positif-negatif, menyenangkan-tidak
menyenangkan, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.
24
Ajzen menyatakan bahwa sikap mempunyai tiga komponen, yaitu:
25
a. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat dan kita ketahui. Tetapi terkadang kepercayaan
sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan terbentuk karena kurangnya informasi yang benar mengenai
objek yang dihadapi. b.
Komponen Afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan.
c. Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku
atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi
bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan
sebagai komponen afektif, dengan perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang
dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap.
26
Sikap dalam penelitian ini adalah dampak dari pemberian stimulus yang berupa pendapat dan keyakinan mengenai suatu objek disertai dengan
perasaan tertentu serta memberikan dasar kepada orang tersebut untuk berperilaku. Salah satu aspek penting guna memahami sikap adalah dengan
diberikannya pengukuran untuk sikap itu sendiri. Untuk mengukur sikap siswa, dalam penelitian ini diberikan angket yang berbentuk skala sikap.
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan pada bab selanjutnya.
24
Ibid, h.15
25
Ibid, h.24
26
Ibid, h.27
Berdasarkan pengertian dan komponen sikap maka indikator yang digunakan dalam pengukuran sikap yaitu:
1. Kognitif Kepercayaan, berupa motivasi, pemahaman
2. Afektif Perasaan, berupa ketertarikan, perasaan senang, perasaan bosan.
3. Konatif Perilaku, berupa keaktifan, kemalasan.
B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian terkait dengan implementasi metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving
TAPPS untuk meningkatkan kemampuan penalaran adaptif matematik siswa adalah sebagai berikut: Penelitian
Harry Benham yang berjudul “Using Talking Aloud Pair Problem Solving to Enhance Student performance in Produktivity
Software Course”. Jurnal ini dilakukan untuk mengetahui dampak metode TAPPS terhadap prestasi siswa pada pembelajaran Komputer khususnya Software. Hasil
pada penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang diklasifikasikan dengan menggunakan metode TAPPS lebih baik dari pada pembelajaran yang
mengklasifikasikan siswa dalam bentuk kelompok 4-5 orang ataupun secara individual. Hasil yang dicapaipun sangat signifikan.
27
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan matematika merupakan bagian dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Ini terbukti dengan banyaknya jam pelajaran matematika yang
diwajibkan oleh pemerintah. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika disekolah menurut Depdiknas 2006 yaitu: 1 memahami konsep, 2
menggunakan penalaran pada pola dan sikap, 3 memecahkan masalah, 4 mengkomunikasikan gagasan, dan 5 sikap menghargai matematika.
28
Jelas
27
Harry Benham, Using Talking Aloud Pair Problem Solving to Enhance Student performance in Produktivity Software Course, Issues in Information System Volume X, No. 1,
2009
28
Dodi Syamsuduha, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Program Geometers Sketchpad Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa SMP, JIP STKIP
Kusuma Negara, Vol.3 tahun II - 2010
terlihat bahwa kemampuan penalaran merupakan salah satu aspek yang harus dikuasai oleh siswa baik pada tingkat dasar maupun tingkat menengah.
Kemampuan penalaran melatih siswa untuk ikut terlibat berpikir dan mempertimbangkan sesuatu. Saat siswa diberi sebuah permasalahan, siswa
dituntut untuk memberikan dan mengembangkan ide matematikanya melalui kemampuan penalarannya. Jadi siswa tidak hanya sekedar menerima dari guru dan
tidak hanya sekedar memahami konsep ataupun rumus saja. Ide matematika yang dimiliki oleh siswa dapat dikembangkan menjadi sebuah penyelesaian menurut
kemampuan siswa itu sendiri dalam menangani persoalan yang diberikan oleh guru. Dengan penalaran siswa dirasa mampu lebih mandiri dalam menggunakan
daya pikirnya. Salah satu kemampuan penalaran adalah penalaran adaptif yang mencakup
kemampuan induktif dan deduktif. Pembelajaran yang mengacu pada kemampuan penalaran adaptif ini tidak hanya menekankan siswa untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan saja, tetapi menuntut siswa untuk menggunakan pemikirannya secara logis, sistematis, dan kritis. Pembuktian yang dikemukakan oleh siswa
harus sesuai dengan situasi dan konsep yang berlaku serta alasannya harus jelas. Penalaran adaptif bukan hanya mampu berpikir dan bernalar secara logis
saja yang ditingkatkan. Penalaran ini juga menekankan siswa untuk mampu memperkirakan jawaban yang akan diambil saat mendapatkan persoalan. Selain
itu, siswa juga harus bisa memberi penjelasan tentang konsep dan prosedur penyelesaian permasalahannya.
Untuk mengembangkan kemampuan penalaran adaptif siswa perlu digunakan metode pembelajaran yang efektif dan aktif. Metode pembelajaran
konvensional yang sering kali digunakan oleh guru-guru di sekolah dirasa kurang efektif untuk membangun kemampuan penalaran adaptif. Metode konvensional
hanya menekankan pada pemberian informasi dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Hal ini membuat siswa menjadi pasif dalam pembelajaran di
kelas. Metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS dirasa mampu memfasilitasi siswa dalam manyampaikan ide-ide matematikanya
dan menjadikan siswa mampu menggunakan daya nalarnya.