Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

(1)

RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA

CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

LISDA ELSERA BR GINTING H34066073

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

LISDA ELSERA BR GINTING. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram putih, dimana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat karena jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Cempaka Baru merupakan salah satu usaha yang membudidayakan tanaman jamur tiram putih.

Permasalahan yang dihadapi Cempaka Baru adalah bahwa usaha ini mengalami risiko produksi, hal ini dapat dilihat dari produksi atau produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai, ditambah lagi dengan tingkat kegagalan tegnologi pengukusan yang dimiliki yaitu sebesar lima persen. Risiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu, maka dapat dianalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis risiko produksi dari kegiatan budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru dan hubungannya dengan return yang diharapkan, dan (2) menganalisis alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi di usaha Cempaka Baru.

Penelitian dilaksanakan pada usaha Cempaka Baru di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2009. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak usaha, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi serta literatur lainnya yang sudah diterbitkan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usaha Cempaka Baru dengan kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan, meliputi luas lahan, biaya, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang mendukung penelitian.

Dilakukan analisis penilaian terhadap risiko produksi berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected Return. Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan Variance, Standard Deviation, dan


(3)

Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi.

Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan.

Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.

Strategi pengelolaan risiko produksi pada Cempaka Baru yang dapat diterapkan adalah strategi Preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus dan mikroba, serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan pentortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan seputar jamur tiram putih. Dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam.


(4)

RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA

CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA

KABUPATEN BOGOR

LISDA ELSERA BR GINTING H34066073

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(5)

Judul Skripsi Nama NIM

: : :

Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lisda Elsera Br Ginting H34066073

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Lisda Elsera Br Ginting H34066073


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lisda Elsera Br Ginting, lahir di Berastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 1986. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tempoh Ginting dan Ibunda Rahmawati Br Tarigan.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Peceren Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Diploma III diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi umum pada tahun 2006.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi pada proses budidaya jamur tiram putih serta pengaruhnya terhadap pendapatan pada usaha Cempaka Baru dan menganalisis alternatif yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca dalam memberi informasi seputar jamur tiram putih dan risiko produksi yang dihadapi.

Bogor, September 2009 Lisda Elsera Br Ginting


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menulis skripsi.

2. Orangtua dan keluarga tercinta (Bapak, Mamak, Abangku dr. Thomson dan Adikku yang masih di TPB) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga bisa menambah kebanggaan Bapak dan Mamak serta memperoleh yang lebih baik lagi. Amin.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Etriya, SP. Mm sebagai dosen penguji, yang telah memberikan waktunya untuk memberikan masukan terhadap penulisan penelitian ini.

4. Ardian Surbakti atas kasih sayang dan semangat untuk mengingatkan agar mengerjakan skripsi, serta pengorbanan yang sangat besar sewaktu mencari tempat penelitian dan disaat operasi sampai penyembuhannya.

5. Monalisa Sembiring selaku pembahas dalam seminar, yang telah memberi saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi.

6. Pihak usaha Cempaka Baru atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman ekstensi Agribisnis angkatan 1, 2 dan 3 atas semangat dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, September 2009 Lisda Elsera Br Ginting


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Gambaran Umum Jamur ... 10

2.2. Jamur Tiram Putih ... 11

2.3. Penelitian Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Analisis Risiko Agribisnnis ... 20

3.1.2 Risiko dan Pendapatan ... 22

3.1.3 Menganalisis Risiko ... 23

3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 30

4.4. Metode Analisis Data ... 31

4.4.1 Analisis Kuantitatif ... 31

4.4.2 Analisis Manajemen Risiko ... 34

V GAMBARAN UMUM USAHA ... 35

5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru ... 35

5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha ... 37

5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru ... 40

5.3.1 Tenaga Kerja ... 40

5.3.2 Fisik ... 41

5.3.3 Modal ... 42

5.4. Operasional Kegiatan ... 42

5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit ... 45

5.4.2 Proses Pembuatan Bibit ... 46

5.4.3 Budidaya ... 48

5.4.4 Panen ... 49

5.4.5 Penanganan Pasca Panen ... 50

5.4.6 Pola Tanam Usahatani ... 50


(11)

RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA

CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

LISDA ELSERA BR GINTING H34066073

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

LISDA ELSERA BR GINTING. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram putih, dimana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat karena jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Cempaka Baru merupakan salah satu usaha yang membudidayakan tanaman jamur tiram putih.

Permasalahan yang dihadapi Cempaka Baru adalah bahwa usaha ini mengalami risiko produksi, hal ini dapat dilihat dari produksi atau produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai, ditambah lagi dengan tingkat kegagalan tegnologi pengukusan yang dimiliki yaitu sebesar lima persen. Risiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu, maka dapat dianalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis risiko produksi dari kegiatan budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru dan hubungannya dengan return yang diharapkan, dan (2) menganalisis alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi di usaha Cempaka Baru.

Penelitian dilaksanakan pada usaha Cempaka Baru di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2009. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak usaha, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi serta literatur lainnya yang sudah diterbitkan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usaha Cempaka Baru dengan kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan, meliputi luas lahan, biaya, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang mendukung penelitian.

Dilakukan analisis penilaian terhadap risiko produksi berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected Return. Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan Variance, Standard Deviation, dan


(13)

Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi.

Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan.

Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.

Strategi pengelolaan risiko produksi pada Cempaka Baru yang dapat diterapkan adalah strategi Preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus dan mikroba, serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan pentortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan seputar jamur tiram putih. Dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam.


(14)

RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA

CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA

KABUPATEN BOGOR

LISDA ELSERA BR GINTING H34066073

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(15)

Judul Skripsi Nama NIM

: : :

Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lisda Elsera Br Ginting H34066073

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Lisda Elsera Br Ginting H34066073


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lisda Elsera Br Ginting, lahir di Berastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 1986. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tempoh Ginting dan Ibunda Rahmawati Br Tarigan.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Peceren Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Diploma III diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi umum pada tahun 2006.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi pada proses budidaya jamur tiram putih serta pengaruhnya terhadap pendapatan pada usaha Cempaka Baru dan menganalisis alternatif yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca dalam memberi informasi seputar jamur tiram putih dan risiko produksi yang dihadapi.

Bogor, September 2009 Lisda Elsera Br Ginting


(19)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menulis skripsi.

2. Orangtua dan keluarga tercinta (Bapak, Mamak, Abangku dr. Thomson dan Adikku yang masih di TPB) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga bisa menambah kebanggaan Bapak dan Mamak serta memperoleh yang lebih baik lagi. Amin.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Etriya, SP. Mm sebagai dosen penguji, yang telah memberikan waktunya untuk memberikan masukan terhadap penulisan penelitian ini.

4. Ardian Surbakti atas kasih sayang dan semangat untuk mengingatkan agar mengerjakan skripsi, serta pengorbanan yang sangat besar sewaktu mencari tempat penelitian dan disaat operasi sampai penyembuhannya.

5. Monalisa Sembiring selaku pembahas dalam seminar, yang telah memberi saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi.

