PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS IV SD NEGERI AMBARUKMO SLEMAN YOGYAKARTA.

(1)

i

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

KELAS IV SD NEGERI AMBARUKMO SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Okke Junindra Safutra NIM 09105244023

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Jagalah alam dan lingkungan sekitar, sehingga kita akan mendapatkan manfaat dari keduanya sebagai sumber belajar”.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati, makalah tugas akhir ini saya persembahkan kepada:

1. Ibu, bapak, yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, bimbingan, nasehat, dan do’a disetiap langkahku

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Semua pihak yang ikut mendukung penulisan skripsi ini.


(7)

vii

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

KELAS IV SD NEGERI AMBARUKMO SLEMAN, YOGYAKARTA

Oleh:

Okke Junindra Safutra NIM. 09105244023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, (2) mengetahui jenis lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan, dan (3) mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan sumber belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah Guru Pengampu mata pelajaran IPA, dan siswa kelas IV sebanyak 22 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik keabsahan data yang diperoleh menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta dilakukan secara variatif. Pembelajaran secara variatif tersebut menggunakan proses pembelajaran baik di dalam kelas dan di luar kelas. Pembelajaran di dalam kelas dilakukan dengan cara guru membawa tanaman-tanaman ke dalam kelas dan benda-benda ke dalam kelas. Sedangkan, pembelajaran di luar kelas menggunakan lingkungan yang terdapat di sekitar sekolah seperti taman sekolah, kebun sekolah, dan sawah; (2) jenis lingkungan yang digunakan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran mata pelajaran IPA dengan tema memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dan fungsinya pada kelas IV di SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta adalah taman sekolah, kebun sekolah, dan sawah yang berada di sekitar lingkungan sekolah; dan (3) kendala-kendala dalam melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan sumber belajar dilingkungan sekitar yaitu: (a) bagi guru yaitu guru kurang mampu mengkondisikan siswa pada saat proses pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar berlangsung, memerlukan banyak waktu dalam proses pelaksanaannya, hal-hal bersifat teknis kurang dipertimbangkan oleh guru pengampu seperti prosedur langkah-langkah kegiatan, koordinasi antara guru dan siswa pada saat pelaksanaan proses pembelajaran; (b) bagi siswa yaitu siswa kesulitan mengidentifikasi hasil pembelajaran karena terfokus pada penjelasan guru pada saat menjelaskan materi dengan bantuan tanaman secara langsung; dan (c) bagi sekolah yaitu terbatasnya sumber belajar yang terdapat dilingkungan sekitar sekolah.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Laporan skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan Akademik Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Melalui kegiatan ini mahasiswa dapat melihat langsung, mengimplementasikan hal-hal yang sudah di dapat dalam perkuliahan ke dalam sebuah penelitian dalam bentuk skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, ada banyak bantuan, bimbingan dan dukungan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kebijakan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan berbagai kemudahan.

3. Dr. Sugeng Bayu Wahyono yang telah memberikan ijin dan fasilitas dalam melancarkan proses penyusunan skripsi ini.

4. Sungkono, M. Pd. dan Isniatun Munawaroh, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk membimbing, memotivasi, memberikan arahan, serta saran-saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa SD Negeri Ambarukmo yang telah meluangkan waktu untuk dapat membantu terlaksananya penelitian ini.

6. Bapak, ibu, adik dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan semangat dan doa yang tiada henti hingga terselesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabatku Vani, Lingga, Uut, Yola, Ucup, Echa, Ulva, Havids, Jamal dan semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas semangat, dukungan, dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 4

C.Fokus Penelitian ... 4

D.Tujuan Masalah ... 5

E. Manfaat Penulisan ... 5

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A.Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 8

1. Pengertian Pembelajaran ... 8

2. Hakikat Pembelajaran IPA ... 10

3. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 14

4. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 16

5. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA ... 17

6. Karakteristik Mata Pelajaran IPA ... 20


(11)

xi

B.Lingkungan Alam Sebagai Sumber Belajar ... 23

1. Lingkungan ... 23

2. Sumber Belajar ... 32

3. Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar ... 40

4. Nilai-nilai dan Kelebihan Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar ... 43

5. Langkah-langkah Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar ... 45

C.Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta ... 47

D.Penelitian Relevan ... 49

E. Kerangka Pikir ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 51

B.Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

C.Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ... 51

D.Teknik Pengumpulan Data ... 52

E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 53

F. Instrumen Penelitian ... 54

G.Teknik Analisis Data ... 56

H.Teknik Keabsahan Data ... 59

BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

B.Hasil Penelitian ... 62

C.Pembahasan ... 81

D.Keterbatasan Penelitian ... 92

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 93

B.Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Observasi ... 55 Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Wawancara ... 56


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Teknik Analisis Data ... 57

Gambar 2. Situasi dan Kondisi Lingkungan Sekolah ... 61

Gambar 3. Sawah Sebagai Lingkungan Sumber Belajar di Sekitar Sekolah 62

Gambar 4. Kebun Sebagai Lingkungan Sumber Belajar di Sekitar Sekolah 62

Gambar 5. Observasi Awal Berdasarkan Kondisi Fisik dan Psikis Siswa .... 63

Gambar 6. Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran di Dalam Kelas ... 68

Gambar 7. Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran di Luar Kelas ... 68

Gambar 8. Jenis Sumber Belajar di Kebun Sekolah ... 70

Gambar 9. Jenis Sumber Belajar di Taman Sekolah ... 70


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 101

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Guru ... 102

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Siswa ... 104

Lampiran 4. Hasil Wawancara ... 106

Lampiran 5. Catatan Lapangan (CL 01) ... 114

Lampiran 6. Catatan Lapangan (CL 02) ... 116

Lampiran 7. Catatan Lapangan (CL 03) ... 117

Lampiran 8. Catatan Lapangan (CL 04) ... 119

Lampiran 9. Catatan Lapangan (CL 05) ... 121

Lampiran 10. Dokumentasi ... 123

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian ... 128


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latarbelakang Masalah

Menghadapi zaman globalisasi saat ini dengan persaingan yang semakin ketat, penguasaan IPA dan teknologi adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Berbagai kebijakan telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan sumber daya manusia, misalnya penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, penataran, dan pelatihan serta inovasi pembaruan metode dan pendekatan dalam pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains adalah mata pelajaran yang isinya berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Usman Samatowa, 2006: 2). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan supaya dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.


(16)

2

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD, ilmu pengetahuan alam (IPA) diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat di identifikasikan. Penerapan ilmu pengetahuan alam (IPA) perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Penerapan IPA di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA perlu dilaksanakan supaya dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran tersebut sudah banyak dilakukan oleh guru SD dalam kegiatan belajar mengajar IPA di sekolah dasar. Siswa selalu dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang faktual di lingkungannya dan berbagai macam praktik atau percobaan-percobaan yang menyenangkan.

