Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu: alat tulis, tallysheet, kalkulator, phiband, parang, kompas, cat penanda batas petak, tambang 20 m, seperangkat computer dengan software Microsoft Excell, Microsoft words, Stella 9.02, Minitab 14, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data administrasi yang meliputi data pertumbuhan tegakan Petak ukur Permanen PUP tiga tahun terakhir, data curah hujan, data kondisi umum lokasi IUPHHK-HA, data biaya produksi, dan laporan tahunan perusahaan.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data lapangan dilaksanakan langsung di PUP dengan metode purposive sampling pada petak yang tidak dilakukan pemeliharaan. Jalur pengukuran dibuat dengan ukuran 20 x 20 meter. Pengukuran dilakukan pada semua pohon berdiameter sama dan atau lebih dari 10 cm pada petak ukur contoh, dengan mengukur tinggi dan diameter pohon serta mencatat jenis kayu. Data ini selanjutnya akan digunakan untuk validasi data struktur tegakan setelah proyeksi.

3.3.2 Pengelompokan Data

Pengelompokan data menurut jenis dimaksudkan untuk membandingkan kandungan karbon pada setiap kelompok jenis dan untuk kepentingan skenario pengambilan keputusan. Kemudian dilakukan pengelompokan menurut kelas diameter dengan maksud untuk melihat laju pertumbuhan riap pada setiap satu satuan waktu dan rata-rata kandungan karbon pada setiap kelas diameter.

3.3.3 Pemodelan Sistem

Tahapan pemodelan menurut Grant et al. 1997, sebagai berikut :

1. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

Identifikasi isu atau masalah dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Setelah identifikasi isu dilakukan maka selanjutnya ditentukan tujuan dari pemodelan tersebut. Batasan dapat berupa batas daerah atau ruang, batas waktu dan batasan isu yang telah diidentifikasi sesuai dengan tujuan pemodelan.

2. Konseptualisasi Model

Tahap ini bertujuan untuk menentukan suatu konsep dan tujuan model sistem yang akan dianalisis. Penyusunan model konseptual didasarkan pada segala sistem yang terkait antara yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, sehingga dapat mendekati keadaan yang sebenarnya. Kenyataan yang ada di alam dimasukkan dalam simulasi dengan memeperhatikan komponen-komponen yang terkait sesuai dengan konsep dan tujuan melakukan pemodelan simulasi. Konsep yang dibuat dalam pemodelan ini terdiri dari tujuh sub model, sebagai berikut : 1. Sub model dinamika struktur tegakan. 2. Sub model pendapatan kayu. 3. Sub model pendugaan stok karbon 4. Sub model pendugaan biaya usaha karbon dengan Plan Vivo Standard. 5. Sub model usaha sarang semut. 6. Sub model usaha minyak lawang. 7. Sub model usaha sagu.

3. Hubungan Antar Sub Model

Sub model dinamika struktur tegakan menjelaskan dinamika jumlah pohon per hektar dan besarnya jumlah tebangan. Sub model Pendapatan menjelaskan besarnya jumlah pendapatan dari penebangan kayu berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan. Sub model pendugaan stok karbon menjelaskan dinamika besarnya stok karbon. Sub model pendapatan menjelaskan besarnya nilai ekonomi yang akan didapatkan dari besarnya stok karbon menggunakan plan vivo standart. Sub model usaha sarang semut menggambarkan potensi pendapatan tambahan dari pengusahaan sarang semut. Sub model minyak lawang mensimulasikan pendapatan dari pengusahaaan minyak lawang. sedangkan sub model usaha sagu merupakan simulasi tentang pendapatan yang dihasilkan dari pengusahaan sagu. Alternatif usaha hasil hutan bukan kayu tersebut dilakukan ketika kebijakan moratorium penebangan berlaku dan pengelolaan hutan berbasis karbon tidak bisa menutupi besarnya biaya tetap yang harus dikeluarkan. Gambar 2 Hubungan antar sub model.

