Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Aceh Tengah

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Oleh

NURAINUN

127039007

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI

KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Tesis sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Master Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURAINUN

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Aceh Tengah

Nama : NURAINUN

NIM : 127039007

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Ketua

(Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Dekan,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 9 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir.Tavi Supriana, MS

Anggota : 1. Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA 2. Ir.Diana Chalil, MSi, PhD 3. Ir.Iskandarini, MM, PhD


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN ACEH TENGAH

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasin oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2015 yang membuat pernyataan,

Nurainun


(6)

ABSTRACT

NURAINUN. The Strategy of Developing Coffee Agribusiness in Aceh Tengah District (supervised by Dr. Ir.Tavi Supriana, MS as the chairperson and Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA as the member)

The research was conducted from September to November, 2014. Its objective was 1) to analyze internal and external factors which influenced the strategy of developing coffee agribusiness in Aceh Tengah District and 2) to formulate local government’s alternative strategy and select strategic priority in developing coffee agribusiness in Aceh Tengah District. The data consisted of primary and secondary data and were analyzed by using SWOT analysis.

The result of the research showed that the development of coffee agribusiness was in quadrant 1 which indicated that it had great opportunity and had internal power. Some strategies of developing coffee agribusiness were as follows: 1) using human resources through trainings and expanding agribusiness, 2) maximizing CU support as the capital for increasing coffee growers’ production, 3) using natural resources to increase coffee growers’ production, 4) using government’s support to develop market information, 5) using access to transportation to support the prospect of domestic and foreign markets, 6) strengthening capital for agribusiness and expanding market, 7) maximizing the advancement of communication and information technology in the development, research, and training, 8) using communication and information technology to increase marketing, 9) using human resources to increase economic growth, 10) using human resources to anticipate the uncertainty of global climate, 11) using the access to transportation to support unstable economic growth, 12) improving coffee marketing link with associated institutions, and 13) anticipating the fluctuation of coffee price as early as possible to increase marketing volume. Keywords: Development, Agribusiness, SWOT


(7)

RIWAYAT HIDUP

NURAINUN , lahir di Blang Kolak I Takengon pada tanggal 05 Desember 1977 dari Bapak Yapan. R dan Ibu Aminah Ibrahim. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1984 masuk Sekolah Dasar Negeri Kemili Takengon, tamat tahun

1990.

2. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Takengon, tamat tahun 1993.

3. Tahun 1993 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri I Takengon, tamat tahun 1996.

4. Tahun 1997 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tamat Tahun 2002.

5. Tahun 2012 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini serta Ibu Ir.Diana Chalil, M.Si, Ph.D dan Ibu Ir.Iskandarini, MM, Ph.D yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu juga seluruh anggota keluarga yang telah mendo’akan, mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2015

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengembangan Agribisnis ... 10

2.2. Penelitian Terdahulu ... 16

2.2.1 Penelitian Tentang Kopi ... 16

2.2.2 Penelitian Tentang Strategi ... 17

2.3. Landasan Teori ... 18

2.3.1. Konsep Strategi ... 18

2.3.2. Analisis SWOT ... 20

2.4. Kerangka Pemikiran ... 21

2.4.1. Konsep Agribisnis ... 21

2.4.2. Konsep Perumusan Strategis ... 23

2.4.3. Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 28

2.5. Metode Pemilihan Lokasi ... 28

2.6. Metode Pengambilan Sampel ... 28

2.7. Metode Pengumpulan Data ... 30


(10)

2.8.2. Matriks Faktor Strategi Internal ... 38

2.8.3. Matriks SWOT40 2.9. Definisi dan Batasan Operasional ... 41

2.9.1. Definisi ... 41

2.9.2. Batasan Operasional ... 42

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

3.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 45

3.1.1. Letak Goegrafis dan Batas Wilayah ... 45

3.1.2. Iklim ... 45

3.1.3. Penduduk ... 46

3.2. Karakteristik Sampel ... 46

3.3. Rantai Tataniaga ... 48

3.4. Prasarana dan Sarana ... 48

4.1.4. Jalan dan Transportasi ... 48

4.1.2. Pasar ... 49

4.5. Pertanian ... 49

4.5.1. Kegiatan Pertanian ... 49

4.5.2. Kegiatan Pengusaha Kopi ... 50

4.5.3. Pemasaran Kopi ... 51

4.5.4. Asosiasi Kopi ... 52

4.6. Hasil Analisis Strategi Pengembangan Kopi ... 53

4.6.1. Analisis Faktor Internal ... 53

4.6.2. Analisis Faktor Eksternal ... 60

4.7.Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ... 67

4.8.Penentuan Strategi Utama dengan Matriks SWOT ... 69

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

4.1. Kesimpulan ... 75

4.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Volume Ekspor Kopi Negara Terbesar

Dunia 2011-2012 ... 2

2. Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia Tahun 2008-2012 ... 3

3. Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2007-2011 ... 3

4. Luas Tanam dan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten/ Kota 2011 ... 5

5. Data dan Pengambilan Data ... 30

6. Matriks Faktor Strategi Eksternal ... 39

7. Matriks Faktor Strategi Internal ... 40

8. Karakteristik Sampel ... 46

9. Rantai Tataniaga Pemasaran Kopi Kabupaten Aceh Tengah ... 48

10. Penentuan Skor Faktor Internal ... 54

11. Bantuan Pemerintah Untuk Petani ... 57

12. Penggunaan Teknologi dan Ketresediaan Dana Petani Sampel ... 58

13. Penentuan Skor Eksternal ... 61

14. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tengah ... 65

15. Tabel IFAS ... 68

16. Tabel EFAS ... 69

17. Penentuan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Aceh Tengah ... 72


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 27

2. Diagram Analisis SWOT ... 31 3. Matriks SWOT ... 36

4. Saluran Pemasaran Kopi di Kabupaten Aceh Tengah ... 51 5. Kuadran SWOT ... 70


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Karakteristik Petani ... 80

2. Karakteristik Pedagang Pengumpul/Pengusaha Kopi ... 81

3. Karakteristik Aparatur Pemerintah ... 82

4. Rata-rata Harga Jual Yang Diterima Petani dari Pedagang Pengumpul ... 83

5. Rata-rata Harga Jual Yang Diterima Pedagang Pengumpul Dari Eksportir ... 84

6. Pendapatan Petani Sampel Sekali Panen... 85

7. Petani Sampel yang Menggunakan Alat Tradisional dan Moderen ... 86

8. Lembaga/Tempat Peminjaman Dana Petani Sampel ... 87

9. Bantuan Pemerintah Untuk Kelompok Tani /Petani Sampel ... 88

10. Pemberian Skor Parameter Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Yang MempengaruhinPengembangan Agribisnis Kopi Di Aceh Tengah ... 89

11. Penilaian Skor Parameter Faktor Eksternal dan Internal Petani Kopi ... 92

12. Penilaian Skor Parameter Faktor Eksternal dan Internal Pedagang Pengumpul/Pengusaha Industri Kopi ... 94

13. Penilaian Skor Parameter Faktor Eksternal dan Internal Aparatur Pemerintah ... 95

14. Pembobotan Faktor Internal ... 96

15. Pembobotan Faktor Eksternal ... 98


(14)

17.Hasil Penilaian Bobot Faktor Eksternal ... 102 18. Hasil Normalisasi Bobot Faktor Internal ... 103 19. Hasil Normalisasi Bobot Faktor Eksternal ... 104


(15)

ABSTRACT

NURAINUN. The Strategy of Developing Coffee Agribusiness in Aceh Tengah District (supervised by Dr. Ir.Tavi Supriana, MS as the chairperson and Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA as the member)

The research was conducted from September to November, 2014. Its objective was 1) to analyze internal and external factors which influenced the strategy of developing coffee agribusiness in Aceh Tengah District and 2) to formulate local government’s alternative strategy and select strategic priority in developing coffee agribusiness in Aceh Tengah District. The data consisted of primary and secondary data and were analyzed by using SWOT analysis.

