biokimia saraf yang terjadi pada keadaan seperti depresi dan stres dapat memperparah nyeri.
4. Modulasi terjadi dimana opioid endogen berikatan dengan reseptor opioid dan
mengantarkan transmisi rangsang nyeri. Tubuh memodulasi nyeri melalui
beberapa proses. Sistem opioid endogen, yang terdiri dari neurotransmitter enkefalin, dinorfin, β-endorfin dan reseptor opioid , ,
κ yang terdapat menyeluruh di sistem saraf pusat. Opioid endogen ini berinteraksi dengan
reseptor opioid dan mengatur transmisi impuls nyeri. Selain itu, sistem saraf pusat memiliki sistem pengatur transmisi nyeri yaitu descending control
system yang dapat menghambat transmisi nyeri pada sinaptik tanduk dorsal
dan yang berasal dari otak. Neurotransmiter penting yang termasuk opioid endogen adalah serotonin, norepinefrin,
γ-aminobutyric acid GABA dan neurotensin.
DiPiro, et al, 2008
C. Analgetika
Obat-obatan yang mengubah sensitivitas atau menghapus rasa sakit disebut sebagai obat penghilang rasa sakit atau analgetika Mishra, Ghosh, Kumar
and Panda, 2011. Analgetika dibagi menjadi analgetika kuat yang bekerja pada pusat hipoanalgetika, opiat dan analgetika lemah yang bekerja pada perifer
dengan sifat antipiretik, antiinflamasi dan antireumatik Mutschler, 1999. Senyawa analgesik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa
sakit yang ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia dan fisis yang
melampaui nilai ambang batas tertentu ambang nyeri. Senyawa analgesik non narkotik mempengaruhi proses pertama nyeri dengan mempertinggi ambang batas
nyeri, sedangkan narkotik dengan menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan nyeri Anief, 2000. Analgetika non-narkotik meringankan nyeri
ringan hingga sedang tanpa menurunkan kesadaran dan tidak menyebabkan ketergantungan. Contoh obat golongan ini adalah senyawa golongan salisilat, non-
salisilat misalnya parasetamol, dan NSAIDs nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Roach, 2004. Analgetika narkotik atau analgetika opioid merupakan analgetika kuat yang digunakan untuk penanganan nyeri sedang hingga berat
seperti kanker, persalinan obstetrik, nyeri akut dan parah pada kolik ginjal dan empedu Katzung, et al, 2012.
D. Ibuprofen
Gambar 6. Struktur ibuprofen Direktorat Jenderal POM RI, 2014 Ibuprofen mengandung 97,0-103,0 C
12
H
18
O
2
dihitung tehadap zat anhidrat gambar 6. Pemerian ibuprofen berupa serbuk hablur, berwarna putih
hingga hampir putih dan berbau khas lemah Direktorat Jenderal POM RI, 2014. Ibuprofen adalah obat golongan NSAID Non-steroid anti-inflamatory Drugs
yang paling banyak digunakan sebagai analgesik. Penggunaan obat ini biasanya untuk sakit kepala, nyeri otot dan nyeri haid Koffeman et al, 2014. Ibuprofen
memiliki efikasi yang lebih tinggi daripada asetaminofen untuk pengobatan nyeri
dan demam pada orang dewasa dan pediatrik dengan tingkat keamanan yang sama Pierce and Voss, 2010.
Ibuprofen telah terbukti memberikan efek analgesik paling efektif untuk nyeri akut selama 24 sampai 48 jam. Beberapa percobaan merekomendasikan
penggunaan ibuprofen harus dipertimbangkan sebagai lini pertama NSAID untuk alasan keamanan, khasiat, dan biaya. Pasien biasanya menggunakan NSAID untuk
nyeri yang terkait dengan prosedur gigi terapi saluran akar, pencabutan gigi, nyeri muskuloskeletal, dismenore, dan nyeri kepala akut Simon, 2009. Ibuprofen
relatif aman berkaitan dengan toksisitas pada gastrointestinal di antara obat NSAID lainnya Kunnamo, 2005. Pada penelitian lainnya, disebutkan bahwa
ibuprofen mampu meredakan nyeri laparotomi pada kelinci dengan dosis 15 mgkg dan 30 mgkg Udegbunam, Alaeto, Udegbunam, and Offor, 2008.
E. Asam Asetat