4. Spesifikasi Model

Data yang digunakan untuk menduga parameter-parameter model dinamika struktur tegakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Data jumlah pohon per hektar nha. 2. Persamaan Ingrowth pada penelitian ini menggunakan persamaan Krisnawati 2001 yakni Y = 3,98 + 0,0269 nha – 0,33 LBDS. Untuk persamaan Upgrowth Y = 0,214 – 0,00235 LBDS + 0,00925 Dbh – 0,00012 Dbh 2 , dimana Y adalah jumlah pohon, nha adalah jumlah pohon per hektar, LBDS adalah luas bidang dasar m 2 ha dan Dbh adalah diameter setinggi dada cm. 3. Persamaan Mortality Nilai mortality rate pada KD60cm diasumsikan sebesar 8 dan untuk KD60cm sebesar 5. Elias et al. 2006. 4. Penerimaan kayu = nha 40up x Vol kayu x harga kayu diasumsikan harga kayu Rp. 2.000.000m 3 . Pengeluaran terdiri dari biaya pembinaan hutan, biaya pemanenan dan pajak. Pendapatan didefinisikan sebagai total penerimaan dikurangi total pengeluaran. 5. Persamaan Penduga Biomassa Pohon Perhitungan biomassa yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan persamaan alometrik Brown 1997 dengan r²=0,97. Persamaan ini diterapkan pada zona iklim lembab dengan curah hujan sebesar 1500-4000 mmth dimana curah hujan di lokasi penelitian yaitu 3493 mmth. B = exp [-2,134 + 2,530 x lnd] Dimana : B = biomassa per pohon kg D = Diameter pohon setinggi dada cm. 6. Besarnya Kandungan karbon Tersimpan Kandungan karbon di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown 1997 menyatakan bahwa umumnya 50 dari biomassa hutan tersusun atas karbon sehingga dari hasil perhitungan biomassa dapat dirubah kedalam bentuk karbon ton Cha. Karbon C = B x 0,5 Dimana : C = Jumlah karbon ton Cha. 7. Biaya perdagangan karbon dengan skema plan vivo standart terdiri dari biaya validasi sebesar US 12500 per waktu validasi 5 th, biaya verifikasi sebesar US 30000 per waktu verifikasi 5 th dan upah sertifikat CO 2 sebesar US 0,30 per karbon yang terjual. Kementerian Kehutanan 2009b. 8. Pendapatan Karbon diperoleh dari perkalian stok karbon dengan harga karbon yang berlaku, dengan asumsi harga karbon US5tonC, dan 1US = Rp. 8.500. 9. Pendapatan sarang semut diperoleh dari selisih antara cost dan income yang dihasilkan dari pemanfaatan sarang semut. 10. Pendapatan minyak lawang diperoleh dari hasil penjualan dengan harga pasaran Rp. 500.000,-L dan biaya pengolahan minyak terlampir pada printout persamaan model Lampiran 3. 11. Pendapatan sagu diperoleh dari penjualan tepung sagu dengan harga Rp. 3000,-Kg dan biaya pengolahan sagu terlampir pada printout persamaan model Lampiran 3. 12. Kelayakan finansial a. Net Present Value NPV NPV = t n t i Ct Bt 1 1     b. Benefit Cost Ratio BCR BCR =       n t t t n t t t i C i B 1 1 1 1 Keterangan : Bt = penerimaan benefit pada tahun ke-t Ct = biaya cost pada tahun ke-t t = umur proyek tahun i = discount rate yang berlaku c. Internal Rate of Return IRR Internal Rate of Return yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Jika dinilai Internal Rate of Return lebih kecil dari discount rate maka NPV0, artinya sebaiknya proyek itu tidak dilaksanakan. Inti analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan dengan pengeluaran, dimana suatu kegiatan atau usaha adalah feasible apabila pendapatan dari pengeluaran. IRR = 1 2 2 1 1 1 i i x NPV NPV NPV i    Dimana : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV yang bernilai positif, NPV2 = NPV yang bernilai negatif

5. Evaluasi Model

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui kelogisan yang dibuat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah evaluasi yang ditempuh diantaranya dengan cara membandingkan model dengan sistem nyata. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kewajaran perilaku model jika dilakukan perubahan salah satu parameter dalam model yang telah dibuat.

6. Penggunaan Model

Tujuan tahapan ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah diidentifikasi pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan perencanaan dan simulasi dari beberapa skenario hasil simulasi yang telah dievaluasi, sehingga dapat digunakan untuk memahami perilaku model, serta mengetahui kecenderungan di masa mendatang.

3.4 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang secara keseluruhan bertujuan untuk mengarahkan atau memelihara ekosistem hutan sehingga sistem tersebut memungkinkan memenuhi kebutuhan hidup manusia akan produksi hasil hutan maupun jasa secara berkelanjutan dan jangka panjang. Suatu skenario disusun untuk keperluan pengelolaan hutan dengan memperhatikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang diperoleh. Beberapa skenario yang akan dijalankan adalah sebagai berikut : 1. Skenario 1, pengelolaan hutan murni 100 untuk usaha kayu menggunakan sistem TPTI seperti yang selama ini dijalankan. 2. Skenario 2, pengelolaan hutan diperuntukan sebagai penyerapan karbon ketika moratorium penebangan berlaku. Pada pengelolaan hutan ini 100 kawasan digunakan sebagai penyerapan karbon. 3. Skenario 3, pengelolaan hutan berbasis karbon dikombinasikan dengan usaha sarang semut. 4. Skenario 4, pengelolaan hutan berbasis karbon dikombinasikan dengan usaha sarang minyak lawang. 5. Skenario 5, pengelolaan hutan berbasis karbon dikombinasikan dengan usaha sagu.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan

PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Ijin Pemanfaatan Hutan IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri didasarkan pada keputusan Menteri Kehutanan No. 1071Kpts-II1992 tanggal 19 November 1992, seluas 691.700 ha yang kemudian diperbaharui berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 910Kpts-IV1999 tanggal 14 Oktober 1999 dengan luas 677.310 hektar. Dalam kegiatan pengelolaan hutan, PT. Mamberamo Alasmandiri membagi areal kerjanya menjadi 2 unit kelestarian, yaitu : Unit Aja dan Unit Gesa dimana keduanya melakukan kegiatan operasional secara terpisah PT. MAM 2009.

4.2 Letak Geografis dan Luas IUPHHK

Areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam kelompok hutan Sungai Mamberamo-Sungai Gesa. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri terletak di dalam wilayah distrik Mamberamo Hulu, Mamberamo Tengah, dan Mamberamo Hilir, serta distrik Waropen Atas, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua PT.MAM 2009.

4.3 Topografi dan Kelerengan

Areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri bervariasi dari datar sampai bergelombang dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 100- 648 m dpl. Kelas lereng di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri atas kelas lereng A 8 sampai kelas lereng E 40 PT. MAM 2009.

4.4 Tanah dan Geologi

Jenis tanah di IUPHHK ini terdiri dari tanah aluvial, latosol, regosol, podzolik dan litosol. Struktur geologi khususnya di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh sesar sesar naik dan geser dan lipatan.