The result of the research showed that the development of coffee agribusiness was in quadrant 1 which indicated that it had great opportunity and had internal power. Some strategies of developing coffee agribusiness were as follows: 1) using human resources through trainings and expanding agribusiness, 2) maximizing CU support as the capital for increasing coffee growers’ production, 3) using natural resources to increase coffee growers’ production, 4) using government’s support to develop market information, 5) using access to transportation to support the prospect of domestic and foreign markets, 6) strengthening capital for agribusiness and expanding market, 7) maximizing the advancement of communication and information technology in the development, research, and training, 8) using communication and information technology to increase marketing, 9) using human resources to increase economic growth, 10) using human resources to anticipate the uncertainty of global climate, 11) using the access to transportation to support unstable economic growth, 12) improving coffee marketing link with associated institutions, and 13) anticipating the fluctuation of coffee price as early as possible to increase marketing volume. Keywords: Development, Agribusiness, SWOT


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu sub sektor yang memiliki basis sumberdaya alam adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai Negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan. Sampai dengan tahun 2011, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai sekitar 3,1 juta jiwa (7,42%). Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk yang bekerja pada industri hilir perkebunan. Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja menjadi nilai tambah sendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di pedesaan dan daerah terpencil. Peran ini bermakna strategis karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor berlokasi di pedesaan sehingga mampu mengurangi arus urbanisasi.

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto. Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku, PDB perkebunan pada tahun 2012 menyumbang


(17)

perkebunan mempunyai peran strategis terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menunjukkan peran strategisnya. Pada saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan dimana ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan laju pertumbuhan –13 persen pada tahun 1998. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan kembali menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan antara 4-6 persen per tahun.

Salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan adalah kopi. Kopi merupakan produk yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang diekspor ke pasar dunia. Menurut data statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan Negara eksportir ke-tiga, setelah Vietnam Tabel 1.

Tabel 1. Volume Eksportir Kopi Negara Terbesar Dunia 2011-2012

Negara Eksportir Volume Eksportir (Kg)

Brazil 28.260.000

Vietnam 25.470.000

Indonesia 10.620.000

Kolombia 7.16

India 5.280

Sumber : Ditjenbun,2012 (diolah)

Sebagai Negara eksportir kopi ke tiga, perkebunan kopi Indonesia dapat meningkatkan devisa ekonomi. Dari segi sosial, perkebunan kopi juga


(18)

dilakukan oleh rakyat. Indonesia sebagai eksportir ketiga,namun Indonesia juga mengimpor kopi Tabel 2.

Tabel 2. Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2008-2012

Tahun Ekspor (Ton) Impor (Ton)

2008 468,749 7,582

2009 507,968 14,400

2010 4,594 19,755

2011 692,285 18,108

2012 46,12 28,6

Sumber : BPS (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa jumlah ekspor kopi Indonesia berfluktuatif dari tahun 2008 sampai tahun 2009 jumlah ekspor kopi semakin meningkat, tetapi pada tahun 2010 jumlah ekspor menurun. Sedangkan jumlah impor meningkat drastis pada tahun 2009. Hal ini berarti bahwa produksi kopi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga harus mengimpor kopi. Produksi kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun Luas Areal (Ha) Total produksi (Ton)

2007 1,295,912 676.475

2008 1,295,111 698,016

2009 1,266,235 682,591

2010 1,210,365 686,921

2011 1,233,698 638,647

Sumber : Ditjenbun, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3, produksi kopi Indonesia berfluktuatif dari tahun 2007 sampai tahun 2008, produksi kopi meningkat, namun pada tahun 2009 produksi kopi menurun. Pada tahun 2010 produksi kopi kembali naik. Harga


(19)

kopi kembali menurun pada tahun 2011 sehingga mendorong petani untuk memperluas lahan pertanian. Sebagian besar hal ini disebabkan bahwa teknik budidaya kopi masih tradisional dan berkerakyatan, harga yang berfluktuatif serta biaya produksi yang tinggi. Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Sumatera merupakan penyumbang terbesar produksi kopi nasional. Propinsi terbesar dicapai oleh Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Aceh.

Sektor perkebunan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Tengah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Komoditi perkebunan yang menjadi unggulan adalah kopi. Luas perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 47.854 ha atau 11% dari luas wilayah kabupaten, dengan jumlah produksi kopi (biji hijau) rata-rata sebesar 21.861,42 ton/ tahun. Untuk perluasan tanaman kopi, masih terdapat potensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebar hampir diseluruh kecamatan, sehingga secara total proporsi ekspor kopi Aceh Tengah mencapai 7% dari volume total ekspor nasional. Namun keuntungan dari hasil produksi dan penjualan kopi belum berpihak kepada petani secara langsung, melainkan, komoditi ini masih dinikmati oleh para pedagang, akibat keterbatasan pengetahuan dan informasi para petani.


(20)

Tabel 4. Luas Tanam dan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten/Kota 2011

NO Kabupaten Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)

1. Simeulu - -

2. Aceh Singkil 162 59

3. Aceh Selatan 1459 359

4. Aceh Tenggara 130 45

5. Aceh Timur 514 149

6. Aceh Tengah R: A:

2315 48000

874 24328

7. Aceh Barat 549 117

8. Aceh Besar 1413 1528

9. Pidie 9490 1589

10. Bireuen 8 5

11. Aceh Utara 975 181

12. Aceh Barat Daya 500 295

13. Gayo Lues 4588 1038

14. Aceh Tamiang 26 4

15. Nagan Raya 150 52

16. Aceh Jaya 1355 236

17. Bener Meriah R : A:

1250 48101

600 24414

18. Pidie Jaya 71 8

19. Banda Aceh - -

20. Sabang - -

21. Langsa - -

22. Lhokseumawe 10 6

23. Subussalam 28 5

Jumlah Total

121.094 53.950

R : Kopi Robusta A: Kopi Arabika

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh (2011)

Pada tahun 2011, Kabupaten Aceh Tengah hanya mampu memproduksi 25.187 ton per hektar. Demikian juga pada tahun 2010, produksi hanya 24.328 ton dengan luas panen 48.000 Ha. Dari tahun 2010 sampai tahun 2011 produktivitasnya menurun dari 0,52 per hektar menjadi 0,50 per hektar, sedangkan untuk kopi robusta produktivitasnya meningkat dari tahun 2010 sampai


(21)

tahun 2011 dari 0,35 per hektar menjadi 0,37 per hektar. Produktivitas Aceh Tengah belum mencapai 1 ton per hektar Tabel 4.

Ditinjau dari sumberdaya alam, agroklimat dan keadaan alam yang cocok untuk pertanian kopi serta peluang kopi di pasar lokal maupun internasional, Kabupaten Aceh Tengah sudah semestinya mampu meningkatkan produktivitasnya. Untuk pengembangannya perlu diketahui persoalan apa yang sedang dihadapi serta upaya apa yang akan dilakukan dalam menghadapi persoalan tersebut.

Aceh Tengah merupakan daerah penghasil kopi di Indonesia, namun dalam pengembangannya masih dijumpai beberapa kendala antara lain produktivitasnya rendah, kelembagaan petani belum kuat, proporsi nilai tambah usahatani kopi yang dinikmati oleh petani masih rendah. Terkait dengan permasalahan tersebut maka untuk pengembangan kopi di wilayah ini perlu dikaji sistem usaha tani yang spesifik yang dapat meningkatkan produktivitas kopi petani

Dari segi potensi lahan untuk pengembangan kopi di Kabupaten Aceh Tengah bukan berarti tidak ada kendala potensi lahan masalah yang amat serius dihadapi petani adalah (1) tingkat kesuburan tanah yang rendah terutama unsur hara P tersedia, (2) Kopi dibudidayakan pada lereng 15% atau lebih tanpa diikuti dengan tindakan konservasi tanah dan air, (3) kondisi naungan yang tidak optimal. Masalah ini bertambah berat dengan adanya pasar berorientasi produk organik, sehingga kesuburan tanah yang rendah perlu mendapat perhatian.


