STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA.

(1)

(2)

(3)

(4)

MOTTO

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan” - QS Tr Rahman ayat 13.

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Tllah” – QS Yusuf ayat 87.

At the end of the day, we believe what we want to believe. Berhati-hatilah dengan harapan, karena ekspektasi akan menentukan reaksi. Berani berharap tinggi, maka

harus berani terhempas ke bumi – Ernest Prakasa.

Seburuk apapun hidup itu nampaknya, selalu ada sesuatu yang kau bisa lakukan dan berhasil di dalamnya.Di mana ada kehidupan, ada harapan – Stephen

Hawking.

Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi. Jika kita menyerah, maka habislah sudah – TOP.


(5)

PERSEMBAHAN

Tlhamdulillah setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya tugas terakhir saya sebagai mahasiswa telah selesai. Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. TLLTH SWT yang senantiasa memberikan karunia berupa kasih sayang, kesehatan dan kesabaran. Engkau yang selalu memberi kekuatan di saat semua terasa berat. Engkau yang memberikan cinta di saat sikap acuh menguasai dunia. Terima kasih telah memberikan hamba umur yang panjang hingga saat ini masih bisa merasakan hebatnya kuasa-Mu.

2. Kedua orang tua saya yang selalu menyayangi dan memberi semangat setiap waktu. Terima kasih atas kasih sayang yang selalu mama papa berikan serta doa tulus yang senantiasa menyertai saya. Mother, thank you for taking care of me until now. I love you a lot, Mom. I feel bad but I’m very appreciative. I’ll always try to be a good daughter and a good person for you, Mom.

3. Seseorang yang nantinya akan menjadi rumah tempat di mana semua kenyamanan, keamanan dan kedamaian selalu saya rasakan. Tempat kembali saat saya pergi ke mana pun itu.

4. Fachruddin Tji Muhrifin yang selalu menemani suka duka tugas akhir ini. Terima kasih atas semangat yang selalu kamu serukan dan atas tangan yang selalu kamu berikan agar aku bangkit lagi dari keterpurukan. Terima kasih telah menjadi seseorang yang sangat baik dan pengertian.


(6)

5. Ragil Nur Rahmawati yang selalu bersikap baik kepada saya walaupun terkadang saya menjengkelkan. Terima kasih telah menemani saya selama di kampus. Terima kasih karena bersedia menemani saya mengambil data penelitian ini. Kamu sering membantuku melihat hikmah dari setiap masalahku. Maaf, kalau saya sering tidak paham dengan masalah yang kamu hadapi dan jarang ada saat kamu butuhkan. Maaf, karena saya belum bisa jadi sahabat yang baik.

6. Ika Pratiwi yang menghiasi suasana perkuliahan saya dengan tawa dan kisah hidupnya. Terima kasih telah mendengarkan keluh kesahku atas betapa tidak adilnya dunia ini. Mungkin persahabatan kita belum terlalu lama tapi kamu teman kuliah yang selalu menemaniku, mendukungku dan tidak langsung termakan kabar burung tentangku. Kuharap kamu juga menganggapku begitu. Cepet ketemu jodohnya ya :*

7. Personil CNBLUE dan BTS yang lagunya selalu menemani setiap pengerjaan skripsi ini. Jeongmal gamsahamnida.

8. Lukman Tri Bahtiar, Ekky Yudha Pratomo, Yoyon Trifta, R.Bg.Irawanto Wisnu Broto, Satrio Haryo Pamungkas, Cici Nurmaidha Tanjung, Ida Uswatun, Riasari Mardani, Maftu Khatun, Tstri Zayanna, Putrisari dan kawan-kawan Biologi 2012 lainnya. Terima kasih atas dukungan yang selalu kalian berikan. Semoga kita bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa. See you on top, friends.


(7)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN

GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

Oleh:

Tnnisa Kusumaningrum NIM 12308141033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton serta kualitas fisik-kimia perairan di Telaga Bromo selama musim penghujan pada bulan Januari-Maret 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian observasi dengan 4 stasiun yaitu pada tempat mencuci, tengah telaga, tempat dengan naungan vegetasi dan tempat yang tidak memiliki naungan vegetasi. Pengambilan sampel dilakukan 5 kali dengan 5 kali ulangan pada masing-masing stasiun.

Hasil identifikasi diperoleh 2 divisi fitoplankton dengan 8 marga dan 3 filum zooplankton dengan 8 marga. Rata-rata densitas fitoplankton berkisar antara 499,13-1.188.576,82 sel/l, sedangkan rata-rata densitas zooplankton berkisar antara 0-138.319,12 ind/l. Data curah hujan dan data kelimpahan plankton yang didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas hujan semakin berkurang kelimpahan plankton. Nilai indeks keanekaragaman berdasarkan persamaan Shanon-Wiener menunjukkan skala 0<H’<1 sehingga Telaga Bromo memiliki kualitas air tercemar dengan status ekosistem yang labil. Indeks kemerataan jenis menunjukkan bahwa komunitas di Telaga Bromo tidak beragam sehingga terdapat dominansi. Genus yang mendominasi fitoplankton adalah Microcystis sedangkan zooplankton adalah genus Brachionus.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus. 2004: 21).

Perairan air tawar menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan dan daratan namun ekosistem air tawar merupakan sumber air rumah tangga dan industri. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok dan penetrasi cahaya kurang. Cuaca akan sangat mempengaruhi lingkungan air tawar karena sumber airnya hanya dari air hujan. Berbagai perubahan akan terjadi pada tiap musim. Saat musim penghujan, kandungan nutrisi yang diperlukan oleh organisme di perairan air tawar akan lebih banyak daripada saat musim kemarau sebagai dampak positif dari air limpasan. Air limpasan adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai, danau, telaga atau


(9)

dari subpermukaan (sub surface). Selain dampak positif, air limpasan juga membawa dampak negatif bagi perairan air tawar yaitu meningkatnya nilai kekeruhan perairan. Tidak hanya nutrisi yang terbawa oleh air limpasan namun sampah yang berada di permukaan tanah juga turut terbawa sehingga menambah kekeruhan perairan. Meningkatnya kekeruhan perairan akan mengurangi tingkat penetrasi cahaya yang akan berdampak pada proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme air (Luthfiana, N.F,dkk. 2013:1-3).

Sebagian besar wilayah kabupaten Gunungkidul merupakan bentangan karst dari Gunung Sewu. Wilayah karst secara alami menjadi daerah yang tandus dan kering. Ketiadaan aliran permukaan menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting di kawasan karst. Telaga adalah ledokan-ledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan karbonat yang terisi baik secara permanen (terisi air sepanjang tahun) ataupun tidak permanen (terisi air hanya pada musim penghujan) (Darmakusuma dan Ahmad. 2013: 94).

Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, di Gunungkidul terdapat 280 telaga. Dari jumlah tersebut, hanya ada 70 telaga yang dimanfaatkan, sementara 210 telaga lainnya mengalami kekeringan. Mayoritas kekeringan disebabkan karena adanya proses sedimentasi (http://harianjogja.bisnis.com/telaga-di-gunungkidul-mulai-mengering).

Salah satu telaga di Gunungkidul yang masih dimanfaatkan masyarakat adalah Telaga Bromo yang terletak di perbatasan desa Kepek kecamatan


(10)

karena tempatnya tidak berada dekat jalan besar bahkan jalanan menuju ke sana belum beraspal. Telaga yang memiliki luas 1,014 Ha ini digunakan oleh masyarakat untuk mencuci pakaian, mandi dan memancing. Kondisi ekosistem perairan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan manusia. Peningkatan kebutuhan manusia memacu meningkatnya degradasi lingkungan perairan yang akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya hayati perairan. Kondisi lingkungan yang berubah mempengaruhi organisme dan biota yang ada di dalam perairan, salah satunya adalah plankton. Keberadaan plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia perairan.

Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang pergerakannya relatif pasif (Suin. 2002: 118). Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup mengapung, mengambang atau melayang di dalam air yang pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6).

Perubahan yang terjadi akibat kegiatan warga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas air telaga. Keberadaan plankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Plankton sangat mempengaruhi kehidupan perairan karena berperan sebagai produsen dan konsumen primer. Oleh karenanya, data dasar komponen biotik serta abiotik yang mempengaruhi ekosistem telaga pada musim penghujan sangat penting diketahui sebagai landasan pengelolaan telaga di masa datang.


(11)

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo ?

2. Bagaimana status ekosistem Telaga Bromo pada musim penghujan? 3. Bagaimana kondisi fisik-kimia perairan di Telaga Bromo ?