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan salah satu pelajaran inovatif yang menentukan lulus tidaknya seorang siswa. Hal ini sesuai dengan petunjuk pelaksanaan UAS (Ujian Akhir Sekolah) yang menetapkan standarisasi kelulusan untuk setiap mata pelajaran adalah 70. Oleh sebab itu, mutu pelajaran IPA ini perlu ditingkatkan, karena pendidikan IPA di SD


(17)

3

merupakan pondasi atau peletak dasar bagi penguasaan mata pelajaran IPA untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam belum sepenuhnya efektif dan efisien. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Maret tahun 2015 diketahui bahwa masih banyak siswa SD yang kurang antusias dalam mengikuti pelajaran tersebut. Hal ini terlihat dari rendahnya respon dan rendahnya motivasi siswa selama pembelajaran berlangsung. Kondisi siswa seperti ini masih ditambah lagi dengan cara penyajian materi yang kurang menarik sehingga siswa mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran IPA.

Mata pelajaran IPA berkaitan erat dengan alam sekitar, mengarahkan guru untuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar IPA, maka diharapkan dapat membantu peningkatan mutu pembelajaran siswa dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi menunjukkan fakta bahwa masih belum diketahui bagaimana pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, belum diketahui jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, dan belum diketahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan sumber belajar mata pelajaran ilmu pengetahuan alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi dan wawancara ringan dengan guru pengampu mata pelajaran IPA dimana pada saat pembelajaran berlangsung, guru masih menggunakan metode ceramah dan menggunakan media pembelajaran yang


(18)

4

telah disediakan dari sekolah, sementara sumber belajar yang ada di sekitar lingkungan sekolah terabaikan begitu saja. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Pada Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta”.

B.Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari latar belakang tersebut diantaranya:

1. Penyajian materi yang kurang menarik sehingga siswa mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran IPA di SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta .

2. Belum diketahuinya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

3. Belum diketahui jenis lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

4. Belum diketahui kendala-kendala dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

C.Fokus Penelitian

Dari latar belakang masalah, maka fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu:


(19)

5

1. Bagaimanakah pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta?

2. Jenis lingkungan sebagai sumber belajar apakah yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta?

3. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta?

D.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

2. Mengetahui jenis lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.


(20)

6 E.Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini secara operasional mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Dengan adanya penelitian ini diharapkan siswa dapat lebih mudah dan semangat dalam memahami materi pelajaran serta lebih aktif karena berhadapan langsung dengan lingkungan alam sebagai sumber belajar. 2. Bagi Sekolah

Menjadi dasar pemikiran bagi sekolah untuk menyusun rencana program pembelajaran dengan memberdayakan pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan siswa melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, sehingga siswa dapat kreatif, inovatif, dan tidak mudah tergantung pada teknologi saat ini.

3. Bagi Guru

Dengan hasil penelitian ini guru dapat memperoleh solusi terbaik dalam merancang suatu pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

F. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan untuk menghindari perbedaaan dalam penelitian ini, penulis kemukakan beberapa istilah sebagai berikut:


(21)

7

1. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu ilmu yang merupakan tulang punggung teknologi, terutama teknologi manufaktur dan teknologi modern. Teknologi modern seperti teknologi informasi, elektronika, komunikasi, teknologi transportasi, merupakan penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam yang cukup mendalam. Tanpa penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam yang memadai bekal ilmu sumber daya manusia kita akan kurang kuat untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di Negara kita, apa lagi di Negara di sekitar kita.

2. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Dalam konteks lingkungan sebagai sumber belajar ditekankan pada kajian lingkungan dalam konsep ekologi manusia yang diberi batasan sebagai semua kondisi, situasi benda dan mahluk hidup yang ada di sekitar sekolah yang memperngaruhi kehidupan, pertumbuhan dan sifat-sifat atau karakternya baik yang bersifat makro maupun berbentuk alamiah, sosial budaya dan psikologis. Dalam hal ini dibatasi pada hal-hal yang memiliki keterkaitan erat dengan materi pembelajaran IPA di sekolah yang berwujud fakta, peristiwa dan fenomena.


(22)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A.Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 1. Pengertian Pembelajaran

Makna dan hakekat belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain (Agus Suyatna, 2009: 2). Belajar merupakan perubahan tingkah laku, perubahan itu mengarah kepada perubahan tingkah laku yang lebih baik yang terjadi melalui latihan atau pengalaman (Nashar, 2004: 49).

Menurut M. Djauhar Siddiq, dkk (2009: 1-3) belajar adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak teampil menjadi terampil.

Hasil belajar dapat berupa pengetahuan (kognitif), tingkah laku atau sikap

(afektif), dan keterampilan (psikomotor), yang diperoleh siswa dalam proses

pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan seseorang dari suatu perbuatan belajar, atau hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang dicapai siswa dalam waktu tertentu. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat yang diperoleh oleh setiap siswa setelah proses belajar. Di dalam proses belajar siswa mengerjakan hal-hal yang akan


(23)

9

dipelajari sesuai dengan tujuan dan maksud belajar. Hasil belajar akan dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan sikap dan nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran melalui evaluasi belajar IPA yang dilakukan dengan tes yang terjadwalkan. Kemajuan yang diperoleh siswa tidak hanya berupa ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga berupa sikap (afektif) dan kecakapan atau keterampilan (psikomotor) khususnya dalam mata pelajaran IPA.

IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Penemuan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi prospek pengembangan sehari-hari (Sulistyorini, 2007: 39). IPA dikatakan dapat terjadi dapat terjadi dari dua unsur, hasil IPA dan cara kerja memperoleh hasil.


(24)

10

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan sehingga dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam.

IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengalaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2007: 33). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. 2. Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu


(25)

11

pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993:

4), science adalah “Science is a collection of well attested theories which

explain the patterns and regularities among carefully studied phenomena”.

Bila diterjemahkan secara bebas IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam yang diamati secara seksama. Pendapat Harre ini memuat dua hal yang penting yaitu pertama, bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori. Kedua, bahwa teori-teori itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam. Lebih lanjut Jacobson & Bergman (1980: 4), mendefinisikan IPA sebagai berikut “Science is the investigation and interpretation of events in the natural,

physical environment and within our bodies”.

IPA merupakan penyelidikan dan interpretasi dari kejadian alam, lingkungan fisik, dan tubuh kita. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.


(26)

12

IPA memegang peranan penting dalam kehidupan. Hal ini disebabkan karena kehidupan kita sangat tergantung dari alam, zat yang terkandung di alam dan segala jenis gejala yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari bahasa Inggris „science’. Kata „science‟ berasal dari bahasa latin

„scientia‟ yang berarti saya tahu (Trianto, 2010: 136). Ilmu Pengetahuan Alam

adalah ilmu yang mempelajari objek yang berupa benda alam, dan permasalahan yaitu berupa gejala-gejala yang ditunjukkan benda alam, serta proses keilmuan yaitu menemukan konsep-konsep IPA (Sudjoko, 1984: 2).

