tersebut bisa langsung dibayarkan ke pengembang. Dengan begitu, pembiayaan yang akan diberikan kepada A adalah Rp 240 juta.
Perhitungannya; Rp 300 juta – Rp 60 juta = Rp 240 juta. Dari jumlah tersebut, dengan memakai prinsi murabahah, bank akan
membeli rumah yang akan A beli sebesar Rp 240 juta. Kemudian, bank akan menjual kembali A setelah ditambah keuntungan untuk bank.
Misalnya pembiayaan syariah yang A ajukan menetapkan keuntungan sebesar 5 dengan tenor atau lama pembayaran 15 tahun.
Rumusnya; Harga dibiayai bank x keuntungan bank x plafon + Harga dibiayai bank : bulan tenor
= 240 juta x 5 x 15 + 240 juta : 180 bulan = 180 juta + 240 juta : 180 bulan
= Rp 420 juta : 180 bulan Maka, angsuran yang akan A keluarkan adalah = Rp. 2.333.333
Dengan demikian besar angsuran itu akan tetap perbulannya dan tidak berubah sepanjang jangka waktu pembiayaan KPR yang ditentukan.
4. Hunian Bersubsidi dalam Persfektif Ekonomi Islam
Pada hakikatnya ekonomi islam adalah metamorfosa nilai-nilai islam dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa islam adalah
agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi vertikal antara manusia dengan Allah. Ilmu ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai
suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang
seirama dengan maqasid syariah yaitu menjaga agama li hifdz al din, jiwa manusia li hifdz an nafs, akal li hifdz al’akl, keturunan li hifdz al nasl dan
menjaga kekayaan li hifdz al mal.
28
Sasaran utama dari pemberdayaan ekonomi rakyat adalah pencapaian kesejahteraan masyarakat. Dalam ekonomi islam, mewujudkan kesejahteraan,
keadilan dan kemakmuran masyarakat sebagaimana substansi dari pemberdayaan ekonomi rakyat merupakan substansi dari tujuan syariah
Maqashid As-Syariah. Maqasid as-syariah menurut Al-Ghazali adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan mendukung keyakinan,
kehidupan, pemikiran, kemakmuran dan harta benda mereka.
29
Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan manusia, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder maupun
kebutuhan pelengkap. Rumah termasuk kebutuhan primer manusia, namun harga rumah yang semakin lama semakin tinggi menyebabkan jarang orang
yang mampu membeli atau memiliki rumah. Salah satu upaya pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya adalah dengan memberikan bantuan
keringanan pendanaan, sebagaimana tujuan dari maqasidh syariah yaitu mensejahterakan
manusia. Melalui
Kementerian Perumahan
Rakyat Kemenpera pemerintah melakukan intervensi dalam bentuk pemberiaan
subsidi untuk pendanaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah MBR, Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
28
Muhammad “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam” Yogyakarta; Graha ilmu, 2007 h.2
29
Muhammad “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam” h.95
dan Perumahan Rakyat Nomor 20PRTM2014 Tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan Dalam Rangka Perolehan Rumah melalui
KreditPembiayaan Pemilikan
Rumah Sejahtera
Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan
atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih
besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran output.
30
Subsidi dalam Islam berbeda dengan Kapitalisme. Jika Kapitalisme memandang subsidi dari
perspekstif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar, Islam memandang subsidi dari perspektif syariah, yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi
wajib dilakukan oleh negara. Jika subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh negara
maka Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat dianggap salah satu cara uslub yang boleh dilakukan negara Khilafah,
karena termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat i’tha’u ad-dawlah min amwaliha li ar-ra’iyah yang menjadi hak Khalifah. Khalifah
Umar bin al-Khathab pernah memberikan harta dari Baitul Mal Kas Negara kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan petanian
mereka.
31
30
Kamus Besar Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Balai Pustaka: Jakarta 1989, cet. 9.
31
An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nizham Al-Iqtishadi fi al-Islam, Cetakan VI, Beirut: Darul Ummah 2004, h.119
Semua subsidi hukum asalnya boleh, karena hukum asal negara memberikan hartanya kepada individu rakyat adalah boleh. Pemberian ini
merupakan hak Khalifah dalam mengelola harta milik negara milkiyah al- dawlah. Apabila terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian subsidi menjadi
wajib hukumnya, karena mengikuti kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi at-tawazun al-iqtishadi.
32
Hal ini karena Islam telah mewajibkan beredarnya harta di antara seluruh individu dan mencegah
beredarnya harta hanya pada golongan tertentu sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Hasyr ayat 7
“Apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada RasulNya dari
harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supay a harta itu jangan beredar di antara orang- orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”
32
M. Shiddiq Al-Jawi Subsidi dalam Pandangan Islam http:jurnalekonomi.org pandanganislam-tentang-subsidi diakses tanggal 4 April 2016