; aliran energi berfluktuasi.
Konfigurasi (e): Sistem ABB, 2 fasa, 3 kawat; dua kawat fasa dan satu kawat netral.
10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
0,293A
0,414A 0,707V 0
0,707V 0
Jika tegangan dan arus di fasa x adalah v x = V m cos ω t
i x = I m cos ω t (1.12.a) dan di fasa y berbeda 90 o ,
(1.12.b) maka daya sesaat menjadi p v
v y = V m sin ω t
i y = I m sin ω t
e = x i x + v y i y = V m I m ( cos ω t + sin ω t ) = V m I m (1.13)
Persamaan (1.13) ini cukup mengejutkan. Perhatikan bahwa daya sesaat bernilai konstan. Daya rata-rata sama dengan daya sesaat.
P e = p e = V m I m (l5.14) Karena tegangan tidak boleh melebihi batas V 0 maka tegangan
maksimum adalah
V m = V 0 (1.15.a) Arus di kedua fasa berbeda 90 o , sehingga penghantar netral
mengalirkan arus
2 kali arus fasa; luas penampangnya juga harus dibuat
2 kali sehingga perbandingan luas penampang konduktor fasa dan netral adalah 1:1:
2 . Luas penampang konduktor fasa menjadi ( 1 /( 2 + 2 ) = 0,293 kali A. Arus maksimum konduktor fasa adalah
I m = J 0 ( 0 . 293 A ) 2 (1.15.b) Sehingga daya rata-rata adalah
V P = m I m V = 0 J 0 ( 0 , 293 A ) e 2 = 0 . 414 P 0 (1.16)
Perhatikan bahwa konduktor netral berpenampang lebih besar dari konduktor fasa sebab ia harus mengalirkan arus
2 kali dari arus fasa, jika sistem beroperasi dalam keadaan seimbang. Hal ini dapat
dimengerti karena arus balik dari kedua fasa berbeda 90 o
dan bukan 180 sehingga tidak saling meniadakan. Akan tetapi di konfigurasi ini aliran daya tidak berfluktuasi seperti dinyatakan oleh persamaan (1.13).
Konfigurasi (f): Sistem ABB 3 fasa, 4 kawat; tiga kawat fasa dan satu kawat netral.
0,333A
0,333A
0,333A n 0,707V 0
0,707V 0
0,707V 0
Tegangan dan arus fasa berbeda 120 o . Dengan urutan fasa positif, tegangan dan arus tersebut adalah:
v a = V m cos ω t v ; b = V m (cos ω t − 120 o ); v c = V m (cos ω t + 120 o ). (1.17)
i a = I m cos ω t ; i b = I m (cos ω t − 120 o 0 ; i c = I m o (cos ω t + 120 ). Daya sesaat adalah
m m ( cos ω t + cos ( ω t − 120 ) + cos ( ω t + 120
Dengan memanfaatkan relasi trigonometri
2 1 + cos 2 cos θ
persamaan (1.18) menjadi
p = m m f ( 3 + cos 2 ω t + cos( 2 ω t − 240 o ) + cos( 2 ω t + 240 o )
2 Sekali lagi kita lihat di sini bahwa daya sesaat sama dengan daya
rata-rata, yaitu
m m = 3 VI (1.21)
12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Tegangan dan arus efektif yang diperkenankan adalah
V = 0 dan I = 0 . 333 AJ 0 (1.22)
2 sehingga
3 V P = 0 f 0 . 333 AJ 0 = 0 . 707 P 0 (1.23)
2 1,141P 0
1,000P 0 Konfig.(b)
0,707P 0 Konfig. (d), (f) 0,500P 0 Konfig. (a)
0,354P 0 Konfig. (e) Konfig. (c)
Gb.1.3. Kurva daya terhadap waktu pada enam konfigurasi saluran.
Hasil perhitungan untuk enam konfigurasi di atas, dimuatkan dalam Tabel-1.1.
Tabel-1.1: Daya maksimum yang mampu ditransmisikan pada enam kofigurasi
Konfigurasi Modus operasi Daya maksimum
a) Dua kawat AS 0.500P 0
b) Tiga kawat AS 1,000P 0
c) Dua kawat ABB, 1 fasa 0,354P 0
d) Tiga kawat ABB, 1fasa 0,707P 0
e) Tiga kawat ABB, 2fasa 0,414P 0
f) Empat kawat ABB, 3 fasa 0,707P 0 Bagaimana memilih konfigurasi yang akan digunakan untuk
menyalurkan energi? Misalkan kita memilih sisem ABB. Konfigurasi c) dan d) kelihatannya terpaksa kita tolak karena
Bagaimanakah sistem penyaluran energi dengan jumlah fasa lebih banyak? Sistem multifasa dengan konfigurasi N fasa, N+1 kawat
akan memiliki kemampuan penyaluran daya sebesar 0,707P 0 . Jadi sistem 3 fasa 4 kawat merupakan sistem multi fasa yang paling sederhana ditinjau dari kemampuan penyaluran daya.
Perhitungan-perhitungan di atas ditujukan hanya untuk melihat kemampuan penyaluran daya di setiap konfigurasi. Dalam pembangunan saluran transmisi masih harus diperhitungkan banyak faktor, misalnya keperluan akan isolator, menara, susut energi. Makin banyak kita gunakan saluran fasa, makin bayak diperlukan isolator dan perancangan menara pun harus disesuaikan.
Jika kita perhatikan Tabel-1.1 di atas, transmisi AS tiga kawat, memiliki kemampuan penyaluran daya paling tinggi untuk total luas penampang konduktor yang sama. Kemajuan teknologi telah memungkinkan digunakannya sistem transmisi AS dan mengatasi kendala yang selama ini dihadapi. Mulai dari suatu jarak transmisi tertentu, biaya pembanguan sistem transmisi AS sudah menjadi lebih rendah dari sistem ABB. PLN merencanakan pembangunan transmisi AS untuk menghubungkan Sumatra dan Jawa.
1.4 Sumber Energi Primer
Sebagaimana telah disinggung, generator yang kita sebut sebagai sumber, tidak lain adalah piranti pengubah (konversi) energi dari energi non-listrik ke energi listrik. Dalam hal konversi elektro- mekanik , energi non-listrik berupa energi mekanik yang diberikan oleh turbin, dan turbin sendiri menerima energi masukan berupa energi thermal yang diubah olehnya menjadi gerak putar untuk memutar generator. Masukan energi thermal ke turbin berasal dari sumber energi primer, yang dapat berupa energi thermal maupun non-thermal.
1.4.1. Sumber Energi Primer pada Pusat Pembangkit Thermal
Batubara . Cadangan batubara Indonesia terlihat pada gambar berikut.
14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Data: Pusat Informasi & Statistik Batubara dan Mineral, Ditjen GSM, DESDM. / RUKN.
Untuk pembangkitan, batubara harus diangkut dari lokasi tambang ke pusat pembangkit. Untuk pusat pembangkit di Jawa, biaya angkut ini tidak sedikit dan dapat terganggu bila cuaca buruk. Hasil tambang batubara ada dua kategori yaitu batubara dengan kandungan kalori tinggi dan kandungan kalori rendah.
Minyak Bumi. Gambar berikut menginformasikan cadangan minyak Indonesia.
Data: Pusat Informasi Energi, DESDM. / RUKN.
Penggunaan minyak sebagai sumber energi primer untuk pembangkitan energi listrik terus diusahakan untuk dikurangi proporsinya karena harga yang terlalu tinggi.
Gas Alam. Cadangan gas bumi Indonesia terbaca pada gambar berikut. Penggunaan gas alam sebagai sumber energi primer untuk pembangkitan energi listrik diperbesar proporsinya untuk
Data: Pusat Informasi Energi, DESDM. / RUKN.
Panas Bumi. .Energi panas bumi cukup banyak tersedia di Indonesia. Penggunaan energi ini masih perlu dikembangkan. Gambar dan daftar berikut ini memperlihatkan distribusi lokasi sumber energi panas bumi.
16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Biomassa. Sumber energi ini belum berkembang walaupun dalam
skala rumah tangga telah mulai dirintis.
Sampah. Sampah sebagai sumber pembangkit energi listrik masih diwacanakan terutama untuk mengatasi masalah sampah di kota Bandung.
Energi Nuklir. Penggunaan energi nuklir di Indonesia masih dalam tingkat wacana. Sementara itu Jerman sudah mulai meninggalkan penggunaan energi nuklir untuk pembangkitan energi listrik.
1.4.2. Sumber Energi Primer Pusat Pembangkit Nonthermal Tenaga Air (
Tenaga air merupakan sumber energi yang paling murah dan kelangsungannya dapat dipercaya. Namun pembangunannya memerlukan waktu lama dibandingkan dengan pembangkit thermal. Dibandingkan dengan pembangkit thermal, pembangkit tenaga air dapat di-start dengan sangat cepat; sementara untuk men-start pembangkit thermal diperlukan waktu untuk pemanasan. Oleh karena itu pembangkit tenaga air biasanya digunakan sebagai pembangkit untuk memenuhi beban puncak, sementara pembangkit thermal menanggung beban dasar.
18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Pusat Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
Angin. Di Eropa energi angin telah banyak dimanfaatkan namun di
Indonesia masih belum berkembang walaupun telah ada.
Tenaga Surya. Di Indonesia Sumber energi ini telah mulai dimanfaatkan baik sebagai sumber tenaga listrik “stand alone” maupun sebagai pusat pembangkit walaupun masih dalam skala yang tidak besar.
20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Listrik Tenaga Surya
Gelombang Laut. Sumber energi ini belum termanfaatkan di Indonesia.
Arus laut. Di Indonesia sumber energi ini masih menjadi wacana.
1.5. Beban
1.5.1. Pengelompokan Beban
Tujuan dibangunnya suatu sistem tenaga adalah untuk mencatu energi ke beban yang berupa peralatan-peralatan yang mengubah energi listrik menjadi bentuk energi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Jenis peralatan sangat beragam, ada yang statis, ada yang berputar, ada pula yang merupakan gabungan statis dan berputar. Dalam pengusahaan tenaga listrik beban tidak diklasifikasikan berdasarkan peralatan yang dicatu akan tetapi berdasarkan sifat-sifat umum pengguna akhir. PLN melakukan klasifikasi beban (pelanggan) sebagai berikut.
Beban Rumah Tangga. Energi di jenis beban ini digunakan untuk mencatu peralatan rumah tangga yang sangat beragam. Beban ini biasanya tersebar dalam area yang luas.
Beban Industri . Beban ini membutuhkan sejumlah besar energi untuk keperluan manufaktur dan proses-proses produksi. Beban demikian biasanya terlokalisasi pada titik-titik beban di area tertentu.
Beban Komersial . Jenis beban ini bisa sekumpulan peralatan kecil seperti di rumah tangga, akan tetapi memerlukan daya agak besar untuk penerangan, pemanasan dan pendinginan. Beban ini lebih tersebar dibandingkan dengan beban industri tetapi tidak se-tersebar beban rumah tangga; misalnya pusat perbelanjaan, bandara, hotel.
Beban Lain. Beban lain yang dimaksud di sini adalah beban- beban yang terkait dengan pentarifan ataupun pelayanan tertentu. Termasuk di dalamnya adalah beban kantor pemerintah, sosial, dan penerangan jalan umum.
Di PLN jumlah pelanggan Rumah Tangga sangat dominan; sementara jumlah pelanggan Industri dan pelanggan Komersial sangat sedikit dibanding dengan jumlah pelanggan Rumah Tangga. Namun demikian daya tersambung ke pelanggan tidaklah proporsional dengan jumlah pelanggan. Dan sudah barang tentu demikian juga dengan penggunaan energi per kelompok pelanggan.
22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
1.5.2. Model Beban
Untuk keperluan analisis, kita perlu “mengombinasikan” berbagai karakteristik piranti listrik yang jumlahnya ribuan ke satu titik beban tertentu. Melakukan kombinasi secara harfiah tentulah tidak mungkin. Oleh karena itu kita membangun model beban; beban dapat kita modelkan sebagai sumber tegangan, atau sumber arus, atau impedansi.
Z Beban
Beban
Z Beban
Model sumber tegangan Model sumber arus Model impedansi
Gb.1.4. Model-model beban
Model yang kita pilih tentulah yang mewakili sifat-sifat yang menonjol dari beban. Beban yang pasif misalnya, kita modelkan sebagai suatu impedansi. Beban yang karakter arusnya menonjol, kita modelkan sebagai sumber arus; hal ini misalnya digunakan pada beban nonlinier.
1.5.3. Pengaruh Perubahan Tegangan dan Perubahan Frekuensi
Daya yang mengalir ke beban tergantung dari tegangan maupun frekuensi. Apabila terjadi perubahan tegangan dan/atau perubahan frekuensi, daya yang mengalir ke beban akan berubah pula. Sesungguhnya, beban mengharapkan tegangan dan frekuensi tidak berubah-ubah. Namun situasi operasional sering memaksa terjadinya perubahan-perubahan besaran tersebut. Masuknya beban besar yang tiba-tiba ke jaringan akan diikuti oleh penurunan tegangan; keluarnya beban besar yang tiba-tiba akan menyebabkan kenaikan tegangan. Di jaringan sistem tenaga, dipasang peralatan untuk membatasi lama terjadinya suatu perubahan tegangan. Pada umumnya, jika perubahan tegangan tidak besar (karena tegangan seharusnya tidak berubah-ubah, sesuai standar) pasokan daya ke beban dapat didekati dengan hubungan linier
∆ V + ∆ f (1.24) ∂ V ∂ f ∂ V ∂ f
V 0 , ∆ f = f − f 0 = perubahan frekuensi sekitar titik referensi f 0 . ∂ P ∂ P ∂ Q ∂ Q
Diferensial parsial
∂ dapat diturunkan melalui
rangkaian dengan model beban. Mereka juga dapat diturunkan dari data-data yang dikumpulkan dari pengukuran praktis yang kemudian dihitung menggunakan computer.
CONTOH-1.1: Kita akan memperbandingkan
R + pengaruh perubahan
v RL tegangan dan perubahan
− L − frekuesi pada rangkaian R-L seri dan rangkaian R-L parallel dengan melihat
∂ P / ∂ V , ∂ P / ∂ f , ∂ Q / ∂ V , dan ∂ P / ∂ V .
Solusi untuk rangkaian seri:
V 2 V 2 S seri = V I ∗ = V ∠ 0 o
RV 2 LV 2
P RV ⇒ ∂ P seri
2 RV 2 ω 2 L
∂ P seri
( 2 ω 2 ⇒ ∂ seri R + ω L 2 ) LV 2 2 2 L 3 V Q 2 seri =
∂ ω ( R 2 2 + 2 ω L ) 2 ∂ Q seri
2 ω LV
24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Solusi untuk rangkaian parallel:
V V ∗ V 2 V 2 S paralel = V I = V +
V 2 ∂ P paralel ∂ P paralel 2 V P paralel =
V 2 ∂ Q paralel
∂ Q paralel
paralel =
∂ V ω L Perhatikan: ketergantungan terhadap tegangan kedua rangkaian ini
tegangan. Akan tetapi ketergantungan terhadap frekuensi sangat berbeda. Polinom pangkat 4 dari penyebut pada ∂ P seri / ∂ ω membuat penyebut
sama, yaitu sebanding
dengan
hampir tak berubah bila terjadi perubahan ω hanya 10% misalnya; Oleh karena itu ∂ P seri / ∂ ω dapat dikatakan berbanding lurus
dengan ω . Sebaliknya ∂ P paralel / ∂ ω bernilai nol; perubahan frekuensi tidak mempengaruhi besarnya daya nyata.
1.6. Sistem Polifasa
Kita telah mempelajari salah satu sistem polifasa yaitu sistem tiga- fasa. Di sub-bab ini kita akan melihat secara lebih umum, dan juga akan melihat bagaimana perhitungan-perhitungan dilakukan baik pada kondisi pembebanan seimbang maupun tidak seimbang.
1.6.1. Sistem Polifasa Secara Umum
Kita lihat secara umum suatu sistem polifasa. Gb.1.5. berikut ini memperlihatkan hubungan dua jaringan secara umum yaitu jaringan A dan B yang dihubungkan dengan (N+1) konduktor. Salah satu konduktor adalah konduktor netral; jadi sistem ini adalah sistem N fasa.
Jaringan Jaringan
V an V bn
V zn
Gb.1.5. Dua jaringan dihubungkan dengan (N+1) konduktor. Tegangan konduktor fasa terhadap netral adalah sebagai berikut
V an ==== V a ==== V a ∠ ∠ ∠ ∠ α a = tegangan fasa a.
V bn ==== V b ==== V b ∠ ∠ ∠ ∠ α b = tegangan fasa b.
V zn ==== V z ==== V z ∠ ∠ ∠ ∠ α z = tegangan fasa z.
Arus di setiap penghantar fasa adalah
I a ==== I a ∠ ∠ ∠ ∠ β a = arus fasa a.
I b ==== I b ∠ ∠ ∠ ∠ β b = arus fasa b.
I z ==== I z ∠ ∠ ∠ ∠ β z = arus fasa z.
I n ==== I n ∠ ∠ ∠ ∠ β n = arus penghantar netral. Menurut hukum arus Kirchhoff
I a ++++ I b ++++ I c ++++ ....... ++++ I z ++++ I n ==== 0 (1.25)
Daya kompleks total (sejumlah N fasa) yang mengalir ke B adalah:
26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
S Nf = V I ∗ V I a ∗ a + b ......
(1.26.a)
dengan S i ==== V I i ∗∗∗∗ i
(1.26.b)
i ==== a , b , c ,....... z
Dapat dimengerti pula bahwa
P Nf = ∑ P i , P i = V i I i cos ψ i
(1.27.a)
Q Nf = ∑ Q i , Q i = V i I i sin ψ i (1.28.b)
Dalam kondisi pembebanan seimbang
V a = V b = ...... = V z = V f (1.29.a) dan, dengan mengambil fasa a sebagai referensi,
α a = 0 ; α b = − θ ; α c = − 2 θ ; . .... α n = − n θ 360 o
(1.29.b) dan θ = N
Dalam pembebanan seimbang ini, arus fasa dan sudut ψ adalah:
(1.30.a) ψ a ==== ψ b ==== ψ c ==== ....... ==== ψ z ==== ψ = sudut faktor daya (1.30.b) Urutan penamaan fasa abc. . . z kita sebut urutan positif. Jika
I a = I b = ...... = I z = I f = arus fasa
seandainya urutan penamaan ini kita balik, z . . cba maka kita mempunyai urutan negatif.
Sementara itu tegangan fasa-fasa adalah
V ij ==== V i −−−− V j
i , j ==== a , b , c ....... z (1.31)
==== V i ∠ ∠ ∠ ∠ α i −−−− V j ∠ ∠ ∠ ∠ α j yang dalam kondisi seimbang akan menjadi
V i ==== V j ==== V f = tegangan fasa-netral (1.32) dan
V ij ==== V f 2 [ 1 −−−− cos( α −−−− i α j )] (1.33) Perhatikan Gb.1.6. Gambar ini memperlihatkan hubungan
tegangan fasa-netral V an , V bn ......... , V zn serta tegangan fasa-fasa
V ab dan V az . Diperlihatkan pula arus fasa I a yang lagging terhadap V an .
Gb.1.6 Fasor tegangan sistem N-fasa seimbang.
Perbandingan tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral untuk N dari 2 sampai 12 (dinormalisasi terhadap V a ) diberikan pada Tabel -1.1.
Daya sesaat total untuk N ≥ 3 adalah z
p Nf = ∑ v i i i = ∑ ( V 2 )( I 2 ) cos( ω t − α i ) cos( ω t − β i )
i = a i = a (1.34) = NV f I f cos ψ
Persamaan (1.26) menunjukkan bahwa sistem ABB multifasa memberikan transfer daya yang konstan seperti pada sistem AS. Itulah sebabnya sistem tenaga dibangun sebagai sistem multifasa yang beroperasi seimbang. Jika kita lanjutkan perhitungan kita akan memperoleh relasi
28 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Table 1.1. Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa untuk sistem 2 ÷ 12 fasa, dinormalisir terhadap V a [1]
V ab /V a 2,000 1,732 1,414 1,176 1,000
V ac /V a 1,732 2,000 1,902 1,732
V ad /V a 1,414 1,902 2,000
V ae /V a 1,176 1,732
V af /V a 1,000
V ab /V a 0,868 0,765 0,684 0,618 0,563 0,518
V ac /V a 1,564 1,414 1,286 1,176 1,081 1,000
V ad /V a 1,950 1,848 1,732 1,618 1,511 1,414
V ae /V a 1,950 2,000 1,970 1,902 1,819 1,732
V af /V a 1,564 1,848 1,970 2,000 1,980 1,932
V ag /V a 0,868 1,414 1,732 1,902 1,980 2,000
V ah /V a 0,765 0,286 1,618 1,819 1,932
V ai /V a 0,684 1,176 1,511 1,732
V aj /V a 0,618 1,081 1,414
V ak /V a 0,563 1,000
V al /V a 0,518
1.6.2. Hubungan Bintang dan Hubungan Mesh
Jika jaringan B adalah jaringan pasif, ia dapat dinyatakan dengan model impedansi. Impedansi pada sistem multifasa dapat dihubungkan bintang ataupun mesh; rangkaian ini diperlihatkan pada Gb.1.7.