6. Pihak usaha Cempaka Baru atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman ekstensi Agribisnis angkatan 1, 2 dan 3 atas semangat dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, September 2009 Lisda Elsera Br Ginting


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Gambaran Umum Jamur ... 10

2.2. Jamur Tiram Putih ... 11

2.3. Penelitian Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Analisis Risiko Agribisnnis ... 20

3.1.2 Risiko dan Pendapatan ... 22

3.1.3 Menganalisis Risiko ... 23

3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 30

4.4. Metode Analisis Data ... 31

4.4.1 Analisis Kuantitatif ... 31

4.4.2 Analisis Manajemen Risiko ... 34

V GAMBARAN UMUM USAHA ... 35

5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru ... 35

5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha ... 37

5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru ... 40

5.3.1 Tenaga Kerja ... 40

5.3.2 Fisik ... 41

5.3.3 Modal ... 42

5.4. Operasional Kegiatan ... 42

5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit ... 45

5.4.2 Proses Pembuatan Bibit ... 46

5.4.3 Budidaya ... 48

5.4.4 Panen ... 49

5.4.5 Penanganan Pasca Panen ... 50

5.4.6 Pola Tanam Usahatani ... 50


(21)

5.6. Arus Kas Usaha Cempaka Baru ... 54

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ... 55

6.1. Identifikasi Risiko Produksi Cempaka Baru ... 55

6.2. Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Cempaka Baru ... 63

6.3. Strategi Pengolahan Risiko Produksi Cempaka Baru ... 65

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

7.1. Kesimpulan ... 69

7.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor

Pertanian Tahun 2005-2006 ………... Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura

Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku

Periode 2004-2006 ... Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor

Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008 ... Produksi Tanaman Sayuran Indonesia

Periode 2007 – 2008 ... Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur

Indonesia per Bulan, Tahun 2007 ... Produktivitas Tanaman Jamur di

Indonesia Tahun 2005 – 2008 ...……… Karakteristik Umum Beberapa Jenis

Jamur Konsumsi ... Daftar-Daftar Penelitian Terdahulu Yang

Berhubungan Dengan Penelitian Penulis ... Karakteristik Tenaga Kerja Cempaka

Baru Tahun 2009 ... Kebutuhan Bahan Baku Pembuatan Bibit

per 500 Baglog Pada Usaha Cempaka Baru ... Ukuran Pendapata Cempaka Baru Periode

Oktober 2008 – Januari 2009 ... Rata-Rata Produktivitas Jamur Tiram Putih

Dan Peluang yang Dihadapi

Cempaka Baru, 2008 ... Hasil Penilaian Risiko Produksi Budidaya

Jamur Tiram Putih pada Cempaka Baru,

Tahun 2008 ... 1 2 3 4 5 7 11 19 41 45 54 55 64


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih

Cempaka Baru Tahun 2007-2008 ………..…… Tiga Elemen Risiko ………

Hubungan Risk and Return ………

Perilaku Individu Menghadapi Risiko ………... Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ……….. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... Hierarki Organisasi Usaha Cempaka Baru ... Alur Proses Produksi Budidaya Jamur

Tiram Putih Cempaka Baru ... Pola Tanam Jamur Tiram Putih

Cempaka Baru Tahun 2008 ... Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih

Cempaka Baru ... 8 21 23 25 26 28 38 44 52 53


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Daftar Sarana Fisik Cempaka Baru Tahun 2009 ………... Perhitungan Biaya Usahatani Cempaka Baru

(Satu Periode Produksi) ……… Perhitungan Biaya Penyusutan Cempaka Baru ………. Perhitungan Nilai Variance, Standard Deviation,

dan Coefficient Variation ………... Ukuran Pendapatan Cempaka Baru ... Gambar Jamur Tiram Putih ...

75 76 77 78 79 80


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, sektor pertanian ikut memberi sumbangsih bagi sektor lainnya, yaitu sektor industri dimana sebagian besar bahan baku yang digunakan berasal dari produk pertanian. Perkembangan volume dan nilai ekspor-impor sektor pertanian Indonesia pada tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2005-2006 No. Sub Sektor

2005 2006 Perkembangan (%) Volume (Juta Kg) Nilai (Juta USD) Volume (Juta Kg) Nilai (Juta USD) Volume Nilai 1 Tanaman Pangan - Ekspor - Impor 792,8 6.631,3 206,7 1.596,4 575,1 8.521,1 184,0 1.879,8 -27,46 28,49 -10,96 17,75 2 Hortikultura - Ekspor - Impor 260,3 685,9 151,8 262,5 346,4 743,8 172,8 412,1 33,07 8,44 13,83 56,99 3 Perkebunan - Ekspor - Impor 12.854,0 1.651,7 7.496,5 1.200,6 15.150,0 1.346,5 10.115,0 1.273,5 17,86 -18,48 34,93 6,05 4 Peternakan - Ekspor - Impor 192,3 723,9 298,9 893,6 144,3 648,6 282,4 910,6 -24,96 -10,40 -5,52 -1,90 Sumber : Departemen Pertanian (2009)

Tabel 1 menunjukkan perkembangan nilai ekspor dan impor produk sektor pertanian pada tahun 2005 sampai tahun 2006. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki nilai impor yang lebih besar dibanding nilai ekspornya, kecuali produk perkebunan. Untuk subsektor hortikultura terjadi peningkatan jumlah ekspor yang cukup besar yaitu 33,07 persen, lebih tinggi dari peningkatan jumlah impor yang hanya 8,44 persen.

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Komoditas tanaman hortikultura di Indonesia sangat beragam dan dapat dibagi


(26)

2 menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Kontribusi komoditas hortikultura bagi perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan penilaian jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), dimana PDB tersebut merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional.

Tabel 2. Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2006

Kelompok Komoditi

Nilai PDB (Milyar Rp) Perkembangan (%) 2004 2005 2006 2004-2005 2005-2006

Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 3,02 12,00

Sayuran 20.749 22.629 24.694 9,06 9,12

Tanaman Biofarmaka 722 2.806 3.762 288,64 34,07

Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 1,15 1,54

Hortikultura 56.845 61.791 68.639 8,70 11,08

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)

Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura Indonesia yang menunjukkan angka positif dari setiap kelompok komoditinya. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan perkembangan yang stabil pada angka sembilan persen. Sayuran merupakan salah satu komoditas yang memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahtraan masyarakat. Kegiatan usahatani komoditas sayuran yang saat ini mulai banyak dikembangkan, selain memiliki peranan yang sangat besar dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, komoditas ini juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena umumnya metode pembudidayaannya mudah dan sederhana1.