4. Apakah kawasan karst berpengaruh terhadap kondisi ekosistem Telaga Bromo ? 5. Bagaimana kualitas perairan Telaga Bromo ?

6. Apakah kondisi perairan Telaga Bromo sesuai dengan baku mutu untuk pengairan tanaman?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah akan dibatasi pada:

1. Struktur komunitas plankton berupa densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks dominansi.

2. Kondisi fisik kimiawi perairan berupa intensitas cahaya, kekeruhan, kedalaman, suhu, pH, DO, COD, BOD, nitrat, fosfat, sulfat dan kalsium. 3. Data fisik kimiawi yang diperoleh merupakan data pendukung untuk struktur

komunitas plankton.

4. Pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada musim penghujan ?


(12)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada musim penghujan.

2. Untuk mengetahui kondisi fisik dan kimia perairan di Telaga Bromo pada musim penghujan.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

a. Sebagai media informasi tentang adanya komunitas organisme mikro di perairan air tawar.

b. Sebagai media informasi tentang kondisi perairan Telaga Bromo berdasarkan struktur komunitas plankton ada musim penghujan.

c. Sebagai media informasi tentang pemanfaatan telaga sesuai dengan kondisi perairan Telaga Bromo.

2. Bagi Akademisi

a. Sebagai bahan diskusi tentang struktur komunitas plankton di ekosistem perairan air tawar terutama Telaga Bromo pada awal musim penghujan.

b. Sebagai bahan informasi dan referensi baru tentang penelitian organisme plankton di perairan air tawar Gunungkidul saat awal


(13)

G. Definisi Operasional

1. Struktur komunitas plankton adalah kumpulan plankton dilihat dari densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks dominansi.

2. Plankton merupakan organisme berukuran mikro yang jumlahnya sangat banyak dan tidak cukup kuat menahan gerakan air yang besar (Hutabarat, Sahala dan Stewart, M.E. 1985: 106).

3. Telaga adalah ledokan-ledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan karbonat yang terisi baik secara permanen (terisi air sepanjang tahun) ataupun tidak permanen (terisi air hanya pada musim penghujan).

4. Kualitas perairan adalah karakter fisik air (intensitas cahaya, kekeruhan, kedalaman dan suhu) dan kimiawi air (pH, COD, DO, BOD, nitrat, fosfat, sulfat dan kalsium).


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI TEORI

1. Ekosistem Air Tawar

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum. 1994: 368).

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat. Berdasarkan proses pembentuknya, waduk dan kolam merupakan salah satu contoh ekosistem perairan menggenang buatan, sedangkan situ, telaga dan rawa merupakan contoh dari ekosistem


(15)

Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakannya dari air tergenang walaupun keduanya merupakan habitat air. Satu perbedaan mendasar antara telaga dan sungai adalah karena telaga terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu, tetapi telaga dapat terisi setiap saat oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie. 1990:186).

Ekosistem air tawar merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos dan ikan (Soewarno. 1991: 20).

2. Zonase Perairan Tawar

Zonase pada perairan tawar berbeda dengan zonase pada perairan laut. Zonase perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan intensitas cahaya.

Menurut Satino (2010:6), zonase perairan air tawar berdasarkan letaknya dibagi menjadi 4 zone yaitu:

a. Zone Litoral

Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan daratan. Pada daerah tersebut terjadi percampuran sempurna antara berbagai faktor fisika kimiawi perairan.


(16)

Organisme yang biasanya ditemukan antara lain: tumbuhan akuatik, kerang, crustacea, ikan, perifiton dan lain-lain.

b. Zone Limnetik

Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zone litoral di satu sisi dan zone litoral di sisi lain. Zone ini memiliki berbagai variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang banyak ditemukan di daerah ini antara lain: ikan, udang dan plankton.

c. Zone Profundal

Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit cahaya matahari dibanding daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama dari organisme bentik karnivor dan detrifor.

d. Zone Sublitoral

Merupakan daerah peralihan antara zone litoral dan zone profundal. Sebagian daerah peralihan zone ini dihuni oleh banyak organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk mencari makan.

Menurut Satino (2010:7), zonase perairan air tawar berdasarkan intensitas cahaya dibagi menjadi 3 zone yaitu:

a. Zone Eufotik/ Fotik

Merupakan bagian perairan dimana cahaya matahari masih dapat menembus wilayah tersebut. Daya tembus cahaya


(17)

matahari ke dalam perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: tingkat kekeruhan, intensitas cahaya matahari itu sendiri, densitas fitoplankton dan sudut datang cahaya matahari. Zone ini merupakan zone produktif dalam perairan dan dihuni oleh berbagai macam jenis biota di dalamnya. Merupakan wilayah paling luas pada ekosistem perairan daratan dengan kedalaman yang bervariasi.

b. Zone Afotik

Merupakan bagian perairan yang gelap gulita karena cahaya matahari tidak dapat menembus daerah ini. Di daerah tropis, zone perairan tanpa cahaya hanya ditemui pada perairan yang sangat dalam atau perairan hipertrofik. Pada zone ini produsen primer bukan algae tetapi terdiri dari jenis bakteri sulfur.tidak adanya tumbuh-tumbuhan sbagai produsen primer karena tidak adanya cahaya matahari yang masuk sehingga menyebabkan daerah ini miskin oksigen (DO rendah). Kondisi tersebut berpengaruh pada biota yang hidup di zone ini yang hanya berupa karnivor ataupun detrifor.

c. Zone Mesofotik

Merupakan bagian perairan yang terdapat di antara zone fotik dan zone afiotik atau dikenal sebagai daerah remang-remang. Sebagai daerah ekoton, daerah ini merupakan wilayah


(18)

perburuan bagi organisme yang hidup di zone afotik dan juga organisme yang hidup di zone fotik.

3. Perairan Telaga

Berdasarkan proses secara umum, telaga terbentuk secara alamiah karena peristiwa vulkanik dan tektonik. Di daerah karst, telaga terbentuk karena topografi daerah karst yang secara alamiah terdapat cekungan sehingga akan tergenang air ketika musim penghujan. Berdasarkan pengamatan terhadap keberadaan airnya, terdapat tiga tipe telaga di daerah karst Gunungkidul yaitu telaga permanen, semi permanen dan telaga temporal. Telaga permanen adalah telaga yang memiliki volume air cukup besar dan tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Telaga semi permanen pada musim kemarau panjang airnya kering, sedangkan telaga temporal adalah telaga yang airnya hanya ditemukan pada saat musim penghujan saja (Nurul, R.A. 2012: 10).

Ekosistem telaga di kabupaten Gunungkidul pada awalnya adalah ekosistem yang miskin hara. Hal ini dikarenakan substrat dasar berbatu kapur sehingga lambat dalam proses pelapukan secara alamiah. Namun dalam perjalanannya karena intensitas pemakaian oleh manusia yang begitu besar pengayaan bahan organik menjadi berlangsung lebih cepat (Rina, Ahadiati. 2012: 10).

Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa, yang secara keseluruhan memiliki telaga sebanyak 282. Telaga paling banyak dijumpai pada wilayah bagian selatan yang meliputi kecamatan


(19)

Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Rongkop, Girisubo, Semanu bagian selatan dan Ponjong. Pada saat musim kemarau panjang hanya sekitar 30% dari total telaga yang masih terisi air. Dari 30% telaga permanen tersebut hampir semua dalam kondisi tercemar baik biologis maupun tercemar kimiawi. Pencemaran biologis umumnya terjadi karena pembusukan sampah organik dan hewan ternak saat dimandikan. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan detergen saat mencuci pakaian, sabun dan sampah, serta pupuk anorganik yang terlarut oleh air hujan dari aktivitas pertanian di sekitar telaga (Langgeng,W.S. 2008: 8).

Salah satu telaga yang ada di Gunungkidul adalah Telaga Bromo. Telaga Bromo terletak di perbatasan desa Kepek, kecamatan Saptosari dengan desa Karangasem, kecamatan Paliyan,kabupaten Gunungkidul. Telaga ini tidak memiliki masukan air selain dari air hujan sehingga perubahan dapat terjadi karena musim. Ketiadaan aliran permukaan menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting di kawasan karst. Ketersediaan air telaga khususnya pada musim kemarau sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan karst Gunungsewu kabupaten Gunungkidul. Masyarakat setempat memanfaatkan Telaga Bromo untuk mandi, mencuci pakaian dan memancing sehingga dapat menimbulkan pencemaran air telaga. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan pakan ikan buatan dan


(20)

sabun yang digunakan untuk mandi maupun mencuci. Telaga Bromo tidak mengering saat musim kemarau tetapi jumlah airnya berkurang.

