13 Tahapan selanjutnya adalah proses inokulasi. Inokulasi adalah proses
penularan miselium dari bibit ke media tanam. Proses ini dilakukan dengan steril dan dalam ruang inokulasi. Kemudian masuk pada masa inkubasi yakni tahap
penumbuhan miselia jamur. Proses ini memerlukan waktu kurang lebih 40-60 hari sampai baglog berwarna putih. Suhu ruang inkubasi harus dijaga dalam kondisi
yang stabil dan rendah cahaya 22-28 °C dengan kelembaban 70–90 persen. Setelah mencapai 40 hari, baglog berwarna putih merata, kemudian dipindahkan
ke kumbung. Proses penumbuhan tubuh buah diawali dengan membuka ujung baglog untuk memberikan oksigen pada tubuh buah jamur. Umumnya 7-14 hari
kemudian, tubuh buah akan tumbuh. Setelah 7-30 hari sejak dibukanya ujung baglog, akan tumbuh tubuh buah yang terus membesar hingga mencapai
pertumbuhan optimal yang siap dipanen 3-4 hari. Panen pertama 30 hari sejak pembukaan ujung baglog, sedangkan pemanenan berikutnya dilakukan setiap 10-
14 hari. Tubuh buah yang siap panen harus segara panen agar kualitas jamur
terjaga dengan baik. Dalam penanganan pascapanen, hasil yang diperoleh segera dibersihkan dari kotoran yang menempel pada tubuh buah jamur untuk menjaga
daya tahan produk. Jamur tiram putih segera disimpan dalam freezer agar tahan dalam waktu satu sampai dua minggu. Sementara untuk produk jamur kering,
dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama kurang lebih lima hari Suriawiria, 2002.
2.3. Penelitian Terdahulu
Anggraini 2003, menganalisis risiko usaha peternakan sapi perah. Peternakan ini digolongkan dalam risiko dinamis karena dipengaruhi perubahan
ekonomi, yaitu peningkatan harga bahan bakar minyak berpengaruh terhadap harga pakan sebagai pembiayaan terbesar pada usaha peternakan. Penelitian ini
menggunakan model persamaan regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi risiko usaha peternakan sapi, meliputi fluktuasi keuntungan
di musin hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu, fluktuasi biaya pakan, skala usaha, dan saluran pemasaran. Hasil yang diperoleh
bahwa semua faktor yang diuji berpengaruh secara nyata terhadap risiko usaha.
14 Fariyanti 2008, menggunakan data cross section dengan 143
rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Analisis Risiko produksi dilakukan dengan
menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity GARCH. Hasil yang diperoleh bahwa risiko produksi kentang maupun kubis
dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, sedangkan risiko harga
kentang lebih rendah dari pada kubis. Untuk diversifikasi usahatani kentang dan kubis memiliki risiko produksi portofolio lebih rendah dibandingkan spesialisasi
kentang atau kubis. Lestari 2009, melakukan analisis risiko operasional dan risiko pasar
terhadap pembenihan udang vannmei. Risiko opersional disebabkan oleh cuaca dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih udang, sedangkan risiko
pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang
sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan dengan nilai z-score yang merupakan analisis nilai standar, sedangkan untuk
dampak risiko dalakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk VaR. Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan
kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan risiko. Pertaman, sumber risiko yang dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang
ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena tingginya tingkat mortalitas benih udang vannmei. Kedua, sumber risiko dengan
kemungkinan terjadi kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi besar tetapi berdampak
kecil adalah risiko fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi kecil dan dampaknya juga kecil disebabkan
oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Dilakukan strategi preventif untuk mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan
persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2
melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan induk yang tepat.
