105 timbulnya PKL di pusat kota.
Hal itu tentu saja menjawab alasan mengapa PKL tumbuh di pusat kota dan pada saat dipindahkan ke lokasi lain yang tidak begitu jauh dari pusat kota,
PKL itu kembali lagi. Fenomena ini tentusaja tidak terlepas dari penetapan kebijakan trayek angkutan itu.
Berdasarkan hal itu, Pemerintah Kota Tasikmalaya bisa saja merelokasi para PKL ke daerah lain, misalnya ke bekas Terminal Cilembang dengan mengalihkan
jalur angkutan kota yang ada ke daerah itu sehingga aktivitas ekonomi bisa lebih menyebar dan tidak terpusat di pusat kota serta masalah kemacetan akan teratasi.
Dengan melakukan hal itu, akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak diantaranya: Pemerintah Kota Tasikmalaya akan mudah melakukan pengendalian
terhadap kegiatan para PKL, PKL memiliki ruang untuk melakukan kegiatannya, konsumenmasyarakat tidak akan terganggu haknya karena ruang publik yang
digunakan PKL mengganggu aktivitasnya serta masyarakat yang ingin berbelanja di tempat PKL langsung datang ke daerah yang diperuntukkan bagi PKL itu.
Dengan demikian, kota akan terlihat rapi, tertib, dan teratur tanpa menghilangkan hak orang lain.
Selain itu, masalah penataan PKL juga bisa dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan wilayah yang berbatasan dengan Kota Tasikmalaya seperti
dengan Kabupaten Tasikmlaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Garut. Bisa saja dari ketiga daerah itu bersedia untuk menampung PKL dengan menetapkan
suatu kawasan tertentu sebagai kawasan PKL. Namun, tentu saja untuk melakukan hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
7.4 Ringkasan
Berdasarkan hasil diskusi, penataan PKL di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan relokasi in-situ di tempat dengan melakukan penataan sarana berdagang,
pengaturan waktu berdagang time sharing, dan penataan lokasi berdagang berdasarkan jenis dagangan ada yang campuran dan ada yang homogen.
Hal itu diperkuat dengan hasil penelitian yang menyatakan sebesar 53,66 PKL menginginkan relokasi bersifat in-situ, tetapi pedagang dan konsumen
masyarakat menginginkan di relokasi ke tempat lain yang strategis. Berkaitan
106 dengan lokasi yang strategis, berdasarkan hasil kuesioner ternyata masyarakat
menginginkan relokasi in-situ dan pedagang formal ingin PKL di relokasi ke tempat lain seperti bekas Terminal Cilembang atau ke Dadaha.
Aspirasi PKL, masyarakat, dan pedagang formal terkait penataan PKL ini sebenarnya sudah diajukan pada pemerintah bahkan legislatif dari beberapa tahun
yang lalu melalui beberapa kali proses diskusi, namun karena kebijakan itu hanya suatu kamuflase yang dilandasi janji-janji politik yang bersifat laten sehingga
aspirasi itu tidak ditampung dan akibatnya menimbulkan ketidakpercayaan PKL terhadap pemerintah.
Aspirasi yang disampaikan oleh PKL di pusat kota menginginkan bantuan modal usaha untuk mengembangkan usaha mereka sehingga pada masa yang akan
datang bisa menjadi usaha yang formal dan saat ini hanya menginginkan adanya penataan bersifat in-situ berupa penataan sarana berdagang, penataan waktu
berdagang time sharing, dan penataan lokasi berdasarkan jenis dagangan baik yang homogen maupun heterogen.
Lain halnya dengan PKL Kawasan Dadaha yang menginginkan relokasi tapi masih di sekitar Kawasan Dadaha dengan mengajukan empat alternatif lokasi
dimana alternatif lokasi 1 depan GOR Susi dan alternatif lokasi 2 depan GOR Sukapura merupakan lokasi yang paling memungkinkan untuk relokasi PKL
Dadaha menurut Pemerintah Kota Tasikmalaya. Adapun konsep penataan yang dimungkinkan di Kawasan Dadaha baik
menurut PKL, masyarakat maupun Pemerintah Kota Tasikmalaya adalah mengikuti konsep yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui
pembuatan tenda, gerobak, dan shelter. Dalam melakukan penataan PKL, proses perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian setiap pihak memiliki opini sendiri. Berikut ini tabel dari hasil kuesioner terhadap pihak yang terkait penataan PKL.
Tabel 34 Opini Para Pihak Terkait Penataan PKL
No. Proses
Penataan Pihak yang Memiliki Peran Paling Besar
PKL Konsumen Pedagang
Masyarakat
1. Perencanaan PKL
Pemerintah Pemerintah
Pemerintah 2. Pemanfaatan
PKL Masyarakat PKL
PKL 3. Pengendalian
Pemerintah Pemerintah
dan PKL
Pemerintah Pemerintah
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2008
107 Berdasarkan Tabel 34 dapat dilihat bahwa keinginan dari setiap pihak sudah
tepat dimana pada proses perencanaan yang harus berperan lebih banyak yaitu PKL dan pemerintah, pada proses pemanfaatan tentunya PKL lebih besar
perannya, dan pada proses pengendalian yang lebih berperan pemerintah dan PKL.
108
BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL
DI KOTA TASIKMALAYA
8.1 Analisis Keterkaitan Karakteristik PKL, Kebijakan Penataan Ruang
tentang Penataan PKL, dan Aspirasi Masyarakat tentang Model Penataan PKL
PKL Kota Tasikmalaya, sama halnya dengan PKL di kota-kota lain menggunakan trotoar sebagai tempat yang digunakan untuk melakukan
perdagangan. Trotoar yang merupakan ruang publik public space, kini bukan hanya berperan sebagai ruang pergerakan masyarakat, namun juga ruang
pertukaran Adianto dan Dewi, 2004. Trotoar merupakan ruang publik yang bersifat common property, dimana
ruang ini merupakan sumber daya dimana individu atau kelompok memiliki klaim atas sumber daya yang dikelola bersama Fauzi, 2006. Sehingga semua
masyarakat merasa memiliki hak untuk menggunakan trotoar, begitu pula dengan PKL di Kota Tasikmalaya.
Penggunaan trotoar ini diatur dalam Perda No. 7 Tahun 2005 tentang ketentraman dan ketertiban umum, dimana di atas trotoar tidak boleh dibangun
kegiatan perdagangan, dan sebagainya. Di sisi lain, dalam RDTR BWK I terdapat arahan ruas-ruas jalan yang diperbolehkan bagi PKL untuk melakukan kegiatan
perdagangan. Kelemahan dari kebijakan-kebijakan ini adalah tidak adanya peraturan zonasi zoning regulation sebagai pengendalian pemanfaatan ruang
dari arahan tersebut. Di sisi lain, PKL Kota Tasikmalaya memiliki kelembagaan yang kuat
diantara mereka yang dituangkan dalam lembaga berupa himpunan-himpunan PKL yang memiliki aturan-aturan didalamnya. Timbulnya lembaga-lembaga itu
karena adanya kapital sosial yang tinggi diantara mereka, yaitu hubungan- hubungan sosial relasional dan rasa saling percaya trust diantara PKL. Bahkan
hubungan itu juga terjalin dengan pedagang formal walaupun prosentasenya kecil. Timbulnya kapital sosial itu akibat adanya rasa takut diantara mereka,
sehingga memerlukan adanya suatu kepercayaan dan perlunya kerjasama diantara