Kandungan Biomassa dan Karbon di Atas Permukaan Tanah

Tegakan hutan adalah sekumpulan pohon yang memiliki karakteristik seperti komposisi, ukuran dan umur Kohyama 1993. Tegakan dapat diekspresikan sebagai unit per luas area seperti volume, luas bidang dasar, jumlah pohon, dan sebagainya. Tetapi sering juga diekspresikan dalam skala relatif sebagai persentase dari keadaan kerapatan penuh atau sebagai persentase kerapatan rata-rata. Hasil dari proyeksi struktur tegakan berguna untuk pengaturan hasil dan prediksi kandungan biomassa dan nilai karbon tersimpan pada tegakan. Struktur tegakan merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensi diameter pohon dalam suatu kawasan hutan yang berguna untuk mempertahankan keanekaragaman jenis. Pengetahuan menyangkut struktur tegakan memberi informasi dinamika populasi suatu jenis mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Struktur tegakan dapat memberikan berbagai informasi penting bagi pengelola hutan melalui upaya pemodelan untuk keperluan prediksi yang sesuai dengan kondisi yang akan datang Kohyama 1993. Demikian disampaikan oleh Burkhart 1990 dalam Thornley 1998 bahwa pemodelan pertumbuhan merupakan dasar pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mengekstrapolasi prediksi kegunaan untuk tujuan pengelolaan pada basis yang dibatasi pada sejumlah hasil yang diinginkan. Dalam pemodelan hutan, Thornley 1998 membedakan atas model individu pohon yakni terdiri atas pengukuran dimensi tinggi, diameter, umur dan lain-lain serta model tegakan keseluruhan seperti model pertumbuhan dan hasil tegakan.

2.3 Kandungan Biomassa dan Karbon di Atas Permukaan Tanah

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hayati maupun non hayati yang berada di atas maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis Brown 1997. Faktor yang mempengaruhi besarnya biomassa diantaranya adalah iklim, curah hujan, umur tegakan, struktur tegakan, kerapatan tegakan, serta kualitas tempat tumbuh yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan pohon yang ekuivalen dengan besarnya biomassa. Jumlah cadangan karbon ditentukan oleh : luasan areal, kerapatan tegakan per hektar, dan komposisi jenis tegakan. Penggunaan persamaan alometrik dapat mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi berdasarkan pada pengukuran diameter batang. Hairiah dan Rahayu 2007 menyebutkan bahwa pemanenan kayu merupakan penyebab utama penurunan jumlah stok karbon yang diserap oleh hutan dimana karbon yang ditinggalkan di dalam tegakan terdapat di bawah permukaan tanah, tegakan tinggal, semai, tumbuhan bawah, dan limbah kegiatan pemanenan kayu. Prosedur pengumpulan data biomassa di atas tanah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Parameter pengukuran biomassa dan metode pengukuranya No Parameter Metode 1 Serasah dan Tumbuhan bawah Destruktive 2 Pohon hidup Non- Destruktive, persamaan alometrik 3 Pohon mati berdiri Non- Destruktive, persamaan alometrik nekromassa bercabang dan persamaan silinder. 4 Pohon mati roboh Non- Destruktive, persamaan silinder nekromassa atau alometrik untuk yang bercabang 5 Tunggak pohon nekromassa Non- Destruktive, persamaan silinder Sumber : Hairiah dan Rahayu 2007. Pengukuran karbon membutuhkan data biomassa tumbuhan yang dapat diukur dengan menggunakan 2 sistem, yaitu : sistem destruktive sampling merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik Ostwald 2008, sedangkan sistem non-destruktive sampling merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan menggunakan konversi persamaan alometrik dimana parameter yang digunakan antara lain : diameter, tinggi dan berat jenis. Persamaan alometrik merupakan pendekatan regresi yang sering digunakan dalam menduga biomasa. Brown 1997 telah membangun persamaan allometrik untuk hutan tropis. Beberapa persamaan alometrik dalam pengukuran biomassa pohon di hutan tropis dalam tiga bentuk berdasarkan intensitas curah hujannya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persamaan alometrik estimasi biomassa Curah hujan tahunan Persamaan Allometrik Kisaran DBH Sampel Pohon R² Kering 1500 mmThn B = exp[-1,996 + 2,32lnD] 5-40 cm 28 0,89 B = 10[-0,535 + log10BA] 5-30 cm 191 0,94 Lembab 1500-4000 mmthn B = 42,69 - 12,800D + 1,242 D² 5-148 cm 170 0,84 B = exp[-2,134 + 2,530 ln D] 0,97 Basah 4000 mmthn B = 21,297 - 6,953 D + 0,740 D² 4-112 cm 169 0,92 Keterangan : B = Biomassa Kg, D = Diamater cm, BA = Basal Area cm² Pendugaan karbon diperoleh dari hasil konversi sebesar 50 dikali dengan kandungan biomassanya. Hasil penelitian Onrizal 2004 menyebutkan bahwa hubungan antara kandungan biomassa setiap bagian pohon berhubungan secara linear dengan kandungan karbonnya, karbon suatu pohon akan meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan biomassa pohon tersebut.

2.4 Perdagangan Karbon dengan skema REDD