Skenario Pengelolaan Hutan Kombinasi Karbon dan Minyak Lawang Sub Model Usaha Sagu

kemudian dilakukan pemilihan sortir kulit pohon yang memiliki kualitas baik, setelah itu dilakukan pencacahan pada kulit pohon tesebut hingga berbentuk potongan-potongan kecil atau bahkan serbuk untuk memudahkan dalam proses penyulingan, pencacahan tersebut dilakukan supaya menghasilkan sari pati yang lebih banyak dari serat-serat potongan tesebut. Kemudian dilakukan proses penyulingan hingga berbentuk minyak murni yang telah terpisah dari air, selanjutnya dilakukan pengemasan dan pemasaran. Sub model ini terdiri dari komponen biaya, pendapatan dan potensi produksi. Biaya dari pembuatan minyak lawang, yaitu : biaya pengupasan kulit, biaya pemilihan bahan baku, biaya pencacahan bahan baku, biaya penyulingan, biaya pembelian bahan bakar, upah pekerja, biaya pengemasan, dan biaya pemasaran. Sedangkan komponen pendapatan terdiri dari harga jual minyak lawang per mili liter dan potensi produksi minyak hasil sulingan. Harga minyak lawang dipasaran saat ini sebesar Rp. 500.000,- untuk tiap satu liter minyak lawang. sedangkan dalam satu hektar kurang lebih akan menghasilkan 15,75 ℓ dengan asumsi terdapat 21 pohon lawangha. Hal ini tentu saja bisa menjadi nilai tambah lain bagi perusahaan jika pemanfaatan kulit pohon lawang dikelola dengan baik. Dalam sub model usaha minyak lawang juga terdapat komponen nilai kelayakan usaha menggunakan suku bunga bank 10 untuk melihat nilai kelayakan usaha minyak lawang tersebut.

5.4.4 Skenario Pengelolaan Hutan Kombinasi Karbon dan Minyak Lawang

Potensi hasil hutan bukan kayu lain yang dapat dikembangkan oleh perusahaan adalah pengelolaan minyak lawang yang memiliki cukup bahan baku untuk dimanfaatkan. Pengelolaan minyak lawang melalui proses penyulingan membutuhkan bahan baku kulit pohon lawang. Dari hasil simulasi model skenario pemanfaatan minyak lawang, diperoleh besarnya pendapatan yang akan diterima perusahaan adalah Rp, 2.818.051,-ha. Pendapatan tersebut bisa menjadi alternatif pendapatan tambahan ketika kebijakan moratorium penebangan berlaku dan pengelolaan hutan difokuskan untuk penyerapan karbon dalam rangka mengurangi emisi global. Pada kombinasi skenario pengelolaan hutan karbon dengan usaha minyak lawang, nilai NPV yang dihasilkan sebesar Rp. 12.829.263,-ha dengan BCR 1,18 dan IRR sebesar 21. Nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa skenario pengelolaan hutan kombinasi karbon dengan usaha minyak lawang layak untuk dijalankan, akan tetapi dalam segi pendapatan masih lebih menguntungkan skenario pengelolaan hutan kombinasi karbon dengan usaha sarang semut yang memiliki pendapatan lebih besar jika dibandingkan dengan pengelolaan hutan kombinasi karbon dengan pemanfaatan minyak lawang.

5.4.5 Sub Model Usaha Sagu

Sagu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang dapat dipergunakan sebagai sumber karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia. Sagu bisa dikembangkan sebagai bahan pangan, sagu juga dibutuhkan bagi industri tekstil, kertas, dan juga industri kosmetika. Selain itu, bahan tepung sagu dapat menghasilkan polimer terbaik guna membuat plastik yang bisa terurai di alam dan sebagai sumber energi alternatif bioetanol. Gambar 17 Sub model usaha sagu. Potensi sagu dunia hampir 50 berada di Indonesia yang diperkirakan mencapai satu juta hektar dan sebagian besar berada di daerah Papua salah satunya di Kabupaten Mamberamo Raya. Hal ini dibuktikan dengan tanaman sagu yang berada di sekitar lokasi areal kerja perusahaan cukup melimpah. Sub model usaha sagu ini dibuat untuk melihat potensi pendapatan yang dihasilkan dari has il perbtg pis ah pati penghalus an peny aringan pengeringan Penebangan c ac ah em pulur N PV s agu panen per ha Kem as s ari buah m erah Bagi btg Pem as aran buah J angk a wak tu BC R s agu Suk uBunga Biay a perH a Pendapatan s agu H arga perKg Sub Model U s aha Sagu pengelolaan sagu. Pengelolaan sagu dari batang pohon hingga menjadi tepung memiliki beberapa tahap diantaranya adalah penebangan pohon, pembagian batang yang dibelah secara memanjang, pengambilan empulur atau teras batang sagu, penghalusan empulur, penyaringan, pemisahan pati sagu kemudian pengeringan hingga menjadi tepung sagu. Sub model usaha sagu terdiri dari beberapa komponen, antara lain : biaya pengelolaan sagu, harga sagu, potensi sagu dan pendapatan dari penjualan sagu. Biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan sagu terdiri dari biaya penebangan pohon sagu, biaya pembagian dan pemotongan batang, biaya pencacahan empulur, biaya penghalusan, biaya penyaringan pati sagu, biaya pengeringan, biaya kemasan dan biaya pemasaran tepung sagu. Sedangkan komponen pendapatan terdiri dari potensi panen per hektar, potensi sagu per batang dan harga jual sagu. Harga tepung sagu sekarang ini mencapai Rp. 3000,- kg, sedangkan dalam satu batang pohon sagu dihasilkan sekitar 150-300 kg tepung sagu dan potensi pohon sagu dalam setahun bisa memanen 86 pohonha Widjono et al. 2000. Komponen lain dari sub model usaha sagu adalah nilai kelayakan usaha yang menggunakan suku bunga bank sebesar 10 untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha sagu.

5.4.6 Skenario Pengelolaan Hutan Kombinasi Karbon dan Sagu