2.9. Pajak Daerah dan Kebijakan Fiskal
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, dan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang dimaksudkan dengan Pajak
Daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, maka jenis pajak daerah dibedakan atas Pajak Provinsi dan Pajak KabupatenKota. Adapun jenis pajak
kabupatenkota adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak
Parkir. Tarif Pajak untuk pajak daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.
Ketentuan-ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak diatur dengan peraturan daerah. Selain jenis-jenis pajak daerah di atas, untuk mengantisipasi
perkembangan perekonomian di masa yang akan datang yang akan mengakibatkan pergeseran potensi pajak, maka dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak
kabupatenkota selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 asalkan memenuhi kriteria; bersifat pajak bukan retribusi, objek pajak terletak
atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan, objek dan dasar pengenaan pajak tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi danatau objek pajak pusat, potensinya memadai, tidak memberikan dampak
ekonomi yang negatif, memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis-jenis pajak daerah yang dipungut di Kabupaten Karo adalah sesuai dengan Peraturan Daerah; Perda Nomor 02 Tahun 2006 tentang Pajak Penerangan
Jalan, Perda Nomor 03 Tahun 2006 tentang Pajak Perizinan Pemasangan Reklame, Perda Nomor 04 Tahun 2006 tentang Pajak Hiburan, Perda Nomor 05 Tahun 2006
tentang Pajak Hotel, Restoran, Rumah Makan, dan Kedai Kopi, Perda Nomor 06 Tahun 2006 tentang Pajak Pengambilan dan Perizinan Pengelolaan Bahan Galian
Golongan C. Selama berabad-abad ahli ekonomi telah mengerti peran alokasional dari
kebijakan fiskal program pengeluaran dan pajak pemerintah. Telah lama diketahui bahwa program fiskal adalah penting dalam menentukan bagaimana output bangsa
dibagi antara konsumsi swasta dan kolektif dan bagaimana beban pembayaran untuk barang kolektif dibagi dalam populasi.
Hanya dengan berkembangnya teori ekonomi makro modern terbongkar sebuah fakta mengejutkan yang belum diketahui; kekuatan fiskal pemerintah juga
mempunyai dampak utama ekonomi makro dalam pergerakan jangka pendek dari output, ketenagakerjaan dan harga. Pengetahuan bahwa kebijakan fiskal memiliki
Universitas Sumatera Utara
efek kuat terhadap aktivitas ekonomi menimbulkan pendekatan keynesian pada kebijakan ekonomi makro, yang merupakan penggunaan aktif aksi pemerintah untuk
melemahkan siklus usaha. Pendekatan ini digambarkan oleh ahli ekonomi makro James Tobin, sebagai berikut:
Gambar 2.2. Pajak Mengurangi DI Disposible Income dan Menggeser Kurva CC ke Kanan Bawah
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa setiap nilai pajak yang dipungut menggeser kurva CC ke kanan dari jumlah pajak. Pergeseran CC ke kanan juga
berarti pergeseran CC ke bawah. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa pajak cenderung mengurangi permintaan agregat dan tingkat GDP. Pajak mengurangi DI
disposible income, dan DI yang lebih rendah cenderung mengurangi belanja konsumsi. Jika investasi dan pembelanjaan pemerintah tetap, maka pengurangan
belanja konsumsi akan menurunkan GDP dan ketenagakerjaan. Karena itu, dalam C
C C
C’ C’
C
GDP K
o n
s u
m s
i
GDP
Universitas Sumatera Utara
model multiplier, pajak yang lebih tinggi tanpa peningkatan dalam pembelian pemerintah akan cenderung menurunkan GDP nyata. Kilasan Gambar 2.2
menegaskan hal tersebut. Pada gambar ini, kurva CC yang atas menggambarkan tingkat fungsi konsumsi tanpa pajak. Namun kurva di atas tersebut tidak dapat
menjadi fungsi konsumsi karena konsumen pasti membayar pajak untuk pendapatan mereka. Anggap konsumen membayar pajak 300 milyar pada semua tingkat
pendapatan; maka DI adalah tepat 300 milyar kurang dari GDP pada tiap tingkat output. Seperti yang digambarkan tingkat pajak ini bisa digambarkan sebagai
pergeseran ke kanan dalam fungsi konsumsi sebesar 300 milyar. Pergeseran ke kanan ini akan muncul sebagai pergeseran ke bawah; jika MPC
2 3
, maka pergeseran ke kanan 300 milyar akan terlihat sebagai pergeseran ke bawah 200 milyar.
2.10. Peneliti Terdahulu