4. Plankton

Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup mengapung, mengambang,atau melayang di dalam air yang pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6).

Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan mampu berenang secara aktif tidak bergantung pada arus air. Berbeda pula dengan bentos yang merupakan organisme yang hidupnya melekat, menancap, merayap, atau meliang di dasar perairan. Individu tumbuhan, hewan atau bakteri dalam komunitas plankton disebut plankter (Cole.1994: 58).

Menurut Nybakken (1992: 36) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton ataupun zooplankton. Golongan ini terdiri atas:

a. Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.

b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm. c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20-200 μ m. d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μ m-20 μ m. e.Ultra plankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μ m

Secara fungsional, plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan utama, yaitu fitoplankton dan zooplankton (Nontji. 2006: 5).


(21)

Fitoplankton adalah plankton yang memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Fitoplankton sangat penting kedudukannya dalam ekosistem perairan karena fungsinya sebagai produsen primer (Sulawesti dan Yustiawati. 2007: 86). Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari diatom,chlorophytadan cyanophyta (Barus.2004: 26).

Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap berbagai perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi. Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara parameter fisik-kimia seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu dan ketersediaan unsur hara nitrat maupun fosfat sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami dan dekomposisi (Goldman & Horne,1983: 216 dalam Mohammad Faiz, 2012: 7).

Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30ºC. Suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30ºC sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15-35ºC. Selain itu, penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi


(22)

organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian (Hutabarat, Sahala dan Stewart, M.E. 1985: 107).

Menurut Gembong Tjirosoepomo (2005:23-91),beberapa kelas fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar antara lain :

a. KelasChlorophyceae(ganggang hijau )

Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karatenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang - cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Kelas Chlorophyceae memiliki beberapa bangsa, yaitu Chlorococcales, Ulotrichales, Cladophorales, ChaerophoralesdanSiphonales.

b. KelasCyanophyceae(ganggang biru)

Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal. Warna biru- kehijauan, bersifat autrotof. Inti dan kromotofora tidak ditemukan. Dinding sel mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa, yang kadang – kadang berupa lendir, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan ganggang lendir (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil-a,


(23)

karotenoid dan dua macam kromoprotein yang larut dalam air yaitu: fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritin yang berwarna merah. Perbandingan macam- macam zat warna itu amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang tampak kemerahan, kadang-kadang kebiruan. Gejala ini dianggap suatu penyusuain diri terhadap sinar (adaptasi kromatik). Cyanophyceae umumnya tidak bergerak. Di antara jenis- jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lendir. Cyanophyceae dibedakan dalam 3 bangsa yaitu Chroococcales, Chamaesiphonales, dan Hormogonales.

c. Kelas Diatomeae(Bacillariophyceae)

DiatomeaeatauBacillarophyceaememiliki dinding sel yang susunannya khusus yaitu terdiri atas pektin dengan suatu panser yang terdiri atas kersik di sebelah luarnya. Panser kersik itu tidak menutup seluruh sel (sebab dengan demikian pembelahan sel akan terganggu), melainkan terdiri atas dua bagian yang merupakan wadah dan tutupnya. Permukaan kedua bagian panser itu mempunyai susunan yang rumit, yang mempunyai liang-liang yang halus sebagai jalan untuk keluarnya lendir. Sel Diatomeae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning- coklat yang


(24)

mengandung klorofil-a, karotin, santofil dan karatenoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Dalam sel-sel Diatomeae terdapat pirenoid, tetapi tidak dikelilingi oleh tepung. Hasil- hasil asimilasi ditimbun di luar kromatofora, berupa tetes - tetes minyak dalam plasma (sering dalam vakuola), dan disamping minyak kadang- kadang juga leukosin. Diatomeae hidup dalam air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah- pisah atau membentuk koloni yang hidup di atas tanah tahan kala yang buruk (kekeringan) sampai beberapa bulan. Diatomae dibagi dalam dua bangsa, yaitu Centrales dan Pennales.

d. KelasConjugatae

Conjugate adalah ganggang yang berwarna hijau mengandung klorofil-a dan b, mempunyai satu inti dan dinding sel dari selulosa. Berlainan dengan Chlorophyceae, ganggang ini tidak membentuk zoosporemaupun gamet yang mempunyai bulu cambuk, oleh karena itu juga dinamakan Acontae. Pada pembiakan generatif, dua gamet yang sama tidak mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami waktu istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugate adalah organisme haploid. Conjugate dibedakan menjadi 2 bangsa yaitu Desmidales dan Zygnemantales.


(25)

e. KelasFlagellatae

Flagellatae adalah kelompok ganggang yang merupakan penyusun plankton, bersel tunggal, dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang keluar dari satu tempat pada sel tadi.Terdapat juga golongan flagellatae misalnya Rhizochloris yang selamanya bersifat ameboid. Pada kelas Flagellatae memiliki 7 bangsa, yaitu Chrysomodales, Hetrechloridales, Crytomonadales, Dinoflagellatae, Euglanales, Protochloridales,danVolvocales.

f. KelasPhaeophyceae(ganggang pirang )

Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang. Dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, tetapi fikosantin yang menutupi warna lainnya dan menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Kebanyakan Phaeophyceaehidup dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar. Kelas Phaeophyceaememiliki beberapa bangsa, yaitu Phaeosporales, Laminariales, Dictyyotales, danFucales.

g. KelasRhodophyceae(ganggang merah )

Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil-a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna


(26)

merah yang mengadakan floresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Kebanyakan Rhodophyceae hidup dalam air laut, terutamadalam lapisan- lapisan air yang dalam. Hidupnya sebagai bentos melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan Florodeae.

Zooplankton adalah organisme plankton yang bersifat heterotrofik yang bergantung pada materi organik baik berupa fitoplankton maupun detritus. Umumnya zooplankton berukuran 0,2-2 mm (Nontji. 2006:5). Sebagai herbivora di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat penting karena dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Hal tersbut menyatakan bahwa zooplankton berperan sebagai penghubung antara organisme produsen primer dengan organisme karnivora. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting artinya yaitu subkelas kopepoda. Kopepoda adalah crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken. 1988: 41). Umumnya zooplankton banyak ditemukan di perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan air yang rendah (Barus. 2004: 45).

Menurut Hutabarat, S. dan Stewart, M.S.(1986) dalam Rina, Ahadiati (2012: 21-29), zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan


(27)

antara lain : filum Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea dan Mollusca.

a. Protozoa

Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada yang hidup sebagai plankton. Flagellata, dalam hal ini “Zooflagellata” yang hidup sebagai plankton (freeliving) sebetulnya semuanya merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti Pyrrophyta.

Beberapa flagellata diklasifikasikan sebagai Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam golongan zooplankton. Cilliata sebagian besar hidup bebas di air tawar dan hanya beberapa golongan yang hidup di laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ni merupakan zooplankton sejati di air tawar, tetapi banyak hidup diantaraPeriphytonatau di dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak detritus yang membusuk. Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan bagi ikan dan hewan Avertebrata. Contoh marga dari filum Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus, Dinoclonium,danRabdonella.


(28)

b. Cnidaria

Cnidaria terdiri dari kelas Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil yang hidup sebagai plankton. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu external dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan gelatin non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan venum yang dapat melumpuhkan mangsanya. Ubur-ubur dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan terdapat dalam jumlah besar. Contoh marga dari filum Cnidaria antara lain : Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes.

c. Ctenophora

Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan deretan-deretan silia yang besar yang disebut stenes. Perbedaan Ctenophora dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts) pada Ctenophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya. Ctenophora dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di


(29)

pisahkan, karena tidak mempunyai nematokis dan hanya mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno).Spesiesini sangat transparan dan tidak berwarna. Contoh marga dari filum Ctenophora antara lain :Pleurobrachia, Velamen, Beroe.

d. Annelida

Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar, jenis Annelida ini hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat dipantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama trochophore larva, jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, bersilia dan mempunyaitractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan nanoplanktondan detritus yang halus.

e. Arthropoda

Bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum arthropoda. Dari filum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar


(30)

dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan. Entomostracea terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan Cirripedia. Entomostracea yang merupakan zooplankton ialah Cladocera, Ostracoda dan Copepoda, sedangkan dari Malacostracea hanya Mycidacea dan Euphausiacea yang merupakan zooplankton kasar atau makrozooplankton. Salah satu subkelas Crustacea yang penting bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera. Pada umumnya Copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan beberapa milimeter. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi ekosistem perairan, dengan populasi dapat mencapai 70 – 90%. Contoh marga dari Arthropoda antara lain Paracalanus, Pseudocalanus, Acartia, Euchaeta, Calanus, Oithona, Microsetella.

f. Moluska

Moluska terdiri dari kelas Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvia) dan Cephalopoda. Terdapat bermacam moluska yang telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai holoplankton. Moluska planktonik yang telah mengalami


(31)

modifikasi tertinggi ialah Ptepropoda dan Heteropoda. Kedua kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas Gastropoda. Ada dua tipe Pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang telanjang (ordo Gymnosomata). Pteropoda bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap. Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya. Contoh marga dari filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria, Squid.