(22)

Di dalam pengembangan kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah mempunyai prospek yang baik, terutama terpenuhinya syarat tumbuh tanaman (tanah dan iklim), tersedianya lahan, sarana produksi dan tenaga kerja serta pemasaran hasil. Namun masih dijumpai berbagai kendala antara lain produksi, manajemen dan permodalan. Agar keunggulan kopi dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan petani maka perlu kiranya dikaji hambatan dan kelemahan didalam pengembangan kopi tersebut.

Mengingat tanaman kopi adalah tanaman tahunan, sehingga tidak semudah tanaman semusim untuk dilakukan perubahan apabila terjadi kerugian didalam berusahataninya. Untuk itu strategi pengembangannya harus dirumuskan secara cermat agar tujuan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dapat tercapai. Strategi pengembangan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi suatu pengembangan.

Penyebab rendahnya produktivitas dan kualitas kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah adalah (1) pemeliharaan belum optimal,(2) kesuburan tanah menurun, (3) kelembagaan petani lemah (4) kopi sudah tua, (5) varietas bercampur di dalam hamparan ketinggian tempat yang sama, (6) pengolahan buah kopi belum seragam, (7) rantai pemasaran terlalu panjang.

Adapun bentuk pengolahan hasil pertanian yang telah dilaksanakan oleh sebagian masyarakat adalah industri kopi dan dilakukan dalam skala usaha kecil. Persoalan lainnya adalah harga kopi yang murah dan biaya produksi yang tinggi juga merupakan permasalahan utama yang dihadapi para petani, sehingga sulit bagi petani untuk mengembangkan kegiatan usahataninya. Disamping itu masih rendahnya investasi terhadap pengembangan kopi. Dari segi


(23)

sarana dan prasarana kendala yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat adalah tidak ada balai penelitian untuk komoditi kopi, rendah dalam bidang pemasaran dan pengolahan hasil pertanian juga menjadi kendala yang dapat menghambat pengembangan kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Permasalahan tersebut akan menghambat pengembangan kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Untuk itu diperlukan strategi untuk pengembangan kopi di Kabupaten Aceh Tengah.

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor

eksternal (peluang dan ancaman) agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah. 2. Bagaimana strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1.Menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah.

2.Merumuskan alternatif strategi pemerintah daerah dan memilih prioritas strategi dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah.


(24)

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain :

1.Bagi petani sebagai sumber informasi untuk pengembangan agribisnis kopi

2.Bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah dalam mengambil kebijakan strategis yang berkaitan dengan perencanaan pengembangan agribisnis kopi di Aceh Tengah.

3.Sebagai bahan informasi dan buat rujukan untuk penelitian selanjutnya serta pihak lainnya untuk investor.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Agribisnis

Ada beberapa aspek yang dapat ditempuh dalam upaya mengembangkan kegiatan agribisnis diantaranya :

1. Pembangunan agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis Industri yang sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan (Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.

Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara: 1) Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.2) Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini


(26)

merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.3) Perlu orientasi baru dalam pengelolaan

2. sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien.

3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua

pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.

4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector.

Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku(input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain.


(27)

5. Membangun Sistem agribisnis melalui Industri Perbenihan

Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Oleh karena itu Pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern.

6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis Perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.

7. Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.

Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal (dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.


(28)

8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis Koperasi perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir

9. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis.Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek

yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.

10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah

Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.

11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah. Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis.

12.Pengembangan strategi pemasaran. Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar


(29)

heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). 13.Pengembangan sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis

aggar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis.

14. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi.

15.Pengembangan Infrastruktur Agribisnis. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.

16.Kebijaksanaan terpadu pengembangan. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.

a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.

b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.

c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnis yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.


(30)

d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.

17.Pengembangan agribisnis berskala kecil

Kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan adalah: a. Farming Reorganization

Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.

b. Small-scale Industrial Modernization

Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.

c. Services Rasionalization

Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.

18. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu


(31)

perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi klinik konsultasi Agribisnis. (Sudrajat Laksana,2013)

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian tentang Kopi

Penelitian yang dilakukan Sitohang (1996) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan permintaan kopi di pasar domestik pada periode 1969-1993. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan model ekonometrika dengan pendugaan parameter dilakukan dengan menggunakan metode 3 SLS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi kopi Indonesia tidak responsif terhadap harga kopi dan komoditas substitusi di pasar domestik, harga ekspor,luas areal dan tingkat upah. Kecuali kopi jenis robusta yang responsive terhadap luas areal dalam jangka panjang.

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) tentang produksi, konsumsi, harga dan ekspor kopi nasional dengan menggunakan model ekonometrika bahwa adanya prospek yang cukup besar terhadap permintaan kopi dalam maupun luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Besarnya produksi nasional dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jimmy Andar Siahaan (2008) mengenai analisis daya saing komoditas kopi arabika. Industri kopi arabika nasional merupakan keunggulan kompetitif namun masih harus dibenahi, hal ini


(32)

dapat dilihat dari para petani yang umumnya belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu yang baik minimnya sarana pengolahan dan keterbatasan teknologi untuk pengolahan biji kopi, rendahnya pendidikan petani. Pemerintah berusaha meningkatkan keunggulan kompetitif kopi melalui perbaikan teknik budidaya, penyediaan modal, pengadaan infrastruktur yang mendukung industry kopi arabika sehingga menghasilkan kopi yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Antonio Bani Lolik Carceres (2010) mengenai analisis potensi sebagai produk unggulan ekspor. Kopi sebagai komoditi unggulan ekspor terdapat beberapa factor antara lain : factor kondisi alam, faktor permintaan, struktur dan persaingnya. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilisator yang akan memfasilitasi keempat factor pendukung tersebut agar komoditi kopi dapat bertahan baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri..

2.2.2. Penelitian tentang Strategi

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2006) mengenai nilai tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika kelompok tani. Strategi yang dapat ditetapkan adalah membuka peluang investasi kepada pihak lain, memperluas jaringan pasar, memperbaiki mutu dan tampilan produk olahan kopi, mengikutsertakan anggota kelompok tani dalam program pemerintah pengembangan usaha dan pelatihan.

Penelitian yang dilakukan oleh Basuki Rahmat (2009) tentang strategi pengembangan produk unggulan yang mengidenfikasikan status tingkat perkembangan, komoditas unggulan dan potensi yang dimiliki serta merumuskan


(33)

strategi dan program pengembangan produk unggulan.Menggunakan analisis SWOT dan QSPM, analisi SWOT digunakan untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminalisir kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul .

Ariswandi (2009) dalam penelitiannya mengenai strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi, menanalisis keunggulan komparatif komoditas kopi. Sebagai komoditas basis dalam perekonomian wilayah menghitung besarnya efek multiplier dari segi produksi yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan komoditas kopi tumbuh dan berkembang, merumuskan strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan komoditas kopi. .

Dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang akan dilakukan mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Aceh Tengah memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Pada umumnya alat analis penelitian sama namun komoditi serta lokasi berbeda, demikian juga alat analis berbeda namun komoditi sama.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Konsep Strategis

Menurut Jauch dan Glueck (1995), strategi adalah rencana yang disatukan,

menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi organisasi dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.