15 Maharany 2007, meneliti usahatani dan tataniaga jamur tiram putih
dengan metode pengolahan data yang digunakan ini adalah analisis secara kualitatif, yang dilakukan dengan mendeskripsikan keragaan usahatani jamur tiran
dan fungsi lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jamur tiram. Analisis kualitatif melakukan pendekatan dengan metode SCP structure, conduct,
performance. Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan melihat tingkat efisiensi usahatani jamur tiram melalui analisis pendapatan dan analisis
fungsi produksi. Selain itu untuk melihat efisiensi tataniaga jamur tiram dilakukan analisis margin tataniaga dan farmer’s share. Hasil analisis deskriptif mengenai
keragaan usahatani jamur tiram tersebut, skala usaha jamur tiram dikelompokkan menjadi tiga, yaitu skala kecil 10.000 log, sekala menengah 10.000-24.000
log, dan skala besar 24.000 log. Dari analisis fungsi produksi diperoleh bahwa ketujuh faktor produksi dalam usaha jamur tiram berpengaruh secara nyata
dalam menentukan hasil panen jamur. Tujuh faktor tersebut adalah bibit jamur, serbuk kayu, bekatul, kapur, minyak tanah, kapas, dan tenaga kerja. Analisis
tataniaga jamur tiram menunjukkan bahwa terdapat lima saluran tataniaga di wilayah bandung. Saluran tersebut adalah 1 produsen – pengumpul – pengecer –
konsumen, 2 produsen – bandar pengumpul – pengumpul – pedagang menengah – pengecer – konsumen, 3 produsen – pengumpul – pedagang besar – pengecer
– konsumen, 4 produsen – pengumpul – pedagang menengah – pengecer – konsumen, dan 5 tidak terdefinisi oleh peneliti. Hasil yang diperoleh dari
analisis saluran tataniaga bahwa dari kelima saluran tersebut tidak ada yang efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama,
bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Nugraha 2006, menganalisis saluran pemasaran jamur yang mengarah
pada efisiensi pemasaran serta margin yang diperoleh petani jamur. Metode yang diunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan institutional approach dengan
sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Responden yang digunakan sebanyak tujuh orang dari produsen dan 32 orang dari pedagang. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan enam lembaga, yakni a produsen, b pengumpul, c pedagang besar, d
pedagang menengah, e pengecer, dan f supplier. Saluran pemasaran yang
16 terjadi adalah, a produsen – konsumen, b produsen – pengumpul – konsumen,
c produsen – pedagang besar – konsumen, d produsen – pengumpul – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen, e produsen – pengumpul –
pedagang besar – pedagang menengah – pengecer – konsumen, f produsen – pengecer – konsumen, g produsen – supplier – supermarket – konsumen, dan h
produsen – pengumpul – pedagang besar – supplier – supermarket – konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran jamur yang langsung dari
produsen kepada konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s share pada saluran ini menunjukkan nilai maksimal pada angka 100 persen.
Nugrahapsari 2006, menganalisis produk jamur tiram putih dari aspek ekonomi, apakah secara finansial usaha jamur dapat memberikan keuntungan bagi
pelaku usaha. Dilakukan pengujian kelayakan usaha dengan melihat kemampuan usaha dalam pembiayaan dan pengembalian yang diperoleh pada variabel Net
Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Pay Back Periode pada bunga diskonto sebesar 11,47 persen. Perusahaan ini memproduksi
28.000 baglog jamur per tiga bulan satu periode produksi. Harga di tingkat konsumen akhir sebesar Rp 7.000. Hasil yang diperoleh yaitu NPV sebesar Rp
69.853.980,79 adalah nilai bersih yang diperoleh dalam satu tahun. Net BC sebesar 2,18 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberi
keuntungan sebesar Rp 2,18. IRR sebesar 47 persen, lebih besar dari nilai diskonto dan Pay Back Periode selama 1,14 tahun. Dari kriteria kelayakan yang
diperoleh menunjukkan bahwa budidaya jamur tiram putih pada PT Cipta Daya Agrijaya layak diusahakan. Hasil analisis sensitivitas secara finansial
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan harga input minyak tanah sebesar 100 persen maka usaha budidaya jamur tiram putih ini masih tetap layak untuk
diusahakan. Sementara apabila terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih segar di pasar tradisional sebesar 36,36 persen, produksi menurun sebesar 75,62
persen dan produksi baglog menurun sebesar 67,5 persen, maka usaha budidaya jamur tiram putih ini menjadi tidak layak untuk diusahakan.
Sari 2008, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih. Dalam penelitian diketahui bahwa kelompok tani tersebut
mengalami kondisi dimana tingkat produktivitas jamur yang dihasilkan semakin
17 menurun. Kondisi ini berpengaruh pada penurunan pendapatan yang diperoleh
petani. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada usahatani jamur tiram putih dengan pendekatan melalui fungsi
produksi dan elastisitas usaha. Variabel yang diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap usaha jamur tiram adalah bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur,
kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah dan tenaga kerja. Semua variabel tersebut merupakan input utama daru usaha budidaya jamur tiram.
Dilakukan analisis dengan menggunakan taraf nyata sebesar satu persen, dengan jumlah responden sebanyak 30 orang petani jamur tiram. Diperoleh hasil bahwa
variabel serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik, dan cincin paralon berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jamur tiram putih. Artinya, bahwa
kelima variabel tersebut sangat berpengaruh dan erat kaitannya dengan hasil produksi jamur yang diperoleh.
Siregar 2009, menganalisis risiko harga pada day old chick DOC broiler dan layer yang merupakan anak ayam berumur sehari serta menganalisis
alternatif strategi dalam menghadapi fluktusasi harga yang diterima perusahaan. Data yang digunakan merupakan harga jual DOC dan dianalisis dengan
menggunakan model ARCH-GARCH melalui nilai VAR Value at Risk. Diperoleh hasil bahwa pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi
permintaan dan penawaran di pasar. Berdasarkan hasil analisis GARCH 1,1 diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian
harga sebelumnya dengan tanda yang positif, artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga periode
berikutnya. Koefisien determinasi R
2
yang diperoleh sebesar 9,99 persen. Sedangkan harga jual DOC layer dengan ARCH 1 diperoleh hasil bahwa harga
DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya dengan tanda positif yang artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya
maka akan meningkatkan risiko harga periode berikutnya. Koefisien determinasi R
2
yang diperoleh sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler
lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer, disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan
18 juga karena siklus layer lebih lama dari pada broiler. Strategi yang dapat
disarankan adalah dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan berdasarkan pengalaman sebelumnya serta melakukan kemitraan dengan peternak
lain. Tarigan 2009, menganalisis risiko produksi pada sayuran organik,
meliputi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai kriting. Metode yang digunakan adalah variance, standartd deviation, dan coefficient variation. Hasil yang
diperoleh bahwa risiko yang paling tinggi terjadi pada tanaman bayam hijau, karena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim
penghujan, sedangkan risiko terendah diperoleh pada tanaman cabai keriting. Dilakukan penanganan untuk mengatasi risiko tersebut yaitu dengan cara
diversifikasi tanaman, selain itu juga dilakukan kemitraan dengan petani sekitar. Persamaan dan perbedaan terletak pada konsep dan produk yang
digunakan. Persamaan dengan penelitian pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 terletak pada konsep yang digunakan yaitu menganalisis risiko yang dihadapi suatu usaha,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Untuk penelitian pada poin 6, 7, 8 dan 9 terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu pada objek yang
diteliti adalah jamur tiram putih, sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan konsep untuk menganalisis jamur. Kelebihan dari penelitian ini
dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya pada Tabel 8, bahwa belum ada yang melakukan penelitian risiko produksi pada budidaya jamur
tiram putih. Penelitian yang sudah ada sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
19
Tabel 8. Daftar-daftar Penelitian Terdahulu Yang Berhubungan Dengan
Penelitian Penulis
No. Nama Topik
Metode
R I S I K O 1 Anggraini
2003 Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah
Persamaan regresi berganda
2 Fariyanti 2008 Perilaku
Ekonomi Rumahtangga Petani
Sayuran Menghadapi Risiko Produksi dan
Harga Produk Model Generalized
Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity GARCH.
3 Lestari 2009
Manajemen Risiko
dalam Usaha Pembenihan Udang
Vannmei Model z-score dan Value
at Risk VaR
4 Siregar 2009
Analisis Risisko Harga Day Old Chick DOC
Broiler dan Layer Model ARCH dan
GARCH 5
Tarigan 2009 Analisis Risiko
Produksi Sayuran Organik
Variance, Standartd deviation, dan Coefficient
variation J A M U R T I R A M P U T I H
6 Maharani 2007
Usaha Tani dan Tataniaga
SCP structure, performance, conduct
dan farmer’s share 7
Nugraha 2006 Saluran Pemasaran
Pendekatan kelembagaan institutional approach
8 Nugrahapsari 2006
Kelayakan Finansial dan Ekonomi
NPV, IRR, Net BC, dan Pay Back Periode
9 Sari 2008
Faktor-Faktor Usahatani
Pendekatan fungsi produksi dan elastisitas
usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN