Kebijakan Non Penal KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN HAK RESTITUSI

54 tersebut semua harus terlibat aktif dalam suatu kerja sama pada saat perbuatan pidana dilakukan. 75 Hanya saja antara mede pleger dan pertanggungjawaban pidana terhadap kelompok terorganisir memiliki perbedaan yaitu Pertama , di dalam mede pleger minimal harus ada dua orang yang melakukan tindak pidana bersama-sama, sedangkan dalam kelompik yang terorganisasi, pelaku minimal terdiri atas tiga orang. Kedua , di dalam mede pleger antara dua orang yang bersama-sama melakukan tindak pidana pada dasarnya melakukan satu jenis tindak pidana yang dilakukan oleh tiga orang tergabung dalam kelommpok terorganisasi bisa jadi tidak dalam satu jenis tindak pidana. 76

B. Kebijakan Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur “nonpenal” lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. 77 Menurut Kaiser, Kriminolog dari Amerika Serikat dalam bukunya Crime Prevention Strategis In Europe and North Amerika , strategi pokok dalam upaya pencegahan kejahatan meliputi 3 tiga hal yaitu : 78 1. Primary Prevention , yaitu upaya pencegahan dilakukan dari akar penyebabnya 2. Secondary Prevention, yaitu langkah-langkah yang berhubungan dengan criminal justice system 3. Tertier Prevention, yaitu langkah-langkah konret yang diambil kepolisian untuk mencegah terjadinya kejahatan, termasuk yang dilakukan oleh para penjahat kambuhan. Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disebutkan bahwa : “Pemerintah, Pemerintah Daerah, mayarakat, dan keluarga wajib me ncegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang”. Upaya tersebut dirumuskan dalam beberapa pasal yaitu : 75 Ibid. halaman 243. 76 Ibid. halaman 234-244. 77 Mahmud Mulyadi. Criminal Policy : Pendekatan Integral Penal dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan . Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008. halaman 55. 78 Henny Nuraeny. Op.Cit. halaman 321. Universitas Sumatera Utara 55 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan. Program, kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang Pasal 57 ayat 2. 2. Pemerintah wajib membentuk gugus tugas yang bertugas untuk : a. Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang ; b. Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama ; c. Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi rehabilitasi, pemulangan, dan reintegrasi sosial ; d. Memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum ; serta e. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi Pasal 58 ayat 4. 3. Pemerintah wajib melaksanakan kerja sama internasioanl, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral Pasal 59 ayat 1. 4. Masyarakat wajib memberikan informasi danatau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang Pasal 60 ayat 2. 5. Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku Pasal 61. Perlunya dilakukan berbagai suatu pencegahan untuk masa kini dan masa yang akan datang, karena pencegahan kejahatan lebih baik daripada menanggulanginya. Berbagai upaya telah dilakukan tetapi tujuan utamanya adalah : 79 79 Ibid. halaman.116. Universitas Sumatera Utara 56 1. Tindakan pencegahan lebih baik dari tindakan refresif dan koreksi, juga tidak memerlukan birokrasi yang rumit yang menimbulkan penyalahgunaan wewenangkekuasaan. 2. Upaya pencegahan akan lebih ekonomis dibandingkan dengan usaha refresif dan rehabilitasi korban. 3. Upaya pencegahan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik perorangan atau kelompok. 4. Upaya pencegahan dapat mempercepat persatuan, kerukunan, dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap semua anggota masyarakat. 5. Upaya pencegahan dapat membantu mengembangkan kehidupan bernegara dalam bermasyarakat yang lebih baik, pada akhirnya dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur. 6. Upaya pencegahan merupakan suatu upaya menciptakan kesejahteraan mental, fisik dan sosial masyarakat. Dari upaya-upaya tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan terdapat beberapa cara baik sebelum kejadian, pada saat kejadian, dan sesudah kejadian. Secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut : 80 1. Peningkatan kualitas dan pemberdayaan bagi calon korban baik pemahaman nilai- nilai keagamaan dan moral, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi. 2. Pemberdayaan ekoniomi keluarga dan masyarakat. 3. Pemberdayaan tingkat pendidikan masyarakat. 4. Penegakan dan regulasi sistem hukum, khususnya tentang perdagangan orang 5. Koordinasi dalam proses penanggulangan dan penanganan korban secara regional dan internasional 80 Ibid. halaman 118. Universitas Sumatera Utara 57 Upaya-upaya tersebut tidaklah mudah dilakukan untuk memberantas perdagangan orang, tetapi paling tidak dapat meminimalisir dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Oleh karena itu, hal yang sangat utama adalah memberdayakan terhadap calon korban dan korban trafficking agar tidak terjerat dan terjerumus dalam perdagangan orang, yang dilakukan melalui : 81 1. Memberikan pelayanan, berupa bantuan pelayanan hukum advokasi, restitusi dan rehabilitasi 2. Pengawasan dan penyadaran 3. Pembaharuan hukum 4. Penegakan hukum 5. Peran serta dan partisipasi masyarakat. Upaya pencegahan menurut Peraturan Menteri Nomor 25KEPMENKOKESRAIX2009 Tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang TPPO Dan Eksploitasi Seksual Anak ESA 2009-2014 hendaknya direalisasikan dalam kegiatan-kegiatan strategis, baik secara sosial, ekonomi, dan hukum, sehingga TPPO dapat diminimalisir sejak dini. Pencegahan dini dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi korban dan calon korban, ,melalui : 1. Pengakuan, perlindungan HAM dan kesetaraan gender, menghapuskan diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, status, politik, dan daerah asal 2. Memberikan keadilan dengan cara memperhatikan perhatian khusus pada kesejahteraan kelompok-kelompok yang rentan dan terpingirkan 3. Pemberdayaan ekonomi dan pendidikan masyarajat dengan focus pada kekuatan individu dan masyarakat 4. Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, terutama dalam menentukan solusi dan memecahkan masalah pokok. Sekalipun upaya-upaya tersebut telah, sedang dan akan dilaksanakan namun yang paling utama untuk mewujudkannya adalah semangat dari seluruh masyarakat Indonesia 81 Ibid. Universitas Sumatera Utara 58 untuk selalu berupaya mencegah TPPO, karena merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, dan disamakan dengan perbudakan modern. Oleh karena itu, pencegahan TPPO bukan hanya tugas pemerintah saja, melainkan tugas bersama seluruh komponen masyarakat. Dengan kata lain, upaya pencegaham TPPO merupakan kegiatan dari aparat, pejabat yang terlibat dengan mengikut sertakan masyarakat yang diawali dari pembuatan hukum law making , maupun penerapan hukum law enforment , sesuai dengan peran sertanya. 82

C. Penerapan Hak Restitusi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

3 59 100

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)

6 106 124

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

0 0 23

BAB II BENTUK – BENTUK, FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) A. Bentuk – Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang - Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

0 0 20