Komoditas sayuran sedikitnya memiliki tiga peranan strategis dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia, yaitu : (a) sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat, (b) sebagai bahan makanan masyarakat khususnya

1 Departemen Pertanian. 2008. Prospek Tanaman Sayuran. http://www.agribisnis.deptan. go.id [Desember 2008]


(27)

3 sumber vitamin dan mineral, dan (c) salah satu sumber devisa negara non-migas2. Oleh karena itu produksi komoditas sayuran perlu dijaga dan terus ditingkatkan, sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian Indonesia. Untuk mengetahui perkembangan produksi tanaman sayur di Indonesia dapat dilihat dari jumlah dan nilai ekspor-impor sayuran dari tahun 2005 hingga tahun 2008 pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008

Tahun

Ekspor Impor

Volume (ribu Ton) (%)

Nilai (juta USD) (%)

Volume (ribu Ton) (%)

Nilai (juta USD) (%)

2005 152,7 (-) 110,6 (-) 508,3 (-) 188,0 (-)

2006 236,2 (54,7) 126,2 (14,1) 550,4 (8,3) 257,8 (37,1)

2007 209,4 (-11,3) 137,1 (8,6) 784,9 (42,6) 351,4 (36,3) 2008* 175,9 (-16,0) 171,5 (25,1) 917,2 (16,8) 442,4 (25,9) Keterangan : *) angka sementara

(%) persentase perkembangan setiap tahunnya Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)

Berdasarkan informasi pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa Indonesia lebih banyak mengimpor sayuran dari pada melakukan ekspor. Impor sayuran dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan produksi di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akan sayuran yang tidak diimbangi dengan produksi nasional, ditambah juga dengan masalah penyebaran di dalam negeri yang tidak merata. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan produksi sayuran nasional.

Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, dimana hal tersebut merupakan akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari komoditas sayuran. Seiring dengan perkembangan tanaman sayuran, produksi tanaman jamur juga mengalami

2 Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Peran Sayuran Terhadap Perekonomian. http://www.hortikultura.deptan.go.id [Desember 2008]


(28)

4 perkembangan dalam beberapa tahun terakhir. Data perkembangan produksi sayur di Indonesia selama tahun 2007 dan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2007 - 2008

No. Komoditas Produksi (Ton) Perkembangan

(%)

2007 2008*

1 Kentang 1.003.732 1.044.492 4,06

2 Sawi 564.912 544.238 -3,66

3 Kacang Panjang 488.499 438.262 -10,28

4 Terung 390.846 389.534 -0,34

5 Wortel 350.170 350.453 0,08

6 Kangkung 335.086 292.182 -12,80

7 Buncis 266.790 242.455 -9,12

8 Labu Siam 254.056 361.301 42,21

9 Bayam 155.863 152.130 -2,40

10 Kembang Kol 124.252 97.703 -21,37

11 Jamur 48.247 61.349 27,16

12 Lobak 42.076 47.968 14,00

Keterangan : *) angka sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)

Tabel 4 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar tanaman sayuran di Indonesia. Sebagian besar tanaman sayur yang ada pada tabel tersebut mengalami penurunan produksi dari tahun 2007 ke tahun 2008, antara lain sayuran kembang kol dengan penurunan sebesar 21,37 persen. Perkembangan yang cukup baik ditunjukkan oleh sayuran labu siang dan sayuran jamur, dimana kedua sayuran tersebut menunjukkan perkembangan yang positif pada angka masing-masing sebesar 42,21 persen dan 27,16 persen.

Dewasa ini jamur telah menjadi kebutuhan dan menjadi bagian hidup manusia. Tanaman jamur sebagai bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat. Dalam tiga tahun terakhir minat masyarakat untuk


(29)

5 mengkonsumsi jamur terus meningkat3. Keadaan tersebut dilihat dari jumlah permintaan komoditas jamur, khususnya untuk nilai ekspor (Tabel 5).

Tabel 5. Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per Bulan, Tahun 2007

Jenis Jamur NegaraTujuan Volume (ton)

Merang kaleng China, USA, UE 80

Tiram putih acar China, Singapura 80

Tiram putih kering China, Korea, USA, UE 30

Shiitake kering Singapura, Jepang 20

Shiitake segar Singapura, China 60

Kuping kering China, Korea, USA, UE 50

Jenis lain China, USA, UE 500

Jumlah 820

Sumber : Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2008)

Dari Tabel 5 dapat dilihat tingginya permintaan akan produk jamur setiap bulannya. Permintaan untuk jamur tiram putih mencapai 80 ton per bulan yang diekspor ke negara Cina dan Singapura. Untuk jenis jamur lainnya juga memiliki potensi yang sama, seperti jamur merang dengan permintaan 80 ton per bulan.

Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur berpengaruh positif terhadap permintaan pasokan. Permintaan jamur terus meningkat, produksi yang dihasilkan petani habis terserap. Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi dengan produksi yang dihasilkan. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri belum termasuk permintaan pasar luar negeri, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa4.

Indonesia dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi hanya mampu memasok 0,9 persen dari pasar dunia, angka tersebut sangat kecil jika dibanding dengan China yang memasok 33,2 persen pasar jamur dunia5. Konsumen menyadari bahwa jamur bukan sekadar makanan, tapi juga mengandung khasiat

3 Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Kunci Utama Kenerhasilan Budidaya Jamur. http://www.agrina-online.com. [Maret 2009]

4 Departemen Pertanian. op.cit. Hlm 2 5 Loc.cit


(30)

6 obat. Ada perubahan paradigma mengenai manfaat tanaman jamur. Sebelumnya jamur dianggap sebagai tanaman yang mengandung racun. Saat ini, pembahasan produk jamur lebih mengarah pada khasiat yang dikandung.

Jamur sebagai tanaman sayur memiliki beberapa jenis, dengan bentuk dan manfaat yang berbeda. Jenis jamur konsumsi yang sudah umum dikenal masyarakat antara lain adalah jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, dan jamur kancing. Jenis jamur yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih.

Salah satu jamur yang cukup dikenal di masyarakat dan banyak dibudidayakan adalah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). Menurut Suriawiria (2002), jamur tiram putih termasuk jenis jamur serbaguna. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam campuran salad maupun lalapan. Bahkan dapat diolah menjadi crips, cripsy ataupun chips.

Jamur tiram putih seperti halnya dengan jamur lainnya memiliki produksi yang masih rendah, karena belum mampu untuk memenuhi seluruh permintaan baik dari dalam negeri maupun permintaan luar negeri. Sebagai tanaman pertanian sangat erat kaitannya dengan faktor alam dalam perolehan hasil produksi. Seperti diketahui, bahwa alam tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan. Alam merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usaha jamur tiram. Risiko perlu untuk diperhitungkan karena umumnya risiko berdampak pada kerugian yang harus ditanggung oleh pemilik usaha. Seperti halnya pada budidaya jamur tiram putih di usaha Cempaka Baru, perlu memperhatikan adanya indikasi risiko untuk kelangsungan dan perkembangan usaha yang juga berdampak kepada perolehan pendapatan.

Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. Beberapa difinisi risiko antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai ketidakpastian (Harwood et al, 1999). Dalam usahatani pertanian, dapat terjadi berbagai macam risiko. Risiko yang umum dan sering muncul adalah risiko harga


(31)

7 dan risiko produksi. Untuk mengetahui jenis risiko yang terjadi terlebih dahulu dilakukan identifikasi risiko pada usaha yang dianggap berisiko. Indikasi risiko pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi atau variasi harga dan hasil produksi yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan periode sebelum atau sesudahnya. Salah satu indikasi adanya risiko pada usaha jamur di Indonesia dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas tanaman jamur berdasarkan hasil produksi yang dibandingkan dengan luas areal tanamnya (Tabel 6).

Tabel 6. Produktivitas Tanaman Jamur di Indonesia Tahun 2005 – 2008 Tahun Produksi

(Ton) (%)

Luas Panen (Ha) (%)

Produktivitas (Ton/Ha) (%)

2005 30.854 (-) 254 (-) 121,47 (-)

2006 23.559 (-23,64) 298 (17,31) 79,07 (-42,41)

2007 48.247 (104,79) 377 (26,52) 127,98 (48,91)

2008 61.349 (27,16) 402 (6,63) 152,61 (24,63)

Keterangan : (%) persentase perkembangan setiap tahunnya Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil produktivitas tanaman jamur di Indonesia secara umum menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Kondisi tersebut menunjukkan indikasi adanya risiko pada usaha tanaman jamur di Indonesia yang mengarah kepada risiko produksi. Dari data produktivitas nasional tanaman jamur yang mengindikasikan adanya risiko produksi pada usahatani jamur, maka penting untuk dikaji adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih.

1.2. Perumusan Masalah

Cempaka Baru adalah usaha yang bergerak dalam budidaya jamur tiram putih. Jamur tiram putih merupakan jenis sayuran yang berbeda dengan tanaman pertanian lainnya dalam hal budidaya. Jamur tiram putih memiliki media tanam yang disebut substrat, terbuat dari serbuk gergaji yang dicampur dengan bahan lainnya, tidak seperti hamparan tanah pada umumnya. Media tanam tersebut harus diolah secara khusus agar memperoleh bibit yang baik. Pembuatan media tanam membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari sebelumnya, jadi tidak setiap orang mampu untuk menghasilkan bibit jamur yang baik.


(32)

8 Dalam kegiatan usahatani, umumnya risiko terbesar yang dapat terjadi adalah risiko harga dan risiko produksi. Untuk komoditas jamur tiram putih, khususnya di Bogor dan pada usaha Cempaka Baru, harga jual yang diterima relatif stabil pada harga 7.000 rupiah di tingkat petani. Oleh karena itu, pada usaha ini risiko harga tidak diperhitungkan.

Risiko terbesar yang dihadapi usaha budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru adalah risiko produksi. Dimana hasil panen yang diperoleh bervariasi dalam jumlahnya. Hasil produksi jamur tiram putih dalam setiap periode memiliki jumlah yang berbeda. Adanya risiko produksi diperjelas dengan fluktuasi produktivitas tanaman jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih ‘Cempaka Baru’ Tahun 2007-2008

Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil produksi jamur tiram putih yang dihasilkan mengalami kondisi yang tidak stabil setiap periodenya, hal ini menunjukkan adanya risiko produksi pada Cempaka Baru. Keadaan tersebut membawa kerugian bagi usaha yang juga berdampak terhadap pendapatan. Kerugian tersebut merupakan risiko yang harus ditanggung Cempaka Baru sebagai suatu kegiatan usaha.

Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog.

Periode 1

Periode 1

Periode 2

Periode 2

Periode 3 Periode 3


(33)

9 Dimana yang menjadi sumber utama penyebab terjadinya risiko produksi dalam budidaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada usaha ini masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi, khususnya pada saat penyuntikan bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media tanam). Hal tersebut diatas membawa dampak yang merugikan bagi ‘Cempaka Baru’, yaitu dapat menyebabkan kegagalan panen.

Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Rendahnya produksi tersebut berdampak terhadap pendapatan yang diterima petani. Berdasarkan perumusan diatas, disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu :

1. Bagaimana pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih terhadap pendapatan yang diperoleh ‘Cempaka Baru’?

2. Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada ‘Cempaka Baru’?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih dan hubungannya dengan pengembalian yang diharapkan.

2. Menganalisis alternatif yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih ‘Cempaka Baru’.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi petani jamur, penulis maupun pembaca, serta masyarakat yang berminat melakukan usaha pada tanaman jamur tiram putih. Bagi petani, sebagai pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha jamurnya agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima. Bagi penulis, memberi pengalaman nyata dalam menganalisis dan memecahkan masalah serta menambah wawasan dan pengetahuan baru dalam melakukan kegiatan usaha. Bagi pembaca dan masyarakat, berguna sebagai informasi dan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Jamur

Jamur digolongkan ke dalam tumbuhan yang berspora, memiliki inti plasma, tetapi tidak berklorofil (tidak memiliki zat hujau daun). Tubuhnya tersusun dari sel-sel berupa benang (hifa) yang akan menyusun tubuh buah yang disebut miselium. Hifa akan tumbuh bercabang-cabang, sedangkan miselium membentuk bulatan. Struktur berbentuk bulatan tersebut menjadi cikal bakal tubuh buah pada jamur.

Menurut Agromedia (2002), sejak 900 tahun Masehi jamur sudah dibudidayakan di dataran Cina. Jamur pertama yang dibudidayakan di dataran cina adalah Auricularia sp. atau jamur kuping. Jamur pangan atau jamur konsumsi adalah sebutan untuk berbagai jenis jamur yang biasa dijadikan bahan makanan, enak dimakan dan tidak mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan, bisa berupa produk hasil budidaya atau panen dari alam. Beberapa jenis jamur masih harus dipetik dari alam bebas karena teknik budidaya belum diketahui, contohnya jamur musim dingin (winter mushroom) dan jamur truffle yang merupakan jamur termahal di dunia. Jamur liar di alam bebas dilarang keras untuk dimakan kalau tidak bisa membedakan ciri-ciri jamur beracun dengan jamur liar yang bisa dikonsumsi. Jamur beracun memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tubuh buah berwarna mencolok, misalnya merah darah, kuning terang, atau oranye.

2. Umumnya jamur beracun memiliki cincin atau cawan pada pangkal batangnya.

3. Jamur mengeluarkan bau amoniak atau seperti telur busuk.

4. Jika dipotong dengan pisau stainless akan meninggalkan warna hitam atau biru.

5. Warna berubah menjadi gelap apabila dimasak.

Beberapa contoh jamur pangan antara lain adalah jamur kancing, jamur tiram, jamur merang, jamur shiitake, dan jamur kuping, dan yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Ciri-ciri umum dan karakteristik jamur pangan dapat dilihat pada Tabel 7.


(35)

11 Tabel 7. Karakteristik Umum Beberapa Jenis Jamur Konsumsi

Jenis Nama Lain

Nama Ilmiah Bentuk Khasiat

Jamur tiram

Hiratake Pleurotus sp. Bentuk tudung mirip kulit kerang

Mencegah penyakit hipertensi dan serangan jantung Jamur merang - Volvariella volvaceae Memiliki cawan dan hidup pada tumpukan merang

Cocok dikonsumsi oleh orang dengan program diet. Jamur shiitake Jamur payung Lentinus edodes Menyerupai payung dan berwarna kecoklatan 1. Mengurangi kolesterol 2. Memperbaiki sirkulasi darah Jamur kuping

- Auricularia Menyerupai daun telinga, warna coklat muda kemerahan

Dapat menetralkan racun

Sumber : Redaksi Agromedia (2002)

2.2. Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus. Jamur tiram putih hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Jamur ini banyak tumbuh secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, menempel pada kayu atau dahan kering. Mudah dijumpai di kayu-kayu lunak, seperti karet, damar, kapuk, atau dibawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kisaran suhu 15-30 0C dan kelembaban 80-90 persen. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang masam, yakni pada PH 5,5-7. Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim hujan (Redaksi Agromedia, 2002).