(34)

Disamping itu menurut Gitosudarmo (2001), strategi adalah pedoman arah kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi kekuatan dan kelemahan usaha, lebih realitik lagi strategi suatu usaha adalah sebuah rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan keterbatasan factor-faktor produksinya, perubahan lingkungan dan persaingan.

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan (Rangkuti,2005). Strategi adalah pola sasaran, tujuan, kebijakan, dan rencana penting untuk mencapai tujuan. Strategi juga merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan dan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Tujuan utama adalah agar dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi eksternal sehingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternalnya. Manfaat strategi menurut Rangkuti (2005) adalah dapat mengantisipasi kesempatan dan masalah-masalah dimasa datang, memberikan arahan yang jelas dalam pencapaian tujuan.

Menurut David (2005) strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran jangka panjang merumuskan perencanaan komprehensif tenteng bagaimana organisasi akan mencapai misi dan tujuannya. Proses manajemen strategis didasarkan pada keyakinan bahwa organisasi seharusnya terus menerus memonitor peristiwa dan kecenderungan internal dan eksternal sehingga melakukan perubahan tepat waktu. Teknologi informasi dan globalisasi adalah perubahan eksternal yang mengubah bisnis dan masyarakat.


(35)

2.3.2. Analisis SWOT (Strengths,Weaknesess, Opportunities, Threats)

Analisis SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagi langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis. Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan, (Weaknesess) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

Menurut David (2006) faktor-faktor kunci eksternal dan internal merupakan pembentuk matriks SWOT yang menghasilkan empat tipe strategi, yaitu a) Strategi SO yakni strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, b) strategi WO yakni mengatasi kelemahan internal dengan memanfaatkan keunggulan peluang eksternal, c) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dari ancaman eksternal, serta d) strategi WT adalah strategi bertahan dengan meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman lingkungan.


(36)

Data dan informasi internal perusahaan dapat digali dari fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan produksi. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri di mana perusahaan berada.

2.4.Kerangka Pemikiran

2.4.1.Konsep Agribisnis

Secara harfiah agribisnis adalah kegiatan bertani yang sudah dipandang sebagai kegiatan bisnis, tidak lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Menurut Davis dan Goldberg dalam Syahyuti (2006),agribisnis adalah rangkaian semua kegiatan mulai dari pabrik dan distribusi alat-alat maupun bahan untuk pertanian, kegiatan produksi pertanian, pengolahan, penyimpanan, serta distribusi komoditas pertanian dan barang-barang yang dihasilkannya. Sistem agribisnis terdiri dari lima subsistem, yaitu: (1) agribisnis hulu (up-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian, (2) pertanian primer atau disebut subsistem budidaya (on-farm agribusiness), (3) agribisnis hilir (down-stream agribusiness) atau subsistem pengolahan, ada kalanya disebut dengan ”agroindustri”, (4) subsistem perdagangan atau tata niaga hasil, dan (5) subsistem jasa pendukung berupa kegiatan penelitian, penyediaan kredit, sistem transportasi, pendidikan dan penyuluhan, serta kebijakan makro. Paradigma agribisnis berdiri di atas lima premis dasar, yaitu bahwa usaha


(37)

pertanian haruslah profit oriented; pertanian hanyalah satu komponen rantai dalam sistem komoditi sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja system komoditi secara keseluruhan; pendekatan sistem agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap sebagai sistem ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif; sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha dan pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk negara sedang berkembang. Strategi pembangunan pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis, sesungguhnya terdiri dari 3 tahap perkembangan yang semestinya terjadi secara berurutan yaitu :

1.Agribisnis berbasis sumberdaya yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya sebagai faktor produksi (faktor-driven), dan berbentu ekstensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditas primer.

2.Agribisnis berbasis investasi (investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan sumberdaya manusia.

3.Agribisnis berbasis inovasi (inovation-driven), dengan kemajuan teknologi. Pada tahap ini, komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang tinggi dan tenaga kerja terdidik, memiliki nilai tambah yang besar, dan tujuan pasar yang luas.


(38)

2.4.2.Konsep Perumusan Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos dan strategus yang berarti seni perang. Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Menurut Hamel dan Prahalad (1995): “Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkatkan) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan”.

Definisi strategi yang dikemukakan oleh Chandrel (1962:13) menyebutkan bahwa ”Strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut”. Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat (incremental) senantiasa meningkat dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandangan tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa yang akan datang.

Menurut David (2006) strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Manajemen strategis didefenisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai


(39)

obyektivitasnya. Sedangkan proses manajemen strategi adalah suatu pendekatan secara obyektif, logis, dan sistematis dalam penetapan keputusan utama dalam suatu organisasi. Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap berturut-turut, perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.

Perencanaan strategi adalah: (a) mengukur dan memanfaatkan kesempatan (peluang) sehingga mampu mencapai keberhasilan, (b) membantu meringankan beban pengambil keputusan dalam tugasnya menyusun dan mengimplementasikan manajemen strategi, (c) agar lebih terkordinasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan (d) sebagai landasan untuk memonitor perubahan yang terjadi, sehingga dapat segera dilakukan penyesuaian, dan (e) sebagai cermin atau bahan evaluasi, sehingga bisa menjadi penyempurnaan perencanaan strategis yang akan datang. Jadi manajemen strategi penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada.

Proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan (formulasi) strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Tahap perumusan strategi meliputi pengembangan pernyataan misi, penetapan tujuan jangka panjang, dan pengembangan evaluasi serta seleksi atau pemilihan strategi. Tahap pelaksanaan strategi meliputi penetapan kebijakan dan tujuan tahunan serta alokasi sumberdaya. Pada tahap evaluasi strategi dilakukan pengukuran dan evaluasi kinerja pelaksanaan strategi.


(40)

2.4.3. Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal

Analisis lingkungan internal adalah lebih pada analisis internal perusahaan dalam rangka menilai atau mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi (Rangkuti, 2000). Analisa lingkungan internal perusahaan merupakan proses untuk menentukan dimana perusahaan atau pemerintah daerah mempunyai kemampuan yang efektif sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang secara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan.

David (2006), menyebutkan sosial-faktor lingkungan yang akan dianalisa berhubungan dengan kegiatan fungsional perusahaan diantaranya adalah bidang manajemen, sumberdaya manusia, keuangan, produksi, pemasaran, dan oragnisasi. Analisis lingkungan internal ini pada akhirnya akan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.

Sedangkan sosial lingkungan eksternal yang dianalisa adalah terdiri dari lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro adalah lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi keputusan dalam jangka panjang. Lingkungan ini terdiri dari sosial ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Sedangkan lingkungan mikro adalah kegiatan perusahaan yang secara langsung mempengaruhi kegiatan perusahaan itu sendiri. Lingkungan mikro terdiri dari pesaing, kreditur, pemasok, dan pelanggan.

Analisa lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang sedang dihadapi perusahaan. Peluang merupakan kondisi yang


(41)

menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman adalah keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.

Penelitian mengenai strategi pengembangan kopi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan kopi Kabupaten Aceh Tengah. Untuk mengetahui alternatif strategi pengembangan kopi, maka identifikasi faktor internal dan eksternal dianalisis dengan analisis SWOT.

Dari alternatif yang sudah didapat, selanjutnya dilakukan analisis dan evaluasi strategi sebelum tahap penetapan rencana strategi, setelah evaluasi dilakukan maka dilanjutkan dengan tahap terakhir menetapkan rencana strategis pengembangan kopi Kabupaten Aceh Tengah, untuk lebih ringkasnya gambaran mengenai penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(42)

Permasalahan Agribisnis Kopi Kabupaten Aceh Tengah

Faktor-faktor keragaan sumber daya :  Sumberdaya alam dan lingkungan  Sumber daya manusia

 Sumberdaya sosial dan kelembagaan  Sumberdaya buatan

Faktor Strategi

Analisis SWOT

Internal Eksternal

 Kedaaan sumber daya manusia

 Ketersediaan lahan  Akses transportasi

 Keadaan sumber daya alam  Penggunaan teknologi

tradisional

 Ketersediaan dana

 Lembaga Pembina, penelitian dan pelatihan

 Pemasaran kopi  Dukungan kebijakan

pemerintah daerah

Otonomi daerah Tumbuhnya Asosiasi

Pasar yang masih terbuka baik domestic maupun luar negri Tumbuhnya CU

 Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi  Pertumbuhan ekonomi Ketidakpastian iklim global Fluktuasi harga kopi Keamanan berusaha

Gambar 1 .Skema Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan

Agribisnis Kopi Kabupaten Aceh Tengah


(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh. Pemilihan daerah penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama, Kabupaten Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten penghasil kopi di Propinsi Aceh Pertimbangan kedua, Kabupaten Aceh Tengah mempunyai potensi sumberdaya alam khususnya lahan pertanian yang subur, sumberdaya manusia yang memiliki semangat kerja keras dan budaya bertani yang turun-temurun.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Responden penelitian ini terdiri dari 3 komponen adalah petani kopi sebagai produser, pedagang pengumpul/pengusaha industri kopi, aparatur pemerintah. Prosedur yang digunakan dalam penentuan sampel adalah prosedur sampling non-probabilitas. Pengambilan pedagang pengumpul dan aparatur pemerintah

menggunakan teknik snowball sampling yaitu cara pengambilan sampel secara berantai, dimulai dari satu responden dan selanjutnya responden tersebut

menunjukkan responden lain. Demikian sehingga akhirnya sejumlah sampel yang diperlukan dapat dikumpulkan. Sampling ini biasanya digunakan dalam populasi yang berupa organisasi sosial atau bentuk-bentuk usaha kecil (Soewadji, 2012). Sedangkan untuk pengambilan sampel petani diperoleh dari dua kecamatan yang merupakan penghasil terbanyak kopi di Kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah


(44)

populasi sebanyak 53 petani, dari populasi diambil sampel dengan menggunakan persamaan Taro Yamane :

n=

1 2 + Nd

N

(Yamane dalam Rahmat, 1997) dimana :

n = Sampel N = Populasi

d = Presisi (10%)

Berdasarkan rumus tersebut di atas maka dapat dihitung jumlah responden (sampel) yaitu :

n=

1 ) 1 . 0 ( 55

55

2 + ==n = 35

Selain sampel petani sebanyak 35 orang, penelitian ini juga menggunakan pedagang pengumpul/pengusaha sebanyak 7 orang dan aparatur pemerintah sebanyak 6 orang sehingga total seluruh sampel penelitian adalah 35+7+6 = 48 orang.


(45)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden, yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan masukan tentang kendala dan upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data sumberdaya fisik lahan, data produktivitas sumberdaya alam, data sumberdaya buatan, data sumberdaya manusia dan data PDRB sektor pertanian yang terkait dengan penelitian. Data tersebut diperoleh dari instansi seperti, Kantor Bappeda Aceh Tengah, Dinas Perkebunan Aceh Tengah, BPS Aceh Tengah dan dinas-dinas terkait dalam pengembangan kopi di Aceh Tengah pada Tabel 5.

Tabel 5. Data dan Pengambilan Data

Data Sumber Metode

Luas lahan, produksi dan Dinas Perkebunan Survey produktivitas Kab.Aceh Tengah

Ketersediaan Dana Pemerintah Survey Lembaga pembinaan, Dinas Perkebunan Survey Penelitian dan pelatihan Kab.Aceh Tengah

Pemasaran Kopi Pedagang pengumpul dan Survey Pengusaha Industri Kopi

Otonomi daerah Pemda Kab.Aceh Tengah Survey

Fluktuasi Harga Kopi Pedagang Pengumpul dan

Pengusaha Industri Kopi Survey


(46)

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menjelaskan identifikasi masalah adalah dengan analisi deskriptif, yaitu dengan matrik SWOT. Matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi Kabupaten Aceh Tengah disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Analisis SWOT menyediakan pemahaman realistis tentang hubungan suatu organisasai dengan lingkungannya untuk mendapatkan terciptanya strategi yang dapat memaksimumkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan dan ancaman yang ada. Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada diposisi mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini (Rangkuti, 2008)

3.Mendukung startegi turn around 1.Mendukung strategi agresif

4.Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 2. Diagram Analisis SWOT Peluang

Ancaman


(47)

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan yang agresif.

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.

Kuadran 3 : Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain pihak harus mengahadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi organisasi adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisai menghadapai berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Langkah-langkah pembuatan SWOT, sebagai berikut :

1. Metode SWOT yaitu metode penyusunan strategi dengan mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Strategi yang disusun adalah strategi yang akan dilaksanakan oleh petani, pedagang pengumpul/pengusaha kopi, aparatur pemerintah. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : a. Mengidentifikasikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada tujuan strategi b. Dari seluruh faktor tersebut dipilih faktor yang secara


(48)

c.Faktor strategis tersebut dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh petani, pedagang pengumpul/pengusaha industri kopi, aparatur pemerintah. Faktor eksternal adalah faktor yang tidak dapat dikendaliakan oleh petani, pedagang pengumpul/pengusaha industri kopi, aparatur pemerintah.

2. Penentuan faktor S, W, O dan T berdasarkan skor.

Setelah diklasifikasi faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian disusun kuesioner yang akan ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian setiap faktor. Nilai skor berkisar antara 1 dan 4, dari penilaian terendah sampai tertinggi. Untuk faktor internal, skor 1 dan 2 menunjukkan Kelemahan (Weakness) sedangkan 3 dan 4 menunjukkan Kekuatan (Strength). Untuk faktor Eksternal, skor 1 dan 2 menunjukkan Ancaman (Threat) sedangkan 3 dan 4 menunjukkan peluang (Opportunity). Setelah diperoleh skor tiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata aritmatika dari seluruh responden.

3. Penentuan Bobot

Setelah diperoleh skor tiap faktor kemudian dilakukan pembobotan setiap faktor. Pembobotan ini dilakukan dengan cara tehnik komparasi berpasangan dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1998). Metode ini menggunakan model Pairwise Comparision Scale yaitu dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu hirarki berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor. Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan


(49)

responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin besar kemampuan responden untuk membedakan, maka akan semakin rinci juga pembagian nilanya. Nilai dari masing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan yang ditemukan oleh Saaty (1998) dengan tingkat perbandingan :

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai

2 Elemen yang satu lebih penting Penilaian lebih sedikit dari elemen lainnya mempengaruhi satu faktor dibandingkan faktor lainnya 3 Satu faktor mutlak lebih Faktor tersebut paling penting dari

dari faktor lainnya dari faktor lainnya yang memiliki tingkat penegasan tertinggi.

4. Matriks Perbandingan Seluruh Faktor untuk tiap responden

Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden selanjutnya dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.

5. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk seluruh responden

Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata geometris perbandingan dari seluruh responden dengan rumus :

G =


(50)

X2 = Nilai untuk responden 2 X3 = Nilai untuk respoden 3 6. Normalitas dan rata-rata bobot

Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasikan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah.

7. Menentukan skor terbobot dan prioritas

Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dengan tiap faktor.

8. Penyusunan strategi dengan menggunakan matriks SWOT

Selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis dengan menggunakan matriks SWOT.


(51)

Gambar 3 . Matrik SWOT Internal Eksternal Strenght(S) (Kekuatan) Weakness (W) (Kelemahan) Opportunity (O) (Peluang) Strategis S-O

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi W-O

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) (Ancaman) Strategi S-T

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman

Strategi W-T

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk mengatasi ancaman

3.4.1. Matriks Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS) :

1. Menyusun dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman )

2. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1 (sangat penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating 1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.


(52)

Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika ancamannya sedikit ratingnya 4.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dengan kelompok industri yang sama (Rangkuti, 2008).


(53)

3.4.2. Matriks Faktor Strategi Internal

Faktor-faktor strategis internal perusahaan yang diidentifikasikan akan disusun dalam table IFAS (Internal Strategic Factors Analysis) dengan tujuan untuk merumuskan faktor-faktor startegis internal tersebut dalam kerangka Strenght and Weakness perusahaan. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1 (paling penting) samapai dengan 0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan . (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1).

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variable yang masuk kategori kekuatan ) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik) dengan membandingkan dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama.Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.


(54)

6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sana (Rangkuti,2008).

Tabel 6. Matriks Faktor Strategi Eksternal

Faktor-faktor Strategi Eksternal

Bobot Rating Bobot x Rating

Peluang 1. 2. 3. 4.

Ancaman 1.

2. 3. 4.


(55)

Tabel 7. Matriks Faktor Strategi Internal

Faktor-faktor Strategi Eksternal

Bobot Rating Bobot x Rating

Kekuatan 1.

2. 3. 4.

Kelemahan 1.

2. 3. 4.

Total 100

Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7, tahapan yang dilakukan dalam menentukan faktor strateginya adalah menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan kelemahan serta peluang ancaman dalam kolom 1, lalu diberi bobot masing-masing faktor tersebut yang jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 100 pada kolom 3.

3.4.3. Matriks SWOT

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.


(56)

a.Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b.Strategi ST

Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c.Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d.Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Definisi Operasional

1. Strategi adalah tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan peningkatan pengembangan dengan cara memanfatkan kekuatan dan peluang yang ada. Memperkecil kelemahan dan ancaman dengan cara memanfaatkan kekuatan dan peluang tersebut. Sehingga apa yang menjadi tujuan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.

2. Analisis SWOT adalah untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah dengan


(57)

mengidentifikasikan faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

3. Faktor internal adalah keadaan sumber daya manusia, ketersediaan lahan, keamanan berusaha, akses transfortasi, keadaan sumber daya alam, penggunaan teknologi tradisional, ketresediaan dana, lembaga Pembina penelitian dan pelatihan, pemasaran kopi, dukungan kebijakan pemerintah daerah merupakan kekuatan dan kelemahan strategi pengembangan agribisnis kopi.

4. Faktor eksternal adalah otonomi daerah, tumbuhnya asosiasi, pasar yang terbuka baik domestik maupun luar negeri, tumbuhnya CU, perdagangan bebas, perkembangan teknologi dan komunikasi dan informasi, pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Petani kopi ditiap kecamatan terpilih yang lebih mengetahui permasalahan dalam pengembangan kopi di Kabupaten Aceh Tengah

2. Pedagang pengumpul dan pengusaha industri kopi yang sudah mengetahui bagaimana cara penjualan kopi untuk diekspor yang ada di Kabupaten Aceh Tengah


(58)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Aceh Tengah memiliki luas 445.404,12 Ha yang secara geografis terletak pada 4022’ 14,42” – 4042’ 40,8” LU dan 960 15’ 23,6” – 970

Sebelah Utara

22’ 10,76” BT. Batas administratif Kabupaten Aceh Tengah sebagai berikut:

: Kabupaten Bener Meriah, Bireuen dan Pidie

Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Gayo Lues

Sebelah Timur : Kabupaten Gayo Lues, Aceh Barat dan Nagan Raya

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Pidie

4.1.2. Iklim

Kabupaten Aceh Tengah beriklim tropis, tergolong ke dalam tipe iklim B menurut Schimidt Ferguson. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juli, dan musim hujan berlangsung dari bulan Agustus sampai bulan Desember.

Curah hujan berkisar antara 1.082 sampai dengan 2.409 Milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan antara 113 sampai dengan 160 hari per tahun. Tingkat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yang mencapai 316,5 mm, terendah pada umumnya terjadi pada bulan Juli mencapai 6,2 mm.

Aceh Tengah merupakan daerah sejuk dengan suhu sekitar 20,100C.Bulan April dan Mei merupakan bulan terpanas dengan suhu mencapai 26,60C, dan


(59)

bulan September adalah bulan dengan udara dingin dengan suhu yaitu 19,700

4.1.3. Penduduk

C. Keadaan udara tidak terlalu lembab dengan rata-rata kelembaban udara 80,08%, kelembaban udara terbasah 86,28% dan terkering 74,25%. Kecepatan angin tercepat 2,53m/det dan terlambat 0,95m/det.(BPS,2013)

Penduduk Kabupaten Aceh Tengah pada Tahun 2013 tercatat 185.733 jiwa yang terdiri dari 94.108 jiwa laki-laki dan 91.625 jiwa perempuan Persebaran penduduk sebagaian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang umumnya memiliki fasilitas sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih baik. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Tengah relatif tinggi tahun 2013 di Kabupaten Aceh Tengah (BPS, 2013).

4.2. Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilakukan terhadap 35 petani, 7 pedagang pengumpul/pengusaha industri kopi, 6 aparatur pemerintah. Karakteristik sampel yang dimaksud terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama berusaha dan luas lahan. Secara keseluruhan karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 8 :

Tabel 8. Karakteristik Sampel

Karakteristik Petani Pedagang Aparatur

Rentang Rataan Rentang Rataan Rentang Rataan Umur (tahun) 35-60 47.0 20-52 33.42 43.56 49.33 Pendidikan (tahun) 9-12 11.4 12-16 13.42 16-18 17.33 Lama berusaha (thn) 4-25 9.1 15-16 10.57

Luas lahan (Ha) 0.05-2 0.87 Pendapatan sekali

panen (Rp/Kg)

400.000-850.000

563.142


(60)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa umur petani sampel rata-rata 47 tahun, umur pedagang pengumpul rata-rata 33,42 tahun, umur aparatur pemerintah rata-rata 49,33 tahun . Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel dan pedagang pengumpul di daerah penelitian tergolong pada usia produktif yaitu masih potensial melakukan kegiatan usahanya dan mencari informasi untuk mendukung pengelolaan usahanya.

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang diikuti dari bangku sekolah yaitu : SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Lama pendidikan petani sampel di daerah penelitian rata-rata 11,4 tahun, pedagang pengumpul rata-rata 13,42 tahun dan aparatur pemerintah rata-rata 17,33 tahun .

Lama berusaha petani sampel di daerah penelitian rata-rata 9,11 tahun dan pedagang pengumpul 10,57 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman berusaha petani sampel dan pedagang pengumpul sudah cukup lama sehingga memiliki wawasan yang lebih baik untuk mengelola usahanya. Keadaan ini sebenarnya sudah merupakan modal untuk memperbaiki kekurangan dan mengatasi masalah-masalah yang pernah dihadapi petani maupun pedagang pengumpul desa sebelumnya dalam mengelola usahanya.

Luas lahan petani sampel di daerah penelitian rata-rata 0,87 Ha.Hal ini menunjukkan penggunaan lahan di daerah penelitian sudah tergolong sedang dan pendapatan petani untuk sekali panen di daerah penelitian rata-rata 563.142 (Rp/Kg).


(61)

4.3. Rantai Tata Niaga

Pada daerah penelitian, rantai pemasaran kopi yang terjadi adalah dapat dilihat pada Tabel 9 :

Tabel 9. Rantai Tata Niaga Pemasaran Kopi di Kabupaten Aceh Tengah

No Rantai Tata Niaga Rata-rata Harga yang Diterima (RP/Kg)

1. Petani Pedagang Pengumpul 20.764 2. Pedagang Pengumpul Pengusaha Industri Kopi 25.000 3. Pengusaha Industri Kopi Eksportir 70.000 Sumber : Lampiran 4 dan 5

Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) rantai tata niaga pemasaran kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Petani yang langsung menjual kopi ke pedagang pengumpul menerima harga rata-rata 20,764 Rp/Kg, pegagang pengumpul menjual kopi ke pengusaha industri kopi menerima harga rata-rata 25.000 Rp/Kg,dan pengusaha industri kopi menjual ke eksportir menerima harga rata-rata 70.000 Rp/Kg.

4.4. Prasarana dan Sarana

4.4.1. Jalan dan Transportasi

Kondisi jalan di Kabupaten Aceh Tengah relatif baik. Ruas jalan propinsi maupun kabupaten yang ada di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Isaq dan batas Kabupaten Aceh Tengah dengan Kabupaten Bener Meriah rawan akan bencana tanah longsor, yang dapat memutuskan hubungan transportasi. Namun secara keseluruhan kondisi jalan di Aceh Tengah dapat dilalui dengan kendaraan roda empat. Panjang jaringan jalan di Kabupaten Aceh Tengah sampai tahun 2013


(62)

sekitar 1.092,65 Km, yang terdiri dari 189,69 jalan Negara 207,99 Km jalan propinsi dan 694,97 Km jalan kabupaten.

4.4.2. Pasar

Pasar sebagai fasilitas tempat pemasaran barang di wilayah Aceh Tengah ada beberapa pasar dengan hari raya pekan yang berbeda. Pasar dapat mendukung petani untuk memperoleh sarana dan prasarana pertanian serta mempermudah pemasaran hasil pertaniannya ke berbagai pasar yang masih bisa dijangkau. Disamping itu pasar juga memberikan kesempatan lebih bagi para pedagang sarana produksi dan pedagang pengumpul.

4.5. Pertanian

4.5.1. Kegiatan Pertanian

Sebagai daerah yang memiliki keadaan geografis yang berbukit- bukit dan ketinggian antara 500-1.400 meter dpl, kurang lebih 80% penduduk Aceh Tengah bekerja disektor pertanian, keadaan tanah yang subur serta cuaca yang dingin sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan persawahan, perkebunan, peternakan, maupun kehutanan.

Penyumbang terbesar PDRB sektor pertanian 2012 sebesar 45,76% adalah sub sektor tanaman perkebunan ini dipengaruhi oleh keberadaan tanaman kopi sebagai komoditas utama tanaman perkebunan di Kabupaten Aceh Tengah dan paling banyak ditanam. Penyumbang terbesar kedua adalah subsektor kehutanan yang juga selalu menempati penyumbang terbesar kedua PDRB sektor pertanian selama kurun waktu empat tahun terakhir. Kabupaten ini mempunyai potensi lahan yang cocok dijadikan sebagai pengembangan tanaman keras dan perkebunan.


(63)

4.5.2. Kegiatan Pengusahaan Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Aceh Tengah disamping tebu, tembakau, nilam, jahe, kunyit, serewangi. Kopi merupakan komoditi yang mempunyai prospek yang baik karena kebutuhan kopi dalam negeri, khususnya luar negeri semakin meningkat. Usahatani kopi sudah merakyat di Kabupaten Aceh Tengah, hampir setiap kecamatan membudidayakan kopi. Terdapat lebih dari 30 varietas kopi arabika yang terdapat di Dataran Tinggi Gayo. Tiga varietas yang dominan ditanam oleh petani di Aceh Tengah dan Bener Meriah yaitu Borbor (Gayo 2), Ateng Super dan Timtim (Gayo 1). Varietas ini umumnya masuk ke Dataran Tinggi Gayo setelah diperkenalkan oleh pemerintah melalui bantuan bibit langsung. Kebanyakan kopi arabika di dataran tinggi gayo merupakan hasil perbanyakan generative secara alami dari sumber bibit lokal berproduktivitas tinggi yang diseleksi oleh balai penelitian, petani sendiri atau penangkar teregistrasi atau tidak teregistrasi. Masing-masing varietas dikenal berdasarkan morphologi. Tidak ada yang bisa memastikan kualitas dan kemurnian genetik dari bibit yang berasal dari pemerintah maupun penangkar lokal.

Produktivitas kopi arabika per hektar sangat bervariasi mulai dari kurang dari 250 kg per hektar hingga hampir mencapai 2000 kg per hektar. Disamping varietas, produktivitas kopi arabika sangat tergantung pada intensitas perawatan. Petani yang memiliki produktivitas tinggi umumnya menanam Timtim dan Ateng Super. Sementara produktivitas Borbor agak kurang karena mungkin usianya masih relatif muda dibanding varietas lainnya.


(64)

Untuk jangka pendek, program peremajaan tanaman perlu dilakukan terutama bagi pohon-pohon tua serta yang berproduksi rendah. Selain itu, petani kopi di Gayo harus didukung oleh sistem pembibitan kopi yang bersumber dari tanaman induk berproduksi tinggi terdaftar, bebas penyakit, proses penyilangan terkontrol yang menjamin kemurnian varietas, dan dari penangkar teregistrasi yang diproduksi sesuai dengan peraturan dan dikontrol oleh instansi yang berwenang. Bibit yang tidak jelas harus dengan tegas dilarang oleh pemerintah.

4.5.3. Pemasaran Kopi

Kegiatan pemasaran kopi pada umumnya dilakukan saat pekan raya. Petani menjual kopi kepada pedagang pengumpul yang ada di desa, kemudian pengumpul yang di desa menjual kopi kepada pedagang pengumpul yang ada di kecamatan. Tidak jarang juga ditemui bahwa petani menjual langsung kopi kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menjual kopi ke pengusaha industri kopi atau koperasi yang ada di Aceh Tengah baru dijual ke pihak eksportir.

Gambar 4. Saluran Pemasaran Kopi Kabupaten Aceh Tengah Petani Pengumpul di

desa

Koperasi/Peng usaha industry

kopi


(65)

4.5.4. Asosiasi Kopi

Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari dataran tinggi gayo. Perkebunan kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues. Ketiga daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luasan sekitar 94.800 hektar. Masing-masing

Gayo

di Kabupaten Aceh Tengah 48.000 hektar yang melibatkan petani sebanyak 33.000 kepala keluarga (KK), Bener Meriah 39.000 hektare (29.000 KK) dan 7.800 hektare di Kabupaten Gayo Lues dengan keterlibatan petani sebanyak 4.000 KK.

adalah nama suku asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabika yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia Atas dedikasi dan kerjasama dalam menjaga kualitas Kopi Gayo miliknya, Persatuan Petani Kopi Gayo Organik (PPKO) di Tanah Gayo telah mendapat Fair Trade Certified dari Organisasi Internasional Fair Trade dan pada tanggal 27 Mei 2010, Kopi Gayo menerima sertifikat IG

Kemudian pada Event Lelang Special Kopi Indonesia tanggal 10 Oktober 2010 di Bali, kembali Kopi Arabika Gayo memperoleh score tertinggi saat

(Indikasi Geogafis) diserahkan kepada pemda oleh Menteri Hukum dan HAM Indonesia.

Cupping Score. Sertifikasi dan prestasi tersebut kian memantapkan posisi Kopi Gayo sebagai Kopi Organik terbaik di Dunia.


