Metode Indeks Musiman Metode Tren Trend Metode Box-Jenkins

35

4. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Double Eksponential

Smoothing Metode Double Eksponential Smoothing menggunakan dua koefisien pemulusan diantaranya adalah koefisien pemulusan dan . Koefisien pemulusan menunjukkan nilai koefisien terhadap pemulusan metode double eksponential smoothing dan koefisien menunjukkan nilai koefisien terhadap trend. nilai konstanta pemulusan tersebut bernilai antara 0 dan 1. Persamaan dalam metode double eksponential smoothing adalah: A t = Y t + 1- A t-1 + T t-1 T t = A t -A t-1 + 1- T t-1 Dimana : , = koefisien pemulusan Y t = nilai periode ke-t A t-1 = nilai periode sebelumnya T t-1 = nilai tren periode sebelumnya

5. Metode Indeks Musiman

Persamaan dalam metode indeks musiman adalah: Y = a + bX a = Y n b = XY n = Yt Y rata-rata = n 36 t+1 = Y rata-rata Dimana: a, b = konstanta n = banyaknya data Y = penjualan aktual X = pengkodean dari titik tengah periode = rasio penjualan Yt = nilai garis trend t+1 = penjualan periode ke depan

6. Metode Tren Trend

Menurut Firdaus 2006:14, bentuk umum persamaan trend adalah Yt= a 1 +b 1 T + t Dimana: Yt = Penjualan CPO Variabel dependen T = Waktu atau periode variabel independen a 1 dan b 1 = Parameter model t = Residual model Bentuk lain dari persamaan trend adalah Model trend kuadratik dengan persamaan sebagai berikut: Y t = at +b lt T + t

7. Metode Box-Jenkins

Prosedur Box-Jenkins terdiri dari beberapa tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, evaluasi model dan peramalan Firdaus, 2006: 19. Pada tahap 37 identifikasi dilakukan ekplorasi terhadap pola data untuk mengetahui unsur musiman, kestasioneran data, identifikasi terhadap pola ACF dan PACF. Pada tahap estimasi model dilakukan perhitungan awal untuk parameter-parameter dari model tentatif. Tahap evaluasi model, dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Pada tahap peramalan, dilakukan penerapan terhadap model dengan parameter yang paling efisien. Menurut Firdaus 2006: 24-28, setelah data dipastikan stasioner, selanjutnya adalah identifikasi untuk menentukan model ARIMA tentatif. Hal in dilakukan dengan menganalisis perilaku atau pola ACF dan PACF. Koefisien autokorelasi ACF dapat bernilai antara -1 sampai +1. Suatu deret waktu non musiman dikatakan stasioner jika koefisien autokorelasinya nol untuk dapat stasioner bila koefisiennya berbeda nyata dari nol hanya pada beberapa beda kala pertama k 5. Parsial autokorelasi PACF digunakan untuk mengetahui ukuran hubungan antara dua deret waktu yang berbeda ketika pengaruh dari variabel lainnya dihilangkan. Untuk mendapatkan plot ACF dan PACF dapat dilakukan menggunakan software Minitab 15 karena perhitungan secara manual sangat rumit. Untuk data yang tidak mengandung unsur musiman beberapa alternatif model tentatif adalah sebagai berikut: a. Model Autoregresif-autoregressive AR Model AR dipilih bila ACF menunjukkan pola dying down dan PACF menunjukkan pola yang cut off. jumlah observasi masa lalu yang digunakan dalam model AR dikenal dengan orde p. Berikut persamaan model AR. Z t = + 1 Z t-1 + 2 Z t-2 + …+ t 38 Dimana : Zt = observasi deret stasioner saat ini Z -1 , Z t-2 = observasi sebelumnya , 1 , 2 = parameter-parameter yaitu konstan dan koefisien t = residual parameter acak untuk periode saat ini yang diharapkan nilainya sama dengan nol b. Model Rataan Bergerak- Moving Average MA Model MA ini dipilih bila ACF menunjukkan pola yang cut off dan PACF menunjukkan pola dying down. Jumlah residual masa lalu yang digunakan dalam model MA dikenal sebagai orde q. Berikut peramaan model MA. Z t = + t – t t-1 – 2 t-2 - …- q t-q Dimana : Z t = observasi deret stasioner saat ini t = residual peramalan yang white noise t-1 , t-2 = residual peramalan periode sebelumnya , 1 , 2 = konstanta dan koefisien rataan bergerak c. Model Gabungan- Autoregressive Moving Average ARMA Model gabungan ini dipilih bila ACF dan PACF kedua-duanya menunjukkan pola dying down. Model ini adalah kombinasi model autoregresif dan model rataan bergerak. Orde dari model gabungan ini adalah p dan q. Persamaan dalam model ini sebagai berikut: Z t = + 1Z t-1 + 2 Z t-2 + … + t – 1 t-1 - 2 t-2 39 Dimana : Zt = observasi deret stasioner saat ini Z t-1 , Z t-2 ,…, t-1 , t-2 = observasi danresidual peramalan periode sebelumnya dari deret stasioner t = residual peramalan acak untuk periode saat ini , 1 , 2 ,…, 1 , 2 ,.. = konstanta dan koefisien-koefisien model mengestimasi model ARIMA Menurut Firdaus 2006: 29 dalam tahap estimasi model, penentuan ordo p dan q secara lebih terperinci dapat dilakukan berdasarkan identifikasi ACF dan PACF. Sebagai contoh, bila koefisien ACF signifikan hanya pada beda kala 1 dan 2 serta PACF mempunyai pola damped eksponensial, maka model tentatif adalah ARIMA 0,d,2. Setelah dilakukan estimasi parameter model, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu, 1. Residual peramalan bersifat acak. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini, dapat digunakan indikator Box-Ljung statistic. Dari session diketahui bahwa model nilai P-value untuk uji statistik ini lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa residual sudah acak. Selain itu grafik ACF dan PACF dari residual menunjukkan pola cut off, yang berarti bahwa residual memang sudah acak. 40 2. Model parsimonious. Dengan model yang diperoleh yang ditulis sebagai contoh ARIMA 0,1,1 menunjukkan bahwa model relatif sudah dalam bentuk yang paling sederhana. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Ini dapat dilihat dari nilai P-value koefisien kurang dari 0,05. 4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA dan AR dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. 5. Proses iterasi harus convergence. Bila ini terpenuhi maka session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. 6. Model harus memiliki MSE terkecil.

3.3.2.2. Ukuran Akurasi Hasil Peramalan