Prosedur Permohonan Restitusi Yang Diajukan Oleh Korban Tindak Pidana

73

B. Prosedur Permohonan Restitusi Yang Diajukan Oleh Korban Tindak Pidana

Perdagangan Orang Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, kedudukan korban dalam KUHP belum memperhatikan kepentingan korban dibandingkan dengan kepentingan pelaku. Relatif kecil perhatian korban kejahatan termasuk korban tindak pidana perdagangan orang dari pengaturan KUHP yang hanya merumuskan hak korban dalam satu pasal, yaitu Pasal 14c ayat 1 KUHP tentang ganti kerugian kepada korban yang bersifat perdata. 89 Pasal 14c ayat 1 menyatakan bahwa : “Dengan perintah yang tersebut dalam Pasal 14a kecuali jika dijatuhkan pidana denda, maka bersama-sama dengan perjanjian umum, bahwa siterhukum tidak akan melakukan perbuatan yang dapat dihukum, maka hakim boleh mengadakan perjanjian istimewa, bahwa siterhukum akan mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan yang dihukum itu, semuanya atau untuk sebahagian saja, yang akan ditentukan dalam tempo yang akan ditetapkan, yang kurang lamanya daripada tem po percobaan itu.” Sifat perlindungan korban dalam KUHP bersifat perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, dikatakan demikian karena adanya syarat khusus berupa pergantian kerugian berupa fakultatif, tergantung penilaian hakim. Dengan adanya asas keseimbangan individu dan masyarakat, seharusnya perlindungan terhadap korban dalam KUHP bersifat imperatif. Ketentuan Pasal 14a, Pasal 14b dan Pasal 14c KUHP, bentuk syarat khusus berupa ganti rugi bukan salah satu jenis pidana sebagaimana ketentuan Pasal 10 KUHP dan aspek ini tetap mengacu kepada pelaku tindak pidana dan bukan kepada korban tindak pidana. 90 Dengan demikian, KUHP belum secara tegas merumuskan ketentuan yang secara konkret atau langsung memberikan perlindungan hukum terhadap korban dan juga tidak merumuskan jenis pidana restitusi ganti rugi yang sangat bermanfaat bagi korban dan keluarga korban, tetapi KUHP hanya menjelaskan tentang rumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan ancaman pidana. 91 Karena KUHP belum secara tegas merumuskan mengenai perlindungan terhadap korban maka, pada tahun 2007 pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang ini mengatur perlindungan korban dengan memberi perhatian terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban. 89 Farhana.Op.Cit. halaman 174. 90 Ibid. halaman 175. 91 Ibid. halaman 176. Universitas Sumatera Utara 74 Hak restitusi diatur didalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Adapun yang dimaksud dengan restitusi adalah Pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil danatau immaterial yang diderita korban atau ahli warisnya Pasal 1 angka 13. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang berhak untuk mendapat perlindungan atas perbuatan yang menimpa dirinya. Salah satu bentuk perlindungan yang dapat diberikan kepada korban tindak pidana perdagangan orang adalah pemberian restitusi. Korban tindak pidana perdagangan orang berhak menuntut hak restitusi kepada pelaku tindak pidana sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari pelaku kepada korban tindak pidana perdagangan orang. Adapun prosedur permohonan restitusi yang diajukan oleh korban tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai berikut : Mekanisme pengajuan restitusi dilaksanakan sejak korban melaporkan kasus yang dialaminya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan ditangani oleh penyidik bersamaan dengan penanganan tindak pidana yang dilakukan. Penuntut umum memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk mengajukan restitusi, selanjutnya penuntut umum menyampaikan jumlah kerugian yang diderita oleh korban akibat tindak pidana perdagangan orang yang dialaminya bersamaan dengan tuntutan. Mekanisme ini tidak menghilangkan hak korban untuk mengajukan sendiri gugatan atas kerugiannya 92 Pengajuan permohonan restitusi dapat dilakukan oleh korban, keluarga korban atau ahli waris korban. Pada kasus ini, permohonan restitusi dilakukan oleh Saksi Enong Sulyani yang merupakan ibu kandung dari saksi korban yaitu Lisna Widiyanti. Ibu kandung saksi korban Enong Sulyani mengajukan permohonan berdasarkan Surat Gugatan Nomor : 02TIM ADVOKASIX2012 kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumatera Utara yang memeriksa perkara saksi korban untuk menuntut ganti kerugian yang diderita oleh saksi korban akibat tindak pidana perdagangan orang yang telah dilakukan oleh terdakwa Andreas Ginting alias Ucok. 93 Kerugian yang dialami oleh korban tindak pidana perdagangan orang dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat 2 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu sebagai berikut : a. Kehilangan kekayaan atau penghasilan ; b. Penderitaan ; c. Biaya untuk tindakan perawatan medis danatau psikologis ; danatau 92 Henny Nuraeny. Op.Cit. halaman 160. 93 Dapat dilihat dari Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1554Pid.B2012PN.MDN. Universitas Sumatera Utara 75 d. Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang Dalam penjelasan Pasal 48 ayat 2 yang dimaksud dengan kerugian lain adalah sebagai berikut : a. Kehilangan harta milik b. Biaya transportasi dasar c. Biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum ; atau d. Kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku

C. Penentuan Jumlah Restitusi Yang Diberikan Kepada Korban Tindak Pidana

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

3 59 100

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)

6 106 124

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

0 0 23

BAB II BENTUK – BENTUK, FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) A. Bentuk – Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang - Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

0 0 20