Gagasan dominan tentang perkawinan dan keluarga ini kemudian
melahirkan kaidah‐kaidah keramat yang mencegah orang punya bayangan lain
tentang bentuk perhubungan akrab antar manusia. Di satu sisi, perkawinan
dianggap sebagai satu tahapan memanusia yang melambangkan kedewasaan dan
kewarasan. Di lain sisi, tugas‐tugas yang dibebankan ke lembaga ini seringkali
demikian menjerat sehingga mengancam kewarasan dan kedewasaan individu‐
individu yang terlibat di dalamnya. Lebih jauh lagi, tumbuh di tengah masyarakat
yang mengunggulkan laki‐laki sebagai pemimpin kehidupan, kaidah‐kaidah
perkawinan secara khusus dipakai untuk mengendalikan gerak perempuan. Dua
pokok perkara yang akan disoroti dalam hal ini: pertama, dengan penunjukan laki‐
laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah
tangga terjadilah pembagian ruang bergerak yang membuat perempuan
terperangkap di rumah untuk waktu tak terbatas; kedua, segregasi ruang secara
seksual ini berpengaruh terhadap pola komunikasi antara suami‐istri dan cara
pandang terhadap hubungan antar manusia pada umumnya. Bertahan sambil
Memperluas Ruang Gerak Begitu perempuan masuk dalam lembaga perkawinan
deretan pekerjaan yang berjudul melahirkan, mengurus anak, suami dan rumah
tangga sudah menanti. www.shvoong.com
2.1.5 Membangun Kepercayaan
Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai. Hal
ini dilakukan pada saat menentukan dimana mereka harus mengambil resiko
dengan cara saling mengungkapkan lebih banyak tentang pikiran, perasaan, dan
reaksi mereka terhadap situasi yang tengah mereka hadapi, atau dengan cara saling
menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerja sama.
Saling percaya dibangun lewat resiko dan peneguhan, serta dihancurkan
lewat resiko dan penolakan. Kepercayaan tak mungkin timbul tanpa resiko, dan
relasi tidak mengalami kemajuan tanpa kepercayaan Johnson,1981.
Kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang.
Kepercayaan meliputi unsur‐unsur sebagai berikut :
1. Kita
berada dalam situasi dimana pilihan untuk mempercayai orang lain
dapat menimbulkan akibat‐akibat yang menguntungkan maupun merugikan
bagi aneka kebutuhan dan tujuan atau kepentingan kita. Jadi,
mempercayai mengandung resiko. 2.
Akibat ‐akibat yang menguntungkan atau merugikan tersebut
tergantung pada perilaku orang lain.
3. Penderitaan
karena akibat yang merugikan akan lebih besar dibandingkan
manfaat karena akibat yang menguntungkan. 4.
Kita punya cukup keyakinan bahwa orang lain akan bertingkah laku
sedemikian rupa sehingga yang timbul adalah akibat‐akibat yang
menguntungkan.
Namun demikian, kepercayaan sesungguhnya juga dapat menurun. Disini,
Johnson juga menjelaskan tiga macam tingkah laku yang dapat menurunkan
kepercayaan dalam suatu relasi, yaitu :
1. Menunjukkan
penolakan, mengolok‐olok, atau melecehkan pembukaan
diri orang lain. 2.
Tidak membalas pembukaan diri orang lain.
3. Tidak
mau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita kepada orang
lain, kendati ia telah menunjukkan penerimaan, dukungan, dan
kerja sama.
2.1.6 Komitmen
Bagi banyak orang, komitmen mutlak terhadap seseorang manusia lain, yang
dituntut dalam ikatan perkawinan, merupakan sesuatu yang menakutkan atau
paling sedikit merupakan hal yang menegangkan. Bagi banyak pasangan hidup
bersama adalah bentuk pernikahan percobaan, suatu cara agar saling mengenal
dengan baik untuk memutuskan apakah suatu pernikahan akan berguna. Pasangan
yang hidup bersama tersebut kemudian menikah atau memutuskan hubungan
mereka hanya dalam beberapa tahun.
Kenyataannya, antara tahun 1975 dan 1984, 40 dari pasangan yang diteliti,
menikah atau berhenti hidup bersama setelah satu tahun dan 33 mengakhirinya
setelah dua tahun. Pada akhir tahun kelima, hanya satu dari sepuluh pasangan yang
masih hidup bersama. Di sisi lain, 60 dari pasangan seperti ini barakhir dalam
pernikahan Bumpas dan Sweet,1989.
2.1.7 Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga