1. Kerangka Teoretis
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan
teoretis.
18
Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang berguna untuk mencari pemecahan suatu masalah. Teori bisa dipergunakan untuk menjelaskan fakta dan
peristiwa huku m yang terjadi. Teori huku m dalam sebuah penelitian sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam
masalah penelitian.
19
1. Teori pertanggungjawaban pidana
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai toereken- baarheid, criminal responsibility, criminal liability.Pertanggungjawaban pidana
disini dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang
dilakukannya.
20
Menurut Romli Atmasasmita, pertanggungjawaban pidana criminal liability diartikan sebagai suatu kewajiban hukum pidana untuk memberikan pembalasan yang
akan diterima pelaku terkait karena orang lain yang dirugikan.
21
18
M. Solly Lubis. Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80.
19
Mukti Fajar Nur Dewanta dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 16.
20
S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem, Jakarta, 1996, hal. 245.
21
Romli Atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Yayasan LBH, Jakarta, 1989, hal. 79.
Pertanggungjawaban
Universitas Sumatera Utara
atau yang dikenal dengan konsep liability dalam segi falsafah hukum, seorang filososf besar abad ke 20, Roscoe Pound menyatakan bahwa I … use simple word
“liability” for the situation where by one may exact legally and other is legally subjected to the exaction. Pertanggungjawaban pidana diartikan Pound adalah
sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan. Pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak
hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi menyangkut pula masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat.
22
Adanya tindak pidana pada dasarnya adalah asas legalitas “nullum delectum sine previa lege poenali” sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas
kesalahan. Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah kepada orang yang melakukan
perbuatan itu juga dijatuhkan, tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu sipelaku juga mempunyai kesalahan.
23
Hukum pidana Indonesia dikenal istilah Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan geen straf zonder schuld yang merupakan dasar dari pertanggungjawaban hukum
pidana terhadap pelaku tindak pidana. Istilah Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan tersebut memiliki ratio hukum bahwa barang siapa yang melakukan kesalahan di
dalam hukum pidanawajib mempertanggungjawabkan kesalahannya tersebut di depan
22
Ibid.
23
Ibid, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
hukum dengan ancaman penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
24
Tindak pidana yang dimaksud dalam rumusan tersebut adalah subjek hukum yang dapat berupa orang perseorangan danatau kelompok orang baik yang tergabung
dalam suatu organisasi tertentu yang bertindak sebagai pengurus maupun pimpinan ataupun kelompok orang yang tidak tergabung dalam suatu organisasi tertentu.
Tindak pidana dalam hal ini dilakukan oleh suatu organisasi perusahaan baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, maka pertanggungjawaban sanksi
pidananya dibebankan kepada orang dalam organisasi perusahaan tersebut yang memberikan perintah sehingga mengakibatkan terjadinya tindak pidana, maupun
orang yang bertindak sebagai pemimpin didalam organisasi perusahaan tersebut.
25
Pertanggungjawaban tindak pidana yang dilakukan oleh suatu organisasi perusahaan dapat pula dibebankan kepada orang yang memberikan perintah sehingga
mengakibatkan terjadinya tindak pidana dan juga pemimpin dari organisasi perusahaan tersebut secara bersama-sama. Berbagai perumusan tindak pidana dalam
KUHP selalu tercantum unsur sengaja dolus dan unsur kealpaankelalaian culpa yang mengandung arti bahwa pertanggungjawaban pidan dalam KUHP menganut
prinsip pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan liability based on fault atau asas culpabilitas.
26
24
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 171.
25
Ibid.
26
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penangggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008, hal 111.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori sistem pembuktian
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan mengatur mengenai alat bukti
yang boleh digunakan hakim guna membuktikan kesalahan terdakwa.
27
Pembuktian dalam hukum pidana merupakan suatu sistem yang berada dalam kelompok hukum pidana formal hukum acara. Sistem hukum pembuktian ini
mengatur suatu proses terjadi dan bekerjanya alat-alat bukti untuk selanjutnya dilakukan suatu penyelesaian dengan perbuatan materil yang dilakukan oleh terdakwa
untuk pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan mengenai terbukti atau tidaknya terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
28
Sistem pembuktian hukum pidana menganut pendekatan pembuktian negatif berdasarkan
peraturan perundang-undangan negatief wettelijk overtuiging. Sistem pembuktian ini berlandaskan hakim dapat menjatuhkan suatu pidana kepada terdakwa
berdasarkan keyakinan hakim dengan alat bukti yang sah berdasarkan undang- undang.
29
27
Setyo Utomo, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT. Sofmedia, Medan, 2014, hal. 154.
28
Ibid., hal. 155.
29
Lihat Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP, Pasal 184 KUHAP: Alat bukti yang sah adalah sebagai berikut :1. Keterangan
saksi, 2.Keterangan ahli, 3. Surat, 4. Petunjuk, 5. Keterangan terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan hakim ini harus didasari dengan minimum 2 alat bukti sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.
30
Hukum pembuktian korupsi khususnya mengenai pembebanan pembuktian ada perbedaan dengan ketentuan pada KUHAP, yakni dalam hal-hal tertentu dan
tindak pidana tertentu terdapat penyimpangan, beban pembuktian tidak mutlak pada jaksa penuntut umum tetapi ada pada terdakwa atau kedua belah pihak yakni jaksa
penuntut umum dan terdakwa secara berlawanan sistem pembuktian semi terbalik. Jaksa membuktikan terdakwa bersalah, artinya secara positif sedangkan terdakwa
atau penasihat hukum membuktikan tidak bersalah, atau secara negatif.Membuktikan tindak pidana korupsi selain menggunakan sistem semi terbalik, sistem pembebanan
Hukum pembuktian perkara pidana dalam KUHAP, pihak yang wajib membuktikan tentang kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan
berada pada pihak jaksa penuntut umum. Pihak terdakwa pasif, dalam arti untuk menolak dakwaan dan membela diri adalah hak dasar yang dimilikinya.
Membuktikan tentang kesahalan terdakwa bagi jaksa sifatnya imperatif, namun pembuktian tersebut bukanlah bersifat final.
30
Ibid., Pasal 183.
Universitas Sumatera Utara
biasa pada jaksa penuntut umum juga tetap berlaku.Maksud sistem biasa adalah pembebanan pembuktian pada jaksa penuntut umum, seperti pada KUHAP.
31
Hukum pembuktian tindak pidana korupsi ternyata sistem pembuktiannya menentukan tidak melulu pada jaksa penuntut umum, tetapi dalam hal didakwa selain
tindak pidana korupsi juga harta benda terdakwa, maka beban pembuktian juga pada terdakwa, artinya pada kedua pihak.Pembuktian ini disebut sebagai sistem semi
terbalik atau disebut dengan sistem pembuktian berimbang terbalik. Pembebanan pembuktian pada sistem semi terbalik atau pembuktian berimbang terbalik, adalah
pembuktian in casu membuktikan kekayaan terdakwa yang seimbang dengan sumber pendapatannya, beban pembuktiannya berada pada terdakwa atau penasihat hukum
dan sebaliknya apabila terdakwa tidak dapat membuktikan, maka keadaan tidak berhasil membuktikan itu akan digunakan oleh jaksa penuntut umum untuk
memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
32
2. Kerangka Konseptual