(66)

Assosiasi Produser Fairtrade Indonesia (APFI), APFI yang sudah berdiri sejak tahun 2010 memiliki tantangan selain mempromosikan kopi fairtrade juga bagaimana APFI dapat berperan dalam memfasilitasi produser (koperasi) dengan pihak buyer dalam perdagangan kopi dunia karena peran kami akan dikurangi dalam pendampingan koperasi kopi, selain itu tetap mengupayakan harga minimum APFI saat ini memiliki 18 anggota disampaikan oleh Djumhur Ketua APFI, 15 diantaranya berada di Kabupaten Aceh Tengah, yaitu koprasi KBQ Baburayan, KKGO, KSU Arinagata, KSU Adil Wiladah Mabrur, KSU Bies Utama, KSU Burni Bies Gayo, Kopepi Ketiara, KSU Sara Ate dan KSU Megah Berseri.

4.6. Hasil Analisis Strategi Pengembangan Kopi

4.6.1. Analisis Faktor Internal

Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan dari strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah.Berdasarkan wawancara dan kuesioner serta masukan dari Kepala Dinas Perkebunan, Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), Dosen Perguruan Tinggi, Ketua Kelompok Tani di setiap kecamatan terpilih, serta pedagang pengumpul maupun pengusaha industri kopi yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, diperoleh faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat pada Tabel 10.


(67)

Tabel 10. Penentuan Skor Faktor Internal

No Parameter Rataan

skor

Hasil Penilaian

Responden Jumlah Responden

1 Sumber daya alam 4 Kekuatan Aparatur 6

2 Ketersediaan lahan 4 Kekuatan Aparatur 6

3 Akses transportasi 4 Kekuatan Aparatur 6

4 Sumber daya manusia 4 Kekuatan Aparatur 6

5 Dukungan pemerintah 3 Kekuatan Petani 30

6 Teknologi tradisional 1 Kelemahan Petani 30

7 Ketersediaan dana 2 Kelemahan Petani 30

8 Lembaga pembinaan dan litbang 2 Kelemahan Petani 30

9 Pemasaran kopi 2 Kelemahan Petani 30

10 Kemitraan usaha 2 Kelemahan Pedagang 7

11 Pengendalian hama penyakit 2 Kelemahan Petani 30

Sumber : Nilai rataan parameter kekuatan dan kelemahan Lampiran 11,12,13

Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor internal yang mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi Aceh Tengah terdapat 5 (lima) kekuatan yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :

A.Kekuatan

Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal yang dianggap sebagai kekuatan yang mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi di Aceh Tengah. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus digunakan semaksimal mungkin dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan agribisnis kopi, faktor-faktor itu terdiri dari :

1. Keadaan Sumberdaya Alam

Keadaan sumber daya alam menjadi faktor kekuatan antara lain iklim, kesuburan tanah, topografi, ketinggian antara 1000-2.600 m di atas permukaan laut. Penggunaan lahannya didominasi oleh kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau 64,98% dari luas wilayah. Pada umumnya jenis tanah bervariasi 68% diantaranya terdiri dari tanah podsolik coklat dan merah kuning dengan tekstur liar berpasir, struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas sedang, keadaan tersebut menjadikan Aceh Tengah sebagai daerah yang subur dan menjadi pusat


(68)

produksi pertanian dataran tinggi di Propinsi Aceh khususnya tanaman kopi. Sesuai dengan letak geografisnya iklimnya termasuk iklim equatorial dengan jumlah hari hujan rata-rata 137 hari/tahun dan curah hujan rata-rata 1,822 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar pada 20 ºC dengan kelembaban nisbi antar 80-84%. Faktor-faktor itulah yang menjadi kekuatan diharapkan dapat membantu memperlancar pengembangan agribisnis kopi secara alamiah. Dengan kondisi sumberdaya alam yang subur dan ditunjang dengan iklim dan ketinggian yang cocok untuk budidaya kopi dan tanaman dataran tinggi lainnya.

2. Ketersediaan Lahan

Luas wilayah Aceh Tengah adalah 4.318.39 Km², Komoditi perkebunan yang menjadi unggulan adalah kopi. Luas perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 47.854 ha atau 11% dari luas wilayah kabupaten, dengan jumlah produksi kopi (biji hijau) rata-rata sebesar 21.861,42 ton/ tahun. Untuk perluasan tanaman kopi, masih terdapat potensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebar hampir diseluruh kecamatan. Lahan yang akan ditanami harus sesuai dengan syarat tumbuh yang diinginkan seperti ketinggian tempat, curah hujan, suhu, tanah subur dan mangandung bahan organik (humus) lebih dari 5%, kedalaman efektif lebih dari 100 cm, pH tanah 5,5-6,5, kemiringan lahan tidak lebih dari 30%. Dengan lahan yang sangat luas tersebut menjadi kekuatan dalam pengembangan agribisnis kopi di Aceh Tengah.

3. Akses Transportasi

Secara umum, jalur transportasi dalam Kabupaten Aceh Tengah sudah baik, ini dapat dilihat dari pengangkutan hasil kopi yang akan dijual dari petani ke pedagang pengumpul, disini pedagang pengumpul langsung mengambil hasil kopi


(1)

Kuesioner Aparatur Pemerintah

I.Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3.Pendidikan : 4.Jabatan :

II.Faktor Internal dan Eksternal

1.Apakah sumber daya manusia untuk pengembangan kopi sudah memadai? 2.Bagaimana mengatasi ketersediaan dana yang kurang untuk meningkatkan

skala produksi kopi petani?

3.Bagaimana akses transportasi untuk kegiatan mobilitas produksi kopi? 4.Bagaimana dengan tumbuhnya asosiasi kopi ?

5.Bagaimanakah peran pemerintah dalam pengembangan agribisnis kopi? 6.Apakah pemasaran kopi masih dikuasai oleh pedagang pengumpul?


(2)

. Cara pengendalian hama dan penyakit pada kopi

No Hama dan Penyakit Intensitas Serangan Cara Penanggulangan Bobot

1 Hama

-Menyerang akar (akar hitam,akar coklat)

-Menyerang batang dan ranting (jamur upas, mati ujung) -Menyerang bunga dan buah

(buah kopi berlubang) 2 Penyakit

- Akar (akar hitam,akar coklat) - Batang dan ranting (jamur

upas,mati ujung)

- Daun (karat daun,daun hangus) -Bunga dan buah (rontok buah)


(3)

7.Modal menanam kopi

No Modal Jumlah Harga (Rp) Jumlah Modal Sumber Modal Bobot

1 Bibit 2 Pupuk

3 Pestisida hayati 4 Pestisida kimia 5 Cangkul 6 Gunting pangkas 7 Pisau

8 Hand Sprayer 9


(4)

8. Berapa kali panen dilakukan dalam sebulan

No Panen Jumlah (Kg) Harga(RP/Kg) Tempat Penjualan Bobot

1 1 kali dalam sebulan (4 minggu sekali)

2 2 kali dalam sebulan (2 minggu sekali)

3 3 kali dalam sebulan (3 minggu sekali)

4 4 kali dalam sebulan (1 minggu sekali)


(5)

8. Apakah pembinaan dan penelitian untuk petani kopi di Aceh Tengah sudah memadai?

No Petani Keterangan Bobot

1 Pengetahuan tentang budidaya kopi a.Ya b.Tidak Alasannya:

2 Pemeliharaan yang dilakukan a.Ya b.Tidak Alasannya :

3 Menerima program pelatihan dan penyuluhan a.Pernah b.Belum Alasannya:

4 Menerima bantuan modal a.Pernah b.Belum Alasannya:


(6)

7.Program-program yang dilakukan pemerintah untuk pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Aceh Tengah

No Nama Program Yang dilakukan Jumlah Peserta Jumlah Dana Bobot

1 Peningkatan pemberdayaan penyuluh perkebunan di lapangan untuk tanaman kopi

2 Meningkatkan fungsi balai benih untuk tanaman kopi 3 Program peningkatan

pemasaran hasil kopi 4 Peningkatan penerapan

teknologi untuk tanaman kopi

5 Peningkatan peroduksi kopi

6 Peningkatan sarana dan prasarana