Undang PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA

19

c. Pasal 50

1. Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat 6, korban atau ahli warisnya memberitahukan hal tersebut kepada pengadilan 2. Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberikan surat peringatan secara tertulis kepada pemberi restitusi, untuk segera memenuhi kewajiban memberikan restitusi kepada korban atau ahli warisnya. 3. Dalam hal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dilaksanakan dalam waktu 14 empat belas hari, pengadilan memerintahkan penuntut umum untuk menyita harta kekayaan terpidana dan melelang harta tersebut untuk pembayaran restitusi. 4. Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 satu tahun. Pengaturan Pasal 50 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 menunjukkan adanya kemajuan terutama menyangkut tanggungjawab dari pelaku tindak pidana pedagangan orang kepada korban. Namun, kelemahan daripada pasal 50 ini terdapat pada ayat 4 yaitu adanya pengenaan aturan hukuman kurungan sebagai pengganti daripada pelaku. Masalah yang akan muncul adalah apabila pelaku tindak pidana perdagangan orang berupa korporasi, yang tidak mungkin dapat menjalankan hukuman pengganti berupa kurungan. Hukuman kurungan sifatnya hukuman badaniah, yang dapat dikenakan kepada manusia. Pengaturan Restitusi dalam Undang – undang Nomor 21 Tahun 2007 bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara pelaku dan korban. Kedudukan pelaku dan korban mendapat perhatian dan pengaturan yang sama. Pelaku mendapat sanksi yang berupa pidana dan tindakan. Penerapan sanksi tersebut merupakan wujud bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum apabila mereka melanggar hukum. Sedangkan korban mendapat perlindungan. Penerapan persamaan kedudukan dalam hukum merupakan konsekuensi dari penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

B. Undang

– Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Lembaga perlindungan saksi dan korban yang dibentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka penegakan hukum dan penanganan pelanggaran hak asasi Universitas Sumatera Utara 20 manusia. Perkembangan sistem peradilan pidana saat ini, tidak saja berorientasi kepada pelaku, tetapi juga berorientasi kepada kepentingan saksi dan korban. Oleh karena itu, kelembagaan LPSK harus dikembangkan dan diperkuat agar dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya dapat sinergis dengan tugas, fungsi, dan kewenangan lembaga penegak hukum yang berada dalam sistem peradilan pidana. 25 Dasar pertimbangan perlunya Undang – Undang yang mengatur perlindungan korban kejahatan untuk segera disusun dengan jelas dapat dilihat pada bagian menimbang dari Undang – Undang ini, yang antara lain menyebutkan penegak hukum sering mengalami kesukaran dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku karena tidak dapat menghadirkan saksi danatau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. Padahal peran saksi danatau korban dalam suatu proses peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut : 1. Memberikan layanan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam setiap proses peradilan pidana 2. Memfasilitasi langkah – langkah pemulihan bagi korban tindak pidana khususnya dalam pengajuan kompensasi atau restitusi 3. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dan berwenang dalam pelaksanaan perlindungan saksi dan korban Pemulihan korban tindak pidana khususnya dalam pengajuan restitusi diatur dalam pasal 7 A Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2014.

a. Pasal 7 A

1. Korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi berupa : a. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan b. ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; danatau c. penggantian biaya perawatan medis danatau psikologis 25 Lihat penjelasan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Universitas Sumatera Utara 21 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan LPSK. 3. Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK. 4. Dalam hak permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya. 5. Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan. 6. Dalam hal korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban. C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Restitusi diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. a. Pasal 2 1. Kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. 2. Pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilaksanakan secara tepat, cepat dan layak. Dalam Pasal 2 ayat 2 yang dimaksud dengan tepat adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemuliahan hak-hak lainnya diberikan kepada korban yang memang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Yang dimaksud dengan cepat adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemulihan hak-hak lainnya diberikan kepada korban sesegera mungkin dalam rangka secepatnya mengurangi penderitaan korban. Yang dimaksud dengan layak adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemulihan hak-hak lainnya diberikan kepada korban secara patut berdasarkan rasa keadilan. Universitas Sumatera Utara 22

b. Pasal 4

Pemberian restitusi dilaksanakan oleh pelaku atau pihak ketiga berdasarkan perintah yang tercantum dalam amar putusan Pengadilan HAM.

c. Pasal 6

1. Pengadilan HAM mengirimkan salinan putusan pengadilan HAM, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Jaksa Agung. 2. Jaksa Agung melaksanakan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dengan membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan kepada Instansi Pemerintah terkait untuk melaksanakan pemberian kompensasi dan atau rehabilitasi, dan kepada pelaku atau pihak ketiga untuk melaksanakan pemberian restitusi.

d. Pasal 7

Instansi Pemerintah Terkait melaksanakan pemberian kompensasi dan atau rehabilitasi serta pelaku atau pihak ketiga melaksanakan pemberian restitusi, paling lambat 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak berita acara sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 2 diterima.

e. Pasal 8

1. Pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi, dilaporkan oleh Instansi Pemerintahan yang terkait, pelaku, atau pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan HAM yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi dan atau rehabilitasi tersebut. 2. Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disampaikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. 3. Setelah Ketua Pengadilan HAM menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Ketua Pengadilan HAM mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara 23

f. Pasal 9

1. Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada Jaksa Agung. 2. Jaksa Agung sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 segera memerintahkan Instansi Pemerintah Terkait, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.

g. Pasal 10

Dalam hal pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau kelambatan pelaksanaan harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.

D. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi,

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

3 59 100

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)

6 106 124

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

0 0 23

BAB II BENTUK – BENTUK, FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) A. Bentuk – Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang - Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

0 0 20