Spesifikasi Model Model Pengelolaan Hutan Menggunakan Sistem TPTI

Sub model dinamika tegakan mensimulasikan proyeksi tegakan masing- masing kelas diameter yang dipengaruhi oleh jumlah pohon per hektar, luas bidang dasar tegakan, pertumbuhan, dan kematian. Sub model dinamika tegakan merupakan sub model yang paling penting karena dapat mempengaruhi sub model lainya. Sub model pendapatan kayu menggambarkan potensi pendapatan yang akan diperoleh dalam suatu waktu melalui produksi kayu layak tebang setelah dikurangi dengan biaya produksi kayu. Sub model pendapatan kayu dipengaruhi oleh sub model dinamika tegakan karena pendapatan kayu dihasilkan dari panen pohon layak tebang pada kelas diameter 40cm up.

5.2.3 Spesifikasi Model

5.2.3.1 Sub Model Dinamika Struktur Tegakan

Pembentukan model dinamika struktur tegakan bertujuan untuk mensimulasikan potensi tegakan per hektar pada hutan bekas tebangan setiap tahunnya sehingga dapat diprediksi kondisi struktur tegakan yang optimal pada waktu tertentu. Model ini merupakan model inti yang sangat berpengaruh terhadap sub model yang lainnya. Parameter yang menjadi acuan dalam sub model yang lainnya diantaranya adalah jumlah pohon masak tebang masing- masing kelas diameter dan jumlah pohon per hektar. Dinamika tegakan sangat dipengaruhi oleh kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan. Penelitian ini menggunakan contoh kasus pada areal hutan bekas tebangan, hal ini dilakukan akibat adanya asumsi tingkat pertumbuhan dan penyerapan karbon pada hutan bekas tebangan yang tinggi karena memiliki keterbukaan areal yang besar, sehingga menyebabkan sinar matahari yang masuk langsung di terima oleh pohon dan mempercepat proses fotosintesis dan menjadi stimulus bagi pertumbuhan tegakan dalam proses penyerapan karbon. Selain itu pertumbuhan tegakan juga di pengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan yang menggunakan parameter diameter dalam pengukuranya, karena pengukuran diameter memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dari pada volume tegakan yang menggunakan parameter tinggi pohon, dimana pengukuran tinggi pohon di ukur dengan menggunakan taksiran bukan pengukuran langsung sebenarnya sehingga tingkat ketelitian pada pendugaan volume sangat kecil. Gambar 5 Model konseptual dinamika struktur tegakan. Pada sub model dinamika struktur tegakan, yang menjadi state variable adalah jumlah pohon pada setiap kelas diameter. Dari gambar model terlihat adanya aliran materi antar kelas diameter KD, dari KD yang lebih rendah ke KD yang lebih tinggi. Aliran tersebut tersusun secara seri, tidak ada aliran materi KD yang melangkahi KD atasnya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pada selang waktu setahun pertumbuhan pohon-pohon dalam suatu KD tidak akan menyebabkan pohon-pohon tersebut dapat melewati KD diatasnya. Perubahan pohon dalam KD disebabkan oleh faktor ingrowth, upgrowth, dan mortality. Penentuan ingrowth, upgrowth, dan mortality sangat dipengaruhi oleh kerapatan tegakan, luas bidang dasar dan jumlah pohon per hektar. Ingrowth dalam penelitian ini didefinisikan sebagai banyaknya jumlah pohon dari hasil pertumbuhan riap yang masuk pada kelas diameter terkecil KD1019 selama periode satu tahun. Persamaan ingrowth yang digunakan di adopsi dari persamaan Krisnawati 2001 yakni Y = 3,98 + 0,0269 nha – 0,33 LBDS, dimana Y adalah jumlah pohon, nha merupakan jumlah pohon per hektar, dan LBDS adalah luas bidang dasar m 2 ha. KD1019 Ingrowth Teb 60up Upg1 KD3039 KD2029 KD4049 TingkatKematianLogging1 NHA D1 D2 KD5059 KD60up Teb 60up Upg2 Upg3 Upr4 Upg5 