Strategi Pengelolaan Risiko Produksi ‘Cempaka Baru’

65 yang diperoleh. Expected return atau nilai harapan merupakan perolehanpengembalian yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan usaha. Expected return dihitung berdasarkan penjumlahan dari hasil perkalian untuk setiap nilai produktivitas yang tertinggi, terendah dan normal dengan peluangnya masing-masing dalam memperoleh produktivitas tertinggi, terendah dan normal tersebut. Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih. Dengan mengetahui harapan pendapatan yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan budidaya jamur tiram putih berdasarkan perhitungan risiko produksi, maka hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk kelanjutan usaha ataupun sebagai perencanaan untuk menentukan langkah yang akan diambil dalam perkembangan usaha Cempaka Baru. Adanya risiko produksi yang dialami dalam menjalankan kegiatan budidaya jamur tiram putih menimbulkan kerugian bagi pihak Cempaka Baru. Kerugian tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi, karena risiko yang ada menyebabkan terjadinya gagal panen sehingga hasil produksi yang diperoleh akan berkurang. Jika hasil produksi berkurang maka penerimaan usaha juga ikut berkurang karena jumlah yang dijual menjadi lebih sedikit dengan harga jual yang konstan pada harga Rp 7.000. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan langkah penanganan yang sesuai untuk dapat menghindari atau memperkecil risiko yang dihadapi.

6.3. Strategi Pengelolaan Risiko Produksi ‘Cempaka Baru’

Pada umumnya, kebanyakan usaha belum memperhitungkan adanya manajemen risiko dalam usahanya. Seperti halnya usaha Cempaka Baru, belum ada tindakan atau perlakuan yang diterapkan dalam kegiatan usaha untuk pengelolaan risiko produksi yang dihadapi. Rendahnya tingkat pengetahuan pihak 66 Cempaka Baru seputar masalah risiko produksi yang dapat terjadi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dikelola menyebabkan minimnya perlakuan untuk penanganan risiko produksi pada usaha tersebut. Kegagalan produksi dianggap sebagai kejadian yang wajar di bidang pertanian. Dengan mengetahui bahwa usaha Cempaka Baru berpotensi untuk terjadinya risiko produksi maka perencanaan penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan kesadaran akan risiko serta kesadaran untuk melakukan penanganan risiko sehingga dapat meminimalkan kerugian yang dialami. Oleh karena itu pihak usaha perlu memahami lebih dalam seputar risiko produksi, sehingga dapat menentukan langkah-langkah penanganannya. Dalam kajian ini, diharapkan dapat memberi gambaran terhadap usaha Cempaka Baru dalam merumuskan strategi pengelolaan risiko produksi yang terjadi pada kegiatan budidaya jamur tiram di usaha tersebut. Proses yang dilakukan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap risiko yang terjadi serta penyebabnya, kemudian dilakukan pengukuran besarnya risiko dan selanjutnya ditentukan langkah- langkah penanganan. Proses yang ditempuh dalam perumusan strategi pengelolaan risiko bertujuan untuk dapat memperoleh alternatif penanganan yang efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Dari identifikasi risiko yang dilakukan diperoleh hasil bahwa usaha Cempaka Baru mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih yang diusahakan. Risiko produksi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain perubahan cuaca dan iklim serta serangan hama dan penyakit. Dilakukan pengukuran terhadap risiko produksi tersebut dan diperoleh hasil sebesar 0,32. Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan hasil produksi dengan adanya risiko produksi. Dari data diatas, maka dapat ditentukan strategi dalam menangani risiko produksi budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru. Dalam kajian ini, strategi penanganan risiko produksi yang dapat dijadikan usaha Cempaka Baru sebagai alternatif penanganan, yaitu strategi Preventif. Strategi preventif merupakan strategi penanganan yang dilakukan untuk 67 menghindari terjadinya risiko, strategi preventif yang dapat dilakukan pada Cempaka Baru diantaranya adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau yang menyebabkan kekeringan maka dilakukan penyiraman minimal sebanyak empat kali dalam sehari atau lebih tergantung kebutuhan. Hal tersebut bertujuan agar kelembaban didalam kumbung dapat selalu terjaga sehingga tanaman tidak rusak. Pelaksanaannya dilakukan dengan melakukan pengecekan kondisi di dalam kumbung sesering mungkin, jadi apabila suhu mulai meningkat maka secepatnya dilakukan penyiraman. Cek suhu serta kelembaban ruangan di dalam kumbung dengan menggunakan thermometer dan hygrometer. Kedua alat tersebut bisa didapat di toko pertanian, aksesoris mobil atau alat kesehatan. Selain itu untuk mempertahankan suhu dan kelembaban di dalam kumbung dapat juga dilakukan dengan menyiram permukaan lantai di dalam kumbung. b. Membersihkan area yang akan dijadikan kumbung jamur tiram putih. Hal ini bertujuan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit seperti rayap, tikus dan mikroba. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaburkan kapur tanah di area kumbung jamur tiram putih dan menyipratkan air kapur ke dinding dan rak, sehingga kumbung menjadi steril dari mikroba yang menyerang pertumbuhan jamur serta terhindar dari serangan rayap. c. Memperbaiki dan merawat fasilitas fisik. Dapat dilakukan dengan mengganti peralatan yang sudah rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Contohnya adalah melakukan renovasi dan perbaikan kumbung pada setiap pergantian periode produksi, sehingga bagian- bagian kumbung yang sudah rusak dan bocor dapat diperbaiki. Hal ini dapat mencegah masuknya hama tikus ke dalam kumbung yang dapat merusak baglog media tanam dan menghindarkan masuknya air hujan yang dapat mengganggu kelembaban di dalam kumbung. 68 d. Melakukan perencanaan pembibitan, dilakukan dengan memastikan bahwa semua bahan baku yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Dapat dilakukan dengan menetapkan peraturan bahwa setiap bahan baku yang digunakan dalam kegiatan budidaya harus disortir terlebih dahulu sebelum diterima, selain itu bahan baku tersebut harus diletakkan di tempat yang bersih. Hal ini dapat mencegah penyebaran penyakit tanaman jamur tiram putih seperti jamur liar dan mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan. e. Mengembangkan sumberdaya manusia. Perusahaan dalam menjalankan kegiatan harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah diorganisasikan dengan baik sesuai jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan. Untuk itu, Bapak Adang sebagai yang berperan untuk mengambil keputusan harus dapat bersikap tegas dalam mengarahkan dan membimbing tenaga kerja yang ada. Melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja. Selain itu, dengan aktif membimbing tenaga kerja dalam melakukan kegiatan budidaya jamur. Keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihan-pelatihan kemampuan budidaya tanaman jamur tiram putih, baik itu pemeliharaan maupun pembuatan bibit. Pelatihan umumnya diselenggarakan oleh pihak pemerintah melalalui kerjasama dengan kelompok tani tertentu. Pada daerah Desa Tugu Utara, kelompok tani yang dipercaya pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan adalah Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, dimana usaha ini menjadi salah satu anggotanya. Selain tenaga kerja, pengelola juga dapat mengikuti pelatihan mengenai manajemen pengelolaan usaha dan pengelolaan keuangan. f. Menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam. Petugas yang bertanggung jawab atas penyuntikan bibit murni diwajibkan menggunakan sarung tangan, masker wajah dan pakaian yang disediakan khusus di ruangan penyuntikan. Selain itu peralatan yang digunakan juga terlebih dahulu diolesi dengan alkohol agar bebas dari kuman dan bakteri yang dapat masuk ke media tanam dan menjadi penyakit bagi tanaman jamur. Hal ini dapat mengurangi tingkat kegagalan yang terjadi pada saat proses pembibitan akibat human error yang dilakukan tenaga kerja.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN