81
pemelihara ternak atau orang yang diberi kepercayaan untuk dipelihara sampai gemuk dan besar. terkadang pemeliharaan sapi yang demikian tidak menunggu
sapi sampai berkembang biak. Melainkan sapi yang dipelihara cukup kondisi tubuhnya gemuk dan besar saja, jarak pemeliharaan biasannya antara 3 sampai 6
bulan. jika sapi sudah mendapatkan kondisi tubuh yang sesuai dengan yang diinginkan maka sapi siap dijual kembali oleh pemiliknya. Sementara itu selisih
dari harga jual dan harga beli merupakan keuntungan bersama yang hasilnya dibagi dua, setengah kepada pemilik dan setengah kepada pemelihara sapi.
Maksud sistem maro bathi adalah bahwa sapi tidak dikembangbiakan, melainkan untuk dibesarkan atau digemukan saja. Agar supaya cepat gemuk dan
besar, maka sapi dibiarkan didalam kandang tidak boleh diliarkan diperkebuan, harus dirawat dirumah dan diberikan pakan yang cukup. Tujuannya agar ternak
cepat gemuk dalam kurun waktu yang singkat kemudian siap jual kembali. Ketika sapi dijual harga sapi akan tinggi bisa melebihi harga pembelian sebelumnya.
Seperti penjelasan dibawah ini: Penjelasan informan 1 Bapak Siir
“Bapak sangat senang jika diberi amanah untuk memelihara sapi dengan menerapkan sistem bagi hasil bathi ini. Sebab ternak yang dipelihara
dalam keadaan kurus kemudian digemukan setela gemuk sapi tersebut dijual bisa memperoleh untung yang lumayan. Sedangkan selisih harga
dari modal yang dikeluarkan dibagi dua antara pemilik dan peternak. Keuntungannya bisa mencapai dua kali lipat dari harga sebelumnya, hal
inilah yang menyebabkan bapak mengapa mau menerima sapi yang kurus untuk dipelihara dengan catatan walau sapi kurus harus sehat ”.
4.4.4.3. Sistem Maro Pro Sepuluh dan maro
Sistem ini merupakan penggabungan dari kedua cara sebelumnya, namun disini pemilik sapi menyerahkan sapi dalam keadaan kurus dan kecil atau dalam
keadaan hamil, kepada orang yang dipercayanya. Sapi tersebut dimaksud untuk
82
dipelihara dan dikembangbiakkan. Setelah sapi menjadi banyak dan perjanjian di akhiri atau tidak maka semua sapi indukan dan anakan dijual. Harga jual sapi
indukan sepersepuluhnya diberikan kepada pemelihara sapi dan sisanya untuk pemilik sapi. Sedangkan harga jual anak – anak dari sapi indukan dibagi dua
antara pemilik sapi dan pemelihara sapi yang biasannya dikenal dengan maro. Seperti penjelasan informan dibawah ini:
Penjelasan informan 1 Bapak Kasiban: “Bapak Kasiban menerapkan sistem pembagian ternak sapi dengan cara
maro pro sepuluh yang mana anak – anak dari hasil ternak di bagi dua sementara indukan yang dipelihara jika dijual diberikan seper sepuluh
bagian kepada pemelihara dan sisanya untuk pemilik sapi. Hal ini dikarenakan sapi yang digaduhkan kepada Bapak Kasiban adalah indukan
sapi yang dibeli dalam keadaan kurus. Sementara itu waktu dan proses penggemukan memakan waktu yang sangat lama sebelum mulai produksi
anak, sehingga mengakibatkan sistem ini bapak terapkan”.
Maksud maro pro sepuluh tujuannya adalah sapi yang digaduhkan pada posisi kurus harus digemukan terlebih dahulu, dan dibesarkan karena kondisi sapi
yang tidak layak untuk dipelihara. Mengapa harus digemukan tujuannya adalah agar sapi dapat berkembangbiak dengan baik jika sapi ingin dipelihara dalam
sehat. Dalam maro pro sepuluh sebenarnya terjadi dua cara pembagian hasil usaha yang pertama indukan sapi dibagi dengan catatan sepersepuluh harga sapi
indukan menjadi milik pemelihara. Sedangkan yang kedua harga anak sapi yang dijual dibagi dua kepada pemelihara dan pemilik sapi.
Selain beberapa sistem diatas ada satu sistem pembagian yang peneliti temukan yaitu cara pembagian hasil yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Dalam
pembagian hasil usaha ini melihat besar kecilnya sapi yaitu jika sapi yang dipelihara untuk di gaduh masih terlalu kecil maka anak pertama milik
pemelihara, sedangkan anak kedua dari sapi indukan berikutnya baru dibagi dua
83
antara pemilik dan pemelihara. Hal ini dilakukan karena modal yang dikeluarkan terlalu besar dalam memelihara sapi hingga bisa produksi, sehingga pembagian
anakan sapi tidak dibagi dua melainkan anak pertama miliki pemelihara seutuhnya.Berikut penjelasannya.
Penjelasan informan 1 Bapak Gimun: “Sistem gaduh sapi yang Bapak lakukan tergantung besar kecilnya sapi
dan sehat tidaknya sapi. Jika sapi yang Bapak berikan kecil maka anak pertama milik Bapak dan anak kedua baru dibagi dua antara Bapak dan
pemelihara sapi. Hal ini dikarenakan kalau menggaduhkan sapi dalam keadaan sapinya masih kecil, menunggu proses pembesaran dan
produksinya yang sangat lama. dibandingkan dengan sapi indukan yang proses produksi anaknya cepat. Maka dari itu mengapa anak pertama milik
pemelihara karena proses menunggunya yang lama”.
Dipertegas oleh penjelasan Informan 2 berikut Bapak Endra: “Bapak Endra juga menerangkan kalau sistem pembagian yang ia lakukan
hampir sama dengan pemilik ternak lainnya yaitu melihat besar kecilnya sapi dan kurus tidaknya sapi. Sebab kalau sapinya tidak seperti biasannya
maka sistem pembagiannya tidak hanya maro anak, Namun modal dari keuntungan juga dibagi dua”.
Selain itu perlu diketahui bahwa pemelihara yang berada di Desa Purwosari Atas, dalam menggaduh sapinya hanya dilakukan kepada satu atau dua
orang saja tidak lebih. Tujuannya untuk memudahkan dalam menjalani hubungan kerja sama yang terwujud. Memang tidak menutup kemungkinan terkadang
pemilik sapi menggaduhkan sapi yang dimilikinya lebih dari satu orang, tetapi itupun hanya orang yang dikenalnya seperti penjelasan beberapa informan
dibawah ini. Penjelasan informan 1 Bapak Parsikun:
“Bapak memang sengaja menggaduhkan sapi tidak hanya kepada satu orang melainkan kepada 3 orang, tujuannya adalah ingin menolong karena
ketiganya adalah teman Bapak. Selain alasan Bapak menggaduhkan sapi
84
, kepadanya dikarenakan, kehidupan ekonominya sangat
susah dibandingkan Bapak. Jadi teman – teman Bapak datang kepada Bapak
meminta untuk diberikan modal usaha walaupun itu satu ekor sebagai tabungan. Tapi ketiga orang ini sudah Bapak kenal lama bahkan sejak
kecil”.
Diikuti oleh penjelasan informan 2 Bapak Endra “Bapak hanya menggaduhkan sapi kepada dua orang saja yang juga
merupakan karyawan Bapak yang bekerja di kedai Bapak ini. tujuan Bapak hanya menggaduhkan sapi kepada satu orang adalah tidak mau
menimbulkan masalah dibelakang. Apabila dalam menggaduh sapi bukan orang yang dikenal bisa saja masalah itu muncul yang tidak terduga.
Karena Bapak perna ditipu oleh pemelihara ternak sebelumnya, maka dari itu sekarang Bapak tidak mau memberikan kepada sembarang orang dan
kepada banyak orang.
Interpretasi yang peneliti dapatkan mengenai cara pembagian hasil usaha adalah kebanyakan warga Desa Purwosari Atas banyak menerapkan cara
pembagian hasil usaha dengan sistem maro anak. Hal ini dikarenakan rata – rata sapi yang dibesarkan adalah untuk dikembangbiakkan, bukan sebagi bisnis usaha
pembesaran sapi atau untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi. Maka dari itu kebanyakan para peternak dan pemilik sapi menerapkan sistem gaduh sapi
dengan bagi hasil anakan sapi, karena usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan jumlah populasi ternak mereka.
Sedangkan mosher dalam tarigan 1996, mendefenisikan bahwa “ bagi hasil adalah kerjasama yang diikat dengan perjanjian bagi hasil dengan
ketentuan 50 - 50 . Sistem ini banyak dilakukan karena kemiskinan dan kesukaran mendapatkan modal usaha yang memaksa seseorang
menerima naib mengerjakan ternak atau lahan pertanian milik orang lain”.
Pembagian hasil usaha sapi yang diterapkan oleh warga desa sangatlah beragam misalnya, ada yang menerapkan besarnya berkisar antara
1
,
1
,
1 2
dari
4 3 2 3
nilai pertambahan bobot badan selama pemeliharaannya. Dalam bagi hasil usaha ternak, Scheltema 1985 menyatakan:
85
“bahwa perjanjian-perjanjian dengan pembagian keuntungan dapat dibagi seperti berikut : perjanjian-perjanjian dengan penyerahan ternak kepada
seseorang selama waktu tertentu untuk dipelihara dengan maksud untuk kemudian dijual dan dibagi keuntungannya, atau nilainya diperkirakan
pada awal dan akhir perjanjian dan nilai tambah atau nilai kurangnya dibagi, dan perjanjian-perjanjian di mana anak-anak ternak yang dilahirkan
dijual dan keuntungannya dibagi. Lebih lanjut menurut Scheltema 1985 kecuali syarat pembagian, dalam bagi usaha ternak yang penting ialah arti
ekonominya, bagaimana pengaturannya, siapa yang menaggung risiko bila terjadi kematian, pencurian, dan kehilangan karena hal lari, dalam hal ini
juga terdapat banyak variasi”.
Adanya fariasi dalam pembagian hasil usaha memberikan keuntungan tersendiri dari masing – masing pelaku usaha, tinggal tergantung pemilik sapi dan
pemelihara sapi mau menerapkan sistem yang mana. Karena semua cara yang dilakukan diatas ada sebab dan tujuan mengapa pembagian hasil usaha yang
beragam itu dilakukan. Apakah usaha sapi yang dijalankan hanya sebatas pembagian usaha atau kegiatan bagi hasil, atau usaha ini dijadikan sebagai bisnis
dan peluang usaha baru karena ada juga pemelihara ternak dan pemilik ternak yang tidak perlu menunggu sampai sapi melahirkan atau berkembang biak cukup
sapi gemuk saja lalu dijual.
4.4.5. Pemanfaatan Jaringan Dalam Gaduh Sapi