Kardi dan Nur mengemukakan bahwa, IPA mempelajari tentang alam semesta beserta isinya, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat di amati oleh indera. IPA dipandang sebagai ilmu kealaman yang mengamati zat, baik makhluk hidup maupun benda mati (Trianto, 2010: 136). IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan yang lain (Abdullah dan Eny Rahma, 2008: 18).

Pembelajaran IPA sebagaimana tujuan pendidikan secara umum yang termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa pembelajaran dapat memberikan pengetahuan (kognitif). Di samping itu, pembelajaran sains dapat memberikan sebuah keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi. Di dalam mencari jawaban terhadap


(27)

13

suatu permasalahan yang dapat membedakannya dengan pembelajaran lain (Trianto, 2010: 142).

Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA menurut Depdiknas (2003: 2) antara lain sebagai berikut:

a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan antara sains dan teknologi.

c. Keterampilan dan kemauan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, objektif, jujur terbuka, benar dan dapat bekerja sama.

e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

IPA pada hakikatnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam yang terjadi melalui serangkaian proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya diwujudkan sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2010: 141).

Nilai-nilai yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut (Trianto, 2010: 141-142):

a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.

b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamaan, menggunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.


(28)

14

c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitan dengan pembelajaran sains dan kehidupan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam dan proses yang terjadi di dalamnya untuk mengungkapkan fakta, konsep, dan prinsisp yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu. IPA bermula dan berkembang berdasarkan rasa ingin tahu manusia untuk mempelajari berbagai hal.

3. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, karena struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) yaitu mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.


(29)

15

Menurut Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al. (Usman Samatowa, 2006: 146), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.

Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7), pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional.

Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya diberi


(30)

16

pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam.

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:

a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya.

b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana.

c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya.

d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilannya dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

4. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Sulistyorini, (2007: 42) pembelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:


(31)

17

a. Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi, dan masyarakat.

b. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan pembuatan keputusan.

c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari.

e. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman kebidang pengajaran lain.

f. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. g. Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini

untuk dipelajari.

Dalam penelitian, sekolah dasar yang digunakan sebagai lokasi penelitian menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai dasar dalam merumuskan pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD memuat ketentuan aspek yang hendak dicapai dalam pembelajaran IPA di SD, khususnya kelas IV secara garis besar tujuan pembelajaran IPA adalah benda dan alam sekitar, dimana pembelajaran IPA bertujuan untuk mengidentifikasi benda dan sifatnya, dan mendeskripsikan proses perubahan benda dan hubungan antar sifat benda serta manfaatnya bagi kehidupan.

Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA SD di atas, maka jelaslah bahwa pembelajaran IPA diperlukan suatu kemampuan dan keterampilan guru yang benar-benar menguasai sifat-sifat dan konsep keilmuan IPA secara mendalam. Pembelajaran tidak hanya berupa transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana hasil pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa.

5. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA

Menurut Sulistyorini (2007: 43) untuk mengajarkan IPA dikenal beberapa pendekatan, yakni (1) pendekatan kepada fakta-fakta, (2) pendekatan


(32)

18

konsep, dan (3) pendekatan proses. Pendekatan yang menggunakan pendekatan faktual terutama bermaksud menyodorkan penemuan-penemuan IPA. Pendekatan ini tidak mencerminkan gambaran yang sebenarnya tentang sifat IPA. Selanjutnya pendekatan konsep adalah suatu ide yang mengikat banyak fakta menjadi satu. Untuk memahami suatu konsep, anak perlu bekerja dengan objek-objek kongkret, memperoleh fakta-fakta, melakukan eksplorasi dan manipulasi ide secara mental, tidak sekedar menghafal. Oleh karena itu, pendekatan konsep memberikan gambaran lebih jelas tentang IPA dibandingkan dengan pendekatan faktual. Kemudian suatu pendekatan proses dalam pembelajaran IPA didasarkan atas pengamatan yang disebut sebagai keterampilan proses dalam IPA.

Pembelajaran dalam keterampilan proses dapat diartikan untuk memahami suatu konsep, siswa tidak diberi tahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan membuat kesimpulan sehingga mampu melakukan penelitian sederhana yang tahap pengembangannya disesuaikan dari tahapan suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi observasi, klasifikasi, interprestasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian, inferensi, aplikasi, dan komunikasi (Sulistyorini, 2007: 9-10).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan yang sesuai. Karena dalam pembelajaran itu siswa memperoleh dan menemukan kosep melalui


(33)

19

pengalaman sendiri, sekaligus belajar proses dan produk. Jadi di dalam pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses terkandung dimensi proses, produk dan pengembangan sikap.

Pembelajaran di SD/MI akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru SD/MI perlu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran IPA di SD/MI. Prinsip-prinsip-prinsip pembelajaran IPA di SD/MI menurut Maslichah Asy’ari (2006: 44) adalah prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar melakukan (learning to doing), prinsip belajar sambil bermain, prinsip hubungan. Prinsip motivasi, merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi siswa perlu di tumbuhkan, guru harus berperan sebagai motivator sehingga muncul rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran. Prinsip latar, pada hakikatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya guru perlu menggali pengetahuan, keterampilan, pengalaman apa yang telah di miliki siswa sehingga kegiatan pembelajaran tidak berawal dari kekosongan terhadap materi.

Prinsip menemukan, pada dasarnya siswa sudah memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga berpotensi untuk mencari tahu guna menemukan sesuatu. Prinsip belajar sambil melakukan, pengalaman yang di peroleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah di lupakan. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya siswa di arahkan untuk berkegiatan. Prinsip belajar sambil bermain, bermain merupakan kegiatan yang di sukai pada usia SD, dengan bermaian akan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga


(34)

20

akan mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan melalui kegiatan bermain sehingga memunculkan daya kreatifan siswa. Sedangkan, prinsip hubungan/relevansi, dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika di kerjakan secara berkelompok. Dengan kegiatan berkelompok siswa tahu kelebihan dan kekurangannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerjasama dengan orang lain.

6. Karakteristik Mata Pelajaran IPA

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain.

Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama Sains yakni: pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji


(35)

21

kebenarannya. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.

7. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Menurut Piaget (Sugihartono, dkk, 2008: 109), tahap perkembangan berpikir anak dibagi menjadi empat tahap yaitu:

a. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun) b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan d. Tahap operasional formal (12-15 tahun)

Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret dalam berpikir. Anak pada masa operasional konkret sudah mulai menggunakan operasi mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual. Anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah.

Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa anak-anak di Sekolah Dasar menjadi dua fase yaitu masa anak kelas rendah (kelas I sampai dengan kelas 3), dan masa anak kelas tinggi (kelas 4 sampai dengan kelas 6). Masa anak kelas rendah berlangsung antara usia 7-9 tahun, sedangkan masa anak


(36)

22

kelas tinggi berlangsung antara usia 9-12 tahun. Kelas IV Sekolah Dasar tergolong pada masa anak kelas tinggi. Anak kelas tinggi Sekolah Dasar memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Perhatian tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar, dan berpikir realitas. c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

e. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau group untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret dan termasuk pada kelompok kelas tinggi. Anak kelas IV Sekolah Dasar berpikir secara realistis, yaitu berdasarkan apa yang ada di sekitarnya. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru IPA, bahwa anak pada tahap operasional konkret masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Oleh karena itu, guru seharusnya selalu mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari siswa dengan benda-benda konkret yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak untuk dapat mempelajari segala sesuatu yang bersifat konkret adalah pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan alam sebagai sumber belajar.


