BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungsi Hutan Terhadap Perubahan Iklim
Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. Indonesia memiliki
hutan terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire. Luas kawasan hutan di Indonesia yang mencapai ± 133.841.806 ha yang terdiri dari luasan Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan alam IUPHHK-HA sebesar ± 26,169,813 ha dan luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
IUPHHK-HT sebesar ± 10.039.052 ha Dirjen Planologi Kehutanan 2009. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan diantaranya sebagai penyeimbang
siklus karbon di atmosfir melalui proses fotosintesis. Penyerapan CO
2
di udara oleh tegakan dibantu sinar matahari dan air dapat menghasilkan karbohidrat yang
kemudian diolah dalam organ tumbuhan, yaitu : batang, cabang, ranting, dan daun. Sehingga dengan mengukur jumlah karbon yang tersimpan dalam suatu
areal dapat menggambarkan CO
2
yang terserap dari udara. Kondisi hutan dengan fase masa pertumbuhan mampu menyerap lebih banyak CO
2
jika dibandingkan dengan hutan alam yang telah tua dan mencapai klimaks dalam pertumbuhanya
yang hanya mampu menyerap sedikit CO
2
karena telah mencapai keseimbangan dimana tingkat pembentukan dan pelapukan seimbang Hairiah Rahayu 2007.
Pada hutan bekas tebangan memiliki tingkat penyerapan CO
2
yang tinggi karena lebih didominasi oleh tingkat permudaan pohon yang berada dalam fase
pertumbuhan. Setelah hutan alam atau sisa-sisa hutan alam terdegradasi akibat adanya intervensi manusia dari kegiatan tebang pilih atau pembalakan kayu yang
tak terkontrol. Hutan sekunder akan berkembang dari benih pohon-pohon pionir yang telah bereproduksi dan jatuh ke permukaan tanah, dari sisa-sisa tebangan
tunggul pohon atau melalui regenerasi jenis pohon klimaks hingga kembali ke keadaan seperti semula selama proses tersebut tidak terganggu.
Hutan sekunder memiliki sifat sebagai berikut : 1. Komposisi dan struktur tegakan tidak hanya tergantung pada luas keterbukaan
namun juga pada umur keterbukaan areal. 2. Tegakan muda memiliki komposisi dan struktur tegakan lebih seragam
dibandingkan dengan hutan aslinya. 3. Pohon jenis niagawi sangat sulit ditemui sedangkan jenis-jenis pohon cepat
tumbuh fast growing species lebih mendominasi. 4. Persaingan ruangan dan sinar matahari yang intensif sering membuat batang
bengkok karena pertumbuhan pohon mengikuti arah sinar matahari. 5. Memiliki riap awal yang besar, karena pertumbuhan tegakan distimulus oleh
sinar matahari yang langsung masuk akibat keterbukaan areal dan lambat laun riap tersebut akan mengecil.
6. Memiliki struktur tegakan, komposisi tegakan, dan riap tegakan yang tidak pernah stabil, sehingga mengakibatkan sulitnya merencanakan pemasaran
hasil yang tepat. Kegiatan pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur di hutan alam tropis
dapat menimbulkan perubahan terhadap ekosistem hutan yang cukup besar. Dampak dari kegiatan pemanenan kayu di hutan alam mengakibatkan kerusakan
vegetasi hutan dan kerusakan tanah. Disamping itu kegiatan pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan karbon di atas permukaan tanah minimal
50. Di hutan tropis asia penurunan cadangan karbon akibat aktifitas pemanenan kayu berkisar antara 22-67 Butler 2007.
2.2 Komposisi dan Struktur Tegakan