mencapai target capaian siklus I yang hanya sebesar 80. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran hal. 268.
4.3 Pembahasan
Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Berikut ini adalah
Tabel 28 yang merupakan rangkuman keadaan kondisi awal data awal, indikator keberhasilan tindakan target dan realisasi tindakan capaian.
Tabel 28. Kondisi Awal, Indikator Keberhasilan Tindakan, dan Realisasi Tindakan
Komponen Deskriptor
Data Awal
Target Siklus I
Keterca- paian
Deskriptor Instrumen
Kualitas Proses
Tertarik pada suatu
objek Kesukaan
terhadap pelajaran IPS
23,52 40
58,82 Jumlah siswa yang
cukup sampai sangat memiliki
kesukaan terhadap materi IPS dibagi
jumlah seluruh siswa
kuesioner
Ketertarikan terhadap
pembelajaran IPS
32,35 50
55,88 Jumlah siswa yang
cukup sampai sangat memiliki
ketertarikan terhadap
pembelajaran IPS dibagi jumlah
seluruh siswa kuesioner
Pelibatan reseptor
sensori, seperti mata,
telinga, kulit peraba
Mengarahkan pandangan
mata kepada objek guru,
teman, bahan ajar
52,94 70
85,29 Jumlah siswa yang
cukup sampai sangat
mengarahkan pandangan dibagi
jumlah seluruh siswa
kuesioner
Komponen Deskriptor
Data Awal
Target Siklus I
Keterca- paian
Deskriptor Instrumen
Perhatian terhadap
penjelasan guru
41,18 55
61,76 Jumlah siswa yang
cukp sampai sangat memperhatikan
penjelasan guru dibagi jumlah
seluruh siswa kuesioner
Mencatat materi IPS
yang diajarkan 50
65 70,59
Jumlah siswa yang cukup sampai
sangat mencatat meteri IPS dibagi
jumlah seluruh siswa
kuesioner
Memusatkan pikiran pada
suatu objek Perhatian
terhadap materi IPS
17,65 35
47,06 Jumlah siswa yang
cukup sampai sangat memberi
perhatian terhadap materi IPS dibagi
jumlah seluruh siswa
kuesioner
Pemahaman terhadap
materi IPS 32,35
45 61,76
Jumlah siswa yang cukup sampai
sangat memahami materi IPS dibagi
jumlah seluruh siswa
kuesioner
Partisipasi siswa dalam
mengajukan pertanyaani
de dalam diskusi
Partisipasi siswa dalam
mengajukan pertanyaanide
dalam diskusi kelas
8,82 20
25,49 Jumlah siswa yang
mengajukan pertanyaanide
dalam diskusi kelas dibagi jumlah
seluruh siswa Lembar
observasi
Partisipasi siswa dalam
mengajukan pertanyaanide
dalam diskusi kelompok
15 56,86
Jumlah siswa yang mengajukan
pertanyaanide dalam diskusi
kelompok Lembar
observasi
Partisipasi siswa dalam
menjawab Partisipasi
siswa dalam menjawab
pertanyaan dari 41,18
50 50,94
Jumlah siswa yang menjawab
pertanyaan dari guru dibagi jumlah
Lembar observasi
Komponen Deskriptor
Data Awal
Target Siklus I
Keterca- paian
Deskriptor Instrumen
pertanyaan guru
seluruh siswa Partisipasi
siswa dalam menjawab
pertanyaan dari teman
11,76 25
37,25 Jumlah siswa yang
menjawab pertanyaan dari
teman dibagi jumlah seluruh
siswa Lembar
observasi
Interaksi siswa dalam
kelompok Interaksi siswa
dengan siswa
25 43,61
Jumlah interaksi siswa berbagi
informasi, berbagi tafsiran,
bernegosiasi dengan siswa lain
dibagi jumlah seluruh interaksi
siswa maksimal sosiogram
Kemampuan kelompok
dalam mengerjakan
LKS Kemampuan
kelompok dalam
menceritakan kembali
peristiwa sekitarkemerde
kaan Indonesia dan membuat
poster
65 91,67
Jumlah kelompok yng mengerjakan
LKS dan mendapat nilai 72 ke atas
dibagi jumlah seluruh kelompok
LKS
Daya serap siswa
Kemampuan siswa
menjawab soal evaluasi
64,71 80
82,35 Jumlah siswa yang
memiliki nilai evaluasi 72 ke atas
dibagi jumlah seluruh siswa
Soal evaluasi
Dalam Tabel 28 dapat diketahui bahwa semua indikator sudah tercapai. Keberhasilan ini juga didukung dengan observasi langsung kegiatan pembelajaran
pada siklus I. Pada proses pembelajaran mulai dari pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga memang menunjukkan adanya peningkatan dilihat dari
meningkatnya jumlah siswa yang memberikan perhatian dan terlibat aktif pada pembelajaran IPS yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena memang kegiatan
yang dilakuakan berbeda dari kegiatan-kegiatan pembelajaran yang biasanya sehingga siswa memiliki antusias yang tinggi. Dengan meningkatnya perhatian
siswa juga mengakibatkan meningkatnya kualitas proses pembelajaran. Pembahasan dari masing-masing indikator adalah sebagai berikut.