Ciri-ciri fisik jamur tiram putih tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter antar 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi berminyak ketika berada dalam kondisi lembab, bagian tepi sedikit bergelombang dan posisi tangkai berada di tengah, disamping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan tebal. Jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan jumlah protein nabati mencapai 10-30 persen, asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Dalam bentuk kering jamur ini mengandung vitamin C sebanyak 35-35 mg per 100 g dan vitamin B2 sebanyak 4,7-4,9 mg per 100 g. Oleh karena itu, jamur


(36)

12 tiram putih memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan tubuh, antara lain sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit hipertensi dan serangan jantung (Redaksi Agromedia, 2002).

Jamur tiram putih memiliki beberapa keunggulan, selain harga yang relatif mahal sehingga tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi, umur singkat, dan sangat laku di pasaran. Selain itu, keunggulan lainnya, cara budidaya mudah, dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak memerlukan lahan yang luas. Diversifikasi produk jamur tiram putih dapat berbentuk segar, kering, kaleng, atau diolah menjadi keripik, pepes, tumis, dan nugget.

Syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan, misalnya :

a. Terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam, b. Terhadap pembentukan bakal kuncup jamur,

c. Terhadap pembentukan tubuh buah, d. Terhadap siklus panen, dan

e. Terhadap perbandingan antara berat hasil jamur dengan berat substrat log tanam jamur.

Rantai budidaya jamur tiram putih dimulai dari serbuk gergaji, pengayakan, pencampuran, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, spawn running,

growing, dan pemanenan. Untuk media tanamnya dapat berupa serbuk kayu (gergajian), jerami padi, alang-alang, limbah kertas, ampas tebu dan lainnya. Sebagai campuran dapat ditambahkan bahan-bahan lain berupa bekatul (dedak) dan kapur pertanian. Media dimasukkan dalam plastik polypropilen dan dipadatkan kemudian diseterilisasi selama 10-12 jam. Sterilisasi bertujuan untuk menekan pertumbuhan mikrobia lain yang bersifat antagonis dan menjadi penghambat pertumbuhan bagi tanaman induk dalam hal ini jamur tiram putih. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara memanaskan baglog dengan uap panas selama 8-12 jam pada suhu kurang lebih 95 °C. Setelah sterilisasi selesai, baglog didinginkan dalam ruangan tertutup selama 24 jam untuk menghindari kontaminasi baglog.


(37)

13 Tahapan selanjutnya adalah proses inokulasi. Inokulasi adalah proses penularan miselium dari bibit ke media tanam. Proses ini dilakukan dengan steril dan dalam ruang inokulasi. Kemudian masuk pada masa inkubasi yakni tahap penumbuhan miselia jamur. Proses ini memerlukan waktu kurang lebih 40-60 hari sampai baglog berwarna putih. Suhu ruang inkubasi harus dijaga dalam kondisi yang stabil dan rendah cahaya 22-28 °C dengan kelembaban 70–90 persen. Setelah mencapai 40 hari, baglog berwarna putih merata, kemudian dipindahkan ke kumbung. Proses penumbuhan tubuh buah diawali dengan membuka ujung baglog untuk memberikan oksigen pada tubuh buah jamur. Umumnya 7-14 hari kemudian, tubuh buah akan tumbuh. Setelah 7-30 hari sejak dibukanya ujung baglog, akan tumbuh tubuh buah yang terus membesar hingga mencapai pertumbuhan optimal yang siap dipanen (3-4 hari). Panen pertama 30 hari sejak pembukaan ujung baglog, sedangkan pemanenan berikutnya dilakukan setiap 10-14 hari.

Tubuh buah yang siap panen harus segara panen agar kualitas jamur terjaga dengan baik. Dalam penanganan pascapanen, hasil yang diperoleh segera dibersihkan dari kotoran yang menempel pada tubuh buah jamur untuk menjaga daya tahan produk. Jamur tiram putih segera disimpan dalam freezer agar tahan dalam waktu satu sampai dua minggu. Sementara untuk produk jamur kering, dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama kurang lebih lima hari (Suriawiria, 2002).

2.3. Penelitian Terdahulu

Anggraini (2003), menganalisis risiko usaha peternakan sapi perah. Peternakan ini digolongkan dalam risiko dinamis karena dipengaruhi perubahan ekonomi, yaitu peningkatan harga bahan bakar minyak berpengaruh terhadap harga pakan sebagai pembiayaan terbesar pada usaha peternakan. Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi risiko usaha peternakan sapi, meliputi fluktuasi keuntungan di musin hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu, fluktuasi biaya pakan, skala usaha, dan saluran pemasaran. Hasil yang diperoleh bahwa semua faktor yang diuji berpengaruh secara nyata terhadap risiko usaha.


(38)

14 Fariyanti (2008), menggunakan data cross section dengan 143 rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Analisis Risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Hasil yang diperoleh bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, sedangkan risiko harga kentang lebih rendah dari pada kubis. Untuk diversifikasi usahatani kentang dan kubis memiliki risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis.

Lestari (2009), melakukan analisis risiko operasional dan risiko pasar terhadap pembenihan udang vannmei. Risiko opersional disebabkan oleh cuaca dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih udang, sedangkan risiko pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan dengan nilai z-score yang merupakan analisis nilai standar, sedangkan untuk dampak risiko dalakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan risiko. Pertaman, sumber risiko yang dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena tingginya tingkat mortalitas benih udang vannmei. Kedua, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi besar tetapi berdampak kecil adalah risiko fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi kecil dan dampaknya juga kecil disebabkan oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Dilakukan strategi preventif untuk mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2 melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan induk yang tepat.


(39)

15 Maharany (2007), meneliti usahatani dan tataniaga jamur tiram putih dengan metode pengolahan data yang digunakan ini adalah analisis secara kualitatif, yang dilakukan dengan mendeskripsikan keragaan usahatani jamur tiran dan fungsi lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jamur tiram. Analisis kualitatif melakukan pendekatan dengan metode SCP (structure, conduct,

performance). Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan melihat tingkat efisiensi usahatani jamur tiram melalui analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi. Selain itu untuk melihat efisiensi tataniaga jamur tiram dilakukan analisis margin tataniaga dan farmer’s share. Hasil analisis deskriptif mengenai keragaan usahatani jamur tiram tersebut, skala usaha jamur tiram dikelompokkan menjadi tiga, yaitu skala kecil (<10.000 log), sekala menengah (10.000-24.000 log), dan skala besar (> 24.000 log). Dari analisis fungsi produksi diperoleh bahwa ketujuh faktor produksi dalam usaha jamur tiram berpengaruh secara nyata dalam menentukan hasil panen jamur. Tujuh faktor tersebut adalah bibit jamur, serbuk kayu, bekatul, kapur, minyak tanah, kapas, dan tenaga kerja. Analisis tataniaga jamur tiram menunjukkan bahwa terdapat lima saluran tataniaga di wilayah bandung. Saluran tersebut adalah (1) produsen – pengumpul – pengecer – konsumen, (2) produsen – bandar pengumpul – pengumpul – pedagang menengah – pengecer – konsumen, (3) produsen – pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen, (4) produsen – pengumpul – pedagang menengah – pengecer – konsumen, dan (5) tidak terdefinisi oleh peneliti. Hasil yang diperoleh dari analisis saluran tataniaga bahwa dari kelima saluran tersebut tidak ada yang efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.

Nugraha (2006), menganalisis saluran pemasaran jamur yang mengarah pada efisiensi pemasaran serta margin yang diperoleh petani jamur. Metode yang diunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan (institutional approach) dengan sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Responden yang digunakan sebanyak tujuh orang dari produsen dan 32 orang dari pedagang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan enam lembaga, yakni (a) produsen, (b) pengumpul, (c) pedagang besar, (d) pedagang menengah, (e) pengecer, dan (f) supplier. Saluran pemasaran yang


(40)

16 terjadi adalah, (a) produsen – konsumen, (b) produsen – pengumpul – konsumen, (c) produsen – pedagang besar – konsumen, (d) produsen – pengumpul – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen, (e) produsen – pengumpul – pedagang besar – pedagang menengah – pengecer – konsumen, (f) produsen – pengecer – konsumen, (g) produsen – suppliersupermarket – konsumen, dan (h) produsen – pengumpul – pedagang besar – suppliersupermarket – konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran jamur yang langsung dari produsen kepada konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s share pada saluran ini menunjukkan nilai maksimal pada angka 100 persen.

Nugrahapsari (2006), menganalisis produk jamur tiram putih dari aspek ekonomi, apakah secara finansial usaha jamur dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha. Dilakukan pengujian kelayakan usaha dengan melihat kemampuan usaha dalam pembiayaan dan pengembalian yang diperoleh pada variabel Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Pay Back Periode pada bunga diskonto sebesar 11,47 persen. Perusahaan ini memproduksi 28.000 baglog jamur per tiga bulan (satu periode produksi). Harga di tingkat konsumen akhir sebesar Rp 7.000. Hasil yang diperoleh yaitu NPV sebesar Rp 69.853.980,79 adalah nilai bersih yang diperoleh dalam satu tahun. Net B/C sebesar 2,18 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberi keuntungan sebesar Rp 2,18. IRR sebesar 47 persen, lebih besar dari nilai diskonto dan Pay Back Periode selama 1,14 tahun. Dari kriteria kelayakan yang diperoleh menunjukkan bahwa budidaya jamur tiram putih pada PT Cipta Daya Agrijaya layak diusahakan. Hasil analisis sensitivitas secara finansial menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan harga input minyak tanah sebesar 100 persen maka usaha budidaya jamur tiram putih ini masih tetap layak untuk diusahakan. Sementara apabila terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih segar di pasar tradisional sebesar 36,36 persen, produksi menurun sebesar 75,62 persen dan produksi baglog menurun sebesar 67,5 persen, maka usaha budidaya jamur tiram putih ini menjadi tidak layak untuk diusahakan.

Sari (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih. Dalam penelitian diketahui bahwa kelompok tani tersebut mengalami kondisi dimana tingkat produktivitas jamur yang dihasilkan semakin


(41)

17 menurun. Kondisi ini berpengaruh pada penurunan pendapatan yang diperoleh petani. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada usahatani jamur tiram putih dengan pendekatan melalui fungsi produksi dan elastisitas usaha. Variabel yang diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap usaha jamur tiram adalah bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah dan tenaga kerja. Semua variabel tersebut merupakan input utama daru usaha budidaya jamur tiram. Dilakukan analisis dengan menggunakan taraf nyata sebesar satu persen, dengan jumlah responden sebanyak 30 orang petani jamur tiram. Diperoleh hasil bahwa variabel serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik, dan cincin paralon berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jamur tiram putih. Artinya, bahwa kelima variabel tersebut sangat berpengaruh dan erat kaitannya dengan hasil produksi jamur yang diperoleh.

Siregar (2009), menganalisis risiko harga pada day old chick (DOC) broiler dan layer yang merupakan anak ayam berumur sehari serta menganalisis alternatif strategi dalam menghadapi fluktusasi harga yang diterima perusahaan. Data yang digunakan merupakan harga jual DOC dan dianalisis dengan menggunakan model ARCH-GARCH melalui nilai VAR (Value at Risk). Diperoleh hasil bahwa pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Berdasarkan hasil analisis GARCH (1,1) diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga sebelumnya dengan tanda yang positif, artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga periode berikutnya. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 9,99 persen. Sedangkan harga jual DOC layer dengan ARCH (1) diperoleh hasil bahwa harga DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya dengan tanda positif yang artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga periode berikutnya. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer, disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan


(42)

18 juga karena siklus layer lebih lama dari pada broiler. Strategi yang dapat disarankan adalah dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan berdasarkan pengalaman sebelumnya serta melakukan kemitraan dengan peternak lain.

Tarigan (2009), menganalisis risiko produksi pada sayuran organik, meliputi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai kriting. Metode yang digunakan adalah variance, standartd deviation, dan coefficient variation. Hasil yang diperoleh bahwa risiko yang paling tinggi terjadi pada tanaman bayam hijau, karena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan, sedangkan risiko terendah diperoleh pada tanaman cabai keriting. Dilakukan penanganan untuk mengatasi risiko tersebut yaitu dengan cara diversifikasi tanaman, selain itu juga dilakukan kemitraan dengan petani sekitar.

Persamaan dan perbedaan terletak pada konsep dan produk yang digunakan. Persamaan dengan penelitian pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 terletak pada konsep yang digunakan yaitu menganalisis risiko yang dihadapi suatu usaha, sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Untuk penelitian pada poin 6, 7, 8 dan 9 terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu pada objek yang diteliti adalah jamur tiram putih, sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan konsep untuk menganalisis jamur. Kelebihan dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya pada Tabel 8, bahwa belum ada yang melakukan penelitian risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih.

Penelitian yang sudah ada sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.


(43)

19 Tabel 8. Daftar-daftar Penelitian Terdahulu Yang Berhubungan Dengan

Penelitian Penulis

No. Nama Topik Metode

R I S I K O 1 Anggraini (2003) Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah

Persamaan regresi berganda

2 Fariyanti (2008) Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk

Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH).

3 Lestari (2009) Manajemen Risiko dalam Usaha

Pembenihan Udang Vannmei

Model z-score dan Value at Risk (VaR)

4 Siregar (2009) Analisis Risisko Harga

Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer

Model ARCH dan GARCH

5 Tarigan (2009) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik

Variance, Standartd deviation, dan Coefficient variation

J A M U R T I R A M P U T I H 6 Maharani (2007) Usaha Tani dan

Tataniaga

SCP (structure, performance, conduct) dan farmer’s share

7 Nugraha (2006) Saluran Pemasaran Pendekatan kelembagaan (institutional approach) 8 Nugrahapsari

(2006)

Kelayakan Finansial dan Ekonomi

NPV, IRR, Net B/C, dan

Pay Back Periode

9 Sari (2008) Faktor-Faktor

Usahatani

Pendekatan fungsi produksi dan elastisitas usaha


(44)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Risiko Agribisnis

Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Dalam kegiatan usaha pengertian risiko yang dimaksud berbeda dengan risiko dalam kehidupan sehari-hari. Risiko dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang kompleks dengan pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan bagi kelangsungan usaha tersebut. Ada banyak pendapat mengenai definisi risiko yang dapat membantu pembaca untuk memahami konsep risiko dengan lebih jelas.

Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko.

Darmawi (1997), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain bahwa penggunaan kata ‘Kemungkinan’ tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Sedangkan kondisi yang tidak pasti tersebut timbul karena berbagai sebab, antara lain :

a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.

b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

c. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan, dan sebagainya.

Menurut Harwood, et al (1999) serta Moschini dan Hennessy (1999), ada tiga elemen penting dalam risiko agribisnis, yakni suatu peristiwa, ketidakpastian,


(45)

21 dan akibat. Hubungan keterkaitan ketiga elemen tersebut dengan risiko, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tiga Elemen Risiko

Sumber : Harwood, et al (1999); Moschini dan Hennessy (1999)

Suatu kejadian bisa berakibat merugikan ataupun menguntungkan. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, risiko dikategorikan menjadi dua yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Apabila suatu kejadian bisa berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut disebut Risiko Murni. Misalnya risiko kebakaran, yang bisa terjadi hanya rugi dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan Risiko Spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan. Contohnya risiko investasi, jika melakukan investasi bisa saja rugi dan bisa juga untung (Kountur, 2008).

Dalam bidang agribisnis, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan usahatani adalah risiko selama proses produksi berlangsung dan risiko terhadap harga jual. Risiko produksi antara lain disebabkan serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Akibat risiko produksi tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Sedangkan risiko harga disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk.

Condition

EVENT

EFFECT Possibility/

Uncertainty Time

Durability

Exposure RISK


(46)

22 3.1.2 Risiko dan Pendapatan

Dalam dunia bisnis, risiko sering dikaitkan dengan perolehan (return). Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability.

Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility (kepuasan) sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Return tersebut dapat berupa pendapatan yang diperoleh usaha selama periode tertentu.

Tingkat risiko suatu kegiatan menjadi acuan dalam menentukan besaran nilai yang dihasilkan (keuntungan). Umumnya kegiatan bisnis dengan risiko tinggi diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar. Artinya, nilai keuntungan searah dengan tingkat risikonya. Hal tersebut dapat terwujud apabila ternyata dalam melakukan kegiatan usaha, risiko yang diperkirakan tidak terjadi sehingga pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya kerugian akibat adanya risiko. Tetapi apabila ternyata risiko yang diperkirakan terjadi pada kegiatan usaha yang dipilih, maka yang diperoleh pelaku usaha adalah kegagalan dan kerugian.

Oleh karena itu, agar bisnis dengan risiko yang besar dapat memberi pendapatan tinggi, meskipun risiko yang diperkirakan terjadi maka pelaku usaha dapat melakukan pengelolaan terhadap risiko tersebut. Dengan mengetahui besarnya risiko yang dihadapi maka keputusan penerapan alternatif pengelolaan yang digunakan dapat lebih efesien.

Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan

probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return.

Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dan return tertentu. Oleh karena itu, semua keputusan penting harus ditinjau dari return yang diharapkan (expected return) dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu


(47)

23 kegiatan usaha (investasi) maka semakin tinggi tingkat pengembalian. Namun demikian, untuk pelaku bisnis yang mengalami risiko kemungkinan akan kehilangan uang atas investasi bersangkutan. Oleh karena itu dilakukan analisis dengan menggunakan penilaian terhadap risiko. Hubungan risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Risk and Return

Sumber: Barron’s, 1993

3.1.3 Menganalisis Risiko

Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Seperti standard deviation yang merupakan akar kuadrat dari variance

sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari standard deviation dengan nilai expected return dari suatu kegiatan usaha. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga.

Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation merupakan ukuran yang absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (expected return). Jika nilai

variance dan standard deviation digunakan untuk mengambil keputusan dalam penilaian risiko yang dihadapi pada kegiatan usaha maka dikhawatirkan akan terjadi keputusan yang kurang tepat.

Return

Risk Expected Return


(48)

24 Hasil keputusan yang tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usaha harus menggunakan perbandingan dengan satuan yang sama. Ukuran risiko yang dapat membandingkan dengan satuan yang sama adalah coefficient variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang tepat bagi pengambil keputusan dalam menilai suatu kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut. Dengan ukuran coefficient variation, penilaian risiko terhadap kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu besarnya risiko untuk setiap return.

Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga.

Dengan mengetahui besaran risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh dari kegiatan usaha, pelaku usaha dapat mengambil keputusan untuk menentukan sikap dalam memilih kegiatan usaha yang berisiko. Setiap individu memiliki perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko. Berdasarkan sikap pengambil keputusan dalam menghadapi risiko, maka perilaku menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison dan Barry, 1987):

a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.

b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Hubungan risiko, return dan perilaku pengambil keputusan dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 4.


(49)

25 Gambar 4. Perilaku Individu Menghadapi Risiko

Sumber : Debertin, 1986

3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah-langkah yang dapat ditempuh perusahaan untuk menangani terjadinya risiko. Fungsi-fungsi manajemen sangat berperan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko sehingga penentuan strategi dapat dikonsep dalam manajemen risiko.

Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen. Dengan adanya konsep risiko maka fungsi manajemen tidak hanya perencanaan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengawasi, tetapi ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko. Menurut Lam (2003), ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat penting dalam pengelolaan suatu perusahaan, yakni karena mengelola risiko adalah tugas manajemen, manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai aset pemegang saham dan dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finansial.

Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Ada lima manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko, manfaat tersebut adalah :

Return

Risk Risk neutral Risk aversion


(50)

26 a. Mencegah perusahaan dari kegagalan,

b. Mengurangi pengeluaran perusahaan, c. Menunjang peningkatan perolehan laba,

d. Memberi ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko, dan

e. Secara tidak langsung menolong public image, karena manajemen risiko melindungi perusahan dari hal-hal buruk yang dapat merugikan perusahaan.

Menurut Kountur (2008), manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi (Gambar 5).

Keterangan gambar : garis proses garis hasil (output)

Gambar 5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan Sumber : Kountur,2008

Pengidentifikassian risiko merupakan proses penganalisisan untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan. Sesudah manajer risiko mengidentifikasi berbagai jenis risiko yang dihadapi usaha, maka selanjutnya risiko itu harus diukur. Perlunya diukur adalah untuk menentukan relatif pentingnya dan untuk

IDENTIFIKASI RISIKO

PENGUKURAN RISIKO PENANGANAN

RISIKO EVALUASI

Daftar Risiko OUTPUT

Expected Return Usulan (strategi

pengelolaan risiko) PROSES


(51)

27 memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.

Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan usaha sebagai alternatif penanganan, yaitu strategi Preventif. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Preventif dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

a. Membuat (memperbaiki) sistem dan prosedur. b. Mengembangkan sumberdaya manusia. c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha Cempaka Baru memiliki lahan seluas 4.000 m2 yang digunakan untuk memproduksi tanaman jamur tiram putih. Jamur tiram tersebut dibudidayakan dalam tiga buah kumbung yang dimiliki usaha. Cempaka Baru dalam mengusahakan bisnisnya menghadapi kendala yakni risiko produksi. Sumber utama yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi dalam bidudaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada usaha ini masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi, khususnya pada saat penyuntikan bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media tanam). Kerugian akibat risiko produksi yang dialami antara lain adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Rendahnya produksi tersebut berdampak terhadap pendapatan yang diterima petani. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi.

Alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi adalah dengan melakukan manajemen risiko produksi yaitu melakukan strategi preventif yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.


(52)

28 Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Sumber risiko : - Cuaca dan Iklim - Hama dan

Penyakit - Keterampilan

SDM rendah

Fluktuasi/variasi Produksi

Pendapatan Cempaka Baru

Strategi Preventif ‘merupakan strategi penanganan

risiko yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko’ Risiko Produksi

Jamur Tiram Putih ‘Cempaka Baru’


(53)

 

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih usaha Cempaka Baru, yang berlokasi di Pondok Caringin Rt. 02 Rw. 04 Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kondisi iklim Kecamatan Cisarua baik untuk pertumbuhan jamur, selain itu Kecamatan Cisarua merupakan salah satu daerah penghasil jamur di Bogor selain daerah Ciapus. Pemilihan usaha Cempaka Baru dilakukan dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut melakukan budidaya jamur tiram putih dan dari hasil panen yang diperoleh usaha mengalami variasi dalam jumlah produksi yang berakibat pada fluktuasi produktivitas jamur tiram putih. Alasan lain adalah karena pada daerah Desa Tugu Utara, dari 20 petani jamur yang masuk dalam Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, usaha Cempaka Baru adalah salah satu dari delapan petani jamur yang masih aktif sampai saat ini dan merupakan penghasil jamur terbanyak dengan kondisi usaha yang paling besar diantara lainnya di daerah tersebut. Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data di lapangan dimulai pada bulan Desember 2008 sampai Januari 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sifat data yang diperoleh, jenis data yang digunakaan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data-data non-angka (non-numerik) berupa keterangan-keterangan mengenai perkembangan usaha jamur tiram putih, kondisi usaha, peralatan yang digunakan, teknis pelaksanaan kegiatan usaha, dan sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Data kuantitatif merupakan data angka atau numerik, seperti omzet usaha, jumlah produksi per periode, jumlah bahan baku, harga jual dan harga input, dan semua keterangan yang berupa angka.

Berdasarkan sumber perolehan data, maka jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. melalui : 1) pengamatan langsung, untuk mengetahui kondisi fisik usaha, proses


(54)

30 

 

penanganan produk jamur, serta pengidentifikasian risiko yang terdapat diperusahaan, dan 2) wawancara langsung dengan pihak manajemen usaha untuk mengetahui permasalahan serta kendala yang dihadapi, penyebab terjadinya kegagalan dalam kegiatan budidaya, dan pengisian kuisioner yang dijawab oleh pihak manajemen sebagai pengambil keputusan dalam usaha Cempaka Baru. Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan, berupa konsep mengenai risiko dan pengelolaannya serta literatur tentang jamur diperoleh dari buku, artikel, skripsi, disertasi, jurnal, dan publikasi lainnya. Beberapa data sekunder yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi berupa produksi sayuran di Indonesia, produksi jamur di Indonesia, permintaan dan perkembangan pasar serta prospek usaha jamur diperoleh dari Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura dan Departemen Pertanian melalui situs resminya.

4. 3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan untuk melihat

dan mengamati objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan langsung pada lokasi usaha budidaya tanaman jamur tiram putih, yaitu usaha Cempaka Baru.

2. Melakukan wawancara untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, agar data yang digunakan merupakan kondisi yang sebenarnya. Wawancara dilakukan pada pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan yang menjadi pengambil keputusan pada usaha, yaitu pengelola usaha Cempaka Baru.

3. Memberikan lembar penilaian berupa kuisioner kepada responden untuk dinilai peluang dan dampak risiko. Responden yang dipilih adalah pihak pengelola usaha yang mengetahui dan memahami kondisi usaha, yaitu pengurus usaha yang merupakan orang kepercayaan pemilik, karena beliau yang menjalankan seluruh aktivitas budidaya serta menjadi pengambil keputusan dalam teknis pelaksanaan usaha, termasuk melakukan pengawasan. Dari fungsi-fungsi yang dilakukan pengurus tersebut dapat dianggap sebagai manajer pada usaha budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru.


(1)

Lampiran 2. Perhitungan Biaya Usahatani Cempaka Baru (Satu Periode Produksi)

No. Keterangan Satuan Fisik Harga

(Rp/Satuan)

Nilai (Rp)

1 Biaya Bahan Baku : a.Sebuk Gergaji b.Dedak c.Kapur CaCo d.Pupuk TSP e.Plastik

f. Cincin Bambu g.Koran

h.Karet i. Bibit Murni j. Isi Ulang Gas

Kg Kg Kg Kg Buah Buah Kg Buah Botol Liter 200,0 1.900,0 900,0 2.000,0 8,8 50,0 2.000,0 8,8 8.000,0 6.667,0 6.120.000 8.721.000 275.400 306.000 449.820 2.550.000 306.000 449.820 6.772.800 8.160.000 + 34.110.840

2 Biaya tenaga kerja 5.100.000

3 Biaya karyawan 10.880.000

4 Biaya listrik 160.000


(2)

77 Lampiran 3. Perhitungan Biaya Penyusutan Cempaka Baru

No Investasi Nilai (Rp) Ekonomis Umur (tahun)

Penyusutan (Rp) 1 Kumbung + rak = 3 buah

@ Rp 40.000.000

120.000.000 5 24.000.000

2 Mesin air + selang 6.000.000 10 600.000

3 Mesin kukus (otoklaf) + tabung gas

25.000.000 10 2.500.000

4 Bangunan 50.000.000 10 5.000.000

5 Peralatan 10.000.000 5 2.000.000

Total Penyusutan per Tahun 34.100.000


(3)

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation

No. Kondisi Peluang

(Pi)

Produktivitas

(Ri) (Pi).(Ri)

(Ri–Ř)2 (Ri – Ř)2.(Pi)

1 Tertinggi 0,17 0,38 0,0646 0,0171 0,0029 2 Normal 0,50 0,27 0,1350 0,0004 0,0002 3 Terendah 0,33 0,15 0,0495 0,0098 0,0032

Ř = =

0,2491 0,25

=     0,0064

=

0,08

Coefficient Vaiation = = 0,32


(4)

79 Lampiran 5. Ukuran Pendapatan Cempaka Baru (Rupiah)

Keterangan Kondisi

Tertinggi Normal Terendah A. Penerimaan :

1. Penjualan Jamur

B. Pengeluaran : 1. Biaya Bahan Baku 2. Tenaga Kerja harian 3. Tenaga Kerja tetap 4. Biaya Listrik 5. Biaya Penyusutan

PENDAPATAN(A-B) 134.234.100 34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +

61.617.507 72.616.593 95.501.700 34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +

61.617.507 33.884.193 51.838.500 34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +

61.617.507 - 9.779.007


(5)

(6)

81

L A M P I R A N