I aY
Bintang Mesh Gb.1.7 Hubungan bintang dan hubungan mesh. Transformasi dari rangkaian bintang ke mesh diturunkan sebagai
berikut. Rangkaian bintang :
V an V f ∠ ∠ ∠ ∠ 0 o
I aY ====
Rangkaian mesh:
I a ∆ ==== ++++ ====
V ab V az
(((( V an −−−− V bn ++++ V an −−−− V zn ))))
Z ∆ Z ∆ Z ∆ (1.37)
2 V ==== f ( 1 ∠ ∠ ∠ ∠ 0 −−−− 1 ∠ ∠ ∠ ∠ −−−− θ ++++ 1 ∠ ∠ ∠ ∠ 0 −−−− 1 ∠ ∠ ∠ ∠ θ ) ==== ( 1 −−−− cos θ ) Z ∆
Z ∆ Jika kedua rangkaian ini harus sama maka
I a ∆ ==== I aY ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ Z ∆ ==== 2 ( 1 −−−− cos θ ) Z Y (1.38) CONTOH-1.2: Sumber 6 fasa seimbang dengan V 1000 0 a o = ∠ V ,
urutan fasa abc, mencatu beban 6 fasa seimbang S 6f = 900 kVA, faktor daya = 0.8 lagging. (a) Hitunglah arus fasa; (b) Hitung
30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Solusi:
V = 1000 ∠ 0 o V = 1 ∠ 0 a o kV S 6 φ / 6 900 / 6
(a) I fasa = =
= 150 A
V fasa
(b) V = V − V = 1000 ∠ 0 o − 1000 ∠ − 120 o = 1732 ∠ − 3 0 ac o a c V
V fasa 1000 (c) Z = = = 6 . 67 Ω ; ψ = cos − 1 ( 0 . 8 ) = ± 36 . 9 Y o
I fasa 150
Z Y = 6 . 67 ∠ + 36 . 9 o
Z ∆ = 2 ( 1 − cos 60 o ) Z Y = 2 ( 1 / 2 ) Z Y = Z Y = 6 . 67 ∠ + 36 . 9 o
1.7. Sistem Tiga-fasa Seimbang
Sistem tiga-fasa adalah sistem multifasa yang paling sederhana. Lihat Gb.1.8. Dengan urutan positif abc, tegangan-tegangan fasa adalah
V an o = V a = V f ∠ 0
V bn = V b = V f ∠ − 120 o (1.39)
V cn = V c = V f ∠ − 240 o = V f ∠ + 120 o Tegangan fasa-fasa adalah
V = V − V = V 3 ∠ 30 ab o a a f
V bc = V b − V c = V f 3 ∠ − 90 o
V ca o = V c − V a = V f 3 ∠ + 150
Jaringan Jaringan
Gb.1.8. Sistem tiga-fasa.
Jika jaringan B adalah jaringan pasif, ia dapat dimodelkan dengan impedansi dan impedansi ini dapat terhubung Y atau ∆, seperti diperlihatkan oleh Gb.1.9.
Gb.1.9. Beban terhubung ∆ dan terhubung Y. Dalam kondisi seimbang, arus-arus fasa pada hubungan Y adalah
b I f ∠ ( − 120 − ψ ) (1.41)
c = f ∠ − 240 − ψ )
32 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Gb. 1.8. memperlihatkan diagram fasor tegangan dan arus pada sistem tiga-fasa seimbang dengan beban induktif; arus lagging terhadap tegangan.
V ca V −−−− c V b V
I ab
V b −−−− V c
V bc
Gb.1.10. Diagram fasor sistem tiga fasa seimbang; urutan fasa abc.
Transformasi hubungan Y ke ∆ diberikan oleh (1.30), yang untuk sistem tiga-fasa
θ o ==== 120 .
(1.42) Jika diperlukan, arus pada cabang-cabang hubungan ∆ dapat
Z ∆ = 2 ( 1 − cos θ ) Z Y = 3 Z Y
dihitung, dengan relasi
I ab = ; I = bc ; I = ca (1.43) Z
V ab V V
bc
ca
Z ∆ Hubungan arus fasa I a pada Gb.1.8, yang juga disebut arus saluran
(line current) I L , dengan arus pada cabang ∆ adalah
I a = I ab − I ca ;
I b = I bc − I ab ;
I c = I ca − I bc (1.44)
1.8. Sistem Tiga-fasa Tak-seimbang
Dalam sistem tiga-fasa seimbang, besar tegangan adalah sama di semua fasa dan antara fasa yang berurutan terdapat beda fasa 120 o .
Demikian pula halnya dengan arus; keadaan ini membuat arus di
1.8.1. Komponen Simetris
Tegangan di setiap fasa (fasa-netral) sistem tak-seimbang dapat kita tuliskan sebagai
V c = V c ∠ α c Satu kesatuan tiga fasor tak-seimbang ini, dipandang sebagai
terdiri dari tiga komponen fasor seimbang yaitu: komponen urutan positif komponen urutan negatif komponen urutan nol
Komponen urutan positif adalah fasor tiga-fasa seimbang dengan o selisih sudut fasa 120 , dengan urutan abc. Komponen urutan negatif adalah fasor tiga-fasa seimbang dengan selisih sudut fasa o 120 dengan urutan cba, dan komponen urutan nol adalah fasor tiga-fasa tanpa selisih sudut fasa. Tiga set fasor seimbang ini digambarkan pada Gb.1.9. Perhatikanlah bahwa baik komponen urutan positif maupun negatif, memiliki selisih sudut fasa 120 o
; artinya kemunculan tegangan berselisih 120 secara berurutan, sedangkan komponen urutan nol tidak memiliki selisih sudut fasa, yang berarti gelombang tegangan di ketiga-fasa muncul dan bervariasi secara bersamaan. Oleh karena itu jumlah fasor arus urutan nol di titik penghatar netral tidaklah nol melainkan 3 kali arus urutan nol.
Komponen urutan nol diberi tambahan indeks 0, urutan positif diberi tambahan indeks 1, urutan negatif dengan tambahan indeks
2. Komponen-komponen ini disebut komponen simetris. Dengan komponen simetris ini maka pernyataan tegangan semula (yang tidak seimbang) menjadi
34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Urutan nol
V b 1 Urutan positif
V c 2 Urutan negatif
Gb.1.11. Komponen seimbang dari fasor tegangantiga-fasa tak-seimbang.
1.8.2. Operator a
Penulisan komponen urutan dilakukan dengan memanfaatkan operator a , yang sesungguhnya adalah fasor satuan yang berbentuk
a ==== 1 ∠ 120 o ∠ ∠ ∠ (1.46) Suatu fasor, apabila kita kalikan dengan a akan menjadi fasor lain o
yang terputar ke arah positif sebesar 120 ; dan jika kita kalikan
2 dengan a o akan terputar ke arah posistif 240 (operator semacam ini telah pernah kita kenal yaitu operator j = 1 ∠ 90 o ). Kita
manfaatkan operator a ini untuk menuliskan komponen urutan positif dan negatif. Dengan operator a ini, indeks a,b,c dapat kita hilangkan karena arah fasor sudah dinyatakan oleh operator a, sehingga kita dapat menuliskan
V a 2 = V 2 V ; b 2 = a 2 V 2 V ; c 2 = a V 2 sehingga
V b = V 0 + a 2 V 1 + a V 2 (1.47)
Agar lebih jelas, perhatikan Gb.1.10 berikut ini.
2 ==== V b 2
V 1 ==== V a 1 V
2 ==== V a 2
a 2 a V 2 1 V ==== V b 1 2 ==== V c 2
Urutan nol Urutan positif Urutan negatif Gb.1.12. Penulisan komponen urutan dengan
menggunakan operator a. Persamaan (1.47) dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks
menjadi
1.8.3. Mencari Komponen Simetris
Komponen simetris adalah besaran-besaran hasil olah matematik; ia tidak diukur dalam praktek. Yang terukur adalah besaran-
besaran yang tak-seimbang yaitu V a V , b V , c . Komponen simetris dapat kita cari dari (1.47.a) dengan menjumlahkan fasor-fasor dan
dengan mengingat bahwa (1 + a + a 2 ) = 0, yaitu
V ⇒ 1 0 = ( V a + V b + V c ) (1.49.a)
3 Jika baris ke-dua (1.47.a) kita kalikan dengan a dan baris ke-tiga
kita kalikan dengan a 2 , kemudian kita jumlahkan, kita peroleh:
36 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
(1.49.b) Jika baris ke-dua (1.47.a) kita kalikan dengan a 2 dan baris ke-tiga
kita kalikan dengan a, kemudian kita jumlahkan, kita peroleh:
V 1 2 = ( V a + a V b + a V c ) (1.49.c)
3 Relasi (1.49.a,b,c) kita kumpulkan dalam satu penulisan matriks: V 0
Dengan demikian kita mempunyai dua relasi antara besaran fasa dan komponen simetrisnya yaitu (1.48) dan (1.50) yang masing- masing dapat kita tuliskan dengan lebih kompak sebagai berikut:
V abc = [ T ] V 012
(1.51.a)
V 012 = [ T ] V abc
dengan 1 1 1
a − dan 1 [] T = 1 a a 2
(1.51.b)
a 2 1 a Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh relasi untuk arus
I abc = [ T ] I 012
(1.51.c)
I [ T ] − 012 1 = I abc
1.8.4. Relasi Transformasi
Relasi (1.51) inilah pasangan relasi untuk menghitung komponen urutan jika diketahui besaran fasanya, dan sebaliknya menghitung besaran fasa jika diketahui komponen urutannya; mereka kita sebut relasi transformasi fasor tak-seimbang. Perhatikan sekali lagi bahwa masing-masing komponen urutan membentuk fasor seimbang; komponen simetris adalah besaran-besaran hasil olah matematik, tidak diukur dalam praktek; yang terukur adalah
besaran-besaran yang tak-seimbang yaitu V a V , b , V c . CONTOH-1.3: Diketahui I a = 1 ∠ 60 o , I b = 1 ∠ − 60 o and , I c = 0 ,
hitunglah komponen-komponen simetrisnya .