Indikator perhatian pertama, yaitu tertarik pada suatu objek. Objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner
terdapat 14 siswa yang kurang menyukai pelajaran IPS. Salah satu siswa dari ke- 14 siswa yang kurang menyukai pelajaran IPS adalah Tyas. Tyas mengisi
kuesioner dengan langsung memberi pernyataan sangat tidak sesuai pada item saya menyukai pelajaran IPS dan saya bersemangat dalam belajar IPS lampiran
hal. 260, item no. 1 dan 6 . Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya ketertarikan
dia terhadap mata pelajaran IPS. Akan tetapi, dia masih memberikan pernyataan sesuai untuk item saya mempersiapkan buku IPS pada hari sebelum ada pelajaran
IPS dan item saya mempunyai keinginan untuk bertanya tentang materi IPS lampiran hal. 266, item no. 3. Hal ini juga menunjukkan bahwa meski Tyas
tidak menyukai dan tidak tertarik dengan IPS, tetapi dia tetap berusaha untuk belajar IPS.
Lain dengan Diko, salah satu siswa yang tertarik pada pelajaran IPS. Dalam mengisi kuesioner, Diko langsung menyatakan sangat sesuai dengan
pernyataan saya menyukai pelajaran IPS dan saya bersemangat dalam belajar IPS lampiran hal. 262, item no. 1 dan 6. Hal ini menunjukkan bahwa Diko memiliki
ketertarikan yang tinggi terhadap mata pelajaran IPS. Begitu pula pada item-item favorable
yang lain dia memberikan pernyataan sesuai dan sangat sesuai, sebaliknya pada item unfavorable dia menyatakan tidak sesuai atau sangat tidak
sesuai. Dari pernyataan tersebut dapat menunjukkan tentang kekonsistenan dia dalam menjawab kuesioner. Selain itu, didukung dengan observasi secara
keseluruhan dalam pembelajaran dia juga aktif dalam mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan dari guru, maupun bertanya kepada guru.
Selain pembahasan terhadap dua anak tersebut, peneliti juga memberikan pembahasan tambahan mengenai peningkatan indikator ini. Berdasarkan
wawancara bebas dengan siswa, siswa mengaku senang dan menyukai pembelajaran IPS dengan berkelompok. Dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan juga dirasa menarik karena ada kegiatan menggambar, seperti yang dikatakan oleh salah satu siswa yang peneliti wawancara. Siswa tersebut
mengatakan, “Seneng mbak, kalo kerja kelompok, jadi ada yang membantu. Terus aku juga suka ngegambar jadi aku buat gambar di poster deh. Lain kali gini aja
mbak belajarnya, biar gak ngebosenin .” Oleh karena itu, kesenangan tersebut
juga turut mendukung peningkatan ketertarikan siswa terhadap pelajaran IPS. Indikator kedua perhatian adalah mengarahkan reseptor sensori yang
sesuai ke arah objek. Keberhasilan dalam penelitian ini pada indikator ditandai dengan meningkatnya pelibatan reseptor sensori, seperti mata, telinga, kulit
peraba terhadap objek. Hal ini disebabkan karena ada tuntutan dari kegiatan pembelajaran bahwa siswa harus membuat cerita tentang satu peristiwa sekitar
kemerdekaan dalam kelompok sehingga siswa mau tidak mau harus membuka buku dan berdiskusi dengan teman untuk membuat ceritanya.