5. Hubungan Curah Hujan dengan Plankton

Faktor yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton di perairan adalah musim. Densitas yang rendah pada musim penghujan disebabkan pada musim penghujan proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat karena massa tinggal air di perairan lebih cepat sehingga unsur-unsur hara tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh plankton untuk tumbuh. Kondisi ini disebabkan musim penghujan dengan kadar curah hujan yang tinggi memiliki penetrasi cahaya, salinitas, suhu yang rendah serta kekeruhan yang tinggi dibandingkan musim kemarau (Moyle dalam Krismono&Yayuk, 2007: 108).

Kelimpahan plankton di musim hujan maupun di musim kemarau berbeda, karena sifat fisik dan kimia dalam perairan mengalami


(32)

perubahan akibat perbedaan musim. Musim berkaitan erat dengan curah hujan yang turun sepanjang tahun. Menurut BMKG (dalam Aang, dkk, 2008:3), musim penghujan dimulai jika intensitas curah hujan lebih dari 150 mm per bulan. Musim kemarau didefinisikan sebagai periode dimana jumlah curah hujan bulanan kurang dari 50 mm. BMKG membagi intensitas musim hujan menjadi 4 kategori yaitu dikatakan hujan ringan dengan rentang 1-5 mm/jam, hujan sedang dengan rentang 5-10 mm/jam, hujan lebat dengan rentang 10-20 mm/jam dan hujan sangat lebat apabila>20 mm/jam.

6. Struktur Komunitas Plankton

Suatu komunitas pada dasarnya mempunyai bentuk organisasi dan komponen penyusun komunitas dan jaring-jaring kehidupan yang menyusun struktur komunitas. Struktur komunitas merupakan susunan individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas (Krebs, 1985: 462 dalam Mohammad Faiz, 2012: 11).

Secara umum, struktur komunitas dapat dibedakan menjadi struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik adalah sifat fisik suatu komunitas yang dapat diamati seperti habitat, daratan atau perairan, ketingian lahan atau topografi. Struktur biologik merupakan komposisi jenis dalam komunitas yang menempati suatu habitat tertentu (Rasidi, dkk. 2008:7).

Menurut Nurul, R.A. (2012: 24-27), struktur komunitas plankton adalah kumpulan plankton dilihat dari indeks kemerataan jenis, densitas,


(33)

indeks dominansi, indeks diversitas.Struktur komunitas merupakan spesiesspesiesyang berada di dalam komunitas, terikat dalam interaksi biotik dan berfungsi sebagai unit terpadu, meliputi:

a. Indeks Kemerataan Jenis

Indeks kemerataan jenis akan menunjukkan ada tidak tekanan ekologi terhadap suatu ekosistem. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwaspesies-spesiespenyusun komunitas tidak banyak ragamnya, ada dominasi spesies tertentu dan menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap ekosistem yang bersangkutan. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada kisaran 0,6- 1 maka jumlah individu atau sel yang dimiliki antar spesies tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan.

b. Densitas (kerapatan)

Densitas atau kerapatan merupakan ukuran besarnya populasi dalam satuan ruang atau volume. Pada umumnya ukuran besarnya populasi digambarkan dengan cacah individu atau biomassa populasi per satuan ruang atau volume. Kerapatan alamiah suatu populasi secara teoritik ditentukan oleh:

1) Ketersedian sumber daya seperti makanan dan ruangan tempat hidup.


(34)

2) Aksesibilitas sumber daya dan kemampuan individu populasi untuk mencari serta memperoleh sumber daya.

3) Waktu atau kesempatan untuk memanfaatkan laju yang tinggi, misalnya pada keadaan iklim yang menguntungkan untuk pertumbuhan.

c. Indeks Dominansi

Dominansi merupakan banyaknya organisme di dalam lingkungan terhadap total individu di daerah tersebut. Nilai dominansi menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas, spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibandingkan spesies lain. Indeks dominansi berkisar antara 0 –1. Apabila D = 0, berarti tidak ada spesies yang mendominansi spesies lainnya atau strukur komunitas dalam keadaan stabil; dan apabila D= 1, berarti terdapat spesies yang mendominansispesieslainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologis.

d. Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman dalam komunitas ditandai oleh banyaknyaspesiesorganisme yang membentuk komunitas tersebut. Semakin banyak jumlah spesies, semakin tinggi keanekaragaman. Apabila suatu komunitas didominasi oleh satu atau beberapa spesies maka keanekaragaman plankton akan berkurang. Nilai keanekaragaman menunjukkan antara jumlah spesies dengan


(35)

jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Tingginya keanekaragaman menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem.

7. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton

a. Suhu

Kedalaman telaga yang cukup tinggi mengakibatkan terbentuknya zonase berdasarkan kedalaman. Suhu air akan menurun dengan meningkatnya kedalaman, sampai batas zone fotik dan setelah itu suhu relatif stabil. Pada zone mesofotik terjadi penurunan suhu yang sangat drastis, wilayah ini dikenal sebagai termoklin.Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki peranan yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2-3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara di lain pihak, naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan


(36)

oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi (Satino. 2010 : 10)

b. Kekeruhan air (turbiditas)

Kekeruhan disebabkan oleh adanya materi organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut serta organisme mikroskopik. Korelasi antara kekeruhan dengan besarnya konsentrasi materi terlarut sulit diketahui karena ukuran, bentuk dan indeks refraktif dari partikel terlarut mempengaruhi penyebaran cahaya yang masuk (Greenberg, dkk. 1992: 26). Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di dalam suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari akan berkurang bahkan tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi (Floder, dkk. 2002: 395-396). c. Kedalaman

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zone yang masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. (Satino. 2010 : 13).


(37)

d. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air dengan terbentuknya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Barus. 2004: 43).

Di perairan yang dalam,penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar karena itu suhu di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu di dasar perairan dangkal. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan air sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan laut (altitude), letak geografis dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air serta bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air (Sofyan, Adhi. 2009: 27).

8. Faktor Kimia yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton

a. pH

Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi organisme akuatik termasuk plankton umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan


(38)

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu, pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus. 2004: 62).

b. Oksigen Terlarut atauDissolved Oxygen(DO)

Oksigen Terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan oksigen yang terlarut di dalam suatu perairan. Oksigen hilang dalam perairan secara alami oleh respirasi organisme akuatik, penguraian bahan organik, aliran masuk bawah tanah yang miskin oksigen dan aliran suhu. Tanpa oksigen, penguraian bahan organik akan berlangsung secara anaerob dan akan meninggalkan karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur yang bau. Oksigen terlarut dalam ekosistem perairan utamanya berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton. Kecepatan difusi oksigen di dalam suatu perairan tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya seperti suhu, kekeruhan dan pergerakan massa air. Konsentrasi oksigen terlarut yang optimal dalam


(39)

mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik sebesar 5 mg/l (Michael. 1995: 168-169).

c. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen organisme akuatik. Konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l, perairan yang tergolong baik apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l. Terjadi tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi umumnya nilai BOD lebih dari 100 mg/l (Broweret al. 1990: 52).

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus. 2004: 67).

e. Nitrat dan Fosfat

Banyaknya unsur hara menyebabkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrogen


(40)

dan fosfat. Nitrogen hadir dalam bentuk kombinasi dari amonia, nitrat, nitrit, urea, dan senyawa organik terlarut dalam jumlah yang sedikit. Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam bentuk amonia, nitrit dan komponen organik. Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama dengan air hujan masuk ke sistem perairan (Barus. 2004: 70).

Pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung optimal apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1, maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P membatasi pertumbuhan fitoplankton (Sakka,dkk. 1999:149). f. Sulfat

Ion sulfat bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan. Pada umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-). Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter (Effendi, 2003 dalam ArniatiLabanni’, 2013: 4).