Solusi:
I 1 = ( I a + a I b + a 2 I o c o )( = 1 ∠ 60 + 1 ∠ 60 + 0
( ( 0 , 5 + j 0 , 866 ) + ( 0 , 5 + j 0 , 866 ) + 0 )
( 1 + j 1 , 732 ) = 2 ∠ 60
3 c )( = 1 ∠ 60 + 1 ∠ 180 + 0
= 1 ( ( 0 , 5 + j 0 , 866 ) − 1 + 0 )
( − 0 , 5 + j 0 , 866 ) = 0 , 333
∠ o 120
38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
0 = ( I a + I b + I c ) = ( 1 ∠ 60 + 1 ∠ 60 + 0
( ( 0 , 5 + j 0 , 866 ) + ( 0 , 5 − j 0 , 866 ) + 0 )
( 1 + j 0 ) = 0 , 333 ∠ 0 o
3 Perhatikan: perhitungan dalam soal ini memberikan
sedangkan diketahui I c = 0
Kita yakinkan:
I c = I c 1 + I c 2 + I c 0 = − 0 , 667 + 0 , 333 + 0 , 333 ≈ 0
1.8.3. Impedansi Urutan
Jika impedansi Z A , Z B , Z C merupakan impedansi-impedansi dengan tegangan antar terminal masing-masing V aa ' V , bb ' V , cc '
atau lebih kompak
V ( abc )' = [ Z ABC I ] abc (1.52) ~
V ( abc )' adalah tegangan antar terminal impedansi dan I abc
adalah arus yang melalui impedansi. [ Z ABC ] adalah matriks 3 × 3, yang elemen-elemennya merupakan impedansi total yang terdiri
dari impedansi sendiri dan impedansi bersama. Kita akan melihat sebuah contoh saluran transmisi yang mendapat pembebanan tidak seimbang.
CONTOH-1.4: Suatu saluran tiga-fasa masing masing memiliki reaktansi sediri X s sedangkan antar fasa terdapat reaktansi bersama
X m . Resistansi konduktor diabaikan. Tentukanlah impedansi urutan. Perhatikan bahwa X s adalah reaktansi sendiri dan X m adalah reaktansi bersama antar konduktor.
V cc ' = V c − V c ' = jX m I a + jX m I b + jX s I c yang dapat dituliskan dalam bentuk matriks
X m X m X s I c dan dapat dituliskan dengan lebih kompak
V abc − V abc ′ = [ Z ABC ] I abc Karena
V abc = [ T ] V , V [ T ] − 012 1 012 = V abc , dan I abc = [ T ] I 012 maka relasi diatas menjadi
~ [ T ] V 012 − [ T ] V 012 ′ = [ Z ABC ] [ T ] I 012 atau ~
= [ T ] − 012 1 012 [ Z ABC ] [ T ] I 012
40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Pada relasi terakhir ini terdapat faktor
T − [][ 1 Z ABC ][ ] T
yang dapat kita hitung sebagai berikut: 1 1 1 X s X m X m 1 1 1
ABC ][ ] T = 1 a a j X m X s X m 1 a 2 a
2 = X s − X m aX s + ( 1 + a ) X m a X s + ( 1 + a ) X m 1 a a
3 X s − X m 2 a X s + ( 1 + a ) X m aX s + ( 1 + a 2 ) X m 1 a a 2
Hasil perhitungan ini memberikan relasi berikut
V 012 − V 012 ′ = j
0 I 012 =
~ = 0 Z 1 0 I 012 = [ Z 012 I ] 012
Jika didefinisikan: Impedansi urutan nol Z 0 = j ( X s + 2 X m )