33
3. Bahwa sasaran subyek hukumnya pihak-pihak adalah terdakwa. Pasal 98 ayat 1
KUHAP.
4. Penuntutan ganti kerugian yang digabungkan pada perkara pidananya tersebut
hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana
requisitoir
. Pasal 98 ayat 2 KUHAP. 5.
Dalam hal penuntut umum tidak hadir, tuntutan duajukan selambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan . Pasal 98 ayat 2 KUHAP.
6. Perkara pidananya tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian bagi
orang lain termasuk kerugian pada korban. Pasal 98 ayat 1 dan penjelasan KUHAP. 7.
Penuntutan ganti kerugian yang digabungkan pada perkara pidana tersebut tidak perlu diajukan melalui Panitera Pengadilan Negeri, melainkan dapat langsung diajukan
dalam sidang pengadilan melalui Majelis HakimHakim. 8.
Gugatan ganti kerugian Pada 98 ayat 1 KUHAP adalah harus sebagai akibat kerugian yang timbul karena perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa dan tidak
mengenai kerugian-kerugian yang lain. Penggabungan perkara gugatan ganti kerugian hanya terbatas pada kerugian yang
secata nyata atau riil yang telah dikeluarkan oleh korban dari suatu tindak pidana.
B. Pemulihan Nama Baik
Menurut Barda Narwawi Arief, Perlindungan Korban dapat dilihat dari dua makna yaitu :
39
39
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan
. Jakarta : Kencana,2007. halaman 61-62.
Universitas Sumatera Utara
34
a. Dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak
pidana” berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang ; b.
Dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminansantunan hukum atas penderitaankerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana” jadi identik
dengan “penyantunan korban”. Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik rehabilitasi, pemulihan keseimbangan batin antara lain, dengan permaafan,
pembetian ganti rugi restitusi, kompensasi, jaminansantunan kesejahteraan sosial, dan sebagainya.
Dengan mengacu kepada penerapan perlindungan hak-hak korban kejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan, maka dasar dari perlindungan korban
kejahatan dapat dilihat dari beberapa teori, diantaranya sebagai berikut :
40
1. Teori utilitas
Teori ini menitikberatkan pada kemanfaatan yang terbesar bagi jumlah yang terbesar. Konsep pemberian perlindungan pada korban kejahatan dapat diterapkan sepanjang
memberikan kemanfaatan yang lebih besar dibandingkan dengan tidak diterapkannya konsep tersebut, tidak saja bagi korban kejahatan, tetapi juga bagi sistem penegakan hukum pidana
secara keseluruhan. 2.
Teori tanggung jawab Pada hakikatnya subjek hukum orang maupun kelompok bertanggung jawab
terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukannya sehingga apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana yang mengakibatkan orang lain menderita kerugian dalam arti luas,
orang tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya, kecuali ada alasan yang membebaskannya.
3. Teori pengganti kerugian
Sebagai perwujudan tanggung jawab karena kesalahannya teerhadap orang lain, pelaku tindak pidana dibebani kewajiban untuk memberikan ganti kerugian kepada korban
atau ahli warisnya.
40
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom.Op.Cit. halaman 162-163
Universitas Sumatera Utara
35
Konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan juga mengandung beberapa asas hukum yang perlu diperhatikan. Adapun asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut
:
41
1. Asas manfaat
Perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi tercapainya kemanfaatan baik materiil maupun spiritual bagi korban kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat
secara luas, khususnya dalam upaya mengurangi jumlah tindak pidana serta menciptakan ketertiban masyarakat.
2.
Asas keadilan Penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi korban kejahatan tidak bersifat
mutlak karena hal ini dibatasi pula oleh rasa keadilan yang harus juga diberikan kepada pelaku kejahatan.
3. Asas keseimbangan
Kepentingan manusia, juga untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu menuju pada keadaan yang semula
restitution in integrum
, asas keseimbangan memperoleh tempat yang paling penting dalam upaya pemulihan hak-hak
korban. 4.
Asas kepastian hukum Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi aparat
penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam upaya memberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan.
Kajian hukum pidana dalam kaitannya dengan korban berkaitan dengan pertanyaan dasar mengenai apakah adanya kejahatan pelanggaran hukum pidana terjadi, siapa
pelakunya dan siapa yang menderita kerugian oleh suatu kejahatan, selanjutnya perlu ditambahkan lagi apa kerugiannya dan bagaimana kerugian tersebut dipulihkan.
Selain dalam bentuk ganti rugi, pemberian restitusi juga dapat diwujudkan dalam bentuk pemulihan nama baik korban dari suatu tindak pidana. Pemberian restitusi lebih
diarahkan pada tanggung jawab pelaku terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan, sehingga sasaran utamanya adalah menanggulangi semua kerugian yang diderita oleh korban.
Tolok ukur untuk menentukan jumlah besar kecilnya kerugian tergantung pada status sosial pelaku dan korban. Biasanya korban dengan status sosial lebih rendah dari pelaku akan
mengutamakan ganti kerugian dalam bentuk materi dan pemulihan harkat serta nama baik akan lebih diutamakan bagi korban yang berstatus sebaliknya yaitu bagi korban yang status
sosialnya lebih tinggi daripada status sosial pelaku.
42 41
Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono.Perdagangan Orang: Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya di Indonesia
. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2011. halaman. 275.
42
Farhana. Op.Cit. halaman 165.
Universitas Sumatera Utara
36
Pemberian restitusi dalam bentuk pemulihan nama baik dapat diwujudkan melalui pendekatan
restoratitive justice.
Pendekatan
restorative justice
telah menjadi model dominan dari sistem peradilan pidana dalam kebanyakan sejarah manusia. Penyelesaian perkara pada
umumnya merupakan penerapan ganti rugi oleh pelaku dan keluarganya kepada korban atau keluarganya untuk menghindari konsekuensi dari balas dendam.
43
Menurut pandangan konsep
restorative justice
penanganan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu konsep
restorative justice
dibangun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian
yang diderita oleh korban maupun kerugian yang ditanggung oleh masyarakat.
44
Menurut konsep
restorative justice
dalam penyelesaian suatu kasus tindak pidana peran dan keterlibatan anggota masyarakat sangat penting dalam membantu memperbaiki
kesalahan dan penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Penyelesaian dengan sistem
restorative justice
tersebut diharapkan agar semua pihak yang merasa dirugikan akan terpulihkan kembali dan adanya penghargaan dan
penghormatan terhadap korban dari suatu tindak pidana. Penghormatan yang diberikan pada korban dengan mewajibkan pihak pelaku melakukan pemulihan kembali atas akibat tindak
pidana yang telah dilakukannya.
45
Sasaran dari proses peradilan pidana menurut prespektif
restorative justice
adalah menuntut pertanggungjawaban pelanggar terhadap perbuatan dan akibat-akibatnya, yakni
bagaimana merestorasi penderitaan orang yang terlanggar haknya korban kejahatan seperti pada posisi sebelum pelanggaran dilakukan atau kerugian terjadi, baik aspek materiil maupun
aspek immareiil.
46
Penyelesaian konflik yang terjadi yang ditonjolkan bukan menegaskan kesalahan pelanggar kemudian menjatuhkan sanksi pidana, tetapi peran aktif pihak yang berkonflik
melalui mediasi atau kompensasi terhadap kerugian materiil dan immateril dalam bentuk restitusi atau kompensasi dan pemulihan keharmonisan hubungan manusia antar pihak-pihak
humanisasi. Oleh sebab itu, penyelesaian di luar proses pengadilan dengan cara rekonsilasi dan negosiasi dianjurkan menurut perspektif
restorative justice
dan tidak tertutup kemungkinan adanya lembaga pemaafan dari korban kepada pelanggar.
47
43
Marlina. Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justive Dalam Hukum Pidana . Medan : Penerbit USU Press, 2010. halaman 38.
44
Ibid. halaman 39.
45
Ibid. halaman 40.
46
Rena Yulia.Op.Cit, halaman 190.
47
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN HAK RESTITUSI