TingkatKematianLogging2 D3 D4 D5 D6 LBDSTot Daur TingkatKematianLogging3 TingkatKematanlogging4 TingkatKematianlogging5 TingkatKematianlogging6 LBDSTot NHA Panen Teb 4049 PendugaanVolume 60up Vol teb 60up LBDSTot Pendugaan vol 5059 Teb 5059 Vol Teb 5059 Teb 4049 Vol Teb 4049 Pendugaan Vol 4049 Teb 5059 Dinamika Struktur Tegakan Upgrowth merupakan peluang transisi dari suatu kelas diameter, yaitu banyaknya jumlah pohon yang hidup pada kelas diameter tertentu yang pindah ke kelas diameter berikutnya dari KD yang lebih rendah ke KD yang lebih tinggi pada selang waktu setahun dan pertumbuhan pohon-pohon dalam suatu KD tidak akan menyebabkan pohon-pohon tersebut dapat melewati KD diatasnya. Upgrowth sangat dipengaruhi oleh bidang dasar tegakan dan diameter pohon. Persamaan upgrowth yang digunakan dalam menduga model dinamika struktur tegakan ini di adopsi dari persamaan Krisnawati 2001 yakni Y = 0,214 – 0,00235 LBDS + 0,00925 Dbh – 0,00012 Dbh 2 . Mortality adalah laju kematian dari pohon-pohon dalam tegakan yang umumnya dinyatakan dengan persen per tahun. Kematian ini disebabkan oleh faktor alam mati yang disebabkan oleh penyakit, kompetisi masing-masing individu, longsor, dan kebakaran lahan maupun kematian akibat penebangan. Nilai mortality rate pada diameter 60 cm diasumsikan sebesar 8 , sedangkan untuk kelas diameter 60 cm sebesar 5. Asumsi ini berdasarkan hasil penelitian Elias et al. 2006 menyimpulkan bahwa dampak dari kegiatan pemanenan kayu mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sampai 45 untuk seluruh tegakan atau seluruh kelas diameter. Besarnya efek penebangan bervariasi menurut KD dan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah pohon yang ditebang, sistem silvikultur, dan penerapan metode penebangan yang digunakan. Pada state variable KD4049, KD5059, dan KD60up terdapat faktor lain yang mempengaruhi jumlah tegakan yaitu penebangan. Kegiatan penebangan ini tidak dilakukan setiap tahun, tetapi pada awal siklus tebang. Besarnya penebangan ditentukan oleh LBDS tegakan, siklus tebang, dan jumlah pohon pada masing-masing KD. Jumlah pohon layak tebang yang diperoleh dari KD4049, KD5059, dan KD60up kemudian dikonversi ke dalam volume m³ menggunakan rumus umum pendugaan volume, yakni V = 0,253,14d2t dimana d adalah diameter cm dan t adalah tinggi pohon taksiran. Kemudian setelah diperoleh volume panen, data tersebut akan digunakan dalam sub model berikutnya untuk mengetahui nilai pendapatan bersih dari pengelolaan hutan bekas tebangan yang optimal per hektar pada skema pengelolaan hutan.

5.2.3.2 Sub Model Pendapatan Kayu

Pada sub model ini menggambarkan pendugaan potensi pendapatan yang berasal dari pemasukan dan pengeluaran. Pemasukan diperoleh dari penjualan kayu layak tebang, sedangkan pada pengeluaran terdiri dari biaya pembinaan hutan, biaya produksi dan biaya manajemen sebagai biaya tetap. Pendapatan dari penebangan diperoleh dari hasil tebangan pada KD4049, KD5059, dan KD60up dalam volume yang kemudian di konversi ke harga kayu yang diasumsikan sebesar Rp. 2.000.000,-m³, sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan hutan diacu dari laporan tahunan perusahaan. Hal utama yang mempengaruhi sub model pendapatan ini adalah jumlah pohon layak tebang yang dipengaruhi oleh tingkat kematian dan jumlah pohon yang berasal dari KD3039. Pada sub model ini menggunakan suku bunga 10 untuk menghitung nilai kelakayan usaha dari masing-masing skenario pengelolaan hutan. Suku bunga tersebut merupakan suku bunga yang berlaku saat penelitian berlangsung. Gambar 6 Sub model pendapatan.

5.2.4 Evaluasi Model