(37)

23 B.Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar 1. Lingkungan

a. Pengertian Lingkungan

Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 23), lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar anak didik baik secara fisik maupun geografis. Lingkungan anak dapat dimulai dari lingkungan keluarga, rumah, kelas, sekolah, dan alam sekitar. Oemar Hamalik (2003: 195) mengemukakan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada individu.

b. Jenis Lingkungan Belajar

Dari semua lingkuangan masyarakat yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sebagai sumber belajar berkenaan dengan interaksi manusia dengan kehidupan bermasyarakat, seperti organisasi sosial, adat dan kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, kependidikan, kependudukan, struktur pemerintah, agama dan sistem nilai-nilai. Lingkuangan sosial tepat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (Ahmad Rivai, 1997: 215).

Dalam praktek pengajaran penggunaan lingkungan sosial sebagai media dan sumber belajar hendaknya dimulai dari lingkungan yang


(38)

24

paling dekat,seperti keluarga, tetangga, rukun tetangga, rukun warga, kampung, desa, kecamatan dan seterusnya. Hal ini disesuaikan denga kurikulum dan tingkat perkembangan anak didik. Sebagai contoh, dalam pelajaran ilmu bumi dan kependudukan siswa diberi tugas untuk mempelajari aspek kependudukan di rukun tetangganya. Siswa dipelajari untuk memelajari jumlah penduduknya, jumlah keluarga, komposisi penduduk menurut umur, agama, mata pencaharian, tingkat pendidikan, pertambahan penduduk dari tahun ketahun dan lain-lain. Dalam studi ini siswa menghubungi ketua RT dan bertanya kepadanya, disamping melihat sendiri keadaan penduduk di RT tersebut. Hasilnya dicatat dan diberikan pihak sekolah untuk dipelajari lebih lanjut.

Kegiatan seperti ini ditugaskan kepada siswa dalam bentuk kelompok, agar mereka bekerja bersama-sama. Kelompok siswa lain ditugaskan untuk memberi struktur pemerintahan desa termasuk organisasi sosial yang ada didesa tersebut. Melalui kegiatan belajar seperti ini, siswa lebih aktif dan lebih produktif sebab siswa berusaha untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari sumber-sumber yang nyata dan faktual.

2) Lingkungan Alam

Menurut Udin S. Winataputra & dkk (1997: 77), lingkungan alam adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan, dan sebagainya), tumbuh-tumbuhan (flora), hewan (fauna), sungai, iklim, suhu udara, dan sebagainya.


(39)

25

Lingkungan alam sifatnya relatif menetap. Oleh karena itu, jenis lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh anak. Sesuai dengan kemampuannya anak dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.

Menurut Hadiat, dkk (2004: 30), lingkungan alam adalah keadaan sekeliling yang mempengaruhi makhluk hidup ditentukan oleh faktor-faktor cuaca, iklim, tanah, faktor-faktor biotik seperti tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Emil Salim (1997: 34) berpendapat bahwa lingkungan alam diartikan sebagai segala benda, kondisi, dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Menurut Hendro Darmodjo (1993: 50), lingkungan alam terdiri dari dua komponen, yaitu:

a) Unsur Fisik (Abiotik)

Unsur fisik yang terdapat di lingkungan alam terdiri atas tanah, air, sinar matahari, senyawa kimia, dan sebagainya. Fungsi unsur fisik di dalam lingkungan sebagai media untuk berlangsungnya kehidupan. Sebagai contoh air diperlukan oleh semua makhluk hidup untuk mengalirkan zat-zat makanan dan matahari merupakan energi utama untuk bergerak atau berubah.

b) Unsur Hayati (Biotik)

Unsur hayati di lingkungan alam terdiri atas semua makhluk hidup yang terdapat di bumi, mulai dari tingkat yang paling rendah


(40)

26

sampai ke tingkat tinggi, dari bentuk yang paling kecil hingga yang paling besar. Sebagai contohnya adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan jasad renik.

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan alam merupakan segala sesuatu yang bersifat alamiah, meliputi unsur biotik maupun abiotik yang mempengaruhi kehidupan. Lingkungan alam yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah lingkungan alam yang terdapat di sekitar sekolah berupa halaman sekolah, sawah, kebun, parit, kolam ikan, lahan kosong, padang rumput.

Kegiatan belajar mengajar di lingkungan alam tidak boleh dilakukan secara serampangan. Pengajaran harus tetap memiliki konsep kegiatan yang jelas, sehingga menjadi acuhan utama bagi seorang guru yang mengajar siswa di lingkungan alam. Kegiatan metode ini bukan sekadar main-main untuk menyegarkan pikiran dan mengobati kejenuhan, melainkan guna mencerdaskan para siswa dan membuat mereka memahami seluruh mata pelajaran dengan baik khususnya Ilmu Pengetahuan Alam. Jika dilihat dari sudut pandang dan cita-cita pendidikan, yaitu mencerdaskan seluruh anak bangsa, maka kegiatan belajar mengajar di lingkungan alam setidaknya perlu memuat enam konsep utama (Depdiknas, 2007), yaitu:

1) Konsep Proses Belajar

Makna dari konsep proses belajar adalah bahwa kegiatan belajar mengajar di lingkungan lama didasarkan pada proses belajar


(41)

27

interdisipliner melalui satu seri aktivitas yang dirancang untuk dilakukan di lingkungan alam. Belajar interdisipliner adalah menggabungkan antara teori dari sebuah mata pelajaran dengan praktik yang bisa diperoleh di alam bebas, siswa dituntut belajar antar disiplin ilmu, menggabungkan antara pemahaman secara kignitif dan psikomotorik.

Misalkan, seorang siswa bisa saja memahami akhlak terpuji dengan menyirami tanaman melalui keterangan di papan tulis yang dijelaskan oleh guru. Tetapi pemahaman itu akan bertambah kuat jika guru menerangkan keterangan di taman halaman sekolah atau kebun. Seorang guru harus merancang proses belajar interdisipliner dengan cermat. Penerapan konsep yang pertama ini dapat mengembangkan potensi para siswa. Selain itu mereka bisa mengalami perkembnagna hubungan timbal balik dengan alam secara sempurna ketika belajar di lingkungan alam. Jika guru mengajar para siswa di lingkungan alam dengan cara meningkatkan kesadaran terhadap hubungan timbal balik dengan alam, maka metode ini dapat mengubah sikap, sifat, dan perilaku siswa terhadap alam.

2) Konsep Aktivitas Luar Kelas

Konsep ini menggunakan kehidupan di luar kelas yang memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan menguasai beragam bentuk keterampilan dasar, sikap, serta apresiasi terhadap berbagai hal yang ada di alam dan kehidupan sosial. Untuk


(42)

28

menekankan konsep yang kedua ini, seorang guru bisa mengemasnya dengan kegiatan menarik, seperti berkemah dan outbound. Dengan kata lain, mengajar para siswa di lingkungan alam tidak dilakukan secara monoton, misalnya hanya dilakukan dalam waktu beberapa jam dan satu tempat. Namun harus diingat hal yang menjadi titik dalam kegiatan-kegiatan tersebut adalah memahami mata pelajaran yang dikemas dalam sebuah kegiatan di luar kelas. Artinya materi yang menjadi titik tekan terhadap para siswa bukan refresing, jalan-jalan, atau senang-senang. Setelah kegiatan dilaksanakan mereka harus mengerti dan memahami mata pelajaran sekolah, baik secara teoritis maupun praktik. Jika tidak, maka kegiatan belajar mengajar di luar kelas dibilang gagal.

3) Konsep Lingkungan

Konsep lingkungan merujuk pada eksplorasi ekologi sebagai andalan makhluk hidup yang saling tergantung antara yang satu dengan yang lain. Dari konsep ini para siswa dituntut bisa memahami arti penting lingkungan hidup. Oleh karena itu guru mesti mampu menyadarkan pra siswa bahwa ekositem lingkungan sangat mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia. Misalnya guru menyadarkan siawa bahwa maraknya bencana yang terjadi, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan lain-lain yang semuanya itu dapat menimbulkan wabah penyakit, merupakan kesalahan manusia dalam menjaga dan melindungi fungsi ekosistem lingkungan.


(43)

29

Tujuan dari konsep ini adalah untuk menjelaskan fungsi manusia dalam menjaga alam semesta dan menunjukkan cara menjaga kualitas lingkungan alam untuk kepentingan bersama pada masa yang akan datang.

4) Konsep Penelitian

Konsep ini sangat penting bagi seorang guru yang ingin mengajar para siswa di lingkungan alam. Penekanan dalam konsep ini adalah agar seorang guru bisa memunculkan nalar penelitian dalam kegiatan belajarnya di lingkungan alam. Dengan belajar di lingkungan alam nalar siswa mesti berbeda dengan ketika belajar di dalam kelas. Di lingkungan alam mereka harus memiliki keinginan meneliti untuk mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan mata pelajaran. Tentunya, penelitian yang dilakukan saat belajar di lingkungan alam disesuaikan dengan kemampuan siswa, sesuai dengan perkembangan intelektual, serta sarana dan prasaranayang dimiliki sekoalah.

5) Konsep Eksperimentasi

Guru yang mengadakan kegiatan belajar mengajar di lingkungan alam harus memahami betul bahwa para siswa yang belajar di lingkungan alam adalah dalam rangka penekanan ekperimentasi atau uji coba. Dalam konsep ini guru mesti mengarahakan muridnya untuk melakukan eksperimentasi secara langsung terhadap pelajaran-pelajaran tertentu. Dengan kata lain guru bertujuan membuktikan sebuah teori yang dipelajari dari buku pelajaran. Dengan melakukan


(44)

30

eksperimentasi guru harus dapat membuktikan bahwa teori yang dipelajari sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Melalui eksperimentasi siswa mesti bisa menemukan indikasi konkret bahwa segala yang mereka dapat di luar sekolah sesuai dengan yang mereka pahami daro buku. Eksperimentasi yang dilakukan tidak boleh memberatkan siswa, cukup dilakukan dengan cara santai dan menyenangkan.

6) Konsep Kekeluargaan

Kegiatan belajar mengajar di lingkungan alam hraus dilaksanakan secara kekeluargaan. Hubungan antara siswa dan guru mesti berjalan secara kekeluargaan, tidak seperti belajar di kelas. Artinya kegiatan ini tidak berjalan kaku dan terlalu formal. Dengan penekanan konsep kekeluargaan ini hubungan antara guru dan murid ketika belajar di lingkungan alam layaknya hubungan antara orang tua dan anak. Konsep ini bisa berdampak positif terhadap suasana belajar di lingkungan alam sebagaimana berikut:

a) Para siswa tidak merasa sungkan untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran yang diajarkan oleh guru, sehingga suasana belajar tambah hidup.

b) Mengeratkan hubungan emosional antara guru dan siswa yang bisa berpengaruh terhadap kelancaran proses belajar mengajar, hubungan antara guru dan murid semacam ini juga dapat disebut sebagai model hubungan yang kreatif.


(45)

31

c) Memudahkan guru untuk mengetahui karakter para siswa sehingga mudah memberikan solusi ketika muncul masalah pribadi yang dihadapi oleh mereka.

3) Lingkungan Buatan

Disamping lingkungan sosial dan alam yang sifatnya alami, ada juga yang disebut lingkungan buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakna atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lingkungan buatan antara lainirigasi atau pengairan, bendungan, pertamanan, kebun binatang, perkebunan, penghijauan, dan pembangkit tenaga listrik.

Siswa dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagaiaspek seperti prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungan serta aspek lain yang berkenaan dengan pembangunan dan kepentingan manusia dan masyarakat pada umumnya. Lingkungan buatan dapat dikaitkan dengan kepentingan berbagai bidang studi yang diberiakn di sekolah (Ahmad Rivai, 1997: 138).

Ketiga lingkungan belajar di atas dapat dimanfaatkan sekolah dalam proses belajar mengajar melalui perencanaan yang saksamaoleh para guru bidang studi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama. Penggunaan lingkungan belajar dapat dilaksanakan dalam jam pelajaran bidang studi di luar jam pelajaran dalam bentuk penugasan kepada siswa atau dalam waktu khusus yang sengaja disiapkan pada akhir semester, atau pertengahan semester. Teknis penggunaan lingkungan belajar


(46)

32

hendaknya ditempatkan sebagai media maupun sebagai sumber belajar dalam hubungannya dengan materi bidang studi yang relevan. Dengan demikian lingkungan dapat berfungsi untuk memperkaya materi pengajaran, memperjelas prinsip dan konsep yang dipelajari dalam bidang studi dan bisa dijadikan sebagai laboratorium belajar para siswa. 2. Sumber Belajar

a. Pengertian Sumber Belajar

Menurut Iskandar (2009: 196), sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang, dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi, sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar dan kompetensi tertentu. Menurut Iskandar (2009: 196-197), sumber belajar adalah segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Sumber belajar mencangkup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh orang yang belajar agar terjadi perilaku belajar.

Sudjarwo (1989: 141) menyatakan bahwa:

“Sumber belajar merupakan berbagai atau semua sumber baik yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi, sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya”. Menurut Syaiful Sagala (2010: 48), sumber belajar dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar-mengajar.


