Jika obat diberikan pada dosis dan interval tertentu pada multiple-dose regimen
, jumlah obat dalam tubuh akan meningkat dan terjadi peningkatan rata- rata level plasma yang lebih tinggi dari puncak pada dosis awal gambar 8. Pada
pemberian obat berikutnya dengan interval yang lebih pendek dari waktu eliminasi dosis sebelumnya, maka dapat terjadi akumulasi obat dimana
konsentrasi plasma akan lebih tinggi dari puncak konsentrasi plasma dosis sebelumnya Shargel, et al, 2005.
G. Infusa
Pembuatan infusa merupakan cara paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga yang dapat diminum
panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa. Infusa
simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infusa simplisia yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Infusa simplisia yang mengandung
glikosida antarkinon, ditambah larutan natrium karbonat P 10 dari bobot simplisia. Infusa yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan
menggunakan 10 simplisia, kecuali dinyatakan lain Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010.
Metode infudasi digunakan untuk menyari kandungan aktif dari simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang
tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang diperoleh dengan cara ini harus segera diproses sebelum 24 jam. Cara ini sangat
sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Pada umumnya proses dimulai dengan membasahi simplisia sengan air dua kali bobot bahan,
untuk bunga empat kali bobot bahan dan karagen sepuluh kali bobot bahan. Bahan baku ditambah dengan air, pada umumnya jika tidak dinyatakan lain diperlukan
100 bagian air untuk 10 bagian bahan kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90
C untuk infusa atau 30 menit untuk dekokta. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mengandung minyak atsiri
Direktorat Obat Asli Indonesia, 2013.
H. Metode Rangsang Kimia
Dalam metode ini, rasa nyeri ditimbulkan oleh rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang diinjeksikan secara intraperitoneal pada hewan
uji. Zat yang sering digunakan adalah asam asetat dan fenilkuinon. Metode ini cukup sederhana dan reprodusibel untuk pengujian senyawa dengan yang bersifat
analgesik lemah. Pemberian senyawa analgesik akan mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri hingga geliat berkurang sampai tidak terjadi sama
sekali tergantung dari daya analgesik senyawa yang digunakan Nitasari, 2010. Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat
intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat writhing yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen retraksi dan kejang
dengan membengkokkan kepala dan kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test
atau Abdominal Constriction Test Wuryaningsih, Rarome dan Windono, 1996.
I. Landasan Teori
Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. Ambang nyeri pada setiap individu
berbeda-beda. Nyeri timbul dengan adanya rangsangan tertentu yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan sehingga dilepaskan mediator nyeri dan
merangsang nyeri. Analgetika merupakan senyawa yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan nyeri. Senyawa analgesik dapat berasal obat modern
maupun bahan alam. Ibuprofen merupakan senyawa golongan NSAID yang banyak digunakan sebagai senyawa analgesik dan memiliki efikasi yang lebih
baik daripada parasetamol. Rosela telah banyak digunakan masyarakat untuk mengatasi hipertensi
dan terapi lainnya, serta dikonsumsi harian sebagai minuman herbal. Senyawa yang terkandung dalam kelopak bunga rosela di antaranya antosianin, asam tartat,
asam askorbat, riboflavin, tiamin, asam sitrat, asam malat asam hidrositrat dan asam malat. Ekstrak petroleum eter biji Hibiscus sabdariffa L. menghambat
secara signifikan fase I dan II inflamasi. Diduga terjadi penghambatan pada enzim siklooksigenase yang berperan dalam sintesis prostaglandin, yang bertanggung
jawab dalam proses terjadinya nyeri. Dalam penelitian Winahyu 2015, infusa kelopak bunga rosela dengan
konsentrasi 20 memberikan efek analgesik dengan proteksi terhadap geliat mencit lebih dari 50 pada dosis 2,5 gkg BB mencit, sedangkan dosis 1,25 gkg
BB belum memberikan efek analgesik. Umumnya penggunaan berulang suatu obat dapat menyebabkan akumulasi atau penumpukan senyawa dalam tubuh
sehingga dapat meningkatkan efek farmakologis atau bahkan meningkatkan risiko toksisitas. Demikian juga pada pemberian berulang infusa kelopak bunga rosela
20 dosis 1,25 gkg diduga dapat terjadi peningkatkan efek analgesik. Infusa kelopak bunga rosela dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit. Infusa kelopak bunga rosela
dapat diberikan pada subjek dalam keadaan dingin maupun panas. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode rangsang kimia. Metode ini cukup
peka, sederhana, reprodusibel dan mudah dilakukan untuk uji daya analgesik. Dalam metode ini, nyeri diinduksi dengan pemberian zat kimia yaitu asam asetat.
J. Hipotesis
Lama praperlakuan infusa kelopak bunga rosela Hibiscus sabdariffa L. dosis 1,25 gkg BB mempengaruhi proteksi dengan peningkatan proteksi dan
dapat berfungsi sebagai analgetika.
26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang dilakukan dengan memberi perlakuan pada subjek uji dan diamati pengaruh lama
praperlakuan infusa kelopak bunga Hibiscus sabdariffa L. terhadap efek analgesik.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah. Acak, di mana mencit dipilih secara random sehingga berpeluang
sama dalam memperoleh suatu perlakuan. Lengkap, di mana semua hewan uji memperolehperlakuan yang sama dari awal hingga akhir penelitian. Pola searah,
di mana hanya terdapat satu variabel bebas yaitu variasi lama praperlakuan.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas: variasi lama praperlakuan infusa kelopak bunga rosela
Hibiscus sabdariffa L. dosis 1,25 gkg BB yaitu 1, 3 dan 6 hari. b.
Variabel tergantung: jumlah geliat mencit setiap lima menit selama satu jam
c. Variabel pengacau terkendali: galur spesies subjek uji berupa mencit galur
Swiss, jenis kelamin mencit betina, berat badan mencit 20-30 g, umur mencit 2-3 bulan, sumber kelopak bunga rosela