Ganti Rugi HAK RESTITUSI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN

28

BAB III HAK RESTITUSI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN

TERHADAP KORBAN KEJAHATAN

A. Ganti Rugi

Perlindungan korban dalam proses peradilan pidana tentu tidak terlepas dari perlindungan korban menurut hukum positif yang berlaku. Dalam hukum pidana positif yang berlaku s aat ini, perlindungan korban lebih banyak merupakan “perlindungan abstrak” atau “perlindungan tidak langsung”. Artinya, dengan adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini, berarti pada hakikatnya telah ada perlindu ngan “ in abstracto ” secara tidak langsung terhadap berbagai kepentingan hukum dan hak-hak asasi korban. 26 Dalam kaitannya dengan korban kejahatan, perlindungan hukum yang di berikan oleh undang-undang tidak sebanyak yang diberikan kepada pelaku kejahatan walaupun pada dasarnya korban merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana. Perlunya diberikan perlindungan hukum kepada korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga merupakan isu internasional. Pentingnya perlindungan korban kejahatan memperoleh perhatian yang serius, dapat dilihat dari bentuk Declaration of Basic Principles of Justice For Victims of Crime and Abuse of Power oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai hasil dari The Seventh Untited Nation Conggres on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders , yang berlangsung di Milan, Italia, September 1985. 27 Menurut Deklarasi Milan 1985, bentuk perlindungan yang diberikan mengalami perluasan tidak hanya ditujukan pada korban kejahatan victims of crime , tetapi juga perlindungan terhadap korban akibat penyalah gunaak kekuasaan abuse of power 28 Sepanjang menyangkut masalah korban kejahatan dalam deklarasi PBB tersebut telah menganjurkan agar paling sedikit diperhatikan 4 empat hal sebagai berikut : 29 1. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil access to justice and fair treatment ; 26 Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana . Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998. halaman 83 27 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom.Op.Cit. halaman 23. 28 Ibid.halaman 24. 29 Rena Yulia.Op.Cit.halaman 177-178. 28 Universitas Sumatera Utara 29 2. Pembayaran ganti rugi restution oleh pelaku tindak pidana kepada korban, keluarganya atau orang lain yang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku ; 3. Apabila terpidana tidak mampu, negara diharapkan membayar santunan compensation financial kepada korban, keluarganya atau mereka yang menjadi tanggungan korban ; 4. Bantuan materiil, medis, psikologis, dan sosial kepada korban, baik melalui negara, sukarelawan, masyarakat assistance . Rancangan KUHP baru mengemukakan pemberian restitusi kepada korban dalam kaitannya dengan kepentingan pelaku, yaitu dalam Pasal 52 kelima : Pidana diperingan dalam hal seseorang setelah melakukan tindak pidana, dengan sukarela memberi ganti rugi yang layak atau memperbaiki kerusakan akibat perbuatannya. 30 Dilihat dari kepentingan korban dalam konsep ganti rugi terkandung dua manfaat, yaitu untuk memenuhi kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkan dan merupakan pemuasan emosional korban. Adapun dilihat dari sisi kepentingan pelaku, kewajiban mengganti kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang dijatuhkan dan dirasakan sebagai suatu yang konkret dan langsung berkaitan dengan kesalahan yang diperbuat pelaku. Menurut Gelaway merumuskan lima tujuan dari kewajiban mengganti kerugian, yaitu : 31 1. Meringankan penderitaan korban 2. Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akan dijatuhkan 3. Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana 4. Mempermudah proses peradilan 5. Dapat mengurangi ancaman atau reaksi masyarakat dalam bentuk tindakan balas dendam 30 Maya Indah.Perlindungan Korban: Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi. Jakart : Kencana PrenadaMedia Group, 2014. halaman 140. 31 Farhana. Op.Cit.halaman 164. Universitas Sumatera Utara 30 Tujuan pertama untuk meringankan penderitaan korban dapat dipahami sebagai upaya meringankan beban korban, baik penderitan fisik maupun nonfisik. Akan tetapi, harus pula ditentukan kerugian apa saja yang kiranya layak diberikan ganti kerugian. Ganti kerugian yang akan dibebankan kepada pelaku harus tetap dipandang sebagai bentuk pidana dan harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi pelaku. Adapun untuk tujuan kedua, ganti kerugian yang hanya dapat diterapkan untuk jenis pidana yang dapat diganti dengan bentuk lain yang memberikan efek meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Untuk tujuan ketiga berkenaan dengan persepsi dan sikap masyarakat dalam menerima kembali kehadiran pelaku kejahatan. Sikap untuk memilih memberikan ganti kerugian kepada korban akan lebih memberikan peluang kepada pelaku untuk masuk kembali sebagai anggota masyarakat dibandingkan jika ia harus menjalani masa pidana. Tujuan keempat akan mempermudah proses peradilan dan tujuan kelima berkaitan dengan tujuan ketiga yang merupakan langkah untuk mereduksi reaksi masyarakat berupa tindakan balas dendam. 32 Dari tujuan yang dirumuskan Galeway, bahwa pemberian ganti kerugian harus dilakukan secara terencana dan terpadu. Artinya, tidak semua korban patut diberikan ganti kerugian karena adapula korban, baik langsung maupun tidak langsung turut terlibat dalam suatu kejahatan. Yang perlu dilayani dan diayomi adalah korban dari golongan masyarakat kurang mampu, baik secara financial maupun sosial. Bentuk-bentuk pembayaran kepada korban pada dasarnya dibagi menjadi 5 lima jenis yaitu : 33 1. Ganti kerugian yang berkarakter perdata dan diputus dalam proses perdata. Bentuk ganti kerugian semacam ini tidak dikaitkan dengan fakta penderitaan korban atau kerugian korban diakibatkan oleh kejahatan, karena kejahatan semata-mata dipandang sebagai serangan melawan negara bersifat pidana dan kerugian korban dianggap urusan perdata. 2. Ganti kerugian berkarakter perdata dicampur dengan karakter pidana dengan putusan dalam proses pidana sehingga ganti rugi dianggap berkarakter pidana. 32 Ibid. halaman 164-165. 33 Soeharto.Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa , Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana . Bandung : Refika Aditama,2007.halaman 122-123. Universitas Sumatera Utara 31 3. Denda yang bersifat restitusi sebagai kewajiban keuangan bagi pembuat atau kerugian korban dalam proses pidana disamping pidana lain yang diputus oleh peradilan pidana. 4. Kompensasi atas korban kejahatan akan tetapi korban bukan sebagai pihak penuntut tetapi hanya sebagai pemohon dan jika permohonannya dikabulkan hanya merupakan bantuan negara kepada pemohon. 5. Kompensasi terhadap korban sebagai konsekwensi tanggung jawab negara terhadap warganya sehingga pembayaran wajib dari negara dalam hal terjadinya kejahatan The Criminal Compensation Bill , atau pembayaran sebagai tanggung jawab negara karena negara gagal mencegah kejahatan The Criminal Injuries Compensation . Perlindungan terhadap korban yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP sangat terbatas. Diantaranya dapat ditemukan dalam Pasal 98-101 KUHAP. Dalam Pasal ini diatur mengenai satu-satunya mekanisme ganti kerugian yang bisa dijalankan oleh korban yaitu melalui mekanisme Pasal 98 KUHAP yang disebut penggabungan perkara gugatan ganti kerugian. Penggabungan perkara gugatan ganti kerugian ini dilakukan melalui hakim ketua sidang atas permintaan korban yang diajukan dalam tenggang waktu yang sudah ditentukan. Kemudian pengadilan memeriksa dasar gugatan tersebut dan tentang penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan. Putusan mengenai ganti kerugian memperoleh kekuatan hukum tetap apabila putusan pidana juga memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila pihak korban tidak memakai mekanisme KUHAP maka ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang KUHAP tidak mengatur secara lain. 34 Tujuan dari penggabungan gugatan ganti kerugian ini adalah untuk menyederhanakan proses perkara perdata yang timbul dari tindak pidana. Namun kerugian yang ditimbulkan hanya terbatas pada kerugian materiil saja, yaitu penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh korban, tidak mencakup pada penggantian kerugian immaterial. Sehingga pada praktiknya, belum memenuhi kepentingan korban tindak pidana secara utuh. 35 34 Rena Yulia.Op.Cit. halaman 182. 35 Ibid. Universitas Sumatera Utara 32 Asas penggabungan perkara ganti kerugian pada perkara pidana dapat disebutkan sebagai berikut : 36 1. Merupakan praktek penegakan hukum berdasarkan ciptaan KUHAP sendiri bagi proses beracara pidana dengan perdata untuk peradilan di Indonesia. Kuhap memberi prosedur hukum bagi seorang korban atau beberapa korban tindak pidana, untuk menggugat ganti rugi yang bercorak perdata terhadap terdakwa bersamaan dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlangsung ; 2. Penggabungan pemeriksaan dan putusan gugatan ganti kerugian pada perkara pidana sekaligus adalah sesuai dengan asas keseimbangan yang dimaksud KUHAP. Maksud dari penggabungan perkara gugatan pada perkara pidana adalah Pertama , menurut penjelasan Pasal 98 ayat 1, maksud penggabungan perkara gugatan pada perkara pidana supaya perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan. Kedua , hal penggabungan tersebut sesuai dengan asas beracara dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Ketiga, orang lain termasuk korban, dapat sesegera mungkin memperoleh ganti ruginya tanpa harus melalui prosedur perkara perdata biasa yang dapat memakan waktu yang lama. 37 Penggabungan perkara gugatan kerugian harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : 38 1. Haruslah berupa dan merupakan kerugian yang dialami oleh orang lain termasuk korban saksi korban sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Pasal 98 ayat 1 KUHAP. 2. Jumlah besarnya ganti kerugian yang dapat ditimbulkan hanya “terbatas” sebesar jumlah kerugian material yang diderita orang lain, termasuk korban tersebut. Pasal 99 ayat 2 KUHAP. 36 R. Soeparmono. Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian Dalam KUHAP . Bandung : Mandar Maju, 2003. halaman 86. 37 Ibid. 38 Ibid. halaman 88-89. Universitas Sumatera Utara 33 3. Bahwa sasaran subyek hukumnya pihak-pihak adalah terdakwa. Pasal 98 ayat 1 KUHAP. 4. Penuntutan ganti kerugian yang digabungkan pada perkara pidananya tersebut hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana requisitoir . Pasal 98 ayat 2 KUHAP. 5. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, tuntutan duajukan selambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan . Pasal 98 ayat 2 KUHAP. 6. Perkara pidananya tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian bagi orang lain termasuk kerugian pada korban. Pasal 98 ayat 1 dan penjelasan KUHAP. 7. Penuntutan ganti kerugian yang digabungkan pada perkara pidana tersebut tidak perlu diajukan melalui Panitera Pengadilan Negeri, melainkan dapat langsung diajukan dalam sidang pengadilan melalui Majelis HakimHakim. 8. Gugatan ganti kerugian Pada 98 ayat 1 KUHAP adalah harus sebagai akibat kerugian yang timbul karena perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa dan tidak mengenai kerugian-kerugian yang lain. Penggabungan perkara gugatan ganti kerugian hanya terbatas pada kerugian yang secata nyata atau riil yang telah dikeluarkan oleh korban dari suatu tindak pidana.

B. Pemulihan Nama Baik

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

3 59 100

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)

6 106 124

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

0 0 23

BAB II BENTUK – BENTUK, FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) A. Bentuk – Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang - Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

0 0 20