Selain itu, berdasarkan kuesioner yang diisi oleh Tyas, pada item melihat ke guru ketika guru menjelaskan dia memberi pernyataan tidak sesuai lampiran
hal. 260, item no. 7 . Begitu pula pada pernyataan memperhatikan penjelasan guru
dia pun memberikan pernyataan tidak sesuai lampiran hal. 261, item no. 8, dan memberi pernyataan sesuai pada item yang berkebalikan dengan item tersebut
unfavorable. Hal ini, cukup menunjukkan kekonsistenan Tyas dalam menentukan jawaban terhadap item dan juga menunjukkan bahwa Tyas kurang
mengarahkan reseptor sensori seperti mata, telinga, dan peraba kepada guru, teman, atau bahan ajar.
Pada indikator perhatian ketiga, yaitu memusatkan pikiran pada suatu objek juga mengalami peningkatan. Beberapa hal yang membuat siswa
memusatkan pikiran dalam pembelajaran adalah adanya kegiatan belajar dalam kelompok, menyaksikan film sederhana, kegiatan membuat poster yang dinilai
siswa sebagai kegiatan yang banyak menggambar dan adanya tuntutan dari guru untuk membuat suatu karya, yaitu poster yang berisi tentang peristiwa sekitar
kemerdekaan. Berdasarkan pengisian kuesioner yang dilakukan oleh Tyas dan Diko
dapat diketahui adanya kecenderungan yang berbeda. Tyas lebih memberikan pernyataan tidak sesuai terhadap item yang menyatakan pemusatan pikiran pada
suatu objek atau item favorable, sedangkan Diko cenderung menyatakan sesuai atau sangat sesuai pada item favorable.
Siswa yang mengajukan pertanyaan baik pertanyaan kepada siswa lain maupun kepada guru diperoleh dari pengamatan langsung oleh peneliti yang
dicatat dalam lembar observasi. Dari interaksi atau hubungan yang terjadi dalam kelompok adalah banyaknya siswa yang saling membantu dalam mengerjakan
tugas, selain itu ada pula siswa yang merasa bingung dengan banyaknya pertanyaan dari teman dalam diskusi. Pertanyaan yang dilontarkan misalnya
seperti posternya mau diwarnai atau tidak, bagaimana kalau posisi penyusunan peristiwa dibuat mengular, dll.
Partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan baik pertanyaan yang diajukan guru secara klasikal maupun pertanyaan dari siswa lain dalam satu
kelompok mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup signifikan adalah partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan dari siswa lain karena pada
pembelajaran sebelum dilaksanakan siklus I sangat sedikit. Hal ini lagi-lagi karena adanya kegiatan kelompok. Berdasarkan observasi langsung ketika siswa
mengerjakan tugas terjadi suatu hubungan yang baik, misalnya adanya kelompok yang saling bertanya jawab tentang urutan waktu maupun tokoh yang terlibat
dalam peristiwa, maupun hubungan tanya jawab dalam memberikan penilaian kelompok. Guru juga banyak menjumpai siswa dalam bekerja kelompok, baik
dalam meengerjakan LKS maupun proses membuat poster. Guru juga banyak mengajukan pertanyaan berkaitan dengan poster yang dibuat, misalnya ada hal
yang belum jelas mengenai urutanalur waktu dalam poster, guru lalu bertanya ini maksudnya bagaimana, lalu siswa d
engan entengnya menjawab, “ini lho pak, baru dinomerin, belum ditebelin, jadi nanti ini ke sini, sini, lalu kesini
sambil
menunjukkan alur yang dimaksud. “lho ini kan belum ada nomernya? Tanya guru, “iya pak, tapi maksudnya nanti diberi nomor, ini baru nulis-nulis dulu”
jawab siswa kemudian. Interaksi siswa dalam kelompok dipecah lagi menjadi dua poin, yaitu
interaksi siswa dengan guru dan interaksi siswa dengan siswa. Hasil dari pengamatan menggunakan sosiogram menunjukkan adanya peningkatan interaksi
karena siswa bekerja dalam kelompok dan juga banyak siswa yang bertanya kepada guru atau guru yang bertanya kepada siswa dalam proses pembelajaran
dalam kelompok. Dari enam kelompok, kelompok V memiliki interaksi paling tinggi mulai
dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Interaksi ini ditandai dengan kesalingberhubungannya antara siswa yang satu dengan siswa yang lain di
kelompok V. Tidak hanya pada satu atau dua siswa yang saling berinteraksi tetapi semua interaksi dari semua anggota hampir sama. Hubungan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan I
Pada pertemuan I, kelompok baru dibentuk dan tugas yang harus dikerjakan siswa adalah membuat ringkasan atau menceritakan kembali peristiwa
Caca Karin
Jembar Abril
Tata
sekitar kemerdekaan Indonesia. Interaksi yang terjadi di pertemuan pertama pada kelompok V sebesar 45. Pada pengamatan 10 menit pertama kelompok
mendapatkan tugas, terlihat bahwa Karin menjadi siswa yang ditunjuk untuk menulis ringkasan dari peristiwa sekitar kemerdekaan Indonesia. Teman-teman
yang lain membantu memberikan masukan atau pendapat dalam membuat ringkasan. Karin terlihat lebih suka berinteraksi dengan dengan Tata dan Caca dan
cenderung banyak melakukan komunikasi dengan Tata dan Caca dibandingkan dengan teman laki-laki yang ada dalam kelompoknya.
Selanjutnya digambarkan interaksi yang terjadi di kelompok V pada pertemuan kedua. Interaksi tersebut nampak pada Gambar 9.
Gambar 9. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan II
Pada pertemuan II, kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok adalah membuat rancangan poster dan dilanjutkan dengan membuat
poster yang sebenarnya pada kertas yang disediakan. Interaksi pertemuan kedua interaksi yang dilakukan cukup merata, terdapat 6 interaksi dua arah dan dua
Caca Karin
Jembar Abril
Tata
interaksi satu arah. Interaksi dua arah terjadi antara Karin dan Tata, Karin dan Caca, Karin dan Abril, Abril dan Tata, Jembar dan Abril, serta Tata dan Caca.
Hubungan satu arah antara Jembar ke Caca dan Jembar ke Karin. Antara Caca dan Abril tidak terlihat adanya interaksi pada saat pengamatan. Pertemuan kedua ini
terdapat lebih banyak interaksi karena dalam siswa mengerjakan tugas, yaitu membuat rancangan poster dan dilanjutkan dengan membuat poster. Pada saat
mengerjakan tugas siswa dalam kelompok saling membantu dan bekerja sama. Masing-masing siswa memiliki andil dalam membuat poster.
Kemudian, digambarkan lagi interaksi yang terjadi di kelompok V pada pertemuan ketiga. Interaksi tersebut nampak pada Gambar 10.
Gambar 10. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan III
Pertemuan III, interaksi yang terjadi daam kelompok V pada pertemuan ketiga mencapai 75. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan galery walk
dan melakukan penilaian terhadap poster tentang peristiwa sekitar proklamasi Caca
Karin
Jembar Abril
Tata
kemerdekaan Indonesia yang dibuat oleh kelompok lain. Dari kelompok V, siswa yang siswa yang berkunjung ke kelompok lain adalah Caca, Karin, dan Tata
sedangkan Jembar dan Abril yang tinggal. Oleh karena itu, interaksi antara Karin, Tata, dan Caca terjadi interaksi dua arah karena mereka saling berbagi pendapat
dan bernegosiasi dalam memberikan penilaian terhadap kelompok lain. Begitu pula, antara Abril dan Jembar juga terjadi komunikasi dua arah karena hanya
mereka berdua yang tinggal dan menjaga poster, serta menanggapi dan menjawab pertanyaan jika ada teman dari kelompok lain yang bertanya.