(47)

33

Ahmad Rohani (2004: 161) menyatakan bahwa sumber belajar adalah segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses atau aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung di luar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung. Menurut Suharjo (2006: 107), sumber belajar adalah segala sumber (data, manusia, dan benda) yang dapat digunakan oleh siswa baik secara sendiri maupun bersama-sama, biasanya dalam suatu cara yang informal untuk membantu belajar.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu baik yang hidup maupun tidak hidup yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan belajar yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses atau aktivitas belajar baik secara langsung maupun tidak langsung di luar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sumber belajar.

Iskandar (2009: 204) mengemukakan bahwa fungsi sumber belajar dalam menjalankan proses pembelajaran sebagai berikut:

1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan, mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah.

2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya.


(48)

34

3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis, dan pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.

4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan kemampuan sumber belajar, penyajian informasi dan bahan secara konkret.

5) Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkret, memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. 6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan

menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001: 84), dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:

1) Ekonomis yaitu tidak harus berpatok pada harga yang mahal.

2) Praktis yaitu tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit, dan langka.

3) Mudah yaitu dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita.

4) Fleksibel yaitu dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional. 5) Sesuai dengan tujuan yaitu mendukung proses dan pencapaian tujuan

belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa sumber belajar dapat berupa segala sesuatu yang ada baik manusia, bahan, alat, pesan, teknik, maupun lingkungan yang dapat dijadikan tempat untuk mengungkap suatu pengalaman belajar dan memberikan kemudahan-kemudahan dalam memperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang lebih baik.

b. Hakekat Sumber Belajar dan Tujuan Sumber Belajar

Suhaenah Suparno (1999: 74) menjelaskan bahwa sumber belajar adalah manusia, bahan, kejadian/peristiwa, setting, teknik yang membangun


(49)

35

kondisi yang memberikan kemudahan bagi anak didik untuk belajar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Banyak tempat disekitar kita yang berpotensi menjadi sumber belajar tetapi luput dari perhatian peserta didik. Dikota-kota besar terdapat museum, kebun binatang, kebun raya, aquarium tetapi belum semua sepenuhnya dimanfaatkan. Didaerah terpencil juga terdapat berbagai macam sumber belajar tetapi guru/pendidik kurang memperhatikan lingkungannya. Misalnya halaman sekitar sekolah bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar apabila guru mau memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

Suhaenah Suparno (1999: 75) juga menjelaskan tujuan sumber belajar adalah membantu siswa untuk belajar lebih efektif dan efisien dengan meningkatkan kualitas sistem pembelajaran. Secara tidak langsung peningkatan tersebut terjadi karena sumber belajar juga membantu guru mempersiapkan dan melaksanakan proses pembelajaran dengan lebih baik. Untuk kegiatan- kegiatan guru yang bisa digantikan dengan media, yang bisa dipelajari sendiri oleh siswa, berarti sebagian beban guru terkurangi.

Sumartono (1987: 128) menjelaskan bahwa lingkungan sebagai sumber belajar juga berfungsi sebagai media pembelajaran. Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri karena gurulah yang menghendakinya untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuannya dia, maka bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan sipahami oleh setiap


(50)

36

anak didik terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks (Zain Djamarah, 2003: 144).

c. Manfaat Sumber Belajar

Suhaenah Suparno (1999: 41) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat sumber belajar yakni (1) secara umum sumber belajar bermanfaat membantu siswa belajar lebih baik. Pemahaman akan konsep, prinsip, dan prosedur secara benar, akan lebih menjadi lenggang menjadi milik siswa jika mereka mengalami proses belajar yang bermakna. Hasil belajar tersebut dapat digunakan untuk memahami dan memecahkan masalah dalam waktu dan situasi yang berbeda; (2) sumber belajar dapat mengakrabkan siswa maupun guru dengan lingkungan sekitar; (3) memungkinkan guru merancang dan melaksanakan program pembelajaran dengan baik; (4) mendorong penerapan pembelajaran siswa aktif; (5) kerjasama antar guru menumbuhkan rasa kebersamaan dan dngan demikian meningkatkan semangat kerja guru; (6) adanya sumber belajar memungkinkan anak yang cepat belajar untuk melakukan kegiatan pengayaan pengalaman belajarnya. Sebaliknya bagi anak yang lambat dimungkinkan untuk mempelajari bahan media dan bekerja dengan alat yang ada sumber belajar masuk memperbaiki hasil belajarnya.

d. Jenis-jenis Sumber Belajar

Pada bagian sebelumnya, kita telah mengenal adanya dua jenis sumber belajar, yaitu sumber belajar yang dirancang (by design resources) dan sumber belajar yang dimanfaatkan (by utility resources). Berbagai benda


(51)

37

yang terdapat di lingkungan kita dapat kita kategorikan ke dalam jenis sumber belajar yang dimanfaatkan (by design resources) ini. Dibanding dengan dengan jenis sumber belajar yang dirancang, jenis sumber belajar yang dimanfaatkan ini jumlah dan macamnya jauh lebih banyak. Oleh karena itu, sangat dianjurkan setiap guru mampu mendayagunakan sumber belajar yang ada di lingkungan ini. Pengertian lingkungan dalam hal ini adalah segala sesuatu baik yang berupa benda hidup maupun benda mati yang terdapat di sekitar kita (di sekitar tempat tinggal maupun sekolah). Sebagai guru, kita dapat memilih berbagai benda yang terdapat di lingkungan untuk kita jadikan media dan sumber belajar bagi siswa di sekolah. Bentuk dan jenis lingkungan ini bermacam macam, misalnya sawah, hutan, pabrik, lahan pertanian, gunung, danau, peninggalan sejarah, musium, dan sebagainya.

Media di lingkungan juga bisa berupa benda-benda sederhana yang dapat dibawa ke ruang kelas, misalnya batuan, tumbuh-tumbuhan, binatang, peralatan rumah tangga, hasil kerajinan , dan masih banyak lagi contoh yang lain. Semua benda itu dapat kita kumpulkan dari sekitar kita dan dapat kita pergunakan sebagai media pembelajaran di kelas. Benda-benda tersebut dapat kita perloeh dengan mudah di lingkungan kita sehari-hari. Jika mungkin, guru dapat menugaskan para siswa untuk mengumpulkan benda-benda tertentu sebagai sumber belajar untuk topik tertentu. Benda-benda-benda tersebut juga dapat kita simpan untuk dapat kita pergunakan sewaktu-waktu diperlukan.


(52)

38 e. Prinsip-Prinsip Sumber Belajar

Sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber belajar. Selain itu, ada pula benda-benda tertentu yang harus kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita pergunakan dalam pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan kita. Jika kita harus membuat media belajar semacam itu, maka ada beberapa prinsip pembuatan yang perlu kita perhatikan, yaitu:

1) Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi penggunaannya.

2) Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep tertentu, terutama konsep yang abstrak.

3) Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi (menemukan sendiri). 4) Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan, tidak

mengandung unsur yang membahayakan siswa.

5) Dapat digunakan secara individual, kelompok dan klasikal.

6) Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan kemenarikan. 7) Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru maupun

siswa.

8) Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang relatif murah. 9) Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan

sasaran didik.

f. Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar. Basuki Wibowo (1993: 39) menyebutkan bahwa lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari: (1) lingkungan


(53)

39

sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.

Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan alam terbuka. Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.

g. Keuntungan Memanfaatkan Lingkungan sebagai Sumber Belajar Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber pembelajaran memiliki banyak keuntungan. Beberapa beberapa keuntungan tersebut antara lain: 1) Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di

lingkungan.

2) Praktis dan mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus seperti listrik.

3) Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik.

4) Karena sumber belajar tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan


(54)

40

siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual

(contextual learning).

5) Pelajaran lebih aplikatif, maksudnya materi belajar yang diperoleh siswa melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari.

6) Media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan media lingkungan, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah.

7) Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain).

3. Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar

Pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar merupakan segala apa yang ada di alam (biotik atau abiotik) dan bisa mendukung serta bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai “sumber pengajaran” atau “sumber belajar”. Bukan hanya guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar, apa yang dipelajari peserta didik tidak hanya terbatas pada apa yang disampaikan guru dan apa yang ada dalam buku cetak. Lingkungan alam merupakan sumber belajar yang mudah dipelajari oleh siswa, karena gejala-gejala alam sifatnya relatif tetap tidak seperti lingkungan sosial yang sering terjadi perubahan.

Sharp (Lily Barlia, 2006: 10) mengemukakan bahwa tidak akan pernah ada suatu sekolah pun yang terlalu sempit, miskin, kekurangan alat-alat, atau bahan untuk bisa memulai suatu kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran dan eksplorasi dapat dilakukan di luar gedung sekolah sepanjang transportasi mengijinkan. Tidak ada satu sekolah ataupun universitas yang terlalu lengkap dan sangat maju di dalam hal proses belajar mengajar tanpa ditunjang dengan eksplorasi ke lingkungan alam sekitar. Pendapat Sharp


(55)

41

tersebut dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi kita semua bahwa untuk bisa berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif, tidak selalu ditunjang oleh ketersedianya fasilitas yang lengkap, atau ketiadaan fasilitas belajar di dalam kelas tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk tidak terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang optimal.

Banyak hal yang dapat dipelajari dan dijadikan sumber belajar peserta didik salah satunya dengan pemanfaatan lingkungan alam sekitar. Pengajaran yang tidak menghiraukan prinsip lingkungan akan mengakibatkan peserta didik tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan di mana peserta didik hidup. Pengetahuan yang peserta didik kuasai belum menjamin pada bagaimana peserta didik menerapkan pengetahuannya di lingkungan yang dihadapi. Richarson (Iskandar, 2009: 200) mengemukakan bahwa:

“Science necessarily begins in the environment in wich we live.

Consequently the students study of science should have this orientation”.

Dari alam sekitar peserta didik dapat dibimbing untuk mempelajari berbagai macam masalah kehidupan. Hal tersebut terkait dengan pemanfaatan dan pemberdayaan alam sekitar sebagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran melalui pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar memungkinkan siswa untuk dapat melihat (seeing), berbuat sesuatu

(doing), melibatkan diri dalam proses belajar (undergoing), serta mengalami

secara langsung (experiencing) terhadap hal-hal yang dipelajari. Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna dan bernilai, sebab para siswa dihadapkan


(56)

42

dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya. Pembelajaran lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Seperti yang diungkapkan oleh Bruner (Sugihartono, dkk, 2008: 111) bahwa belajar adalah proses yang bersifat aktif. Terkait dengan ide Discovery Learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungan melalui eksplorasi dan manipulasi objek, membuat pertanyaan dan menyelenggarakan eksperimen.

Menurut Syaiful Sagala (2010: 180), beberapa prinsip pengajaran dengan alam sekitar yaitu:

a. Pengajaran alam sekitar itu, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar pengajaran.

b. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, catat saja.

c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk dengan ciri-ciri: (1) suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan, (2) suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitar, dan (3) suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur.

d. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan persepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalitas.

e. Pengajaran alam sekitar memberi apersepsi emosional, karena alam sekitar memiliki ikatan emosional dengan anak.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan alam merupakan sumber belajar yang memenuhi hampir semua criteria dalam pemilihan sumber belajar yang disebutkan oleh Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001: 84) yaitu ekonomis, praktis, mudah, fleksibel, dan sesuai dengan tujuan. Pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar sangat banyak memberikan manfaat baik dari segi motivasi, tingkat


(57)

43

pemahaman siswa terhadap materi, keaktifan siswa dalam kegiatan belajar, kekayaan informasi yang didapat, serta tidak kalah penting yaitu akan menimbulkan rasa kecintaan dan kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitar. 4. Nilai-nilai dan Kelebihan Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber

Belajar

Udin S. Winataputra (1997: 65) mengemukakan bahwa nilai-nilai dan keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan lingkungan alam sebagai sumber belajar antara lain:

a. Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari siswa kita, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh empat dinding kelas dan kebenarannya lebih akurat.

b. Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik, tidak membosankan, dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat belajar.

c. Belajar akan lebih bermakna (meaningful learning), sebab siswa dihadapkan dengan keadaan sebenarnya.

d. Aktivitas siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya menggunakan berbagai cara seperti proses mengamati, membuktikan sesuatu, menguji fakta, dan sebagainya.

Dengan memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya dapat dimungkinkan terjadi pembentukan pribadi para siswa seperti cinta akan lingkungan. Lily Barlia (2006: 18) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar memiliki kelebihan sebagai berikut: Pertama, proses belajar mengajar dengan


(58)

44

memanfaatkan lingkungan alam sekitar memberikan banyak kontribusi terhadap proses pemahaman konseptual pada peserta didik. Beberapa di antaranya dapat dikembangkan cara-cara pengukuran hasil yang diperoleh dari penglihatan atau perabaan. Sejumlah hal yang tidak dapat diperoleh dengan perabaan melalui indera peraba, dikembangkan melalui komunikasi aktif guru dan murid yang direalisasikan dalam berbagai bentuk diskusi. Kedua, di dalam situasi belajar di lingkungan alam sekitar, hubungan antara guru dan murid akan sangat akrab seperti teman.

Hubungan mereka tidak dibatasi seperti halnya hubungan formal antara guru dan murid seperti yang biasa terjadi pada situasi kegiatan belajar mengajar di kelas. Ketiga, di dalam situasi belajar mengajar dengan pemanfaatan lingkungan alam sekitar, guru mempunyai kesempatan untuk mengobservasi anak didiknya dalam bermacam-macam keadaan yang pada situasi belajar mengajar di dalam kelas guru tidak bisa melihat mereka berprilaku seperti itu. Pada kondisi seperti ini, bentuk hubungan antara guru dan murid biasanya tercipta dalam suasana yang lebih akrab tidak membedakan perhatian terhadap murid yang satu dengan yang lainnya. Hubungan kemanusiaan akan terangkat. Keempat, hasil lain yang dapat dirasakan oleh guru dari kegiatan belajar mengajar dengan pemanfaatan lingkungan alam sekitar adalah sering terlihatnya minat yang besar pada anak didik terhadap hal-hal yang pernah mereka temukan di dalam buku-buku pelajaran.

Hamzah B. Uno, dkk (2011: 145) mengemukakan bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan alam memungkinkan siswa menemukan hubungan


(59)

45

yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan, dan hubungan.

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lingkungan alam akan memberikan dorongan kepada peserta didik untuk lebih aktif dalam menghubungkan antara konsep, teori, dan pengetahuan yang mereka dapatkan dengan kenyataan yang ada, sehingga siswa akan lebih paham dengan apa yang mereka pelajari. Alam sekitar sebagai fundamental pendidikan dan pengajaran memberikan dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asal itu didasarkan dan diambil dari alam sekitar. Syaiful Sagala (2010: 181) mengemukakan pandangannya dalam “Het Volle Leven” yaitu:

a. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya.

b. Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau mata pelajaran yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu.

c. Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan, agar murid paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya.

5. Langkah-langkah Pemanfaatan Lingkungan Alam sebagai Sumber Belajar

Dalam pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar, seorang guru harus mempersiapkan dengan sebaik-baiknya agar tujuan pembelajaran


(60)

46

dapat tercapai dengan baik. Menurut Udin S. Winataputra (1997: 77), ada tiga langkah yang bisa ditempuh untuk menggunakan lingkungan alam sebagai sumber belajar, yaitu:

a. Langkah Perencanaan

Langkah perencanaan dapat dilakukan dengan cara:

1) Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa berkaitan dengan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar.

2) Menentukan objek yang akan dipelajari atau dikunjungi. Perhatikan oleh guru keterkaitannya dengan tujuan pembelajaran dan kemudahan-kemudahan dalam menggunakan lingkungan, seperti: jaraknya tidak terlalu jauh, tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, biaya murah, keamanannya, tersedianya sumber belajar yang bisa dipelajari.

3) Rumuskan cara belajar atau bentuk kegiatan yang harus dilakukan siswa selama mempelajari lingkungan, seperti: mencatat apa yang terjadi, mengamati sesuatu, melakukan wawancara, membuat sket, dan sebagainya.

4) Siapkan pula hal-hal yang sifatnya teknis, seperti: tata tertib kegiatan yang harus dipatuhi siswa, perijinan untuk mengadakan kegiatan, perlengkapan-perlengkapan yang harus dibawa siswa, alat, atau instrumen yang digunakan.

b. Langkah Pelaksanaan

Langkah pelaksanaan yaitu melakukan berbagai kegiatan belajar di tempat tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.


(61)

47 c. Langkah Tindak Lanjut

Langkah terakhir yaitu tindak lanjut dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan. Langkah ini bisa berupa kegiatan belajar di dalam kelas untuk mendiskusikan hasil-hasil yang telah diperoleh dari lingkungan.

Menurut Conny Semiawan (1992: 103), langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar adalah:

a. Guru mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap lingkungan sekitar dan mencatat hal-hal yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. b. Guru membuat perencanaan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar

yang ingin dicapai.

c. Guru mengorganisasikan siswa secara berkelompok atau individu sesuai kebutuhan.

d. Pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi: penjelasan tentang tugas yang harus dikerjakan, pemberian tugas, pengamatan, diskusi hasil kerja kelompok, dan penyusunan kesimpulan hasil kerja.

e. Pemajangan hasil kerja siswa. f. Penilaian hasil kerja siswa.

g. Tindak lanjut berupa latihan-latihan pengembangan yang bersifat imajinatif. C.Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Pada Mata Pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam Kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta

Pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber belajar dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang ada di lingkungan alam sekitar anak yang dapat digunakan serta mendukung kegiatan pembelajaran yang optimal. IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam. Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan yang jelas, yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang


(62)

48

dilakukan oleh anak. Lingkungan alam menyediakan semua hal-hal yang bersifat konkret yang dapat dipelajari oleh anak.

Menurut Mohamad Surya (2004: 37), perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan atau terus-menerus antara individu dengan lingkungan. Hal tersebut membuktikan bahwa lingkungan memiliki peran yang penting dalam proses perkembangan kognitif anak. Pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan alam memungkinkan anak untuk dapat melihat, melibatkan diri dalam proses belajar, mengalami langsung terhadap hal-hal yang sifatnya konkret sehingga anak akan lebih mudah paham terhadap materi yang sedang dipelajari. Sejalan dengan itu Daryanto (2010: 14) menyebutkan bahwa pengalaman langsung menduduki peran penting dalam proses pemahaman anak terhadap materi yang dipelajari. Pengalaman langsung membantu siswa dalam memahami, mengingat, dan menerapkan konsep-konsep yang abstrak. Belajar melalui pengalaman langsung membuat anak lebih teringat terhadap materi yang dipelajarinya. Konsep-konsep yang mereka dapatkan ketika sedang berada di dalam kelas dan yang ada dalam buku dapat dilihatnya secara langsung di lingkungan, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan alam menjadikan anak lebih mudah memahami konsep-konsep yang mereka pelajari karena anak dihadapkan pada sesuatu yang konkret. Pengetahuan dan konsep-konsep yang mereka dapatkan pada waktu pembelajaran di lingkungan alam akan lebih lama


(63)

49

diingat oleh anak, karena anak melihat, mengamati, dan mengalami secara langsung. Hal itu tentunya akan berdampak pada hasil belajar kognitif IPA bagi siswa kelas IV SD Negeri Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta.

D.Penelitian Relevan

Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian Wuri Wurdayani (2013) dengan judul Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar PKn di Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar adalah lingkungan. Lingkungan yang dapat digunakan untuk pembelajaran PKn di sekolah dasar adalah lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya

E.Kerangka Berpikir

Berpijak dari permasalahan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang ada yaitu keterbatasan sumber belajar. Selama ini sumber belajar yang kita kenal dalam kegiatan pembelajaran adalah buku-buku dan guru itu sendiri. Padahal dalam kegiatan pembelajaran sumber belajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penentuan keberhasilan suatu proses pembelajaran, maka dari itu diharapkan sumber belajar itu harus beraneka ragam agar siswa dapat memperoleh banyak pengetahuan.

Keterbatasan sumber belajar akan berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran. Dengan keterbatasan sumber belajar tentunya akan sangat menghambat peserta didik dalam memperoleh pengetahuan. Semakin sedikit sumber belajar yang ada maka akan semakin sedikit pula pengetahuan yang


(1)

124

Gambar 3. Pembelajaran Mengenai Akar Tumbuhan


(2)

125

Gambar 5. Pembelajaran Mengenai Batang Tumbuhan


(3)

126

Gambar 7. Pembelajaran Mengenai Daun dan Bunga Tumbuhan


(4)

127

Gambar 9. Pembelajaran Mengenai Daun dan Bunga Tumbuhan


(5)

(6)