(41)

Umumnya sumber air mengandung sulfat sebesar 0,1-4,8 ppm dan kebanyakan berada di air payau. Sulfat adalah nutrisi untuk diatom. Sulfat penting dalam pembuatan protein. Pada daerah yang kurang oksigen, sulfat dijumpai dalam bentuk H2S (racun) dan ada diatom yang mampu bertahan dalam H2S tinggi sekitar 3,5 ppm yaitu Hantzschia, Amphcuoxys dan Nitzschia (Tyas, Permata, dkk. 2009: 15).

g. Kalsium

Kalsium merupakan nutrisi di dalam air yang membuat jumlah karbonat dan bikarbonat menjadi seimbang. Semakin banyak jumlah kalsium yang terdapat di dalam air, maka jumlah jenis plankton akan semakin banyak. Kalsium merupakan bahan untuk pembentuk dinding sel atau cangkang. Kalsium di dalam air akan menghasilkan bikarbonat yang menambah karbondioksida untuk proses fotosintesis. Jumlah kalsium dalam air menunjukkan bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm tergolong kurang baik, 10-25 ppm tergolong baik dan bila > 25 ppm tergolong sangat baik. Jenis plankton yang dijumpai dalam air yang banyak mengandung kalsium adalah Microcystissp., Chreoeoccus sp., Anabaena sp., Pediastrum sp., Staurastrum sp., Coscinodiscus sp. dan Melosira sp. Ada juga beberapa jenis plankton yang dijumpai pada air yang unsur kalsiumnya rendah


(42)

yaituDinobryonsp., Ankistradesmussp. danClosteriumsp. (Tyas, Permata, dkk. 2009: 15).

B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS

Pada saat ini perairan Telaga Bromo digunakan oleh masyarakat untuk mandi, mencuci dan memancing. Kondisi perairan yang tidak stabil akan mengakibatkan terganggunya organisme di dalam perairan tersebut, salah satunya adalah plankton. Keberadaan organisme tersebut di dalam badan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan karena memiliki batasan toleransi tertentu untuk setiap individu. Plankton dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan telaga dengan melihat struktur komunitas meliputi indeks kemerataan jenis, densitas, indeks dominansi dan indeks keanekaragaman. Untuk lebih lengkap, alur kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:


(43)

Gambar 1. Skema Alur Kerangka Berfikir Ekosistem Perairan Tawar

Mengalir (Lotik)

Menggenang (Lentik)

Sungai Parit Telaga Waduk Danau

Curah Hujan

Komponen Ekosistem

Biotik Abiotik

Bentos Plankton Neuston Fisik Kimia

Fitoplankton Zooplankton

Struktur Komunitas 1. Densitas

2. Indeks Keanekaragaman 3. Indeks Kemerataan Jenis 4. Indeks Dominansi

1. Intensitas Cahaya 2. Kekeruhan 3. Kedalaman 4. Suhu

1. pH 2. DO 3. COD 4. BOD 5. Nitrat 6. Fosfat 7. Sulfat 8. Kalsium Aktivitas Manusia


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul.

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Maret 2016. Identifikasi jenis plankton dilakukan di Laboratorium Riset FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian untuk parameter kimiawi dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan (BLK).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi eksplorasi dengan metode purposive sampling berdasarkan aktivitas manusia dan penutupan vegetasi. Ditetapkan 4 stasiun pengamatan dengan masing-masing stasiun dilakukan 5 kali pengambilan sampel.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh plankton yang hidup di Telaga Bromo kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. Sampel dalam penelitian ini adalah plankton yang tersaring dalam plankton net pada saat pengambilan sampel.


(45)

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah lokasi pengambilan sampel, komposisi jenis, struktur komunitas plankton dan faktor fisik-kimia perairan.

F. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi: turbidimeter, pH meter, termometer, plankton net, lux meter, botol flacon, mikroskop binokuler,object glass,cover glass, meteran, kertas label, kamera, alat tulis, kulkas, tali, pemberat, termos es, perahu, pipet tetes, tisu dan penggaris.

Bahan yang digunakan meliputi: es batu, gliserin dan akuades. Gliserin digunakan untuk mengawetkan plankton dan mencegah terjadinya pengerutan pada plankton.

G. Prosedur Penelitian

1. Kegiatan Lapangan

a. Penentuan titik pengambilan sampel

Penentuan stasiun menggunakan metode purposive sampling berdasarkan aktivitas manusia dan penutupan vegetasi sehingga titik pengambilan sampel sebagai berikut:

1) Stasiun I

Stasiun I merupakan bagian yang digunakan warga untuk mencuci dan mandi di Telaga Bromo.

2) Stasiun II


(46)

3) Stasiun III

Stasiun III merupakan bagian yang terdapat naungan vegetasi. 4) Stasiun IV

Stasiun IV merupakan bagian yang tidak terdapat naungan vegetasi.

Gambar 2. Pembagian Stasiun di Telaga Bromo Sumber:Google Earth

b. Pengambilan sampel

Menurut Romimohtarto dan Juwana (1998), berikut ini langkah-langkah pengambilan sampel menggunakan plankton net: 1. Menurunkan plankton net sampai ke bagian dasar di stasiun yang

telah ditentukan.

2. Menarik kembali plankton net dari dasar ke permukaan perairan. ST. 2

ST.1 ST.3


(47)

4. Memasukkan air saringan dari botol penampung plankton net ke dalam botol film/botol flacon.

5. Memberi gliserin sebanyak 10 tetes ke dalam botol flacon tersebut. 6. Menyimpan air sampel tersebut dalam termos yang telah diisi es

batu.

7. Mengulang langkah 1-6 sebanyak 5 kali.

8. Mengulangi cara di atas pada pengambilan air di stasiun yang berbeda.

c. Pengukuran kondisi fisik perairan meliputi: 1) Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan mengaktifkan lux meter kemudian mengatur skala yang diinginkan terdiri dari skala A (... lux), B (… x 10 lux) dan C (… x 100 lux).

Mengarahkan lux meter kearah cahaya matahari. Mencatat angka yang tertera dalam lux meter.

2) Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mencuci ujung turbidimeter menggunakan akuades. Kemudian ujung turbidimeter dimasukkan dalam air telaga hingga angka di skala turbiditasnya konstan.

3) Kedalaman

Kedalaman air diukur dengan menggunakan tali yang dibuat simpul setiap 50 cm. Ujung tali diberi pemberat berupa batu.


(48)

Pengukuran dilakukan dengan cara menurunkan tali ke dalam tiap titik pengamatan sampai batu mencapai bagian dasar telaga kemudian dicatat kedalamannya.

4) Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan mencuci ujung termometer menggunakan akuades. Kemudian ujung termometer dimasukkan dalam air telaga hingga angka di skala suhu konstan. d. Pengukuran kondisi kimiawi perairan Telaga Bromo

1) pH

Pengukuran pH dilakukan dengan mencuci ujung pH meter menggunakan akuades. Kemudian ujung pH meter dimasukkan dalam air telaga hingga angka di skala pH konstan..

2) Pengukuran nilai DO, BOD, COD, Nitrat, Fosfat, Sulfat dan Kalsium

Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol steril kemudian dibawa ke BLK untuk diukur nilainya.

2. Kegiatan Laboratorium

a. Menyiapkan peralatan berupa mikroskop binokuler, object glass,cover glass, pipet tetes dan tisu.

b. Menggojok sampel perlahan dalam botol flacon agar homogen.

c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dengan pipet tetes yang telah ditera sebelumnya (1 ml = 22 tetes)


(49)

d. Melakukan pengamatan secara merata pada daerah gelas obyek dengan 20 lapang pandang secara berurutan dari sisi kanan atas dilanjutkan ke bawah kemudian kekiri atas dan seterusnya.

e. Menghitung plankton yang diperoleh dan didokumentasikan.

f. Mengidentifikasi jenis plankton yang didapat dengan menggunakan buku identifikasi Freshwater Biology karya Edmondson (1966), Illustration of The Freshwater Plankton of Japan yang disusun oleh Toshihiko Mizuno (1964).

H. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel air di Telaga Bromo sebanyak 5 kali pada setiap stasiun dari bulan Januari hingga Maret 2016 dengan selang waktu 2 minggu agar diketahui pengaruh musim hujan terhadap plankton.

I. Analisis Data

Dari data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis untuk mengukur densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks dominansi dengan persamaan sebagai berikut:

1) Densitas

Densitas fitoplankton dan zooplankton dihitung berdasarkan metode sapuan di atas gelas obyek:

Keterangan: F =


(50)

A = volume air sampel B = volume air tersaring

C = volume air yang diteteskan ke preparat AB = luas cover glass (mm2)

E = luas satu lapang pandang

N = rata-rataindividu dari ‘D’ lapang pandang

D = jumlah lapang pandang 2) Indeks Keanekaragaman

Analisis yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman plankton adalah dengan menggunakan persamaan Shanon-Wiener seperti berikut (Magurran. 1988:35):

Keterangan:

H’: Indeks keanekaragaman jenis

Pi : ni/N

ni : jumlah individuspesiesi N : jumlah total plankton

Kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) diklasifikasikan

sebagai berikut (Magurran. 1988:35):

0 < H’ < 1,5 = keanekaragaman rendah

1,5< H’< 3,5 = keanekaragaman sedang

H’ > 3,5 = keanekaragaman tinggi

Menurut Wilhm & Dorris (1968: 780) nilai indeks

keanekaragaman (H’) dikaitkan dengantingkat pencemaran adalah

sebagai berikut:

H’ > 3 = tidak tercemar

1 < H’< 3 = tercemar sedang


(51)

Keanekaragaman rendah artinya kondisi perairan labil karena perairan tersebut hanya cocok bagi jenis tertentu. Keanekaragaman sedang atau moderat menandakan jenis organisme menyebar merata. Keanekaragaman tinggi atau stabil menandakan jenis organisme variasinya tinggi didukung oleh faktor lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam habitat bersangkutan (Odum. 1993: 189).

3) Indeks Kemerataan Jenis

Analisis yang digunakan untuk menghitung indeks kemerataan jenis plankton adalah dengan menggunakan:

Keterangan:

E = Indeks kemerataan H’ = indeks keanekaragaman Ln S= Ln dari jumlahspesies

Menurut Pielou (1977: 308) dalam Muhammad Faiz Faza (2012: 22), indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Nilai E mendekati 0 maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis dan apabila nilai E mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis merata. Penggolongan nilai indeks kemerataan adalah sebagai berikut:

a. 0,00–0,25 = tidak merata b. 0,26–0,50 = kurang merata


(52)

d. 0,76–0,95 = hampir merata e. 0,96–1,00 = merata

Kisaran indeks kemerataan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Apabila E berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwa spesies-spesies penyusun komunitas tidak banyak ragamnya, ada dominasi spesies tertentu dan menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap ekosistem yang bersangkutan.

b. Apabila E berada pada kisaran 0,6 - 1 maka jumlah individu atau sel yang dimiliki antar spesies tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan. 4) Indeks Dominansi

Indeks dominansi Simpson digunakan untuk mengetahui adanya dominasi jenis tertentu di perairan dengan persamaan sebagai berikut (Odum. 1993: 179):

Keterangan:

D : indeks dominansi Simpson ni : jumlah individuspesiesi (ind/l) Pi : jumlah individu genus ke-1

N : jumlah total plankter tiap titik pengambilan sampel (ind/l) D =∑ (Pi)2=∑ ( )2


(53)

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati 0 menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya genus dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis (Magurran. 1988: 39).


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo

Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada bulan Januari 2016–Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Intensitas

Cahaya (Lux)

8.200 -111.100

26.400 11.200 -109.800

22.300 9600 -81.800

16.600 9.700 -83.600

22.200

Kekeruhan (mg/L)

60 - 493 158,6 32 - 80 62,4 11 - 80 62,2 13 - 70 54,6 Kedalaman

(meter)

0,6 - 1,1 0,8 1,3 - 2,3 1,71 0,7 - 1,2 0,9 0,5 - 0,8 0,65 Suhu (0C) 29,1

-47,2

34,3 29,3 -40,1

32,6 28,8 -35,2

31,24 29,3 -45,4

34,5 pH 7,6 - 10 8,48 7,3 - 8,5 7,94 6,5 - 9,3 7,92 6,2 - 8,5 7,32 DO (mg/L) 3,03

-8,94

4.99 3,90 -8,90

4,27 4,12 -7,73

4,237 0,53 -8,65 3,06 COD (mg/L) 94,62-380,16

235,913 93,18 -380,16

222,813 75,26 -316,80

164,66 82,43 -506,88 264,383 BOD (mg/L) 9,59 -19,06

13,01 2,34 -41,13

20,07 1,58 -47,15

19,697 1,42 -44,91 23,687 Fosfat (mg/L) 0,012 -0,444

0,2643 0,138 -0,276

0,2023 0,127-0,689

0,4417 0,076 -1,012 0,5313 Nitrat (mg/L) 0,348 -0,967

0,6923 0,437 -0,987

0,7523 0,433 -1,196

0,822 0,426 -1,728 1,173 Sulfat (mg/L) 20,009 -85,149

55,5793 19,316 -102,212

65,0587 16,789 -71,875

29,5547 13,754 -105,528 65,145 Kalsium (mg/L) 8,00 -15,84

11,147 10,30 -12,00

10,9 7,42 -10,40

8,873 14,40 -15,84

15,147

Sumber: Analisis Data Primer Keterangan :

Stasiun I = bagian tepi telaga (tempat mencuci dan mandi) Stasiun II = bagian tengah telaga

Stasiun III = bagian teduhan Stasiun IV = bagian tanpa teduhan


(55)

Kualitas air merupakan subyek yang sangat kompleks dan dicerminkan dari jenis pengukuran dan indikator air yang digunakan. Pengukuran akan lebih akurat jika dilakukan di tempat karena air berada dalam kondisi yang ekuilibrium dengan lingkungannya. Pengukuran di tempat umumnya akan mendapatkan data mendasar seperti temperatur, pH, kekeruhan dan sebagainya. Untuk pengukuran yang lebih kompleks membutuhkan sampel air yang kemudian dijaga kondisinya, dipindahkan dan dianalisis di laboratorium. Pengukuran ini memiliki kendala seperti karakteristik air pada sampel mungkin tidak sama dengan sumbernya karena terjadi perubahan secara kimiawi dan biologis seiring waktu. Bahkan kualitas air dapat bervariasi antara siang dan malam akibat pengaruh organisme air. Air sampel akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu botol atau kemasan yang digunakan untuk pengambilan sampel. Sehingga bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel harus bersifat inert atau memiliki tingkat reaktivitas yang minimum sehingga tidak mempengaruhi kualitas air yang diuji. Ruang udara yang berada di dalam kemasan sampel dapat mempengaruhi karena ada resiko udara larut dalam sampel air. Selain itu, cahaya matahari juga mempengaruhi organisme dalam sampel seperti fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sehingga mengubah kondisi kimiawi sampel air. Menjaga kualitas sampel dapat dilakukan dengan mendinginkan sampel sehingga mengurangi laju reaksi kimia dan perubahan fase.


(56)

1. Intensitas Cahaya

Dari hasil penelitian diketahui bahwa intensitas cahaya tertinggi terdapat di stasiun I (bagian tepi telaga) yaitu 26.400 lux yang disebabkan karena sedikitnya vegetasi di sekitar tepi telaga dan pengukuran dilakukan pada siang hari meski dalam keadaan mendung atau hujan. Walaupun stasiun IV merupakan stasiun yang tidak memiliki naungan vegetasi, stasiun IV memiliki banyak vegetasi di sekitarnya dan pengukurannya dilakukan paling akhir sehingga cahaya matahari mulai berkurang. Nilai intensitas cahaya terendah terdapat di stasiun III yaitu 16.600 lux karena adanya naungan vegetasi. Kisaran intensitas cahaya 16.600-26.400 lux tergolong rendah sehingga fitoplankton tidak dapat berfotosintesis secara optimum. Hal ini didukung dengan pernyataan Susanti (2001) bahwa kisaran intensitas cahaya yang membuat fitoplankton berfotosintesis secara optimum berkisar antara 48.500-120.000 lux. Rendahnya intensitas cahaya tersebut karena saat pengambilan sampel sedang mendung atau hujan.

Intensitas cahaya dan kekeruhan merupakan parameter yang saling berkaitan, parameter-parameter ini merupakan indikator produktivitas perairan sehubungan dengan proses fotosintesis dan proses respirasi biota perairan terutama plankton. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga proses fotosintesis fitoplankton terhambat dan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal.


(57)

2. Kekeruhan

Nilai kekeruhan perairan di Telaga Bromo berkisar antara 54,6 –

158,6 mg/L (Tabel 1). Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun I diduga akibat banyaknya sampah di bagian tepi telaga terutama sampah plastik detergen. Selain itu, tingginya nilai kekeruhan tersebut disebabkan oleh air limpasan dari daratan. Sedangkan rendahnya nilai kekeruhan di stasiun IV disebabkan karena efek dari air limpasan tidak terlalu tinggi.

Nilai kekeruhan yang masih dapat ditolerir oleh organisme perairan yaitu < 30 mg/l. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga menghambat laju fotosintesis fitoplankton. Fotosintesis yang terhambat akan mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal dan berkurangnya oksigen dalam air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Floder (2002: 395-396).

3. Kedalaman

Setelah dirata-rata dari kelima pengambilan, kedalaman Telaga Bromo berkisar antara 0,65-1,71 meter (Tabel 1). Dari pengambilan pertama sampai pengambilan ke empat, hanya stasiun II yang berkedalaman di atas 1 meter. Pada pengambilan terakhir, hanya stasiun IV yang berkedalaman di bawah 1 meter. Bertambahnya volume air telaga dikarenakan oleh air hujan yang turun selama bulan Januari-Maret 2016.

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zona yang


(58)

masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Satino (2010: 13) yang mengatakan bahwa perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. Fitoplankton banyak dijumpai pada kedalaman tidak lebih dari satu meter pada perairan umum (sungai, danau, telaga dan waduk) karena pada kedalaman satu meter merupakan daerah transparansi matahari yang merupakan daerah fitoplankton dapat menyerap cahaya tampak dari matahari secara optimal.

4. Suhu

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar antara 31,24-34,5 0C (Tabel 1), dengan suhu tertinggi pada stasiun IV dan terendah pada stasiun III. Tingginya suhu pada stasiun IV disebabkan karena tidak adanya naungan vegetasi sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Rendahnya suhu di stasiun III karena adanya naungan vegetasi sehingga penetrasi cahaya matahari ke perairan akan terhalang dan akibatnya suhu perairan tidak meningkat secara cepat.

Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat dipengaruhi oleh suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari saat pengukuran. Suhu secara langsung berpengaruh dalam mengontrol laju berbagai proses metabolisme dalam sel mikroalga. Laju proses metabolisme akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu.


(59)

Kisaran suhu antara 31,24-34,5 0C tergolong dalam kisaran suhu yang masih dapat ditolerir plankton. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wibisono (2005) yang mengatakan bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme berkisar antara 20-300C, suhu yang sesuai dengan perkembangan fitoplankton berkisar antara 25-300C, suhu yang optimal untuk pertumbuhan zooplankton antara 15-350C.

5. Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan pengukuran nilai pH di Telaga Bromo, diperoleh kisaran pH antara 7,32-8,48 (Tabel 1). Nilai pH terendah terdapat di stasiun IV sedangkan nilai pH tertinggi terdapat di stasiun I. Tinggi atau rendahnya pH perairan terkait dengan aktivitas organisme dekomposer dalam penguraian materi organik baik di dasar perairan maupun di kolom air. Tingginya nilai pH di stasiun I disebabkan oleh banyaknya materi organik yang diuraikan. Materi organik tersebut berasal dari air limpasan yang banyak mengandung sampah dan nutrisi yang terlihat dari nilai kekeruhan di stasiun I. Sedangkan stasiun IV memiliki nilai pH terendah karena materi organik dari air limpasan yang perlu diuraikan sedikit.

Meskipun nilai pH di stasiun I merupakan nilai pH tertinggi, nilai tersebut masih dapat ditolerir oleh plankton. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Effendi (2003) dalam Anjar Asmara (2005:38) yang mengatakan bahwa nilai pH yang ideal untuk kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5.


(60)

6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 3,06-4,99 mg/L (Tabel 1). Tinggi rendahnya kadar oksigen terlarut berkaitan dengan kekeruhan air dan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen terlarut. Seharusnya nilai DO terendah terdapat di stasiun I yang merupakan tempat mencuci dan mandi sehingga aktivitas organisme dekomposernya tinggi. Namun, nilai DO terendah justru terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga aktivitas organisme dekomposer banyak terjadi di stasiun IV.

Kisaran DO yang diperoleh masih dapat ditolerir oleh organisme perairan yang ada di telaga. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharsono (1990) dalam Lisanty (2000) yang mengatakan bahwa kadar oksigen terlarut minimum yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik secara normal adalah 2 mg/l dengan catatan di dalam perairan tidak terdapat persenyawaan beracun dan kadar oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan organisme akuatik adalah 5 mg/l.

7. COD (Chemical Oxygen Demand)

Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai COD (Chemical Oxygen Demand) tertinggi pada stasiun IV yaitu 264,383 mg/L dan terendah pada stasiun III yaitu 164,66 mg/L. Hanya pada stasiun III


(61)

yang memiliki nilai COD di bawah 200 mg/L (Tabel 1). Tingginya nilai COD menunjukkan bahwa perairan mengandung banyak senyawa organik dan anorganik yang harus diuraikan secara kimia karena tidak dapat diuraikan secara biologis saja. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Kadar COD tertinggi seharusnya terdapat di stasiun I karena stasiun I merupakan tempat untuk mencuci dan mandi sehingga terdapat banyak buangan kimia dari sabun dan detergen. Namun, kadar COD tertinggi terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah air sabun dan detergen banyak terdapat di stasiun IV.

Nilai COD yang terlalu tinggi tidak baik untuk kehidupan plankton karena akan banyak oksigen yang digunakan dalam menguraikan bahan organik tersebut. Nilai COD yang terukur di tiap stasiun menunjukkan nilai yang cukup tinggi sehingga Telaga Bromo tergolong perairan tercemar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) dalam Anjar Asmara (2005:42) yang mengatakan bahwa nilai COD di perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l sedangkan perairan tercemar lebih dari 200 mg/l.


(62)

8. BOD (Biological Oxygen Demand)

Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai BOD (Biological Oxygen Demand) tertinggi terdapat di stasiun IV yaitu 23,687 mg/L dan terendah terdapat di stasiun I yaitu 13,01 mg/L. Tinggi atau rendahnya nilai BOD menunjukkan banyak tidaknya kandungan senyawa organik dan anorganik dalam badan perairan yang membutuhkan oksigen untuk menguraikannya.

BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari Bahan- bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan-bahan anorganik. Polutan semacam ini berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan sebagainya. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau racun seperti detergen, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Seharusnya stasiun I memiliki nilai BOD tertinggi karena banyak terdapat air sabun dari mencuci maupun mandi. Namun, kadar BOD tertinggi terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan


(63)

kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah air sabun dan detergen banyak terdapat di stasiun IV.

Perairan di Telaga Bromo tergolong perairan yang tercemar berat berdasarkan kadar BOD yang terukur. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Brower (1990:52) yang menyatakan bahwa kadar BOD < 3,0 mg/l termasuk perairan tidak tercemar, kadar BOD 3,0-4,9 mg/l termasuk perairan tercemar ringan, kadar BOD 5,0-15 mg/l termasuk perairan tercemar sedang dan kadar BOD >15 mg/l termasuk perairan tercemar berat.

9. Fosfat

Hasil pengukuran menunjukkan kadar fosfat berkisar antara 0,2023-0,5313 mg/L (Tabel 1). Kadar fosfat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar fosfat terendah terletak di stasiun II. Tingginya kandungan fosfat pada stasiun IV dapat diakibatkan oleh pupuk organik yang terbawa oleh air limpasan karena stasiun IV dekat dengan area persawahan.

Kadar fosfat yang terukur termasuk dalam kisaran yang cukup untuk mendukung kehidupan plankton. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2010: 52) yang mengatakan bahwa untuk pertumbuhan plankton yang optimal, diperlukan konsentrasi fosfat pada kisaran 0,27-5,51 mg/l dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mg/l.


(64)

10. Nitrat

Hasil pengukuran menunjukkan kadar nitrat berkisar antara 0,6923-1,173 mg/L (Tabel 1). Kadar nitrat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar nitrat terendah terletak di stasiun I. Rendahnya kandungan nitrat disebabkan karena limbah domestik dalam perairan lebih banyak mengandung senyawa anorganik dibanding senyawa organik. Banyaknya senyawa anorganik dapat dilihat dari nilai COD yang tinggi sedangkan nilai BOD rendah seperti yang terjadi pada stasiun I.

Kandungan nitrat yang tinggi berpengaruh pada kepadatan fitoplankton dari divisi Cyanophyta yang memiliki kepadatan tertinggi di stasiun IV. Fitoplankton dari divisi Cyanophyta mampu memfiksasi nitrogen secara langsung tanpa bantuan dari organisme lainnya.

Tingginya kandungan nitrat di stasiun IV dapat dikarenakan banyaknya masukan materi organik dari daerah pertanian di sekitar telaga berupa pupuk organik yang masuk ke dalam telaga sebagai dampak dari peristiwa air limpasan.

Pada penelitian ini, rasio N:P < 16:1 sehingga unsur N yang membatasi pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sakka, dkk (1999:149) yang mengatakan bahwa pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung optimal apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1, maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P membatasi pertumbuhan fitoplankton.


(65)

11. Sulfat

Hasil pengukuran menunjukkan kadar sulfat berkisar antara 29,5547-65,145 mg/L (Tabel 1). Kadar sulfat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar sulfat terendah terletak di stasiun III. Tingginya kadar sulfat disebabkan limbah detergen yang menggunakan sulfat sebagai bahan tambahan yang tidak memiliki kemampuan meningkatkan daya cuci sehingga menambah kuantitas penggunaan contohnya senyawa Na2SO4 sehingga limbah detergen menghasilkan sulfat. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah detergen yang menghasilkan sulfat banyak terdapat di stasiun IV

Kadar sulfat di Telaga Bromo masih tergolong normal sesuai dengan pendapat Effendi (2003) dalam Arniati Labanni’ (2013: 4) yang

mengatakan bahwa kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter.

12. Kalsium

Hasil pengukuran menunjukkan kadar kalsium berkisar antara 8,873-15,147 mg/L (Tabel 1). Kadar kalsium tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar kalsium terendah terletak di stasiun III. Dari keempat stasiun, hanya stasiun III yang memiliki kadar kalsium di bawah 10 ppm. Semakin tinggi kadar kalsium, maka jumlah jenis plankton akan semakin banyak. Kadar kalsium di Telaga Bromo menunjukkan bahwa perairan telaga tergolong baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tyas, Permata


(66)

(2009:14) yang menyatakan bahwa jumlah kalsium dalam air menunjukkan bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm tergolong kurang baik, 10-25 ppm tergolong baik dan bila > 25 ppm tergolong sangat baik. Kadar kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Banyaknya Microcystis di Telaga Bromo sesuai dengan pendapat Tyas, Permata (2009: 15) yang mengatakan bahwa Microcystis merupakan marga yang dapat hidup di perairan kaya kalsium.

2. Komposisi Jenis Plankton

Komposisi jenis plankton yang ditemukan di Telaga Bromo adalah fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton dan zooplankton yang ditemukan jumlahnya beragam tergantung dari ketersediaan nutrisi dan suhu perairan. Selain itu keberadaannya juga tergantung dengan lingkungan sekitar apabila lingkungan tidak cocok maka akan terjadi penurunan jumlah jenis meskipun populasi untuk jenis tertentu masih meningkat karena berkurangnya kompetisi.

Setelah plankton yang ditemukan teridentifikasi, berikut ini adalah tabelspesiesfitoplankton yang ditemukan beserta jumlah totalnya:

Tabel 2. Komposisi Jenis Fitoplankton yang Ditemukan

No. Divisi Spesies Stasiun

I

Stasiun II

Stasiun III

Stasiun IV

Jumlah (ind/l) 1. Cyanophyta Microcystissp. 70.797 70.105 62.693 62.766 266.361

Aphanocapsa sp.

517 114 182 92 905

2. Chlorophyta Scenedesmus ellipsoideus

84 23 43 43 193


(67)

Schroederia setigera

4 4 0 0 8

Kirchneriella obesa

2 0 1 0 3

Coelastrum reticulatum

0 0 1 0 1

Pediastrumsp. 0 0 0 1 1

Total (ind/l) 267.582

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa fitoplankton yang teridentifikasi terdiri dari 2 divisi yaitu Cyanophyta dan Chlorophyta dengan 8 spesies yang ditemukan. Jumlah fitoplankton yang paling banyak ditemukan berasal dari divisi Cyanophyta yaitu Microcystis sp. sebanyak 266.361 ind/l. Hal tersebut dikarenakan Microcystis dapat hidup dalam kondisi perairan yang tercemar berat. Perbedaan rasio N/P dapat menyebabkan pertumbuhanMicrocystisyang cenderung mendominasi perairan dengan kadar nitrat tinggi. Fosfat merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Microcystis yang hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Catur Retnaningdyah dan Suharjono (2009) yang mengatakan bahwa kadar nitrat tinggi dan kadar fosfat rendah dapat mempengaruhi secara nyata terhadap kelimpahan maksimumMicrocystis.

Adapun tabel spesies zooplankton yang ditemukan di Telaga Bromo beserta jumlahnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi Jenis Zooplankton yang Ditemukan

No. Filum Spesies Stasiun

I

Stasiun II

Stasiun III

Stasiun IV

Jumlah (ind/l)

1. Arthropoda Cyclopssp. 582 622 251 430 1.885

Diaphanosoma sp.

10 13 3 6 32

Naupliussp. 713 582 350 526 2.171


(68)

forficula

Brachionussp. 59 20 2 0 81

Brachionus angularis

280 656 160 238 1.334

Notholcasp. 25 32 19 26 102

3. Protozoa Calonympha

sp.

0 1 1 0 2

Total (ind/l) 39.478

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa zooplankton yang ditemukan terdiri dari 3 filum yaitu Arthropoda, Rotifera dan Protozoa dengan 8 spesies. Zooplankton yang paling banyak ditemukan berasal dari filum Rotifera yaitu Brachionus forficula dengan jumlah 33.871 ind/l. Jumlah fitoplankton yang ditemukan lebih banyak daripada jumlah zooplankton pada musim penghujan. Hal tersebut karena pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton bersifat dinamis merespon pada musim dan tersedianya hara. Nutrisi di perairan lebih banyak pada musim penghujan karena dampak positif air limpasan sehingga fitoplankton dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan pendapat I.C.Onyema (2008) yang mengatakan bahwa jumlah zooplankton akan lebih banyak ditemukan pada musim kemarau daripada musim hujan.

3. Kelimpahan Plankton

1. Kelimpahan Fitoplankton

Berdasarkan hasil perhitungan, kelimpahan jumlah fitoplankton diketahui memiliki kelimpahan jenis berkisar antara 231.546,9 - 2.618.215 ind/l. Jumlah kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat di stasiun IV yang berasal dari divisi Cyanophyta dengan rata-rata jumlah 1.188.576,82 ind/l sedangkan kelimpahan terendah terdapat di stasiun II yang berasal dari Sumber: Analisis Data Primer


(1)

Gambar 10.Diaphanosomasp.

Kingdom: Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Branchiopoda Ordo : Cladocera Famili : Sididae

Marga : Diaphanosoma Spesies :Diaphanosoma

sp. Ciri-ciri:

Bentuk tubuh oval atau bulat memanjang, memiliki 2 antenna, memiliki 5 pasang kaki, memiliki seta.

Gambar 11.Naupliussp.

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Magnoliopsida Ordo : Asterales Famili : Compositae Marga : Nauplius Spesies :Naupliussp. Ciri-ciri:

Mempunyai antenna dan pada ujung antenna terdapat seta, memiliki 3 pasang kaki.

Gambar 12.Brachionus forficula

Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Monogononta Ordo : Ploimida Famili : Brachionidae Marga : Brachionus Spesies :Brachionus

forficula Ciri-ciri:

Memiliki 4 duri posterior, duri anterior intermediate tidak ada, memiliki 2 duri anterior yang kuat dan


(2)

95 Gambar 13.Brachionussp.

Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Monogononta Ordo : Ploimida Famili : Brachionidae Marga : Brachionus Spesies :Brachionussp. Ciri-ciri:

Memiliki 2 duri anterior yang pendek, tubuh agak membulat, tubuh tidak berwarna, memiliki 2 buah duri posterior.

Gambar 14.Brachionus angularis

Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Monogononta Ordo : Ploimida Famili : Brachionidae Marga : Brachionus Spesies :Brachionus

angularis Ciri-ciri:

Memiliki 2 duri kecil di anteromedian, duri posterior pendek, kaki membuka dengan bentuk U.

Gambar 15.Notholcasp.

Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Monogononta Ordo : Ploimida Famili : Brachionidae Marga : Notholca Spesies :Notholcasp. Ciri-ciri:

Memiliki duri yang panjang di bagian posterior, warna tubuh transparan, memiliki duri yang pendek pada anterior.


(3)

Gambar 16.Calonymphasp.

Kingdom : Animalia Filum : Protozoa Kelas : Flagellata Ordo : Hipermastigina Famili : Calonymphidae Genus : Calonympha Spesies :Calonymphasp. Ciri-ciri:

Memiliki banyak flagel, memiliki axostyle yang membentuk simpul tengah hingga bagian posterior.


(4)

97 LAMPIRAN 3. FOTO KEGIATAN

Gambar 17. Pengambilan Plankton Gambar 18. Pengukuran Intensitas Cahaya

Gambar 19. Pengukuran pH, Suhu dan Kekeruhan.


(5)

LAMPIRAN 4. PETA LOKASI


(6)

99 Gambar 23. Peta Kecamatan Paliyan