Berdasarkan Gambar 8, 9, dan 10 diketahui bahwa jumlah garis yang menggambarkan hubungan atau interaksi dalam kelompok V meningkat pada
pertemuan II jika dibandingkan dengan pertemuan I. Akan tetapai, pada pertemuan III mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah garis
interaksi pada pertemuan II. Pertemuan I merupakan pertemuan dengan garis interaksi paling sedikit.
Selama tiga kali pertemuan, ada kelompok yang memiliki jumlah garis interaksi paling banyak, ada pula kelompok dengan jumlah garis interaksi paling
sedikit. Kelompok dengan garis interaksi yang paling sedikit, yaitu kelompok VI. Interaksi yang terjadi pada kelompok VI di pertemuan pertama nampak pada
Gambar 11.
Naya Tyas
Farrel Aski
Rayhan Benny
Gambar 11. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan I
Kelompok VI merupakan kelompok dengan rata-rata persentase paling sedikit, yaitu 35,56. Pada pertemuan I, kelompok IV mendapat persentase
26,67. Pada Gambar 11 nampak bahwa Benny, Farrel, dan Rayhan belum berinisiatif untuk berinteraksi dengan teman lain dalam kelompok. Naya adalah
salah satu siswa dalam kelompok yang paling banyak mengadakan interaksi. Dia berinisiatif untuk berinteraksi dengan semua teman dalam kelompoknya, yaitu
dengan Tyas, Aski, Farrel, Benny, dan Rayhan. Interaksi dua arah terjadi antara Naya dengan Aski dan Naya dengan Tyas. Dengan hanya ada satu siswa yang
menonjol untuk berinteraksi belum mampu mengajak siswa lain untuk ikut berinteraksi. Akibatnya, siswa dalam kelompok VI yang aktif dalam mengerjakan
LKS hanya Naya dan Tyas, sedangkan siswa lain hanya membantu jika Naya atau Tyas memintanya.
Selanjutnya akan digambarkan interaksi yang terjadi di kelompok VI pada pertemuan kedua. Interaksi kelompok VI pada pertemuan kedua nampak
seperti pada Gambar 12.
Gambar 12. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan II
Naya Tyas
Farrel Aski
Rayhan Benny
Naya Tyas
Farrel Aski
Rayhan Benny
Interaksi yang terjadi di kelompok VI pada pertemuan kedua adalah sebesar 40. Pada pertemuan kedua pola interaksi yang terjadi justru berpusat
pada Benny. Benny didatangin oleh semua teman dalam kelompoknya. Benny menjadi siswa yang dipercaya oleh teman-temannya untuk meneruskan
pembuatan poster tentang urutan peristiwa sekitar kemerdekaan yang sebelumnya sudah dirancang oleh Naya dan Tyas. Interaksi dua arah yang terjadi jumlahnya
meningkat. Interaksi tersebut terjadi anta Benny dengan Rayhan, Benny dengan Tyas, dan Tyas dengan Naya. Farrel dan Aski tidak terjadi interaksi sama sekali.
Secara umum interaksi yang terjadi pada pertemuan kedua sudah meningkat jika dibandingkan dengan pertemuan pertama. Pertemuan ketiga terlihat pada Gambar
13.
