79
percaya dalam melakukan hubungan kerjasama antara pemelihara ternak dan pemilik ternak. Selain itu keduanya sama – sama diuntungkan karena jika faktor
pemicu kepercayaan dapat terwujud maka konflik tidak akan muncul pada warga desa yang melakukan sistem gaduh sapi.
4.4.4. Cara Pembagian Hasil Ternak Dengan Gaduh Sapi yang Dilakukan Oleh Warga Desa Purwosari Atas.
Dalam gaduh sapi tidak ada batasan waktu untuk proses pemeliharaan ternak sapi yang digaduhkan. Justru yang ada para pemilik sapi sengaja
membiarkan sapi mereka untuk dipelihara sampai lama. Terkadang tidak selamanya usaha yang dijalani dapat langgeng dan berjalan lama, misalnya ada
kebutuhan mendesak dan ada masalah lain, yang memungkinkan hubungan kerjasama dapat terhenti dipertengahan. Hal demikian sering kali terjadi, karena
setiap peternak dan pemiliki sapi memiliki kebutuhan dan kepentingan, yang membuat sapi harus dijual, atau sapi diambil oleh pemiliknya karena suatu
masalah yang muncul. Untuk menyikapi masalah tersebut maka ada beberapa cara yang biasa
dilakukan untuk menyelsaikan pembagian hasil usaha sesuai perjanjian dan cara menggaduhnya seperti dibawah ini:
4.4.4.1. Sistem Maro Anak
Dalam sistem ini pemilik sapi menyerahkan sapinya kepada pemelihara, yang diberikan kepercayaan untuk menggaduh sapinya. Kemudian pemelihara
sapi diberikan imbalan berupa anakan sapi, yaitu apabila sapi yang dipelihara tersebut sudah beranak melahirkan maka anak dari sapi yang dilahirkan dibagi
80
dua. Satu bagian diberikan kepada pemilik sapi dan satu bagian lagi diberikan kepada peternak sapi. seperti penjelasan dibawah ini.
Penjelasan informan 1 menurut Bapak Nur Ismail: “Bapak melakukan gaduh sapi dengan pembagian hasil ternak sapi yaitu
bagi hasil anak. Yaitu anak sapi yang dilahirkan dibagi dua bagian, satu bagian milik bapak dan satu bagian milik pemelihara. Namun kebanyakan
cara pembagiannya dilakukan ketika sapi tersebut dewasa dan memperoleh harga jual yang tinggi. Jadi harga jual yang diperoleh dibagi dua antara
Bapak dan pemelihara sapi, itulah hasil dari pemeliharaan yang sah”.
Diikuti oleh penjelasan Informan 2 Bapak Siir: “Bapak Siir juga menerapkan sistem maro anak,yaitu hasil dari anakan sapi
dibagi dua baik setela di jumlahkan dengan uang maupun dalam keadaan utuh sapi hampir sama dengan peternak lainnya”.
Dipertegas oleh Penjelasan informan 3 Bapak Peno: “Dalam bagi hasil usaha ternak sapi yang Bapak jalani Bapak menerapkan
sistem bagi hasil anak yang dilahirkan dibagi dua, namun sapi indukan tetap milik Bapak. Biasannya jika ingin dibagi sapi yang bapak miliki harus
diimbangkan dengan harga sapi ketika dijual. Tetapi biasannya sapi itu tidak terjual kepada orang lain, melainkan kepada Bapak atau kepada pemelihara
sendiri jika pemelihara memiliki uang untuk membeli semua bagiannya dan uang bagian diserahkan kepada pihak yang membutuhkan uang”.
Disambung lagi oleh penjelasan informan 5 Bapak Sisus: “Bapak juga sudah sejak lama menerapkan sistem bagi hasil anak ini.
Bapak menerapkan sistem bagi hasil anak dengan ketentuan yaitu anak dari hasil pemeliharaan dibagi dua antara pemilik dan pemelihara ternak,
baik dalam keadaan masih kecil atau setela sapi dewasa. Selama belum ada pembagian yang jelas maka sapi hasil gaduhan belum sepenuhnya
menjadi hak pemelihara atau hak pemilik sapi melainkan keduanya memiliki hak yang sama”.
4.4.4.2. Sistem Maro Bathi