pendidikan kepada  pihak  sekolah  atau  anak2  yang  lebih  banyak  menghabiskan
waktu dengan pengasuh yang bisa jadi “kurang berkualitas”. Atau mungkin ada yang
merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan
sehingga bingung  tidak  mengerti  dengan  apa  yang  harus  dilakukan.
www.wordpress.com.
2.1.8 Konflik Akibat Perbedaan Penghasilan dalam Hubungan Perkawinan
Penghasilan adalah  imbalan  atas  apa  yang  telah  kita  kerjakan,  penghasilan
yang kita  peroleh  dari jasa ataupun  tenaga  yang  kita  keluarkan  guna mndapatkan
materi. Dalam
sebuah  hubungan  perkawinan,  adakalanya,  antara  suami  maupun istri,
sama‐sama memiliki penghasilan, karena keduanya sama‐sama bekerja. Dalam kasus
ini, tak jarang, penghasilan suami lebih rendah dibanding istri. Disinilah konflik dapat
muncul  karena  adanya  kecemburuan  dari  sisi  ekonomi.  Di  beberapa  kasus, kondisi
ini  dapat  memicu  adanya  kekerasan  dalam  rumah  tangga  KDRT  Elfarid, 2007.
Namun  kedua  kondisi  ini  sebenarnya  dapat  diatasi  jika  ada  kerjasama  dan komitmen
yang baik antara suami dan istri untuk mengatasi persoalan ini. Selain
KDRT,  perselingkuhan  tak  jarang  menjadi  ‘buntut’  dari  adanya persoalan
ekonomi.  Seorang  suami  yang  gajinya  lebih  rendah  dibanding  istrinya, kadangkala
merasa  cemburu  dan  direndahkan.  Dari  sini,  hal  yang  dapat  terjadi adalah
suami merasa keseimbangan dalam hubungan tidak lagi tercapai. Akibatnya,
suami berusaha mencari hubungan lain yang lebih seimbang melalui jalan menjalin
hubungan perselingkuhan Puspitasari, 2009.
Namun ada  yang  lebih  buruk  lagi,  yaitu  terjadinya  perceraian.  Perceraian
adalah keputusan  terakhir  yang  diambil  oleh  pasangan  suami‐istri  ketika  mereka
tidak mampu  lagi  mengatasi  konflik  keluarga,  salah  satunya  adalah  konflik
perbedaan penghasilan dimana penghasilan istri lebih tinggi dari suaminya.
2.1.9 Strategi Manajemen Konflik
Strategi manajemen konflik akan dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan,
misalnya tujuan  jangka  pendek  dan  jangka  panjang  yang  akan  dicapai  untuk
mempengaruhi strategi  apa  yang  dianggap  sesuai.  Berikut  beberapa  manajemen
konflik menurut George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy 1968.
1. Berkelahi Secara Sportif
Pada kebanyakan  hubungan  antarpribadi,  kita  mengetahui  dimana  garis
batas yang harus ditarik,  khususnya dalam hubungan yang berlangsung lama. Kita
mengetahui bahwa  ketika  mencela  ketidak‐mampuan  mempunyai  anak  atau
mencela karena  ketidak‐mampuan  mendapat  pekerjaan  yang  pasti  merupakan
pukulan dibawah pinggang bagi mereka. Usahakan menjaga agar hanya menyerang
daerah yang  tidak  menyakiti  pihak  lawan  dan  yang  tidak  akan  menyebabkan
semakin parahnya permusuhan dan kemarahan.
2. Bertengkar Secara Aktif
Rencanakanlah peran aktif dalam konflik antarpribadi. Jangan tutup telinga
dan pikiran,  berusaha  menyalakan  radio  keras‐keras,  atau  meninggalkan  rumah
selama pertengkaran terjadi. Ini tidaklah berarti bahwa periode pendinginan tidak
bermanfaat. Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, maka harus dihadapi secara
aktif oleh kedua belah pihak.
3. Bertanggung Jawab atas Pikiran dan Perasaan
Ketika seseorang  tidak  sependapat  dengan  mitranya  atau  menjumpai
perilakunya yang  tidak  benar,  bertanggung  jawablah  atas  perasaan  ini  dan
katakanlah, misalnya “saya tidak setuju dengan...” atau “saya tidak menyukai hal itu
bila kamu...” janganlah mengelakkan tanggung jawab dengan mengatakan, misalnya
“setiap orang  mengatakan  bahwa  kamu  salah  mengenai...”  atau  “seseorang
berpendapat bahwa  kamu  seharusnya  tidak...”.  Pertanggung  jawabkanlah  pikiran
dan perasaan  dan  tegaskanlah  tanggung  jawab  ini  secara  ekslpisit  dengan  “I‐
messages”. 4.
Langsung dan Spesifik Pusatkan
konflik  pada  saat  kini  dan  jangan  melantur  ke  masalah‐masalah yang
terjadi  dua  bulan  yang  lalu  seperti  pada  teknik  karung  goni.  Begitu  juga, pusatkanlah
konflik  pada  seseorang  yang  menjadi  lawan  pertengkaran,  jangan membawa
nama‐nama ibu, anak, atau kawan‐kawannya. Pusatkan
konflik pada perilaku yang terlihat pada apa yang dilakukan ketika tidak
mendapat persetujuan. Jangan menuduh motif apapun tanpa terlebih dahulu
menguraikan dan memahami sebuah perilaku. Jadi, ketika seorang mitra melupakan
suatu hal  yang  penting  dan  mengecewakan,  bicarakanlah  mengenai  perilaku
tersebut bahwa  merupakan  perilaku  aktual.  Jangan  menduga‐duga  motif,  yang
berarti memiliki  pikiran  negatif  tentang  mitra  tersebut  tanpa  adanya  penjelasan
yang sudah terbukti.
5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Berusaha menghindari adanya sikap mengejek, karena dalam hampir setiap
situasi konflik,  humor  akan  dimanfaatkan.  Sayangnya,  paling  sering  humor
digunakan secara  sarkastis  untuk  menyindir  atau  mempermalukan  pihak  lain.
Pemanfaatan humor seperti ini memperparah dan memperkuat konflik. Bila humor
digunakan, seharusnya  dapat  meredakan  ketegangan.  Berusaha  hindarilah  humor
sebagai strategi untuk memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain.
2.1.10 Teori Keseimbangan equity theory