Gambar 13. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan III
Interaksi pada pertemuan ketiga di kelompok VI sama dengan interaksi pada pertemuan kedua, yaitu sebesar 40. Jumlah interaksi dua arah yang terjadi
meningkat. Interaksi dua arah tersebut terjadi antara Tyas dengan Benny, Tyas dengan Naya, Benny dengan Naya, Benny dengan Rayhan. Pada pertemuan kali
ini, Benny masih menjadi siswa yang paling banyak berinteraksi, bahkan Benny mengadakan interaksi dengan semua anggota dalam kelompoknya. Dalam
kegiatan galery walk, perwakilan kelompok VI yang menilai kelompok lain adalah Naya dan Tyas. Meski demikian, sesekali Benny mengikuti Naya dan Tyas
untuk ikut menilai poster milik kelompok lain. Pada pertemuan ketiga, terutama pada kegiatan galery walk lebih banyak
interaksi antara siswa dengan siswa yang terjadi, karena ada kegiatan siswa yang berkunjung ke tempat kelompok lain untuk menilai poster yang dibuat kelompok
lain. Oleh karena setiap kelompok pasti mewakilkan teman untuk menilai kelompok lain, maka setiap kelompok dalam pertemuan ketiga terjadi interaksi.
Kemampuan setiap kelompok dalam mengerjakan tugas atau LKS mengalami peningkatan. Sebelumnya guru tidak menggunakan cara berkelompok
dalam pembelajaran IPS. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas, alasan guru tidak membentuk kelompok dalam pembelajaran adalah supaya siswa belajar
lebih mandiri dengan pemberian tugas individu. Akan tetapi, metode yang bervariasi diperlukan untuk menghilangkan kejenuhan siswa. Salah satunya guru
dapat menggunakan cara berkelompok untuk siswa dalam mengerjakan tugas. Selain itu, berkaitan dengan pembelajaran kontekstual, pembelajaran yang
dilakukan bersama teman yang difasilitasi melalui kerja kelompok akan memungkinkan terjadinya sharing dan siswa juga bisa diajak untuk saling
memberi dan menerima, serta mengembangkan sifat ketergantungan positif Riyanto, 2010:173.
Dalam kegiatan kelompok, selain siswa mengerjakan LKS berupa membuat ringkasan atau menceritakan kembali satu peristiwa sekitar
kemerdekaan, siswa juga membuat poster tentang peristiwa sekitar kemerdekaan. Sebelum membuat poster siswa harus membuat rancangan atau megurutkan
peristiwa tersebut terlebih dahulu dan membuat rancangan poster. Salah satu contoh adalah poster yang dibuat oleh kelompok 1 seperti pada Gambar 14.
Gambar 14. Poster yang Dibuat oleh Kelompok I
Dalam poster yang dibuat oleh kelompok I, terlihat sudah cukup menarik dengan adanya penambahan warna dan gambar-gambar yang dibuat sendiri.
Selain itu, juga terdapat petunjuk urutan dari masing-masing peristiwa sehingga memudahkan untuk mengetahui urutan peristiwa.
Daya serap siswa juga mengalami peningkatan seperti indikator-indikator yang lain. Dari hasil evaluasi, terdapat 28 siswa yang lolos KKM atau memiliki
nilai lebih dari 72. Dari siswa yang memiliki nilai tertinggi, yaitu 94, memang menceritakan peristiwa kemerdekaan dengan baik dan runtut, terdapat kejelasan
tokoh, keterangan waktu dan tempat. Salah satu pekerjaan siswa yang baik dalam menceritakan kembali peristiwa sekitar kemerdekaan adalah pekerjaan dari
Adanityas atau yang biasa dipanggil Tyas yang seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Baik
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa Tyas sudah mampu menyebutkan tiga peristiwa sekitar kemerdekaan Indonesia. Selain itu, pada soal
nomor 2, Tyas memilih peristiwa Rengasdengklok untuk dia ceritakan kembali. Dalam menceritakan kembali Tyas sudah jelas menyebutkan nama tokoh, tempat
kejadian, urutan waktu dan keterangan tanggal dalam kejadian dan juga menceritakan peristiwa yang terjadi dalam peristiwa Rengasdengklok. Sebaliknya,
juga ada siswa yang memiliki nilai hanya 22 dan dalam menceritakan kembali sangat sederhana, hanya menggunakan satu kalimat, seperti yang terdapat pada
Gambar 16.
Gambar 16. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Kurang Baik
Dari pekerjaan soal evaluasi milik Farrel terlihat bahwa dalam menyebutkan tiga peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya ada
satu peristiwa yang tepat. Pada soal nomor 2, Farrel tidak jelas hendak menuliskan cerita apa dan hanya menuliskan satu kalimat saja. Dalam dalam menulis pun
terlihat bahwa Farrel kurang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan, karena ada bekas goresan pensil yang sangat berbeda di dalam dia menulis.
Hal yang menarik dari adanya hasil siswa mengerjakan soal evaluasi dan dibandingkan dengan hasil perhitungan kuesioner dan pengamatan pada aktivitas
pembelajaran adalah Tyas yang dalam penilaian kuesioner termasuk dalam siswa yang kurang perhatian tetapi Tyas mampu mengerjakan soal evaluasi dengan baik
dan juga aktif terlibat dalam bekerja kelompok. Ketika ditanya tentang rasa suka dan perhatian terhadap IPS dia mengatakan “Aku memang tidak suka dengan IPS
karena hapalan mbak, tetapi kata mamah jangan sampai ada pelajaran yang tidak tuntas, jadi ya harus belajar mbak, lagian kalau tidak tuntas kan nanti juga
harus remidi, terus belajar lagi, males mbak. ” Berdasarkan jawaban tersebut,
peneliti menilai bahwa memang motivasi siswa dalam belajar bisa berasal bukan dari dalam diri tetapi berasal dari stimulus eksternal, yaitu dari orang tua mamah
dan konsekuensi remidi kalau tidak tuntas. Dari sini, peneliti berpendapat bahwa
dengan cara demikian yaitu memberi stimulus eksternal untuk memotivasi siswa mampu membuat prestasi belajar siswa lulus KKM.
Selain pembahasan pada masing-masing indikator, peneliti juga membahas mengenai pelaksanaan dari pembelajaran kontektual itu sendiri. Proses
pembelajaran yang meliputi tujuh komponen, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya
ternyata mampu memberikan suatu kegembiraan bagi siswa. Salah satu contoh kegembiraan dalam belajar IPS kali ini tercermin dalam salah satu refleksi siswa
yang nampak pada Gambar 17.
Gambar 17. Refleksi Salah Satu Anggota Kelompok VI
Berdasarkan refleksi tersebut, peneliti dapat mengatakan bahwa siswa sudah mampu menikmati pembelajaran yang dilakukan dan dia belajar dengan
perasaan senang. Meski dia mengatakan ada sedihnya tetapi dia mengaku gembira bersama-sama. Akan tetapi ada ungkapan yang kurang jelas di katakan seperti
rasanya luar biasa saat membuat poster. Dari hal ini, peneliti menilai bahwa siswa tersebut tertarik dengan aktivitas yang dilakukannya. Selain itu, ada pula siswa
siswa yang merasa senang dan mampu mengambil makna melalui kegiatan bersama kelompoknya yang sesuai dengan komponen masyarakat belajar. hal
tersebut nampak pada Gambar 18.
Gambar 18. Refleksi Fikri
Berdasarkan refleksi di atas terlihat bahwa siswa tersebut yang bernama Fikri mengaku lebih memahami dan belajar untuk bersosialisasi dengan temannya.
Selain itu, dia juga sempat menceritakan bahwa ada perbedaan pendapat yang terjadi, dan akhirnya dibuatlah suatu keputusan. Akan tetapi, peneliti kurang
mengetahui apa peran siswa tersebut dalam mengambil keputusan. Selain Fakhri ada pula Donny yang juga merasakan manfaat dalam
kegiatan belajar bersama teman dalam kelompok dan bahkan mengaku tidak mendapat kesulitan dan mendapat pengetahuan yang lebih banyak ketika dia
belajar bersama teman-temannya seperti pada Gambar 19.
Gambar 19. Refleksi Donny
Secara keseluruhan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual sudah baik. Selain itu, perhatian dan
keterlibatan aktif siswa juga sudah meningkat. Meningkatnya perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran berdampak pada meningkatnya
prestasi siswa.
128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN