75
d. Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang
Dalam penjelasan Pasal 48 ayat 2 yang dimaksud dengan kerugian lain adalah sebagai berikut :
a. Kehilangan harta milik
b. Biaya transportasi dasar
c. Biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum ; atau
d. Kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku
C. Penentuan Jumlah Restitusi Yang Diberikan Kepada Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang
Jika dilihat dari penentuan jumlah restitusi yang diberikan kepada korban tindak pidana perdagangan orang, pada kasus ini status sosial saksi korban Lisna
Widiyanti lebih rendah dibandingkan dengan status sosial terdakwa yaitu Andreas Ginting alias Ucok yang merupakan Manager Cafe Pesona tempat dimana saksi korban bekerja. Oleh
karena itu dalam tuntutan pidana mengenai hak restitusi pihak korban menuntut agar pelaku tindak pidana perdagangan orang membayar atas kerugian yang telah dialami oleh korban.
Kerugian tersebut berupa kerugian materil dan kerugian immateril, kerugian materil yang telah dialami oleh korban sebesar Rp. 49.7000.000,- Empat puluh sembilan juta tujuh ratus
ribu rupiah sedangkan untuk kerugian immateril yang telah dialami oleh korban yaitu sebesar Rp. 30.000.000,- Tiga puluh juta rupiah. Sehingga total dari kerugian materil dan
kerugian immateril yang telah dialami oleh korban adalah sebesar Rp. 79.7000.000,- Tujuh puluh sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah. Adapun rincian dari kerugian-kerugian tersebut
telah diuraikan dalam tuntutan pidana. Dalam putusan pengadilan Nomor 1554Pid.B2012PNMDN Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan mengabulkan
TuntutanGugatan Restitusi yang diajukan oleh Enong Sulyani Ibu kandung saksi korban Lisna Widiyanti sebahagian dan menguhukum terdakwa Andreas Ginting Alias Ucok untuk
membayar ganti kerugian kepada Enong Sulyani Ibu kandung saksi korban Lisna Widiyanti sebesar Rp. 64. 700.000,- Enam puluh enpat juta tujuh ratus ribu rupiah.
Penentuan jumlah restitusi yang di berikan kepada korban tindak pidana perdagangan orang berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yaitu sebesar Rp. 64.
700.000,- Enam puluh empat juta tujuh ratus ribu rupiah penulis berpendapat bahwa kerugian yang harus diberikan oleh terdakwa Anderas alias Ucok kepada saksi korban yaitu
Lisna Widiyanti lebih sedikit dibandingkan dengan yang dituntut oleh pihak korban. Penulis
Universitas Sumatera Utara
76
kurang sependapat dengan Majelis Hakim karena, penentuan jumlah restitusi yang dijatuhkan kepada pelaku tidak sebanding dengan kerugian-kerugian yang telah di alami oleh saksi
korban. Kerugian yang paling berat yang dialami oleh korban ialah korban kehilangan kesuciannya akibat dari perbuatan terdakwa Andreas Ginting. Korban pulang ke rumah
dengan keadaan yang tidak sama pada saat korban berangkat untuk bekerja.
Maksud dari pemberian restitusi ini selain berupa ganti kerugian kepada korban tindak pidana perdagangan orang juga memberikan sanksi kepada pelaku, sehingga pelaku
disamping akan mendapatkan sanksi hukum yang berupa pidana penjara juga akan menerima sanksi lainnya yaitu membayar ganti rugi kepada korban.
94
94
Henny Nuraeny. Op.Cit. halaman 160.
Universitas Sumatera Utara
77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengaturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang restitusi diatur dalam
peraturan perundang-undangan seperti : A.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
B. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Terhadap
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
C. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi,
dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat
D. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian
Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Hukum Kepada Saksi dan Korban 2.
Setiap korban tindak pidana berhak untuk mendapat perlindungan atas kejahatan yang telah dialaminya. Salah satu bentuk perlindungan yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah dengan memberikan hak restitusi terhadap korban kejahatan. Pemberian hak restitusi dapat berupa ganti
kerugian maupun dalam bentuk pemulihan nama baik. Tolak ukur untuk menentukan jumlah besar atau kecilnya ganti kerugian tergantung pada status sosial
pelaku, biasanya korban dengan status sosial lebih rendah dari pelaku akan 77
Universitas Sumatera Utara